Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin Secara Iodimetri

(1)

PENETAPAN BAHAN BAKU ANTALGIN SECARA IODIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

ROUSE D. GIRSANG NIM 092410044

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU ANTALGIN SECARA IODIMETRI TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ROUSE DEARNI GIRSANG NIM 092410044

Medan, Juni 2012 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Drs.Chairul Azhar, M.Sc, Apt. NIP 194907061980021001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP. 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya serta menganugerahkan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin Secara Iodimetri”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Chairul Azhar, M.Sc., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penyusunan tugas akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator program

studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(4)

5. Kedua orangtua yang terkasih yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan memotivasi untuk tetap berjuang dalam mengerjakan tugas akhir ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu seluruh staff di PT Kimia Farma Plant Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2009 yang sama-sama berjuang dan saling membantu dalam mengerjakan tugas akhir ini. Terutama untuk Hany, Elisa, Deisy, Maya, Dhini, dan Devi.

Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Tuhan memberkati kita sekalian!

Medan, Juni 2012 Penulis


(5)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU ANTALGIN SECARA IODIMETRI

ABSTRAK

Antalgin merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Antalgin merupakan obat yang banyak diresepkan untuk menghilangkan rasa nyeri. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet antalgin secara iodimetri dengan larutan Iodium sebagai pentiter dan kanji sebagai indikator.

Dari hasil pengujian kadar rata-rata bahan baku antalgin adalah 99,78%. Hasil ini menunjukan bahwa kadar bahan baku antalgin tersebut memenuhi persyaratan Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... v

Daftar isi ... vi

Daftar Lampiran ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Bahan Baku ... 4

2.2 Nyeri ... 5

2.3 Analgetika ... 6

2.4 Antalgin……….... 7

2.4.1 Farmakologi Antalgin………. 9

2.4.2 Farmakodinamika Antalgin... 9

2.4.3 Farmakokinetik Antalgin ... 10


(7)

2.5 Metode Penetapan Kadar ... 11

2.5.1 Iodimetri ... 11

2.5.2 Prinsip Iodimetri ... 11

2.5.3 Larutan Pentiter ... 11

2.5.4 Indikator ... 12

BAB III. METODOLOGI ... 13

3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar... 13

3.2 Alat ... 13

3.3 Bahan ... 13

3.4 Metode Pengambilan Sampel ... 13

3.5 Prosedur Percobaan ... 14

3.5.1 Pembuatan Larutan Standar I2 0,1 N ... 14

3.5.2 Pembakuan Larutan Standar I2 0,1 N ... 14

3.5.3 Pembuatan indikator Kanji……… 14

3.5.4 Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin ... 14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Hasil ... 15

4.2 Pembahasan ... 16

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1 Kesimpulan ... 17


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan I2 dengan Arsen Trioksida ... 20 Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin ... 22


(9)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU ANTALGIN SECARA IODIMETRI

ABSTRAK

Antalgin merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Antalgin merupakan obat yang banyak diresepkan untuk menghilangkan rasa nyeri. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet antalgin secara iodimetri dengan larutan Iodium sebagai pentiter dan kanji sebagai indikator.

Dari hasil pengujian kadar rata-rata bahan baku antalgin adalah 99,78%. Hasil ini menunjukan bahwa kadar bahan baku antalgin tersebut memenuhi persyaratan Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah unsur aktif secara fisiologi dipakai dalam diagnosis, pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau hewan. Obat dapat berasal dari alam diperoleh dari sumber mineral, tumbuh-tumbuhan atau hewan atau dapat dihasilkan dari sintesis kimia organik atau biosintesis (Ansel, 1989).

Salah satu jenis obat yang banyak beredar dipasaran dan sering digunakan dalam pengobatan adalah Metampiron. Metampiron di Indonesia lebih dikenal dengan nama Antalgin. Antalgin termasuk salah satu obat derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang berkhasiat sebagai analgetik-antipiretik dan antiinflamasi, yaitu obat yang dapat mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi dan juga mengatasi peradangan (Tjay,T,H.,dkk, 2007).

Dalam perdagangan, biasanya antalgin diformulasikan dalam bentuk tablet dengan dosis untuk dewasa 500-1000 mg, 3-4 kali sehari dan untuk anak-anak 250-500 mg, 3-4 kali sehari. (Widodo,U.,dkk, 1993).

Pada pembuatan suatu obat, mutu obat merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan, sesuai dengan persyaratan mutu yang tertera pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mutu harus didasarkan pada pengalaman nyata konsumen pada suatu produk dan akan berpengaruh secara langsung


(11)

terhadap keamanan, keefektifan dan derajad diterimanya suatu produk obat (Siregar, 2010).

Mutu obat salah satunya ditentukan oleh bahan baku yang harus memenuhi persyaratan. Pada tahap awal harus terlebih dahulu memeriksa bahan baku secara kualitatif dan kuantitatif apakah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu suatu obat. Obat harus sesuai dengan prioritas kebutuhan kesehatan serta memenuhi standar mutu, keamanan dan khasiat obat yang dapat diterima. Oleh karena itu, terhadap bahan baku antalgin harus dilakukan pemeriksaan sebelum diformulasi menjadi bentuk sediaan seperti tablet dan kaplet. Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir “Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin Secara Iodimetri”.

Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, penetapan kadar bahan baku antalgin dapat dilakukan dengan metode iodimetri. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung dilakukan terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh Iodium. Iodimetri merupakan metode oksidimetri yang banyak dipergunakan, karena perbandingan stokiometri yang sederhana.


(12)

1.2Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

i. Untuk mengetahui kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet Antalgin.

ii. Untuk mengetahui apakah kadar bahan baku Antalgin yang nantinya akan digunakan dalam formulasi tablet Antalgin memenuhi persyaratan seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan khususnya tentang penetapan kadar bahan baku Antalgin dengan menggunakan metode Iodimetri.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku

Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

Menurut Ditjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010)

Menurut Ditjen POM (2006) spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan:


(14)

a. Deskripsi bahan termasuk:

1. Nama yang ditentukan dan kode produk internal. 2. Rujukan monografi farmakope bila ada.

3. Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin produsen bahan. 4. Standar mikrobiologis, bila ada.

b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan. c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan. d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.

2.2 Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensorial dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay dan Kirana, 2007)

Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melalui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan mediator nyeri (Mutschler, 1991).

Mediator nyeri ialah zat-zat yang merangsang reseptor-reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas yang terdapat di kulit, selaput lendir, dan jaringan lainnya. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensorik ke


(15)

susunan saraf pusat melalui sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Kirana, 2007).

Mediator nyeri antara lain histamin yang bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi nyeri. Bradikinin adalah polipeptida yang dibentuk dari protein plasma, dan prostaglandin yang terbentuk dari asam arachidonat (Tjay dan Kirana, 2007).

Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara berikut :

a. Menghambat sisntesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer.

b. Menghambat penyaluran rangsangan dalam serabut serabut sensoris dengan anastetika lokal.

c. Meniadakan nyeri melalui kerja dalam system saraf pusat dengan analgetika yang bekerja pada sistem saraf pusat (Mutschler, 1991).

2.3 Analgetika

Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem syaraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa nyeri (Siswandono dan Suekarjo, 1995).


(16)

Menurut Anwar dan Yahya (1973) analgetika dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni:

1. Analgetika non-narkotik, yaitu obat-obat yang dapat menghilangkan rasa sakit, nyeri somatik dan tidak dapat menghilangkan rasa sakit jeroan kecuali bila digabungkan dengan obat-obat lain, tidak menimbulkan adiksi, tidak berkhasiat terhadap rasa sakit yang hebat.

2. Analgetika narkotika, yaitu bahan-bahan yang dapat menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan kecanduan/adiksi. Pada umumunya bahan-bahan ini didapat dari opium sehingga sering juga disebut analgetika-opiat.

2.4 Antalgin

Antalgin merupakan obat analgetik-antipiretik dan antiinflamasi. Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Sedangkan antiinflamasi adalah mengatasi inflamasi atau peradangan (Tjay dan Kirana, 2007).


(17)

2.4.1 Uraian Umum Antalgin Rumus Bangun :

Rumus Struktur : C13H16N3NaO4S.H2O

Nama Kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4- metilaminometanasulfonat

Berat Molekul : 351,37

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan. Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N.

Identifikasi : Pada 3 ml larutan 10% b/v, tambahkan 1 ml sampai 2 ml asam klorida 0,02 N dan 1 ml besi (III) klorida 5% b/v terjadi warna biru yang jika dibiarkan berubah menjadi merah kemudian tidak berwarna.

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 5,5%; lakukan pengeringan pada suhu 105o hingga bobot tetap menggunakan 250 mg zat.


(18)

Syarat Kadar : Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Sinonim : Metampiron (Ditjen POM, 2006).

2.4.2 Farmakologi antalgin

Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

2.4.3 Farmakodinamika antalgin

Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan.

Sebagai antipiretik, obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Kerja analgetik antalgin lebih besar dibandingkan dengan kerja antipiretik yang dimilikinya. Sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah (Ganiswara,1981).


(19)

2.4.4 Farmakokinetik antalgin

Fase farmakokinetik adalah perjalanan antalgin mulai titik masuk ke dalam badan hingga mencapai tempat aksinya. Antalgin mengalami proses ADME yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel membrane (Anief, 1990).

Pada pemberian secara oral senyawa diserap cepat dan sempurna dalam saluran cerna. Terdapat 60% antalgin yang terikat oleh protein plasma, masa paru dalam plasma 3 jam. Obat ini dimetabolisme di hati menjadi metabolit utama dan diekskresi melalui ginjal (Widodo, 1993).

2.4.5 Efek yang tidak diharapkan

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur (Lukmanto, 1986).

Efek samping lain yang mungkin terjadi ialah urtikaria, leukopenia, trombopenia. Terutama pada pasien usia lanjut terjadi retensi Na dan air dengan edema. Pada kelebihan dosis, terjadi hipotensi, nafas terengah-engah, torus otot meninggi, rahang menutup, kehilangan kesadaran dan serangan kram/kejang cerebral (Widodo, 1993).


(20)

2.5 Metode Penetapan Kadar 2.5.1 Iodimetri

Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).

2.5.2 Prinsip Iodimetri

Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH: 5-8). Pada antalgin, gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na (Alamsyah, 2007).

2.5.3 Larutan Pentiter

Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan pentiter. Iodin

adalah oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Ditambahkan kalium iodida berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan menurunkan penguapan iod. Biasanya ditambahkan 3% sampai 4% bobot KI


(21)

kedalam larutan 0,1N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik (Day dan Underwood, 2002).

Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari

udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang

digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam

suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam

KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).

2.5.4 Indikator

Sebagai indikator biasanya digunakan suatu larutan dispersi koloid kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Merkurium (II) iodida, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet (Day dan Underwood, 2002).

Larutan kanji harus dibuat segar. Jika larutan kanji sudah lama, maka ikatan antara amilum dengan iodium tidak lagi reversible. Larutan kanji tidak tahan asam dan alkohol yang tinggi batas 5% (Alamsyah, 2007).


(22)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar

Penetapan kadar bahan baku antalgin dilakukan di Laboratorium Pemastian Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan yang beralamat di Jl. Tanjung Morawa Km. 9 No 59 Medan.

3.2 Alat

Alat–alat yang digunakan adalah beaker glass, buret, batang pengaduk, erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, klem, statif dan timbangan analitik.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan baku Antalgin, akuades, asam klorida 0,02 N, arsen trioksida, indikator kanji 0,5%, larutan iodium 0,1 N, larutan natrium hidroksida 1 N dan metil jingga.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan rumus (√x + 1). Dari 400 kemasan bahan baku yang datang dengan berat masing- masing 25 kg, diambil 21 kemasan masing-masing 200 mg untuk kemudian diuji kadarnya.


(23)

3.5 Prosedur Percobaan 3.5.1 Pembuatan Pereaksi

3.5.1.1 Pembuatan Larutan Standart I2 0,1 N

Larutkan 12,69 gram Iodium P dalam larutan 18,0 gram KI P dalam 100 ml air, encerkan dengan air hingga 1000 ml.

3.5.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 1 N

Ditimbang 40 g NaOH, dimasukkan kedalam labu tentukur 1000 ml yang berisi 250 ml akuades bebas CO2, dikocok. Kemudian encerkan dengan akuades bebas CO2sampai garis tanda, dan disimpan dalam botol bertutup karet.

3.5.1.3 Pembuatan Larutan Jingga Metil

Ditimbang 100 mg jingga metil. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml. Kemudian tambahkan air sampai garis tanda.

3.5.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,02 N

Diambil 0,84 ml HCl pekat dengan menggunakan pipet ukur, pindahkan hati-hati ke dalam beaker glass yang berisi 100 ml akuades, aduk dan encerkan dengan akuades sampai 500 ml.


(24)

3.5.2 Pembakuan Larutan Standart I2 0,1 N

Timbang seksama 150 mg arsentrioksida, larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N, jika perlu hangatkan. Encerkan dengan 40 ml akuades. Tambahkan 2 tetes larutan jingga metil, tambahkan asam klorida encer hingga terjadi warna merah jambu. Tambahkan 2 gram natrium bikarbonat, encerkan dengan 50 ml akuades. Titrasi dengan larutan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji sampai terjadi warna biru yang mantap.

3.5.3 Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin

Timbang seksama 200 mg zat, larutkan dalam 5 ml akuades. Tambahkan 5 ml asam klorida 0,02 N dan segera titrasi dengan Iodium 0,1 N dengan menggunakan 3 ml indikator kanji sampai terjadi warna biru yang mantap selama 2 menit.


(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No. No. Sampel KS (%)

1. Sampel 1 100,0

2. Sampel 2 99.46

3. Sampel 3 99,41

4. Sampel 4 99,46

5. Sampel 5 99,88

6. Sampel 6 99,41

7. Sampel 7 99,50

8. Sampel 8 99,90

9. Sampel 9 99,91

10. Sampel 10 100,0

11. Sampel 11 99,91

12. Sampel 12 99,97

13. Sampel 13 99,46

14. Sampel 14 99,46

15. Sampel 15 100,0

16. Sampel 16 99,91

17. Sampel 17 100,15

18. Sampel 18 100,32

19. Sampel 19 99,88

20. Sampel 20 99,41

21. Sampel 21 100,0


(26)

4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar bahan baku antalgin secara iodimetri, diketahui bahwa kadar bahan baku antalgin tersebut adalah 99,78%, kadar antalgin tersebut memenuhi persyaratan pada Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna bereaksi dengan antalgin, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator kanji yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Rohman, 2007).


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

i. Kadar bahan baku antalgin yang akan diformulasi menjadi sediaan tablet antalgin ialah 99,78%.

ii. Kadar bahan baku antalgin tersebut memenuhi persyaratan kadar pada Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

5.2 Saran

Disarankan kepada penulis selanjutnya untuk melakukan penetapan kadar antalgin dengan metode lain, seperti metode Spektrofotometri UV, untuk dapat membandingkan ketelitian hasilnya.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. (2007). Analisis Farmasi Secara Titrimetri. Medan: Universitas Sumatera Utara. Halaman 69-70.

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 25.

Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Halaman 50.

Anwar, J., dan Yahya. M. (1973). Farmakologi I. Medan: Penerbit Fakultas Kedokteran USU. Halaman 70, 79.

Day, R.A., dan Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Hal 301-302

Ditjen POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 77, 237

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 537-538

Ganiswara, S., (1981). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 207-210, 215-216

Lukmanto, H. (1986). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II. Jakarta. Halaman 112

Mulyono. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara. Halaman 152-156

Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 178

Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 178, 182

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 153-154

Siregar, C. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC. Halaman 1, 605, 647


(29)

Siswandono dan Suekarjo, B. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 151

Tjay, T., dan Kirana, R. (2007). Obat-obat Penting. Edisi VI. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 312-315

Widodo, U. (1993). Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 313-314


(30)

150,82 mg x 0,1

151,15 mg x 0,1 150,20 mg x 0,1 Berat arsen trioksida x 0,1 Volume titran x kesetaraan

29,40 ml x 4,946 mg

29,50 ml x 4,946 mg 29,40 ml x 4,946 mg Lampiran 1

Perhitungan Pembakuan I2 0,1 N dengan Arsen Trioksida Normalitas I2 dapat dihitung dengan rumus :

Normalitas I2 =

Dimana:

1 ml I2 0,1 N setara dengan 4,946 mg arsen trioksida Berat As2O3 I = 150,20 mg

Berat As2O3 II = 150,82 mg Berat As2O3 III = 151,15 mg Volume titran I = 29,40 ml Volume titran II = 29,40 ml Volume titran III = 29,50 ml

Normalitas I2 1 (N1) = = 0,1032 N

Normalitas I2 2 (N2) = = 0,1037 N

Normalitas I2 3 (N3) = = 0,1035 N


(31)

3 N1 + N2 + N3

3

0,1032 + 0,1037 + 0,1036 Normalitas I2 rata-rata =

=


(32)

Lampiran 2

Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin Tabel 2. Data Perhitungan

No. LOD Bt (mg) Vt (ml) K (%)

1. 5,5 199 10,9 94,50

2. 5,5 201 10,95 93,99

3. 5,5 202 11,0 93,95

4. 5,5 201 10,95 93,99

5. 5,39 199 10,9 94,50

6. 5,5 202 11,0 93,95

7. 5,5 200 10,9 94,03

8. 5,37 198 10,85 94,54

9. 5,5 201 11,0 94,42

10. 5,5 199 10,9 94,50

11. 5,5 201 11,0 94,42

12. 5,48 199 10,9 94,50

13. 5,5 201 10,95 93,99

14. 5,5 201 10,95 93,99

15. 5,5 199 10,9 94,50

16. 5,5 201 11,0 94,42

17. 5,26 200 11,0 94,89

18. 5,5 199 10,95 94,93

19. 5,47 201 11,0 94,42

20. 5,5 202 11,0 93,95


(33)

Vt x N I2 x 16,67 Ns x Bt

100 - LOD 100

Rumus Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin

K = x 100%

KS =

x K

Keterangan:

Vt : Volume titran (ml)

N I2 : Normalitas pentiter (0,1035 N) Ns : Normalitas standart (0,1 N) Bt : Berat serbuk ditimbang (200mg) LOD : Lost of Dry (%)

K : Kadar awal (%)

KS : Kadar sebenarnya. (%)


(34)

Kadar Bahan Baku Antalgin 1: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS1 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0% Kadar Bahan Baku Antalgin 2:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS2 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 3: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS3 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 4: K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS4 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 5: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS5 = 100


(35)

Kadar Bahan Baku Antalgin 6: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS6 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 7: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200 x 100% = 94,03 %

KS7 = 100

100−5,5 x 94,03% = 99,50%

Kadar Bahan Baku Antalgin 8: K = 10,85 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 198 x 100% = 94,54%

KS8 = 100

100−5,37 x 94,54% = 99,90%

Kadar Bahan Baku Antalgin 9: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS9 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 10: 10,9 x 0,1035 x 16,67


(36)

KS10 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0%

Kadar Bahan Baku Antalgin 11: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS11 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 12: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS12 = 100

100−5,48 x 94,50% = 99,97% Kadar Bahan Baku Antalgin 13:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS13 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46% Kadar Bahan Baku Antalgin 14:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS14 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 15: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67


(37)

KS15 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0%

Kadar Bahan Baku Antalgin 16: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS16 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 17: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200 x 100% = 94,89%

KS17 = 100

100−5,26 x 94,89% = 100,15% Kadar Bahan Baku Antalgin 18:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200,18 x 100% = 94,93%

KS18 = 100

100−5,5 x 94,93% = 100,32%

Kadar Bahan Baku Antalgin 19: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS19 = 100


(38)

Kadar Bahan Baku Antalgin 20: K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS20 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 21: K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS21 = 100


(1)

Vt x N I2 x 16,67 Ns x Bt

100 - LOD 100

Rumus Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Antalgin

K = x 100%

KS =

x K

Keterangan:

Vt : Volume titran (ml)

N I2 : Normalitas pentiter (0,1035 N) Ns : Normalitas standart (0,1 N) Bt : Berat serbuk ditimbang (200mg) LOD : Lost of Dry (%)

K : Kadar awal (%)

KS : Kadar sebenarnya. (%)


(2)

Kadar Bahan Baku Antalgin 1:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS1 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0%

Kadar Bahan Baku Antalgin 2:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS2 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 3:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS3 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 4:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS4 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 5:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS5 = 100


(3)

Kadar Bahan Baku Antalgin 6:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS6 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 7:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200 x 100% = 94,03 %

KS7 = 100

100−5,5 x 94,03% = 99,50%

Kadar Bahan Baku Antalgin 8:

K = 10,85 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 198 x 100% = 94,54%

KS8 = 100

100−5,37 x 94,54% = 99,90%

Kadar Bahan Baku Antalgin 9:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS9 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 10:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67


(4)

KS10 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0%

Kadar Bahan Baku Antalgin 11:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS11 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 12:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS12 = 100

100−5,48 x 94,50% = 99,97%

Kadar Bahan Baku Antalgin 13:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS13 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 14:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 93,99%

KS14 = 100

100−5,5 x 93,99% = 99,46%

Kadar Bahan Baku Antalgin 15:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67


(5)

KS15 = 100

100−5,5 x 94,50% = 100,0%

Kadar Bahan Baku Antalgin 16:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS16 = 100

100−5,5 x 94,42% = 99,91%

Kadar Bahan Baku Antalgin 17:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200 x 100% = 94,89%

KS17 = 100

100−5,26 x 94,89% = 100,15%

Kadar Bahan Baku Antalgin 18:

K = 10,95 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 200,18 x 100% = 94,93%

KS18 = 100

100−5,5 x 94,93% = 100,32%

Kadar Bahan Baku Antalgin 19:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 201 x 100% = 94,42%

KS19 = 100


(6)

Kadar Bahan Baku Antalgin 20:

K = 11,0 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 202 x 100% = 93,95%

KS20 = 100

100−5,5 x 93,95% = 99,41%

Kadar Bahan Baku Antalgin 21:

K = 10,9 x 0,1035 x 16,67

0,1 x 199 x 100% = 94,50%

KS21 = 100