Penetapan Kadar Tablet Antalgin Secara Titrasi Iodimetri Di PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan
PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA
TITRASI IODIMETRI DI PT. VARIA SEKATA
PHARMACEUTICAL LABORATORIES
PANCUR BATU
MEDAN
TUGAS AKHIR
Oleh:
YUSTINA SAMOSIR 052410082
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA
TITRASI IODIMETRI DI PT. VARIA SEKATA
PHARMACEUTICAL LABORATORIES
PANCUR BATU MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh :
YUSTINA SAMOSIR 052410022 Medan, Mei 2008
Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Dra. Misra Gafar, MS., Apt. NIP 131 569 407
Disahkan Oleh: Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 131 283 716
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah mencurahkan berkat dan kasih-Nya serta menganugrahkan pengetahuan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul “PENETAPAN KADAR TABLET ANTALGIN SECARA TITRASI IODIMETRI DI PT. VARIA SEKATA PHARMACEUTICAL LABORATORIES PANCUR BATU MEDAN” yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda AB. Samosir S.pd dan Ibunda M. Pasaribu yang telah memberikan kasih sayang serta Doa yang tiada pernah henti untuk dukungan moril dan materil selama ini, maka pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dra. Misra Gafar, MS., Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian hingga tugas akhir ini selesai.
2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, MApp.Sc., Apt., sebagai koordinator program Diploma III Analis Farmasi.
(4)
4. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Diploma III Analis Farmasi yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa Analis Farmasi.
5. Seluruh staf dan pegawai PT.VARSE Pharmaceutical Laboratories Medan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
6. Kakakku terkasih K’Yanti, K’Vina dan adikku tersayang Rindu, Daniel, Samuel yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 7. Kakak kelompok rohani K’Agustina, teman-teman kelompok rohani Never
be Alone Derwin, Elprida, dan Jaya Pramana yang memberi dukungan dan Doa kepada penulis.
8. Sahabatku terkasih Welly Simanjuntak, Sischa dan Agnes yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta dukungan Doa kepada penulis. 9. Teman-teman PKL Jaya, Elvrida, Karmila, Elva dan Bintang yang telah
memberikan semangat, bahu-membahu hingga tugas akhir ini selesai. 10.Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi angkatan 2005 atas
opini-opini yang membangun.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, baik dari susunan kata-kata maupun isinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Medan, Mei 2008 Penulis
(5)
D AFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar belakang ...1
1.2. Tujuan dan manfaat ...2
1.2.1. Tujuan ...2
1.2.2. Manfaat ...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...3
2.1. Tablet ...3
2.2. Evaluasi Tablet ...5
2.3. Antalgin ...8.
2.3.1. Tinjauan umum tentang antalgin ...8
2.3.2. Analgetik-antipiretik ...9
2.3.3. Efek farmakodinamika antalgin ...10
2.3.4. Farmakokinetik antalgin ...11
2.3.5. Farmakologi antalgin...11
2.3.6. Efek samping antalgin ...11
2.4. Tablet antalgin ...12
2.5. Metode penetapan kadar ...14
2.5.1. Iodimetri ...14
(6)
2.5.1.2. Indikator ...14
2.5.1.3. Larutan pentiter ...14
BAB III METODOLOGI ...16
3.1. Sampel yang diperiksa ...16
3.2. Alat dan bahan yang digunakan ...16
3.2.1. Alat-alat ...16
3.2.2. Bahan-bahan ...16
3.3. Pembuatan pereaksi ...17
3.3.1. Pembuatan larutan standar I2 3.3.2. Standarisasi larutan standar I 0,1 N ...17
2 3.3.3. Indikator kanji ...17
0,1 N ...17
3.4. Prosedur ...17
3.4.1. Penetapan kadar antalgin ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...19
4.1. Hasil ...19
4.2. Pembahasan ...19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...21
5.1. Kesimpulan ...21
5.2. Saran ...21
DAFTAR PUSTAKA ...22
(7)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Antalgin merupakan salah satu turunan pirozolon yang bersifat analgetika yang mempunyai kerja farmakologi utama analgetik, selain itu juga menunjukkan kerja antipiretik (Foye, 1995).
Analgetik adalah obat yang bersifat simtomatik, berarti analgetik hanya mengurangi atau menghilangkan gejala yang berupa rasa sakit, tetapi tidak menghilangkan penyebab yang menimbulkan rasa sakit itu. Obat ini bekerja mengurangi rasa sakit dengan cara menaikkan nilai ambang (treshold) rasa sakit (Munaf, 1994).
Di Indonesia banyak masyarakat mengkonsumsi antalgin sebagai obat analgetik-antipiretik. Peredaran obat ini di Indonesia tidak dibatasi seperti halnya di Amerika Serikat yang telah membatasi atau melarang peredarannya disebabkan efek sampingnya yaitu agranulositosis fatal dan trombositopenia yang ditimbulkannya (Ganiswara, 1981).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat tergantung dari struktur kimia dan sifat kimia-fisikanya. Metode yang umumnya digunakan antara lain: titrimetri, kolorimetri, spektrofotometri, dan kromatografi. Antalgin dapat ditentukan secara titrimetri (iodimetri) dan spektrofotometri. Metode titrimetri diantaranya adalah titrasi iodimetri dan iodometri. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung dilakukan terhadap zat-zat yang potensial
(8)
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh Iodium. Iodimetri merupakan metode oksidimetri yang banyak dipergunakan, karena perbandingan stokiometri yang sederhana.
Titrasi Iodometri adalah titrasi yang dilakukan terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih tinggi dari sistem iodium-iodida, sehingga dengan penambahan iodida maka zat-zat tersebut akan tereduksi. Iodium yang telah dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Alamsyah, 1994).
1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan
Tujuan evaluasi tablet antalgin ini adalah untuk mengetahui kadar yang terkandung dalam antalgin yang diproduksi oleh PT. Varia Sekata (VARSE) Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan apakah memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 dimana penetapan kadarnya dilakukan secara iodimetri.
1.2.2 Manfaat
Penulisan tugas akhir ini di harapkan dapat memberi manfaat untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta dapat mengetahui cara penetapan kadar yang dilakukan secara titrasi iodimetri khususnya terhadap tablet antalgin.
(9)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai:
- Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas dan zat lain yang dikocok.
- Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah Mucilago Gummi Arabici 10-20%, Solutio Methyl-cellulosum 5%.
- Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar-agar, Natrium Alginat.
- Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya yang digunakan Talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearinicum.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 1994).
(10)
Penggolongan tablet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Tablet Implantasi adalah tablet yang pemakaiannya dengan cara menanamkannya dalam jaringan bawah kulit. Contoh: tablet hormon.
- Tablet Effervescent adalah tablet yang penggunaannya dilarutkan terlebih dahulu dalam air kemudian diminum. Didalam tablet selain zat aktif juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida. Contoh: tablet Calsium D Redokson (CDR).
- Tablet Vagina adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina, bentuk pipih, oval dengan salah satu ujungnya kecil. Contoh: sulfasetamid, nistatin.
- Tablet Sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan di bawah lidah. Tablet ini melarut dengan cepat dan bahan-bahannya cepat diabsorbsi. Contoh: tablet isosorbid dinitrat.
- Tablet hisap adalah tablet yang dimaksudkan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan yang ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Contoh: tablet Vitamin C.
- Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberi residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Contoh: tablet antasida.
- Tablet Hipodermik adalah tablet yang mudah larut dalam air digunakan sebagai injeksi untuk disuntikkan di bawah kulit.
(11)
2.2 Evaluasi Tablet
Untuk menjaga mutu tablet tetap sama, dilakukan uji-uji sebagai berikut: a. Uji keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet- tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. Jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen POM, 1995):
Tabel 1: Penyimpangan bobot rata-rata
Bobot rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%
151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
(12)
b. Uji kekerasan
Ketahanan tablet terhadap goncangan pada waktu pembuatan, pengepakan dan distribusi bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari tenaga yang diperlukan untuk memecahkan tablet. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet umumnya berkisar 4-8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan (Soekemi, A. R., 1987).
c. Uji keregasan
Kekerasan tablet bukanlah indikator yang mutlak dari kekuatan tablet. Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan kedalam alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudiann tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama 4 menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, H.C., 1989).
d. Uji waktu hancur
Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan bahan obat kecairan tubuh. Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan oleh tablet untuk menjadi partikel-partikel kecil. Tablet biasanya diformulasikan dengan bahan pengembang yang menyebabkan tablet hancur didalam air atau cairan lambung (Soekemi, A. R., 1987).
(13)
Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10. Selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang, kemudian keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan dengan kecepatan 29-32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit (Ansel, H.C., 1989). e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia(Dirjen POM, 1995).
f. Uji disolusi
Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium (Dirjen POM, 1995).
(14)
2.3 Antalgin
2.3.1 Tinjauan umum tentang antalgin (Dirjen POM, 1995).
Rumus Bangun :
Nama Kimia : Natrium2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-metilaminometanasulfonat
Sinonim : - Metampiron - Novaminsulfon - Metamizol - Novalgin - Dipiron
Rumus molekul : C13H16N3NaO4S.H2 Berat Molekul : 351.37
O
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan. Susut pengeringan : Tidak lebih dari 5,5% pada suhu 1050 Kelarutan : Larut dalam air, dan HCl 0,02 N
C hingga bobot tetap
Antalgin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
(15)
Penetapan kadar:
Timbang saksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 5 ml air. Tambahkan 5 ml asam klorida 0,02 N dan segera titrasi dengan iodum 0,1 N, menggunakan indikator kanji, dengan sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit.
1 ml iodium 0,1 N setara dengan 16,67 mg C13H16N3NaO4S.
2.3.2 Analgetik-antipiretik
Analgetik-antipiretik adalah zat-zat yang mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sekaligus menurunkan panas tubuh. Nyeri adalah perasaan sensori yang tidak baik dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan yang pribadi dengan ambang toleransi yang berbeda. Nyeri dianggap sebagai tanda adanya gangguan di jaringan seperti peradangan dan infeksi. Sedangkan demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri (Rahardja, K., dan Tan, 2003).
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dihalangi dengan beberapa cara, yakni:
1. Menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan menggunakan analgetik perifer.
2. Menghalangi penyaluran rangsangan disaraf-saraf sensori, misalnya dengan menggunakan anastetika lokal.
3. Melindungi pusat nyeri di sistem saraf pusat dengan analgetik sentral (narkotika) atau dengan anastetika umum (Rahardja, K., dan Tan, 2003).
(16)
Menurut Anwar, J., dan Yahya, M., (1973), analgetika dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni:
1. Analgetika non-narkotika, yaitu obat-obat yang dapat menghilangkan rasa sakit, nyeri somatis, dan tidak dapat menghilangkan rasa sakit jeroan kecuali bila digabung dengan obat-obat lain, tidak menimbulkan adiksi, tidak berkhasiat terhadap rasa sakit yang hebat.
2. Analgetika narkotika, yaitu bahan-bahan yang dapat menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan adiksi/kecanduan. Pada umumya bahan-bahan ini didapat dari opium sehingga sering juga disebut analgetik-opiat.
2.3.3 Efek farmakodinamika antalgin
Sesuai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan. Analgetik bekerja secara sentral untuk meningkatkan kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu suatu keadaan dimana setelah pemerian analgetik; bercirikan perubahan perilaku pada respon terhadap nyeri dan kemampuan yang berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Sebagai antipiretik, obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam, walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik invitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
(17)
digunakan terlalu lama. Kerja analgetik antalgin lebih besar dibandingkan dengan kerja antipiretik yang dimilikinya (Ganiswara, 1981).
2.3.4 Farmakokinetik antalgin
Pada fase ini, antalgin mengalami proses ADME yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tak langsung melintasi sel membran (Anief, 1991).
2.3.5 Farmakologi antalgin
Antalgin termasuk derivat metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan cepat diserap kedalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin merupakan inhibitor selektif dari prostaglandin F2α yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang seperti panas, merah, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita demam rheumatik dan rheumatik arthritis. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).
2.3.6 Efek samping antalgin
Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut
(18)
timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah: methemoglobinemia, erupsi kulit, seperti pada kasus eritematous disekitar mulut, hidung dan alat kelamin (Lukmanto, 1986).
2.4Tablet antalgin
Pada proses pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat tambahan dibuat dalam bentuk granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi cetakan tablet dengan baik. Pembuatan granul dimaksudkan agar bahan obat lebih mudah mengalir (free flowing) mengisi cetakan (Anief, 1999).
Contoh pembuatan tablet antalgin, metode granulasi basah (Soekemi, R.A., 1995): − Antalgin ditambah Sacch Lactis dan Amylum Manihot (pengembang
dalam) gerus halus.
− Tambahkan Mucilago Amily sedikit demi-sedikit sambil digerus sampai diperoleh massa yang sesuai (dapat dikepal tapi tidak terlalu lembek). − Granulasi dengan ayakan mesh 8.
− Keringkan pada temperatur 400C sampai 600 − Setelah kering ayak lagi dengan ayakan mesh 12.
C.
− Tambahkan Amylum Manihot (pengembang luar), Talkum dan Magnesium Stearat, aduk sampai homogen.
− Cetak jadi tablet.
Tablet Antalgin mengandung Metampiron, C13H16N3NaO4S.H2O tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(19)
Penetapan kadar:
Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet . Timbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang 400 mg metampiron, masukkan kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 4 ml air, kocok. Saring melalui penyaring kaca masir kedalam labu 50 ml. Cuci labu dan penyaring dua kali, tiap kali dengan 2 ml air. Titrasi kumpulan filtrat dan cairan cucian dengan iodum 0,1N.
Dosis:
- Dewasa: 250 mg-1 gram tiap kali, sehari maksimum 3 gram.
- Anak-anak 6-12 tahun: 250-500 mg tiap kali, sehari maksimum 2 gram. Peringatan:
- Berisiko agranulositosis fatal.
- Jangan digunakan untuk gangguan ringan bila ada obat lebih aman. Efek samping:
- Iritasi lambung, hiperhidrosis, retensi air dan natrium. - Reaksi alergi: reaksi kulit dan edema angioneurotik. Penyimpanan:
- Simpan di tempat yang sejuk dan kering, terlindung dari cahaya. Indikasi:
- Analgesik-antipiretik: hanya digunakan jika parasetamol atau asetosal tidak berespons, misalnya nyeri kanker, demam pada penyakit Hodgkin. Kontra indikasi:
- Alergi terhadap antalgin, granulositopenia, porfiria intermiten akut, payah jantung.
(20)
2.5Metode penetapan kadar antalgin 2.5.1 Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara Iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer yaitu 0,001 N. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya lebih rendah dari sistem larutan iodium. Iodimetri merupakan metode oksidimetri yang banyak digunakan karena perbandingan stokiometri yang lebih sederhana (Alamsyah, A., 1994).
2.5.1.1 Prinsip iodimetri
Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH: 5-8). Pada antalgin, gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na (Alamsyah, A., 1994).
2.5.1.2 Indikator
Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan iodin masih dapat berfungsi sebagai indikator meskipun warna yang terjadi tidak sejelas KMnO4. Umumnya lebih disukai penggunaan larutan kanji sebagai indikator yang dengan iodin membentuk kompleks berwarna biru cerah. Sedangkan kloroform juga dapat digunakan sebagai indikator, yang dengan iodium berwarna violet. Oleh karena larutan kanji merupakan media pertumbuhan mikroba, maka larutan yang disimpan lama perlu diawetkan, misalnya dengan
(21)
raksa (II) iodida. Larutan kanji yang telah disimpan lama memberikan warna violet dengan iodium. Meskipun warna ini tidak mengganggu ketajaman titik akhir titrasi, tetapi larutan kanji yang baru perlu dibuat kembali (Alamsyah, A., 1994).
2.5.1.3 Larutan pentiter
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kalium iodida pekat. Larutan titer iodin dibuat dengan melarutkan iodium kedalam larutan KI pekat. Larutan ini dibakukan dengan arsen (III) oksida atau latutan baku natrium tiosulfat (Alamsyah, A., 1994).
(22)
BAB III METODOLOGI
3.1 Sampel yang diperiksa
Tablet Antalgin 500 mg yang diprodusi oleh PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories.
3.2 Alat dan bahan yang digunakan 3.2.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan yaitu: - Beaker glass
- Gelas ukur - Erlenmeyer - Buret
- Statif dan klem - Lumpang dan mortir - Timbangan analitis
3.2.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu: - Metanol
- Akuades
- Larutan Iodium 0,1 N - Indikator Kanji
(23)
3.3 Pembuatan pereaksi
3.3.1 Pembuatan larutan standar I2
Timbang iodium 6,345 gram, larutkan dalam larutan pekat kalium iodida (9 gram dalam 4 ml air), setelah semua iodium larut, diencerkan larutan dengan air sampai 1 liter. Disimpan dalam botol berwarna dan ditutup dengan tutup dari gelas, ditempat sejuk.
0,1 N
3.3.2 Standarisasi larutan standar I2
Timbang teliti 150 mg AS
0,1 N
2O3 yang telah dikeringkan pada suhu 1050C selama 1 jam, larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N dalam erlenmeyer 250 ml. Jika perlu dipanaskan, tambahkan 40 ml air suling, kocok sampai larut. Tambahkan 2 tetes indikator jingga metil. Tambahkan HCl encer sampai terjadi warna merah jambu. Tambahkan 2 gram NaHCO3, titrasi dengan larutan I2
1 ml I
menggunakan indikator larutan kanji sampai warna tepat biru.
2 0,1 N setara dengan 4,946 mg AS2O3
3.3.3 Indikator kanji
Suspensikan 1 gram kanji dalam air 100 ml, lalu didihkan sampai larutan kental dan jernih, lalu dingikan.
3.4 Prosedur
3.4.1 Penetapan kadar tablet antalgin
- Ditimbang sebanyak 20 tablet Antalgin - Digerus halus
(24)
- Ditimbang setara 400 mg zat berkhasiat Metampiron - Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Kemudian ditambahkan 5 ml Metanol dan 5 ml Akuades - Dikocok selama 10 menit
- Dititrasi dengan Larutan Iodium 0,1 N samdil dikocok sampai titik akhir titrasi berwarna biru.
(25)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet antalgin dengan nomor bets 018002 menggunakan metode titrasi iodimetri. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 98,41%.
(Hasil terlampir pada lampiran halaman 23).
4.2 Pembahasan
Kadar tablet antalgin dengan nomor bets 018002 yang diperoleh adalah 98,41%. Kadar yang diperoleh ini jika dibandingkan dengan persyaratan kadar tablet antalgin dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%, maka kadar tablet antalgin memenuhi persyaratan.
Penetapan kadar antalgin selain dengan titrasi iodimetri juga dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet, tetapi disini penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet dilakukan secara titrasi iodimetri, karena alat-alat yang digunakan lebih sederhana, bahan-bahan yang digunakan murah, dan prosedur kerjanya lebih mudah.
Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna bereaksi dengan antalgin, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat.
(26)
Perlu diperhatikan pada iodimetri, indikator kanji atau amylum ditambahkan diawal tirasi, tetapi pada penetapan kadar antalgin ini indikator kanji atau amylum tidak perlu ditambahkan karena tablet antalgin tersebut telah mengandung amylum.
(27)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet yang dilakukan secara titrasi iodimetri memberikan hasil yang cukup baik.
- Kadar tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan, yang ditentukan secara iodimetri ternyata kadarnya adalah 98,41%. Hasil ini memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 (syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket).
5.2 Saran
- Hendaknya kualitas tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan tetap dipertahankan.
- Disarankan untuk melakukan penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet, untuk dapat membandingkan ketelitian hasil antara penetapan kadar secara iodimetri dengan spektrofotometri ultraviolet.
(28)
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A., 1994, Analisa Kuantitatif Beberapa Senyawa Farmasi,
Universitas Sumatera Utara Press, Medan, Hal. 23-25.
Anief, M., 1991, Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 23, 25-27.
Anief, M., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 108-109.
Anief, M., 1999, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 210-216.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 399-409.
Anwar, J. dan Yahya, M. L., 1973, Farmakologi I, Penerbit: Farmakologi Fakultas Kedokteran USU, Medan, Hal. 70, 79.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, Hal. 537-538.
Foye, O. W., 1995, Prinsip-prinsip Kimia Medisinal, Edisi II, Jilid II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 201.
Ganiswara, S., 1981, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 207-210, 215-216.
Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta, Hal. 112.
Munaf, S., 1994, Catatan Kuliah Farmakologi, EGC Press, Hal. 178.
Rahardja, K. dan Tan, T. H., 2003, Obat-obat Penting, Elex Media, Jakarta, Hal. 294-297.
(29)
Lampiran
Hasil perhitungan:
Tablet antalgin dengan no bets: 018002
Berat 1 tablet = 500 mg zat berkhasiat
Berat 20 tablet mengandung 20 x 500 mg antalgin = 10000 mg antalgin Berat 20 tablet setelah ditimbang = 12,8487 g
= 12848,7 mg
Ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 400 mg antalgin
mg mg x mg mg 948 , 513 7 , 12848 10000 400 = = serbuk
Bobot rata-rata tablet = mg 642,435mg
20 7 , 12848
= Dititrasi dengan larutan I2
V
0,1 N, diperoleh volume titrasi: 1
V
= 20,50 ml 2
V
= 20,50 ml rata-rata
Normalitas I = 20,50 ml
2
Syarat : tablet antalgin mengandung metampiron, C
= 0,109288 N, tiap 1 ml larutan Iodium 0,1 N setara dengan 17,57 mg antalgin.
13H16N3NaO4S.H2
Rumus :
O tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Kadar = x100%
BuxNxKe VxfNxfKxBr
(30)
Perhitungan :
Kadar = 100%
500 1 , 0 948 , 513 435 , 642 57 , 17 109288 , 0 50 , 20 x x x x x x = 98,41% Keterangan : V1 V
: Volume titrasi 1 2
V
: Volume titrasi 2 rata-rata
fN : Faktor normalitas pentiter 0,109288 N : Volume rata-rata titrasi
fK : Faktor kesetaraan 17,57 mg B : Bobot rata-rata tablet Bu : Berat penimbangan uji N : Normalitas pentiter
(1)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Telah dilakukan pengujian penetapan kadar terhadap tablet antalgin dengan nomor bets 018002 menggunakan metode titrasi iodimetri. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kadar 98,41%.
(Hasil terlampir pada lampiran halaman 23).
4.2 Pembahasan
Kadar tablet antalgin dengan nomor bets 018002 yang diperoleh adalah 98,41%. Kadar yang diperoleh ini jika dibandingkan dengan persyaratan kadar tablet antalgin dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%, maka kadar tablet antalgin memenuhi persyaratan.
Penetapan kadar antalgin selain dengan titrasi iodimetri juga dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet, tetapi disini penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet dilakukan secara titrasi iodimetri, karena alat-alat yang digunakan lebih sederhana, bahan-bahan yang digunakan murah, dan prosedur kerjanya lebih mudah.
Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna bereaksi
dengan antalgin, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan
antalgin sehingga titik akhir lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat.
(2)
Perlu diperhatikan pada iodimetri, indikator kanji atau amylum ditambahkan diawal tirasi, tetapi pada penetapan kadar antalgin ini indikator kanji atau amylum tidak perlu ditambahkan karena tablet antalgin tersebut telah mengandung amylum.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet yang dilakukan secara titrasi iodimetri memberikan hasil yang cukup baik.
- Kadar tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan, yang ditentukan secara iodimetri ternyata kadarnya adalah 98,41%. Hasil ini memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 (syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket).
5.2 Saran
- Hendaknya kualitas tablet antalgin yang diproduksi oleh PT. Varia Sekata Pharmaceutical Laboratories Pancur Batu Medan tetap dipertahankan.
- Disarankan untuk melakukan penetapan kadar antalgin dalam sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet, untuk dapat membandingkan ketelitian hasil antara penetapan kadar secara iodimetri dengan spektrofotometri ultraviolet.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A., 1994, Analisa Kuantitatif Beberapa Senyawa Farmasi, Universitas Sumatera Utara Press, Medan, Hal. 23-25.
Anief, M., 1991, Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 23, 25-27.
Anief, M., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 108-109.
Anief, M., 1999, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 210-216.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 399-409.
Anwar, J. dan Yahya, M. L., 1973, Farmakologi I, Penerbit: Farmakologi Fakultas Kedokteran USU, Medan, Hal. 70, 79.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, Hal. 537-538.
Foye, O. W., 1995, Prinsip-prinsip Kimia Medisinal, Edisi II, Jilid II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 201.
Ganiswara, S., 1981, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 207-210, 215-216.
Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta, Hal. 112.
Munaf, S., 1994, Catatan Kuliah Farmakologi, EGC Press, Hal. 178.
Rahardja, K. dan Tan, T. H., 2003, Obat-obat Penting, Elex Media, Jakarta, Hal. 294-297.
(5)
Lampiran
Hasil perhitungan:
Tablet antalgin dengan no bets: 018002
Berat 1 tablet = 500 mg zat berkhasiat
Berat 20 tablet mengandung 20 x 500 mg antalgin = 10000 mg antalgin Berat 20 tablet setelah ditimbang = 12,8487 g
= 12848,7 mg
Ditimbang sejumlah serbuk tablet setara dengan 400 mg antalgin
mg mg x mg mg 948 , 513 7 , 12848 10000 400 = = serbuk
Bobot rata-rata tablet = mg 642,435mg 20
7 , 12848
= Dititrasi dengan larutan I2
V
0,1 N, diperoleh volume titrasi:
1
V
= 20,50 ml
2
V
= 20,50 ml
rata-rata
Normalitas I = 20,50 ml
2
Syarat : tablet antalgin mengandung metampiron, C
= 0,109288 N, tiap 1 ml larutan Iodium 0,1 N setara dengan 17,57 mg antalgin.
13H16N3NaO4S.H2
Rumus :
O tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Kadar = x100%
BuxNxKe VxfNxfKxBr
(6)
Perhitungan :
Kadar = 100%
500 1 , 0 948 , 513 435 , 642 57 , 17 109288 , 0 50 , 20 x x x x x x = 98,41% Keterangan : V1 V
: Volume titrasi 1
2
V
: Volume titrasi 2
rata-rata
fN : Faktor normalitas pentiter 0,109288 N : Volume rata-rata titrasi
fK : Faktor kesetaraan 17,57 mg B : Bobot rata-rata tablet Bu : Berat penimbangan uji N : Normalitas pentiter