❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
PERANGKAT TINDAK TUTUR DAN SIASAT KESANTUNAN BERBAHASA
DATA BAHASA MANDAILING
Namsyah Hot Hasibuan
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
The idea of sort making of speech acts into three categories: locution, illocution, and perlocution had given rise to beckoning of the multiaspected speech. Speech acts theory
regards now semantics as one with-ranged context in human daily communication. An emphasis by this theory was more directed on the speech acts as basic unit of
communication rather than merely on sentences. What really meaned by those three- mentioned terms is of the following description. Prompt inferences and speech principles
could furtherly be added as decisive factors an addressee to profound understanding of the speech acts. In the social interaction politeness isn’t an unusual term on which one’s
conscious means needed to safe other person’s face. Face means here the public self-image of a person. There is positive and negative face respectively with each wants and
characters. Wants distinction between the two kinds of face bring forwardly two types of different attitude which respectively being called as positive politeness and negative
politeness. They are that involved as participant in interaction should realize the urgency of understanding and applicable competence on the two types of politeness.
Key words: speech acts, interaction politeness, fulling face wants
1. PENDAHULUAN
Linguistik sudah berkembang sedemikian pesatnya sehingga mengakumulasikan sejumlah karya, baik
tertulis maupun dalam bentuk lain yang tidak terkira jumlahnya. Memahami akan hal itu tidaklah
terlalu sulit apabila dikaitkan dengan sifat objek linguistik yang senantiasa mengalami perubahan.
Bahasa yang hidup sebagai akibat dinamika yang terdapat dalam masyarakat senantiasa akrab pula
dengan perubahan. Perubahan yang tetap ada pada setiap bahasa menyebabkan teori kebahasaan pun
dapat berubah dan berkembang sejalan dengan intensitas penelitian kebahasaan yang dilakukan
terhadapnya.
Hal menarik yang dapat diamati dari fenomena ini tidak saja terdapat dan terbatas pada
pemerian bahasa tertentu beserta keunikan yang dimunculkannya, tetapi juga pada aneka cara
pendekatan beserta teori baru yang diperoleh dari hasil penelitian itu. Khusus menyangkut yang
disebut terakhir ini, telah banyak sumber dalam bentuk media yang berbeda – dengan muatan
informasi kebahasaan sampai kepada tawaran aneka teorinya. Pada tataran semantik, misalnya,
telah banyak sumber dengan liputan aspek yang lebih luas dan berbeda dari sebelumnya. Di
antaranya malah ada yang hadir dengan liputan secara khusus, dengan pengambilan fokus pada
satu aspek semantik tertentu.
Namun, perlu disadari bahwa hasil penelitian terhadap bahasa tertentu sebagai sumber
lahirnya teori dapat menyiratkan problema tentang tingkat keberterimaan teori itu sendiri untuk semua
bahasa. Hal ini sekaligus memberi asumsi bahwa tidak ada teori kebahasaan termasuk teori
semantik, yang secara utuh sesuai dengan hasil kajian aspek-aspek semantik berbagai bahasa yang
ada di dunia. Dalam hubungan ini, penerapan teori semantik terhadap bahasa lain di luar bahasa yang
menjadi model buat pemunculan suatu teori dapat dipandang sebagai upaya melihat tingkat
keberterimaan teori tersebut di satu pihak, serta keunikan yang terdapat pada bahasa yang diteliti di
pihak lain. Menyadari akan hal bahasa daerah yang terdapat di wilayah Indonesia yang
jumlahnya mencapai 726 buah Sugono 2005, kehadiran teori semantik baru di era modern ini
merupakan tantangan tersendiri dalam memahami lebih jauh ihwal semantik kebahasaan kita yang
bhinneka
itu. Kepemilikan kita terhadap bahasa-
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
bahasa daerah sudah jelas dan tercatat sebagai keberuntungan tersendiri dalam menjaga
terpeliharanya kelangsungan kehidupan budaya daerah yang merupakan kekayaan nasional
Halim1981.
Salah satu di antara bahasa daerah yang jumlahnya disebutkan di atas adalah bahasa
Mandailing. Berdasarkan pengetahuan penulis, bahasa ini masih tergolong bahasa yang masih
jarang mendapat sentuhan pengaplikasian teori linguistik modern, terutama dari tataran semantik.
Keinginan untuk memperoleh informasi ihwal semantik bahasa Mandailing melalui
pengaplikasian teori seperti dimaksudkan di atas, mendasari upaya penulis untuk mengadakan telaah
singkat dalam tataran semantik. Fokus telaah semantik di sini adalah perangkat tindak tutur dan
kesantunan berbahasa
bahasa Mandailing. Penulis berharap hasil telaah singkat ini dapat memberikan
gambaran tentang aspek semantis bahasa Mandailing.
2. PRAGMATIK PERANGKAT