❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
berwenang, keadaan dunia berubah sebagai akibat dari kata-kata atau tuturan yang diucapkannya.
Jika mengacu kepada pejabat yang melakukannya, seperti tuan kadi tadi, dengan kata-kata atau tindak
ilokusi yang dilakukan, status kedua orang yang tadinya sebagai calon suami-istri, berubah suami
dan istri. Contoh lain lagi dapat ditemukan, pada 05a-b berikut ini.
05 a. Ketua Yayasan Pendidikan: … sikola on goarna BAKTI.
… sekolah ini namanya BAKTI. ‘… sekolah ini namanya BAKTI’.
b. Dari ayah ke anak: Hutobalkonma gorarmu si Sahat. Kutabalkanlah namamu si Sahat.
‘Kutabalkanlah namamu si Sahat’.
Pada 05a, berkat upaya ketua yayasan pendidikan yang bersangkutan dalam meresmikan
dan memberi nama sekolah yang dimaksudkan, untuk selanjutnya sekolah tersebut resmi bernama
sekolah BAKTI. Begitu juga pada 05b, berkat penabalan nama oleh ayah anak yang bersangkutan
terhadap anaknya maka anak tersebut resmi bernama Sahat. Tindak tutur lain yang tergolong
ke dalam jenis tindak ilokusi ini adalah penjatuhan hukuman sentencing dan putusan juri referee’s
calls
. Hal lain yang dapat dipahami dari Searle adalah bahwa semua tuturan merupakan tindak
ilokusi. Kenyataan bahwa penutur sering mengucapkan tuturan dalam bentuk yang berbeda
dengan tindak tutur yang dimaksudkan. Misalnya penutur bermaksud meminta, tetapi
mengekspresikannya melalui bentuk pertanyaan, sehingga terdapat perbedaan antara yang
diucapkan dengan yang dimaksudkan. Hal itulah yang mendasari pembagian tindak tutur atas dua
jenis, yaitu tindak tutur langsung direct speech act
dan tindak tutur taklangsung indirect speech
act. Kedua jenis tindak tutur tersebut dapat dijelaskan melalui tampilan berikut.
TUTURAN LANGSUNG TAK-
LANGSUNG
Bia pala na get mulak ia? Kenapa kalau hendak pulang dia
‘Kenapa kalau dia hendak pulang?’ bertanya suruhan
Oban ayamu, so huida jolo Bawa ayahmu, biar kulihat dulu itu
‘Bawa ayahmu, biar tahu saya’ perintah
gertakan
Hutombomkon ho naron. kuhentakkan pantat kau’ nanti
‘Nanti kuhentakkan pantat kau’. pernyataan
gertakan
Gambaran di atas menyiratkan problema, yaitu bagaimana orang dapat mengenali tindak
tutur taklangsung itu? Untuk itu, Searle mencanangkan satu cara pendekatan. Menurut
Searle, dalam bentuk ilokusi taklangsung penutur menyampaikan maksudnya tidak seperti apa yang
terdapat pada yang terucapkan. Hal itu dihubungkan dengan pengetahuan bersama
terhadap yang melatari informasi itu. Dalam banyak hal, konvensi sangat berperan.
Penderes A: Ketabo mangguris
Ayo menderes ‘Ayo pergi menderes’
Penderes B: Mago piso gurisku. hilang
pisau deresku
‘Pisau deresku
hilang’. Pada percakapan dua orang penderes
pohon karet di atas, secara sepintas, tidak terlihat adanya relevansi jawaban B terhadap ajakan A.
Namun, kerelevanan jawaban B terhadap ajakan A akan mengemuka apabila, siapa saja, mengetahui
latar belakang jawaban B. Dengan mengikut pada pendekatan Searle, dinyatakan bahwa B
melakukan tindak ilokusi sekunder yang ditandai dengan pembuatan pernyataan; dalam hal ini
pernyataan literal bahwa ia kehilangan pisau deres. Tindak ilokusi primer oleh B, sesungguhnya tidak
terdapat pada bentuk literalnya,seperti yang diucapkan B, tetapi pada non-literalnya. Penderes
A mengetahui bahwa seorang penderes, untuk melakukan pekerjaan menderes, sangat
memerlukan pisau deres. Tanpa pisau deres, seorang penderes tidak akan dapat melakukan
pekerjaannya untuk menderes. Jelasnya, untuk menderes diperlukan pisau deres. Mengetahui akan
hal itu, A dapat membuat praanggapan bahwa B, ketika itu merasa tidak siap untuk melakukan
pekerjaan menderes sebelum B menemukan pisau deresnya yang hilang, atau memiliki lagi yang
baru. Di sini jawaban B yang terlihat informatif Mago piso gurisku ditafsirkan oleh A sebagai
penolakan terhadap ajakannya.
3. KESANTUNAN BAHASA DAN
TINDAK TUTUR
Dalam berinteraksi dengan menggunakan bahasa terdapat kesantunan berbahasa, atau disebut
dengan kesantunan saja. Teori kesantunan banyak diperoleh dari Brown dan Levinson 1987, yang
memberi batasan kesantunan itu sendiri sebagai upaya sadar seseorang dalam menjaga keperluan
muka orang lain. Istilah muka, dalam hubungan ini, oleh Brown dan Levinson dalam Peccei 1999
dan Yule 1996 dimaknai sebagai citra diri seseorang dalam masyarakat.
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
Aspek muka terdiri atas muka positif dan muka negatif
. Muka positif mengacu kepada kebutuhan seseorang untuk dapat diterima dan
disukai oleh orang lain dalam kehidupan sosial; sedangkan muka negatif merupakan hak seseorang
untuk dapat bertindak secara independen dan tidak beroleh paksaan dari orang lain. Setiap jenis muka,
di antara yang positif dan yang negatif, memiliki keinginan yang berbeda yang dapat disikapi
melalui dua tipe pendekatan yang berbeda pula, yang masing-masing lazim disebut sebagai
kesantunan positif
dan kesantunan negatif. Kesantunan positif, orientasinya adalah menjaga
atau menyelamatkan muka positif orang lain. Orang dikatakan memiliki kesantunan positif
apabila orang yang dimaksudkan memiliki siasat bertutur yang menggambarkan adanya rasa
solidaritas dengan pendengarnya. Hal demikian biasanya ditandai dengan adanya penggunaan
tuturan informal; misalnya dengan memunculkan ucapan yang berciri dialek ataupun bahasa slang,
nama panggilan, menggunakan kata ganti yang menunjukkan inklusivitas seperti kita, dan
meminta dengan cara tidak langsung. Selanjutnya, kesantunan negatif merujuk kepada tuturan yang
orientasinya menjaga atau menyelamatkan muka negatif orang lain. Hal semacam ini biasa terjadi
pada partisipan yang belum mencapai keakraban dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat.
Artinya, masih terdapat jarak sosial antara penutur dan petutur. Pada kesantunan negatif, orang
menggunakan siasat bertutur yang menekankan adanya hormat dan menghargai petutur atau
pendengarnya. Nama panggilan, bahasa slang, dan tuturan informal yang biasa digunakan dalam
siasat kesantunan positif, tidak digunakan pada siasat kesantunan negatif. Sifat permintaan lebih
cenderung kepada pengalaman tuturan secara tidak langsung dan impersonal; jika hal demikian dalam
bahasa Inggris biasanya Yule 1996 dan Peccei 1999 sering digunakan kata-kata dengan verba
modalitas.
Dalam Yule 1996 dinyatakan bahwa dalam setiap budaya ditemukan adanya prinsip
umum kesantunan yang mengatur komunikasi sosial. Kesantunan, dalam hubungan ini, oleh Yule
dinyatakan sebagai sikap santun sosial yang telah terkonsepsi tetap dalam masyarakat atau budaya
tertentu. Di antara prinsip umum kesantunan itu termasuklah di antaranya, sifat kearifan tactful,
murah hati generous, rendah hati modest, dan sifat simpatik sympathetic terhadap orang lain.
Dikatakan, partisipan yang terlibat dalam interaksi seyogianya menyadari adanya prinsip dan norma
semacam itu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Namun, yang sering terjadi
adalah terdapatnya kesenjangan ketika berinteraksi, yakni tidak semua prinsip dan norma
kesantunan itu terlaksana. Merujuk kepada pemikiran Brown dan Levinson, Yule 1996
selanjutnya mencoba menjelaskan kesantunan, termasuk tipologinya, dengan bertolak dari
penjelasan tentang muka. Muka, dalam hubungan ini, merupakan istilah khusus yang dimaknai
sebagai citra diri seseorang di masyarakat. Dalam interaksi sosial pada prinsipnya setiap orang
memiliki muka yang perlu dijaga citranya oleh orang yang posisinya pada saat berinteraksi
sebagai penutur. Dengan demikian dikenal adanya keinginan muka face wants. Kesadaran yang
diwujudkan dalam kesantunan demi menjaga muka seseorang dipandang sebagai kebutuhan muka
tersebut lihat juga Peccei 1999. Kesantunan dalam interaksi sosial dirumuskan sebagai
perangkat yang digunakan, yang dapat menunjukkan kesadaran setiap penutur atau siapa
saja untuk menjaga muka orang lain. Hal itu, oleh Leech 1993 diperjelas dengan mengatakan
bahwa kesantunan merupakan siasat yang digunakan untuk menjaga dan mengembangkan
hubungan. Oleh Brown dan Levinson 19781987 kesantunan itu ditujukan untuk menjaga muka
petutur lihat juga Siregar 2002. Dalam penjelasan Yule lebih lanjut, dinyatakan bahwa kesantunan
dapat saja dilakukan dalam situasi sosial berjarak ataupun akrab. Sikap sadar yang ditunjukkan
dalam menjaga muka orang lain, yang memiliki jarak sosial dengan penutur lazim dipandang
sebagai tindakan menghargai atau hormat pada petutur atau orang lain; sedangkan sikap yang
sama terhadap orang yang dirasa akrab dengan kita biasa dipandang sebagai solidaritas atau sikap
bersahabat. Sebagai contoh, tipe kesantunan dalam situasi berjarak sosial dapat ditemukan pada
tuturan 06 berikut ini.
06 Santabi di hamu tulang, hara ni parsuadaan bia pala Hormatku buat kamu tulang, karena yang miskin, bagaimana kalau
‘Hormatku buat tulang, karena saya miskin, bagaimana kalau hutalpok jolo sotik na tubu di saba muyu i
saya petik dulu sedikit yang tumbuh di sawah kalian itu saya memetik sayur yang tumbuh di sawah kalian itu’
Tipe kesantunan yang terdapat pada 06 terjadi antara seorang penutur masyarakat bahasa
Mandailing yang tingkat ekonominya rendah kepada seorang petutur yang hubungan sosialnya
belum tergolong dekat. Namun, karena faktor kepapaan, dia tidak sanggup membeli sayur yang
diperlukannya untuk memasak. Kondisi yang demikian membuat penutur pada 06
memberanikan diri berinteraksi dengan petutur yang tergolong memiliki jarak sosial dengan si
penutur. Tipe kesantunan kedua, yang menunjukkan keakraban hubungan sosial, dapat
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
ditemukan pada gambaran melalui tuturan contoh 07 berikut ini.
07 Mis, painte jolo
Mis, tunggu dulu ‘Mis, tunggu dulu’
Pada contoh 07 terdapat gambaran yang menunjukkan bahwa hubungan sosial antara
penutur yang menghasilkan tuturan dengan petutur tidak jauh. Setidaknya dapat diasumsikan bahwa
tuturan itu berlangsung dari seorang penutur yang juga merupakan teman akrab si petutur atau yang
lebih muda usianya dari penutur – tetapi sudah dikenal dekat oleh si penutur sendiri. Dari masing-
masing tipe pendekatan yang terdapat pada contoh 06 dan 07 di atas, dapat dipahami adanya dua
jenis kesantunan yang berbeda apabila dikaitkan dengan faktor tingkat keakraban sosial. Dalam
konteks berbicara dengan menggunakan bahasa Mandailing, faktor yang menyangkut hubungan
tingkat keakraban sosial merupakan hal yang menentukan terhadap pemunculan tipe kesantunan
bertutur yang dialamatkan kepada petutur dalam rangka menjaga keinginan muka.
Selanjutnya, dapat saja terjadi bahwa partisipan dalam berinteraksi terkendala oleh
hubungan sosialnya yang belum cukup serasi dalam masyarakat. Dalam hubungan interaksi
sosial oleh partisipan yang merasa berhadapan dengan kondisi seperti itu biasanya menghendaki
agar citra dirinya dalam masyarakat yang justru menjadi keinginan mukanya terjaga dan dihormati.
Dalam hubungan ini, apabila penutur kurang memperhatikan hal yang menjadi keinginan muka
lawan bicara, misalnya, dengan mengatakan sesuatu berupa paksaan ataupun ancaman, penutur
dipandang telah melakukan suatu tindakan mengancam muka face threatening act. Apa
yang disampaikan mungkin saja oleh orang lain ditafsirkan sebagai sesuatu ancaman atau paksaan
terhadap mukanya; dan apabila penutur mengantisipasi dan melakukan suatu upaya untuk
mengurangi yang mungkin dianggap bersifat ancaman itu, upaya demikian disebut tindakan
menjaga muka face saving action. Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut maksud
kedua istilah tersebut akan diilustrasikan dengan contoh 08a-b dengan memperhatikan lebih
dahulu konteks yang melatari kejadiannya.
Di ujung jalan untuk pejalan kaki terdapat sekelompok anak muda yang sedang asyik
menyanyi dan memainkan gitar. Sebagian di antara mereka duduk, dan ada juga yang
berdiri di ujung jalan yang sama. Namun, karena ukuran jalan yang kecil dibanding
dengan jumlah anak muda yang duduk dan berdiri membuat jalan tersebut jadi tertutup,
sehingga mengganggu pejalan kaki yang hendak melewati jalan tersebut. Bagi pejalan
kaki yang hendak lewat, satu di antaranya si Ali A dan yang satu lagi si Badu B
berinteraksi dengan beberapa orang anak muda tadi agar mereka meminggir dan
jangan berada di ujung jalan tersebut. Si A sadar dan dalam hal ini masih merasa perlu
menjaga muka para pemuda yang berada di ujung jalan itu. Namun, si B, yang dalam hal
ini merasa tidak perlu terlalu toleransi menghadapi mereka; memilih cara lain
dengan melakukan tindak pengancaman muka. Dalam contoh 08, tuturan yang
muncul dari si A adalah seperti yang tersebut pada 08a dan tuturan yang muncul dari si B
terdapat pada 08b.
08 a. Ammaaan, tola do ahu mamolus?
Waaah, boleh kah aku lewat ‘Waaah, apa boleh aku ini lewat?
b. Halak get mamolus, morot, inda dalan muyu on. Orang mau lewat, awas, bukan jalan kalian ini.
‘Orang mau lewat, awas, bukan jalan kalian ini.
Dalam upaya menyelamatkan muka orang, yang perlu diperhatikan adalah apa yang
menjadi keinginan muka negatif atau yang merupakan keinginan muka positif. Orang yang
bermuka negatif tidak mau terikat dan dibebani;
dia cenderung memilih bebas untuk berbuat dan tidak ingin mendapat tekanan atau paksaan dari
orang lain. Orang yang bermuka positif menginginkan dirinya dapat diterima sebagai
bagian integral dari kelompoknya serta keinginan- keinginannya diperhatikan orang lain. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa muka negatif itu ialah keinginan pribadi untuk independen, dan
muka positif sebagai keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok masyarakatnya. Dengan
demikian, tindak penyelamatan muka yang orientasinya kepada orang bermuka negatif
cenderung dengan penyertaan tanda hormat, menghargai waktu dan urusannya, dan terkadang
malah harus disertai lebih dahulu dengan pernyataan minta maaf apabila kita hendak
memerintahkan atau mengganggunya. Upaya penyelamatan muka yang dilakukan terhadap
orang bermuka negatif seperti itu disebut juga kesantunan negatif
. Selanjutnya, tindak penyelamatan muka yang orientasinya kepada
orang bermuka positif cenderung dengan penyertaan sikap solidaritas, perasaan memiliki
keinginan dan tujuan bersama. Dalam hubungan ini, upaya penyelamatan muka yang dilakukan
terhadap orang bermuka positif disebut kesantunan positif.
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
Hal lain yang dapat diamati dari interaksi sosial adalah bahwa mengatakan sesuatu tidak
selamanya dapat diartikan meminta sesuatu. Dalam hal orang merogoh kantong baju dan mencari-cari
isinya, misalnya, dapat saja dia mengatakan seperti pada 09a atau 09b berikut.
09 a. Ala, ma lupa ahu hepeng. Aduh, sudah lupa aku uang
‘Aduh, aku sudah lupa membawa uang’ b.
Sanga idia pe antong hubaen hepeng i. ‘Entah di mana itu saya buat uang itu
‘Entah di mana uang itu saya letakkan’
Kalimat seperti 09a atau 09b adalah kalimat pernyataan yang jelas tidak terlihat kepada
siapa penuturnya mengalamatkan tuturannya itu. Artinya, pengalamatan tuturan oleh penutur tidak
diketahui kepada siapa ditujukan. Hal demikian memungkinkan bagi yang mendengar tuturan
tersebut bersikap seolah-olah tuturan tersebut belum lagi didengarnya. Tuturan-tuturan semacam
itu dapat dipandang sebagai tuturan tanpa pengalamatan yang jelas off record. Kejadian
semacam itu tidak lazim terjadi dan contoh tuturan tersebut hanya dipandang sebagai isyarat saja.
Namun, perlu diingat bahwa tuturan seperti itu dapat saja memperoleh tanggapan dan membawa
hasil, atau tidak ditanggapi sama sekali. Jika ditanggapi secara baik oleh orang yang
mendengarnya, misalnya, dengan mengatakan dan memberi pinjaman sejumlah uang untuk sementara
pengganti uang yang tertinggal, yang menyebabkan orang lain sudi memberikan
uangnya untuk dipinjami bukan disebabkan oleh tuturan yang tidak dialamatkan kepada siapa-siapa
tadi, melainkan karena adanya pengkomunikasiannya. Sebaliknya, kita secara
langsung mengalamatkan tuturan kita kepada orang lain untuk menyampaikan maksud.
Pengalamatan tuturan secara langsung dengan cara ini disebut pengalamat yang jelas on record.
Sifat langsung yang amat terasakan dari segi pengalamatan tuturan ditemukan pada penggunaan
imperatif, seperti pada contoh 10. Perintah jelas sekali dialamatkan kepada orang yang langsung
dimintakan untuk merespons dan berbuat memenuhi harapan orang yang memerintahkan.
Cara seperti ini disebut pengalamatan langsung bald on record.
10 a. Dia jolo hepeng i
Beri dahulu uang itu ‘Beri aku uang dahulu’
b. Hupinjam jolo hepeng mi Kupinjam dahulu uangmu
‘Kupinjam dahulu uangmu’
Tuturan seperti yang terdapat pada 10 di atas sifat memerintah sangat terasa, terutama bagi
petutur yang tingkat keakrabannya dengan penutur masih tergolong belum begitu dekat. Untuk
memperoleh respons yang mungkin lebih baik dari petutur, orang sering melakukan upaya
penghalusan atau pengurangan kesan kurang santun dengan cara menyertakan bentuk-bentuk
pelengkap penghalus, seperti bia pala….’macam mana kalau….’, tola do…. ‘apakah boleh ….’,
dan sebagainya. Perangkat bahasa yang sifatnya dapat mengurangi kesan tidak santun seperti itu
disebut perangkat penghalus mitigating devices.
Terdapat juga kecenderungan mengidentikkan antara pendekatan secara bald on
record dengan semua bentuk perintah. Hal
semacam itu ternyata keliru karena bentuk-bentuk imperatif sering digunakan dalam hubungan yang
bersifat akrab tanpa memandangnya sebagai perintah. Sebagai contoh dari hal ini dapat
ditemukan pada 11, yang menggambarkan seorang penutur mempersilakan temannya untuk
menikmati makanan yang telah tersedia 11a, atau penutur yang akan mencoba menolongnya jangan
berlama-lama memakai pakaian yang basah 11b.
11 a. Panganma da silua i. Makanlah af oleh-oleh itu’.
‘Makanlah oleh-oleh itu’. b.
Buka saraormu na litak i Buka celanamu yang basah itu
‘Buka celanamu yang basah itu’.
Situasi darurat yang membahayakan memungkinkan juga untuk menjadi penyebab
dimunculkannya penggunaan bentuk perintah tanpa memperhitungkan lagi siapa dan kepada
siapa tuturan dialamatkan. Gambaran seperti itu dapat ditemukan, misalnya pada contoh 12 yang
berikut. Pada contoh 12a penutur memerintahkan petutur yang boleh jadi belum dikenalnya untuk
segera naik untuk menghindarkan, misalnya, bahaya banjir yang sifatnya sementara waktu saja.
Contoh 12b dapat menggambarkan penutur yang lagi memerintahkan semua penghuni atau tamu
yang berada di dalam suatu ruangan untuk segera keluar karena adanya bahaya kebakaran yang
mengancam keselamatan jiwa.
12 a. Manaek ko copat
Naik kau cepat ‘Naik kau cepat’
b. Hamosokan, kaluar copat Kebakaran, keluar cepat
‘Kebakaran, keluar cepat’
Adakalanya dalam hal-hal yang bersifat sosial penggunaan perintah langsung berupa bald
on record , seperti terdapat pada 11 dan 12
dipandang sebagai sesuatu yang tepat dan biasa saja tanpa menganggapnya sebagai
ketidaksantunan. Namun, perlu dipahami bahwa
❏ Namsyah Hot Hasibuan
Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa Data Bahasa Mandailing
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005
tuturan yang bald on record harus dikaitkan dengan konteks bertutur, yang dalam hal ini, si
penutur mengasumsikan bahwa dia memiliki kebolehan menguasai atau mengendalikan petutur
melalui kata-kata yang dihasilkannya. Dalam interaksi sosial sehari-hari yang memperhitungkan
kesetaraan, pendekatan bald on record seperti itu contoh 11-12 potensial dipandang sebagai
tuturan yang bersifat mengancam muka orang lain; karena itu penggunaannya sering dihindari.
Menghindari tindak pengancaman muka bagi orang lain dapat dilakukan melalui siasat
kesantunan positif atau negatif positive or negative politeness strategies
.
4. SIASAT KESANTUNAN