I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah menjadi negara penyumbang gas rumah kaca ke-16 terbesar di dunia pada tahun 2003, yang menghasilkan rata-rata 347 juta ton karbon dioksida
ekuivalen MtCO
2
e setiap tahun. Jumlah tersebut adalah 1,34 dari total emisi dunia pada tahun 2003 Baumert et al., 2005. Jika semua total emisi non carbon
dioksida juga dihitung maka Indonesia menghasilkan 505 juta ton per tahun, dan sudah berada di peringkat 15 penghasil emisi terbesar dunia sejak tahun 2001 bahkan
posisi Indonesia berada di 3 besar penghasil emisi dunia bila emisi dari tata guna dan perubahan lahan serta kehutanan juga masuk hitungan. Total emisi dari deforestasi
dan kebakaran hutan adalah lima kali lipat emisi dari sektor non-kehutanan. Emisi dari sektor energi dan industri relatif lebih kecil tetapi meningkat dengan sangat cepat
Peace, 2007. Bisnis di Indonesia akhir-akhir ini tidak hanya berorientasi pada nilai ekonomi
saja tetapi juga lebih berorientasi kepada kelestarian lingkungan melalui Mekanisma Pembangunan Bersih, MPB atau Clean Development Mechanism CDM, suatu
program yang disepakati bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca GRK yang disertifikasi. Negara-negara majuindustri bersedia untuk membayar insentif
kepada negara-negara berkembang yang mempertahankan fungsi hutan sebagai penyerap CO
2
di atmosfer. Mekanisme ini memberikan peluang kepada Indonesia
Universitas Sumatera Utara
untuk meningkatkan devisa negara melalui peningkatan penanaman pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan lahan-lahan terdegradasi yang telah diterlantarkan Hairiah
et al., 2006. Penebangan kayu di hutan dapat menyebabkan pembebasan karbon yang telah
terisolasi selama ribuan tahun. Karena itu, perubahan fungsi hutan seperti yang dilakukan sementara orang sekarang ini, akan mempercepat pelepasan karbon ke
atmosfer. Negara-negara berkembang dapat secara efektif mereduksi emisi dan menurunkan pemanasan global. Mengurangi gas-gas rumah kaca dengan mekanisme
pembangunan bersih CDM melalui teknologi bersih, reforestrasi, dan aforestrasi yang dilakukan oleh berbagai negara. Dengan kata lain, upaya mempertahankan
hutan pengikat karbon adalah usaha mencegah pemanasan global, yakni negara- negara berkembang yang mempunyai hutan alam, seperti hutan tropis, akan terus
berkurang karena terus ditebang. Apabila hal ini terjadi, pencapaian target penurunan emisi rumah kaca akan menjadi sulit dan bias, karena di satu pihak mengadakan
upaya perbaikan, sedangkan di pihak yang lain merusaknya KM ITB, 2008. Faktor utama yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global adalah
peningkatan konsentrasi gas rumah kaca GRK di atmosfir, yaitu karbon dioksida CO
2
, methane CH
4
, Nitrous Oksida N
2
O, Hydro Fluoro Carbon HFCs, Perfluorocarbon PFCs dan Sulfur hexafluoride SF
6
Kyoto Protokol, 1998. Karbon dioksida CO
2
adalah GRK utama yang paling besar jumlahnya yang dihasilkan oleh kegiatan manusia dengan laju emisi yang sangat besar, maka gas ini
sering dipakai sebagai standar atau acuan bagi perubahan komposisi atmosfer dan
Universitas Sumatera Utara
perubahan iklim global. Upaya meningkatkan cadangan C di alam secara vegetatif misalnya dengan memperbanyak penanaman pepohonan merupakan pelayanan
terhadap lingkungan yang diharapkan dapat mengurangi dampak rumah kaca. Dalam pertumbuhannya, tanaman menyelenggarakan proses fotosintesis yang memerlukan
sinar matahari, CO
2
dari udara, air dan hara dari dalam tanah. Dengan demikian keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi CO
2
di atmosfer, dan hasilnya berupa karbohidrat diakumulasi dalam biomassa tanaman Riartha, 2009.
Kebutuhan oksigen terbesar di bumi dibutuhkan oleh manusia, hal ini mengakibatkan manusia terpicu melakukan penelitian terhadap kemampuan
tumbuhan menampung karbon yang dikeluarkan manusia dan menggantinya dengan oksigen. Hutan memiliki kemampuan untuk menyerap CO
2
dari udara dan kemudian menyimpannya dalam tegakan hutan sehingga dapat mengurangi kadar CO
2
di atsmosfer. Potensi hutan dalam penyerapan karbon dapat diprediksi melalui studi
biomassa. Potensi karbon tersimpan pada kawasan ekowisata Tangkahan sangat tinggi
mengingat kawasan ini merupakan bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser. Pada awal abad ke 20 tahun 1900an merupakan kawasan hutan
yang terdiri dari hutan lindung natur reservaat dan hutan produksi, dimana model ladang berpindah-pindah maupun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kayu
bakar, berburu dan lainnya merupakan bahagian dari pemenuhan kebutuhan sehari- hari dalam bingkai kearifan tradisional BTNGL, 2005.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah