Kekayaan Jenis Pohon Komposisi Vegetasi Dan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Tegakan Hutan Di Kawasan Ekowisata Tangkahan Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekayaan Jenis Pohon

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan pada kawasan Ekowisata Tangkahan Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat, tercatat 39 suku dan 140 jenis yang keseluruhannya terbagi dalam 4 tingkat pertumbuhan mulai dari semai, pancang, tiang dan pohon. Nilai tertinggi dimiliki oleh semai yaitu 31 suku 70 jenis dan terendah adalah pohon dengan 23 suku 48 jenis, hal ini terlihat seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat pertumbuhan vegetasi dalam kawasan No Jenis Vegetasi Suku Jenis 1 Pohon 23 48 2 Tiang 29 64 3 Pancang 29 55 4 Semai 31 70 Pada Tabel 1. terlihat bahwa tingkat pertumbuhan pohon didapatkan sebanyak 23 suku terdiri dari 48 species. Suku Dipterocarpaceae paling banyak dijumpai di kawasan ini sebanyak 7 jenis, Myrtaceae 6 jenis, Apocynaceae 3 jenis, Meliaceae 3 jenis dan jenis lainnya tersebar dalam 17 suku Lampiran 3. Tiang terdapat 29 suku yang mencakup 64 species dan yang paling banyak di jumpai pada kawasan ini adalah Dipterocarpaceae sebanyak 8 jenis, Meliaceae sebanyak 5 jenis, Lauraceae 4 jenis, Sapindaceae 4 jenis, Burceraceae 3 jenis, Universitas Sumatera Utara Euphorbiaceae 3 jenis, Leguminoceae 3 jenis, Moraceae 3 jenis, Myrtaceae 3 jenis, Sterculiaceae 3 jenis, Theaceae 3 jenis dan lainnya yang tersebar dalam 17 suku Lampiran 4. Pada pancang ditemukan 29 suku yang tersebar dalam 55 species, yang paling banyak dijumpai adalah Euphobiaceae dengan 5 jenis, Myrtaceae 5 jenis, Rubiaceae 5 jenis, Anacardiaceae 3 jenis, Araliaceae 3 jenis, Lauraceae 3 jenis, Moraceae 3 jenis, Theaceae 3 jenis, sedangkan yang lainnya tersebar dalam 19 suku Lampiran 5. Tingkat pertumbuhan semai ditemukan 31 suku dengan 70 species, yang paling sering dijumpai adalah Euphorbiaceae 7 jenis, Myrtaceae 6 jenis, Rubiaceae 6 jenis, Lauraceae 4 jenis, Anacardiaceae 3 jenis, Araliaceae 3 jenis, Magnoliaceae 3 jenis, Moraceae 3 jenis, Theaceae 3 jenis, dan jenis lainnya yang tersebar dalam 23 suku Lampiran 6. Jika dibandingkan dengan vegetasi Gunung Sinabung maka vegetasi yang terdapat pada kawasan ekowisata tangkahan relatif lebih rendah, berdasarkan penelitian Widhiastuti dan Aththorick 2007, vegetasi berbentuk pohon di hutan Sinabung diperoleh sebanyak 85 jenis yang termasuk dalam 33 suku dan vegetasi penutup lantai hutan ditemukan 180 jenis yang termasuk dalam 55 suku. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena adanya faktor fisiografis, yaitu keadaan-keadaan yang secara tidak langsung mempengaruhi vegetasi hutan melalui efeknya terhadap faktor-faktor berpengaruh langsung, termasuk di dalamnya adalah keadaan yang menentukan bentuk dan struktur dari permukaan tanah. Menurut Djayadiningrat 1990, Faktor-faktor fisiografis ini antara lain konfigurasi bumi, Universitas Sumatera Utara ketinggian tempat, dan faktor kelerengan, efek faktor-faktor fisiografis terlihat dari perbedaan-perbedaan vegetasi hutan pada lereng-lereng atas dengan lereng-lereng yang lebih rendah. Ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan dan suhu udara. Curah hujan berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkorelasi negatif. Wilayah pegunungan yang memiliki curah hujan lebih tinggi dengan suhu lebih rendah, kecepatan penguraian bahan organik dan pelapukan mineral berjalan lambat. Sebaliknya di dataran rendah penguraian bahan organik dan pelapukan mineral berlangsung cepat. Karena itu di daerah pegunungan keadaan tanahnya relatif lebih subur, kaya bahan organik dan unsur hara jika dibandingkan dengan tanah di dataran rendah Djayadiningrat 1990. Menurut Rochidayat dan Sukowi 1979 dalam Sulistyono 1995 tinggi tempat berpengaruh terhadap suhu udara dan intensitas cahaya. Suhu dan intensitas cahaya akan semakin kecil dengan semakin tingginya tempat tumbuh. Keadaan ini disebabkan karena berkurangnya penyerapan absorbsi dari udara. Berkurangnya suhu dan intensitas cahaya dapat menghambat pertumbuhan karena proses fotosintesis terganggu. Pengaruh tinggi tempat terhadap pertumbuhan pohon bersifat tidak langsung, artinya perbedaan ketinggian tempat akan mempengaruhi keadaan lingkungan tempat tumbuh pohon terhadap suhu, kelembaban, oksigen di udara, dan keadaan tanah. Meskipun pengaruhnya tidak langsung, tetapi kemampuan untuk menerangkan keragaman kondisi tempat tumbuh sangat tinggi. Universitas Sumatera Utara

4.1.1. Dominansi

Indeks Nilai Penting INP adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi tingkat penguasaan species-species dalam suatu komunitas tumbuhan. Species yang dominan yang berkuasa dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi Indriyanto, 2006. INP tertinggi untuk 10 sepuluh jenis tanaman yang mendominasi didalam hutan Tangkahan terlihat dalam Tabel 2 yang terbagi dalam tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai. Tabel 2. Indeks Nilai Penting INP tertinggi 10 jenis yang terbagi dalam tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai . Tingkat pertumbuhan No. Jenis Nama Lokal Suku INP 1 Hopea sangal Cengal, gagil Dipterocarpaceae 30,05 2 Pometia pinnata Kasai daun besarkecil Sapindaceae 19,65 3 Aglaia latifolia Miq Langsatan Meliaceae 18,11 4 Aghatis alba Damar raja, kisi, salo Araucariaceae 16,46 5 Diospyros lanceifolia melilin, kayu arang, Ebenaceae 13,15 6 Eurya nitida - Theaceae 12,46 7 Eugenia conglomerata - Myrtaceae 12,15 8 Vatica maingayi resak daun merah Dipterocarpaceae 10,80 9 Hopea dryobalanoides bayang gunong Dipterocarpaceae 8,76 Pohon 10 Eugenia nigricans - Myrtaceae 8,01 1 Aglaia latifolia Miq. langsat lotung, langsatan Meliaceae 13,73 2 Eurya nitida Ki padjar, Kisireum Theaceae 11,70 3 Aporosa frutescens Kalumanjat, Rambai Euphorbiaceae 11,31 4 Ervatamia dichotoma - Apocynaceae 10,69 5 Nephelium eriopetalum Rambutan kabung, Sapindaceae 9,54 6 Aglaia argantea pasak, bayur Meliaceae 9,19 7 Macaranga triloba mahang tekukur Euphorbiaceae 9,15 Tiang 8 Diospyros lanceifolia - Ebenaceae 8,97 Universitas Sumatera Utara Sambungan Tabel 2 … Tingkat pertumbuhan No. Jenis Nama Lokal Suku INP 9 Hopea dryobalanoides bayang gunong Dipterocarpaceae 8,26 10 Cinnamomum sp medang huru, Lauraceae 8,20 1 Adinandra sp tiup-tiup Theaceae 18,92 2 Hopea sangal Cengal, gagil Dipterocarpaceae 17,93 3 Flacourtia sp Rukam Flacourtiaceae 17,72 4 Ficus sp Beringin Moraceae 15,47 5 Cinnamomum cassia kayu manis cina, Lauraceae 14,48 6 Trema virgata Menarong Ulmaceae 14,10 7 Ardisia lurida Lampeni Badak Myrsinaceae 11,46 8 Shorea sp Meranti dipterocarpaceae 10,22 9 Semecarpus sp rengas, ligas Anacardiaceae 9,46 Pancang 10 Styrax paralleneurum Kemenyan Styracaceae 8,24 1 Urophyllum griffithianum Perdu Rubiaceae 12,05 2 Ardisia lurida Lampeni Badak Myrsinaceae 9,79 3 Trema virgata Menarong Ulmaceae 8,07 4 Rhinorea hirtella - Violaceae 7,53 5 Aglaia sp pacar cina Meliaceae 6,92 6 Eugenia grandis Kelat jambu Myrtaceae 6,92 7 Eugenia sp Jambu hutan Myrtaceae 6,92 8 Pometia pinnata Matoa sapindaceae 6,92 9 Cinnamomum cassia Kayu manis cina Lauraceae 5,77 Semai 10 Canarium sp Kenari, kedondong Burseraceae 4,61

4.1.1.1. Dominansi Pohon

Indeks nilai penting INP untuk pohon seperti Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa pada tingkat pohon didominasi oleh cengal Hopea sangal INP= 30,05 kemudian diikuti oleh kasai daun besarkecil Pometia pinnata INP = 19,65, langsatan Aglaia latifolia Miq INP = 18,11, damar raja Agathis alba INP = 16,46, sedangkan jenis-jenis pohon lainnya mempunyai INP 15. Lampiran 7 . Universitas Sumatera Utara Berdasarkan nilai INP diatas yang memiliki lebih dari 15 maka vegetasi yang berada didalam lokasi penelitian dapat berperan dalam suatu ekosistem. Hal ini didukung oleh pendapat Sutisna 1981 yang menyatakan suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10, untuk tingkat tiang dan pohon 15. Menurut Nevada 2007, besarnya nilai INP suatu jenis memperlihatkan peranan suatu jenis dalam komunitas. Suatu jenis yang memiliki nilai INP lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya menandakan bahwa suatu jenis pada komunitas tersebut dikatakan mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut. Hopea sangal yang termasuk kedalam suku Dipterocarpaceae merupakan jenis pohon yang memiliki nilai kerapatan tinggi di dalam lokasi penelitian hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ashton 1982 dalam Purwaningsih 2004 menyatakan bahwa Dipterocarpaceae di kawasan Indonesia mencapai 62 238 jenis dari jumlah jenis yang terdapat di kawasan Malesia 386 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk pertumbuhan dipterocarp, terutama di Indonesia bagian barat terdapat 4 marga yang penyebarannya meluas di kawasan Malesia yaitu Anisoptera 11 jenis, 10 jenis Universitas Sumatera Utara terdapat di Malesia, Vatica 65 jenis, 55 jenis di Malesia, Hopea 102 jenis, 84 jenis di Malesia, dan Shorea 194 jenis, 163 jenis di Malesia . 4.1.1.2. Dominansi Tiang Permudaan pada tingkat tiang meliputi pohon-pohon yang berdiameter batang ≥ 10 cm hingga 35 cm. Dominasi tertinggi untuk 10 jenis pohon pada tingkatan ini Dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam tabel diatas terlihat bahwa langsatan Aglaia latifolia Miq dari suku Meliaceae mendominasi dengan nilai 13,73, kemudian diikuti oleh ki padjar Eurya nitida dari suku Theaceae INP = 11,70, Kalumanjat Aporosa frutescens dari suku Euphorbiaceae INP = 11,31, Ervatamia dichotoma dari suku Apocynaceae INP = 10,69 dan jenis lainnya 15 Lampiran 8 . Berdasarkan INP diatas yang nilainya 15, maka dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat tiang tidak ada satu jenis yang mendominasi di dalam hutan Tangkahan. Hal ini didukung oleh pendapat Sutisna 1981 yang menyatakan bahwa untuk tingkat tiang suatu jenis tumbuhan dapat dinyatakan berperan didalam komunitas apabila memiliki nilai INP 15.

4.1.1.3. Dominansi Pancang

Pancang adalah permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih sampai pohon- pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm. Pada hutan Tangkahan 10 sepuluh jenis pancang yang mempunyai nilai INP tertinggi dapat dilihat pada Tabel 2. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tiup-tiup Adinandra sp mempunyai indeks nilai penting paling tinggi sebesar 18,92 , kemudian diikuti oleh cengal Hopea sangal INP = 17,93, rukam Flacourtia sp INP = 17,72, beringin Ficus sp INP=15,47, kayu manis cina Cinnamomum cassia INP = 14,48, Menarong Trema virgata INP= 14,10, Lampeni badak Ardisia lurida INP= 11,46, meranti Shorea sp INP = 10,22 dan species lainnya kurang dari 10 Lampiran 9 Tiup-tiup Adinandra sp memiliki nilai INP tertinggi jika dibandingkan dengan jenis lainnya, hal ini menunjukkan bahwa jenis ini lebih mendominasi jika dibandingkan dengan species lainnya. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Corners 1997 bahwa Adinandra sp paling banyak dijumpai pada hutan sekunder di Malaysia, bahkan dalam beberapa tempat menyerupai belukar karena species ini paling mendominasi. Selanjutnya menurut Burkill 1993 jenis tersebut memiliki kayu yang dianggap kurang bermanfaat karena seperti pohon kecil dan umumnya digunakan sebagai kayu bakar.

4.1.1.4. Dominansi Semai

Semai adalah permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m. Pada hutan Tangkahan 10 sepuluh jenis semai yang mempunyai nilai INP tertinggi dapat dilihat pada Tabel 2, dalam tabel tersebut diketahui bahwa perdu Urophyllum griffithianum dari suku Rubiaaceae mempunyai indeks nilai penting paling tinggi sebesar 12,05 , lampeni badak Ardisia lurida INP = 9,79, menarong Trema virgata INP= Universitas Sumatera Utara 8,07, Rhinorea hirtella INP = 7,53, pacar cina Aglaia sp INP= 6,92, Kelat jambu Eugenia grandis INP= 6,92 , Jambu hutan Eugenia sp INP = 6,92, matoa Pometia pinnata INP = 6,92, kayu manis cina Cinnamomum cassia 5,77, kenari Canarium sp INP = 5,61. Pada tingkat semai Urophyllum griffithianum merupakan jenis yang memiliki INP 10 sedangkan jenis lainnya memiliki INP 10 , hal ini menunjukkan bahwa jenis ini yang paling mendominasi diantara jenis lainnya Lampiran 10. Balgooy 1998 mengemukakan bahwa, di daerah paleotropik Urophyllum tumbuh di hutan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan. Selanjutnya Lubis 2008 menyatakan bahwa persebaran Rubiaceae di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo Sumatera Utara di temukan sebanyak 15 suku dengan 22 jenis. 4.1.1.5. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Komposisi vegetasi pada suatu tipe hutan sangat penting diketahui, komposisi dimaksud meliputi vegetasi pada lapisan tajuk di bagian atas pohon dan vegetasi pada lapisan bawah lantai hutan. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati biodiversity di hutan tropis merupakan satu kekayaan tersendiri yang tidak ternilai harganya. Hutan tropis dengan kondisi vegetasi yang masih baik merupakan laboratorium hidup yang menyimpan berbagai rahasia alam yang masih perlu dipelajari. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya mempertahankan hutan tropis Universitas Sumatera Utara perlu dilakukan demi pemenuhan kebutuhan hidup di masa depan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Sidiyasa, 2006. Tingkat keanekaragaman hayati menunjukkan tingkat kestabilan suatu komunitas hutan. Semakin tinggi tingkat keanekaragaman tersebut maka semakin tinggi pula tingkat kestabilan suatu komunitas Whitmore, 1990. Berkaitan dengan hutan Tangkahan, keanekaragaman vegetasinya cukup tinggi. Secara umum, kondisi pada setiap tingkatan pertumbuhan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Indeks keanekaragaman H’ dan Kemerataan E pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di hutan Tangkahan No Indeks Semai Pancang Tiang Pohon Keanekaragaman H’ 3,93 3,74 3,95 3,36 Kemerataan E 0,76 0,78 0,76 0,69 Dari Tabel 3 terlihat bahwa Indeks keanekaragaman H’ tertinggi di miliki tiang dengan nilai 3,95 dilanjutkan Semai sebanyak 3,93 kemudian pancang dengan nilai 3,74 dan yang paling rendah adalah pohon dengan nilai 3,37. Hal tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi karena memiliki nilai H’ lebih dari 3 hal ini sesuai dengan pendapat Mason 1980, yang menyatakan jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Hal ini berarti kondisi hutan tersebut menunjukkan tidak adanya suatu jenis yang mendominasi. Universitas Sumatera Utara Susilo 2004 menyatakan bahwa Indeks Keanekaragaman pohon pada lokasi hutan Tangkahan memiliki nilai 4,7112. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian untuk tingkat semai hingga pohon yang yang memperoleh nilai antara 3,36 – 3,95 maka hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan nilai indeks keanekaragaman selama kurun waktu ± 6 tahun, penurunan ini dapat terjadi karena pohon yang dahulu teridentifikasi saat ini sudah tidak ada lagi ditebangmati atau perbedaan titik-titik spot dalam peletakan petak contoh. Indeks Keanekaragaman H’ hutan Kalimantan Timur pada tingkat semai memiliki nilai sebesar 3,88, pancang 3,97, tiang 3,93 dan pohon 3,98. Sidiyasa, 2006. Hal ini menunjukkan bahwa pada hutan di Kalimantan Timur memiliki keanekaragaman jenis pohon dan pancang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hutan Tangkahan namun untuk tingkat semai dan tiang hutan Tangkahan memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi. Indeks kemerataan Evenness E memiliki nilai antara antara 0–1, semakin tinggi tinggi nilai E menunjukkan distribusi jenis lebih merata sedangkan semakin rendah nilai E menunjukkan distribusi jenis kurang merata dan terkonsentrasi pada beberapa tempat. Indeks kemerataan menggambarkan tingkat kemerataan populasi suatu jenis yang diperoleh dengan membagi nilai keanekaragaman dengan jumlah jenis yang ditemukan Ludwig Reynold, 1988. Indeks kemerataan merupakan indeks yang menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu areal hutan. Semakin besar nilai indeks kemerataan E maka komposisi penyebaran jenis semakin merata atau tidak didominasi oleh satu atau Universitas Sumatera Utara beberapa jenis saja. Pada tabel 6 terlihat bahwa b esarnya nilai Indeks Kemerataan E pancang pada hutan Tangkahan memiliki nilai lebih tinggi dari yang lain yaitu sebesar 0,78 dan yang terendah adalah pohon sebesar 0,69. Pada tingkat tiang walaupun keragamannya paling tinggi, tetapi indeks kemerataannya lebih rendah dibandingkan dengan pancang, hal ini menunjukkan bahwa distribusi individu- individu jenis tiang kurang merata dan terkonsentrasi pada beberapa tempat sedangkan distribusi jenis pancang lebih merata dan tersebar. Hutan areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah diketahui bahwa pada tingkat semai nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan curam 25-45 setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 0,88, pada tingkat pancang nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan sedang 15-25 setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 0,89, pada tingkat tiang nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan curam 25-45 setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 0,86 dan pada tingkat pohon nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 0,87 Wicaksono, 2009. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa hutan tangkahan memiliki nilai indeks kemerataan lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan Kalimantan Tengah yaitu berkisar antara 0,69 – 0,78. Magurran 1988 menyatakan bahwa pengelompokkan indeks kemerataan jenis E adalah sebagai berikut : E’ 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ 0.6 maka Universitas Sumatera Utara kemerataaan jenis tergolong tinggi. Berdasarkan klasifikasi diatas dapat digolongkan bahwa indeks kemerataan pada hutan Tangkahan termasuk dalam katagori tinggi.

4.1.1.6. Permudaan

Permudaan alami dalam suatu kawasan hutan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan kuantitas jenis penyusunnya dan kualitas tegakan pada waktu mendatang. Apabila suatu kawasan hutan diusahakan atau dieksploitasi, maka terjadi perubahan struktur dan komposisi tegakan mulai dari permudaan di tingkat semai, pancang, tiang dan pohon inti Sidiyasa, 2005. Pemeliharaan Permudaan Alam PPA = Assisted Natural Regeneration atau disingkat dengan ANR, adalah usaha penghutanan kembali dengan memanfaatkan anakan alami yang ada. Anakan alami tersebut ada yang dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alami dan ada yang memperoleh perawatan dari manusia guna mempercepat pertumbuhannya. Anakan yang memperoleh perawatan disebut dengan Permudaan Alam yang Dipercepat PAD atau Accelerated Natural Regenaratio. Permudaan alami yang dijumpai pada hutan Tangkahan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Permudaan alami pada hutan Tangkahan Jenis Nama Lokal Family Pohon Tiang Pancang Semai 1 Hopea sangal Cengal, gagil Dipterocarpaceae √ √ √ √ 2 Semecarpus vernicifera - Anacardiaceae √ √ √ √ 3 Urophylum griffithianum Hook. F - Rubiaceae √ √ √ √ 4 Pometia pinnata Matoa Sapindaceae √ √ √ √ 5 Ervatamia dichotoma - Apocynaceae √ √ √ √ Universitas Sumatera Utara 6 Eurya nitida Korth. Ki padjar, Kisireum Theaceae √ √ √ √ 7 Ficus glomerata Roxb. Duea nam Moraceae √ √ √ √ 8 Litsea amara Blume Medang mayang Lauraceae √ √ √ √ 9 Villebrunia rubescens - Urticaceae √ √ √ √ 10 Adinandra dumosa Jack. Tetiup, ranu Theaceae - √ √ √ Jumlah individu per hektare 110 153 179 427 Pada tabel 4 terlihat bahwa Hopea sangal, Semecarpus vernicifera, Urophylum griffithianum Hook. F, Pometia pinnata, Ervatamia dichotoma, Eurya nitida Korth., Ficus glomerata Roxb, Litsea amara Blume, Villebrunia rubescens, memiliki permudaan alami pada tingkat tiang, pancang, dan semai. Adinandra dumosa Jack memiliki permudaan yang lengkap pada tingkat tiang, pancang dan semai namun untuk tingkat pohon belum ada. Berdasarkan jumlah individu per hektar, untuk tingkat pohon dijumpai bahwa rata-rata dalam satu hektare terdapat 110 batang, tiang 153 batang, pancang 179 batang dan semai 427 batang. Dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 200Kpts-IV1994 tentang Kriteria Hutan Produksi Alam yang Tidak Produktif terlihat bahwa ketentuan suatu areal tidak perlu dilakukan perkayaan penanaman apabila pada areal tersebut tegakan tinggalnya memiliki kondisi permudaan sebagai berikut : • Tingkat semai minimal 1.000 batangha • Tingkat pancang minimal 240 batangha • Tingkat tiang minimal 75 batangha • Pohon inti diameter ≤ 50 cm minimal 25 batangha Universitas Sumatera Utara Hutan Tangkahan berdasarkan SK Dirjen diatas terlihat bahwa untuk tingkat semai dan pancang perlu dilakukan perkayaan tanaman karena ternyata jumlah minimal yang telah ditetapkan tidak terpenuhi. Tingkat tiang dan pohon pada hutan Tangkahan tidak perlu dilakukan perkayaan tanaman karena jumlah minimal yang telah ditetapkan telah terpenuhi.

4.1.1.7. Stratifikasi

Berdasarakan hasil pengamatan untuk melihat stratifikasi tumbuhan hutan di lapangan maka dapat dilihat seperti tabel 5. Tabel 5. Stratifikasi pada masing-masing tegakan hutan Stratifikasi A B C D E Jumlah Pohon 132 132 Tiang 19 165 184 Pancang 5 60 150 215 Semai 513 513 Total 151 170 60 150 513 1044 Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa untuk stratifikasi E memiliki nilai yang paling tinggi dengan jumlah 513 individu dan yang paling rendah adalah stratifikasi C dengan nilai 60 individu. Hal ini terjadi karena pada lokasi penelitian sinar matahari dapat masuk kedalam lantai hutan sehingga proses fotosintesis dapat dilakukan dengan baik oleh tumbuhan yang hidup pada lantai hutan. Irwanto 2006, mengatakan bahwa Sinar matahari merupakan tenaga penunjang pertumbuhan dan perkembangan vegetasi. Vegetasi yang mendapat sinar matahari secara terus menerus sepanjang tahun akan membantu tumbuh-tumbuhan dalam proses fotosintesis secara maksimum di siang hari. Tumbuhan bawah tidak Universitas Sumatera Utara akan bersaing dengan tumbuhan pokok karena tumbuhan pokok mempunyai sistem perakaran yang lebih dalam, dan jenis yang berbeda mempunyai kebutuhan unsur hara yang berbeda. Tanaman bawah bukan sebagai ”pencekik” yang merugikan tanaman pokok. = Pohon = Tiang = Pancang Jum la h j eni s = Semai Gambar 3. Diagram stratifikasi pada masing-masing tegakan hutan Indriyanto 2005 mengatakan bahwa pada hutan hujan tropis terdapat pepohonan yang tumbuh membentuk beberapa stratum tajuk, stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi 5 lima stratum berurutan dari atas ke bawah yaitu stratum A, stratum B, stratum C, stratum D dan stratum E. Stratifikasi dapat terjadi karena : Universitas Sumatera Utara 1. Akibat persaingan antar tumbuhan. Pada umumnya di dalam suatu masyarakat hutan terjadi persaingan antar spesies pohon yang ada. Akibat persaingan tersebut munculah spesies pohon yang mampu bersaing, memiliki pertumbuhan yang kuat dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa di bandingkan spesies lainnya. 2. Akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari. Spesies- spesies pohon yang intoleran mendapatkan kesempatan ruang tumbuh dengan radiasi matahari penuh, maka pohon tersebut akan tumbuh dengan cepat, tinggi pohonnya mencapai posisi paling atas.

4.2. Cadangan karbon di permukaan tanah