Fungi Selulolitik Identifikasi Fungi Selulolitik

fungi adalah persediaan makanan, maka jumlah cadangan makanan yang sedikit sangat besar dampaknya terhadap populasi fungi. Populasi mikroorganisme perombak bahan organik yang berkurang menyebabkan terhambatnya berbagai siklus hara di dalam tanah. Sebagaimana pernyataan Saraswati et al., 2008 bahwa perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah N, P, K, Ca, Mg, dll dan atmosfer CH 4 maupun CO 2 sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman. Karena populasinya menurun maka tanah menjadi tidak subur. Efek negatif ini biasanya sementara dan populasi mikroorganisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun.

C. Fungi Selulolitik

Pada pengisolasian untuk mencari fungi selulolitik, dilakukan pengayaan dengan menggunakan Median Selulosa Agar MSA. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak jumlah fungi selulolitik pada sampel supaya memudahkan dalam pengisolasian dan hasil lebih akurat. Semua sampel tanah dimasukkan ke dalam MSA lalu diinkubasi selama 2 minggu. Setelah diisolasi selama 2 minggu, sampel tersebut diisolasi lagi dengan media Asparagine dengan metode gores. Masing- masing sampel di goreskan pada media Asparagine lalu diinkubasi selama 2 minggu. Media yang digunakan untuk mengisolasi fungi selulolitik mempunya pH 6,8 Media MSA dan 6,2 Media Asparagine. Penggunaan media dengan pH mendekati netral bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sesuai Universitas Sumatera Utara dengan pernyataan Buckle 1987 bahwa pada umumnya, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,6 – 8,0. Pada pengisolasian fungi selulolitik digunakan pH 6,2 atau termasuk dalam kategori agak masam, karena fungi selulolitik dapat tumbuh pada kisaran pH sangat masam sampai dengan agak masam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnadi et al,.2003 bahwa rentang pH fungi jauh lebih lebar. Dengan demikian medium pertumbuhan fungi yang digunakan di laboratotium juga harus bersifat masam. Pada pengisolasian dengan menggunakan media Asparagine ditambahkan senyawa antibakteri. Hal ini bertujuan untuk mengganggu pertumbuhan bakteri bahkan mematikan bakteri dengan cara menggangu pertumbuhan metabolismenya. Dengan menggunakan antibakeri maka pertumbuhan bakteri bisa ditekan, sehingga fungi bisa tumbuh dan diisolasi. Hasil isolasi pada media Asparagine dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Isolasi fungi selulolitik minggu ke-2 Kontrol T1P3 Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa yang tumbuh pada media Asparagine adalah fungi. Hal ini seperti terlihat dari permukaan media yang ditandai dengan adanya zona transparan pada permukaan media. Dari hasil penelitian, ditemukan Fungi Selulolitik Universitas Sumatera Utara koloni-koloni fungi dengan ciri-ciri yaitu rata dengan permukaan media dan tekstur permukaannya seperti kapas atau beludru. Fungi selulolitik ditandai dengan adanya zona transparan pada permukaan media. Fungi yang ditemukan dari 50 titik sampel penelitian, yang membentuk zona transparan pada permukaan media hanya terdapat 10 sampel dan diberi kode K T1P1, K T1P3, K T1P4, K T2P5, 10 T1P1, 10 T1P4, 10 T2P3, 11 T2P2, 11 T2P5, dan 12 T1P4. Jumlah koloni pada lahan yang tidak terbakar lebih banyak di temukan fungi selulolitik dibandingkan dengan jumlah koloni yang terbentuk pada tanah yang sudah terbakar. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang masih utuh yang memungkinkan fungi selulolitik dapat tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Hatta 2008, jumlah mikroorganisme yang berada pada tanah hutan utuh lebih banyak daripada jumlah mikroorganisme yang terdapat pada tanah hutan bekas kebakaran. Tabel 3. Jumlah sebaran fungi selulolitik pada sampel tanah Sampel Tanah Jumlah Fungi Selulolitik Kontrol Tidak Terbakar 4 2013 2012 1 2011 2 2010 3 Dari 10 sampel yang ditemukan dalam penelitian ini, sampel dari tanah yang tidak terbakar Kontrol yang paling banyak di dapatkan fungi selulolitik sedangkan pada sampel tanah dengan periode 1-4 tahun setelah terjadi kebakaran Universitas Sumatera Utara semakin menurun. Tetapi penurunan yang terjadi tidak terlalu besar karena tanah bekas kebakaran pada periode 2-4 tahun setelah terjadi kebakaran telah mengalami perbaikan bahan organik yang memungkinkan suplay makanan bagi fungi selulolitik tercukupi. Sedangkan pada tanah pada periode 1 tahun setelah terjadi kebakaran tidak ditemukan fungi selulolitik diakibatkan fungi selulolitik tidak tahan terhadap api pada saat terjadi kebakaran dan hilangnya suplay energi bagi kebutuhan fungi tersebut. Keberadaan bahan organik juga sangat mendukung bagi kehidupan fungi, karena fungi tidak berklorofil sehingga hidupnya sangat tergantung pada keberadaan bahan organik.

D. Identifikasi Fungi Selulolitik