B. Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya
Untuk  istilah  force  majeure  dalam  suatu  perjanjian  sering  juga  disebut dengan istilah-istilah
108
: 1.
Overmacht; 2.
Act of God; 3.
Keadaan Memaksa; 4.
Keadaan Darurat; 5.
Keadaan Kahar; 6.
Keadaan di luar Kemampuan Manusia. Yang  dimaksud  dengan  force  majeure  dalam  hukum  perjanjian  adalah
suatu  keadaan  di  mana  seseorang  yang  berkewajiban  debitur  terhalang  untuk melaksanakann prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada
saat  dibuatnya  perjanjian  tersebut,  dan  keadaan  atau  peristiwa  tersebut  secara hukum  tidak  dapat  dipertanggungjawabkan  kepada  debitur  yang  bersangkutan,
sedangkan debitur tersebut tidak dalam keadaan beriktikad buruk.
109
Jadi,  karena  peristiwa  yang  menyebabkan  terjadinya  force  majeure tersebut tidak termasuk ke dalam asumsi dasar basic assumption dari para pihak
sewaktu  membuat  kontrak  tersebut.  Contoh  dari  peristiwa  yang  menyebabkan terjadinya force majeure adalah banjirair bah, angin puting beliung, gempa bumi,
108
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Op.Cit., hlm. 214
109
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mogok buruh, munculnya peraturan baru yang melarang pelaksanaan prestasi dari kontrak tersebut, dan lain-lain.
110
Secara garis besarnya, suatu force majeure dari kontrak terdiri dari
111
: a.
Force majeure karena sebab-sebab yang tidak terduga. b.
Force majeure karena keadaan memaksa. c.
Force majeure karena perbuatan tersebut dilarang.
Menurut  Hasanuddin  Rahman  ada  beberapa  Pasal  dalam  KUH  Perdata  yang dapat digunakan sebagai pedoman ketentuan force majeure, antara lain
112
: 1.
Pasal 1244 Jika  ada  alasan  untuk  itu,  si  berhutang  harus  dihukum  mengganti
biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu  yang tepat dilaksanakannya perikatan itu,
disebabkan  karena  sesuatu  hal  yang  tidak  terduga,  pun  tidak  dapat dipertanggungjawabkan  padanya.  Kesemuanya  itu  pun  jika  itikad
buruk tidaklah ada pihaknya. 2.
Pasal 1245 Tidaklah  biaya  rugi  dan  bunga,  harus  digantinya,  apabila  lantaran
keadaan  memaksa  atau  lantaran  suatu  kejadian  tidak  disengaja  si berutang berhalang memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan,
110
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, Op.Cit., hlm. 18
111
Ibid.
112
Hasanuddin Rahman, Contract Drafting: Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung,  2003, hlm. 206.
Universitas Sumatera Utara
atau  lantaran  hal-hal  yang  sama  telah  melakukan  perbuatan  yang terlarang.
3. Pasal 1444
Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah, tak lagi dapat  diperdagangkan  atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak
diketahui  apakah  barang  itu  masih  ada  maka  hapuslah  perikatannya, asal  barang  itu  musnah  atau  hilang  diluar  salahnya  si  berutang  dan
sebelum ia
lalai menyerahkannya.
Si berutang
diwajibkan membuktikan kejadian yang terduga, yang dimajukan itu.
4. Pasal 1445
Jika  barang  yang  terutang,  diluar  salahnya  si  berutang,  musnah,  tak dapat  lagi  diperdagangkan  atau  hilang,  maka  si  berutang,  jika  ia
mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut,  diwajibkan  memberikan  hak-hak  dan  tuntutan-tuntutan
tersebut kepada orang yang mengutangkan kepadanya. 5.
Pasal 1545 Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah
diluar  salah  pemiliknya,  maka  persetujuan  dianggap  sebagai  gugur, dan  siapa  yang  dari  pihaknya  telah  memenuhi  persetujuan,  dapat
menuntut kembali barang yang telah ia berikan dalam tukar menukar.
Universitas Sumatera Utara
6. Pasal 1553
Jika  selama  waktu  sewa,  barang  yang  disewakan  sama  sekali  musnah karena  suatu  kejadian  yang  tidak  disengaja,  maka  persetujuan  sewa
gugur demi hukum.
Kata  “tidak  sengaja”  dalam  Pasal  1245  dan  Pasal  1553  pada  dasarnya kurang tepat, karena kata “tidak sengaja” berkonotasi kelalaian negligence yang
dalam  Hukum  Perdata,  juga  diatur  dalam  ketentuan  hukum  tersendiri.  Sehingga kata yang tepat adalah “diluar kesalahan”.
113
Dari  rumusan  pasal-pasal  tersebut  setidaknya  terdapat  unsur  yang  harus terpenuhi untuk force majeure ini, yaitu
114
: 1.
Tidak memenuhi prestasi; 2.
Ada sebab yang terletak di luar kesalahan yang bersangkutan; 3.
Faktor  penyebab  itu  diduga  sebelumnya  dan  tidak  dapat dipertanggungjawabkan kepada yang bersangkutan.
Selain  itu,  dalam  suatu  force  majeure  harus  dapat  dibuktikan  oleh  orang atau pihak yang bersangkutan, mengenai
115
: 1.
Bahwa ia tidak bersalah; 2.
Bahwa  ia  tidak  dapat  memenuhi  kewajibannya  dengan  jalan  lain sekalipun;
3. Ia tidak dapat menanggung risiko.
113
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Op.Cit., hlm.123
114
Hasanuddin Rahman, Op.Cit.
115
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Munir  Fuady,  force  majeure  dapat  dibedakan  dalam  berbagai jenis.
116
Apabila  dilihat  dari  segi  sasaran  yang  terkena  force  majeure,  maka dibedakan dalam :
1. Force  majeure  yang  objektif,  yaitu  force  majeure  yang  terjadi  atas
benda yang merupakan objek kontrak tersebut. Artinya keadaan benda tersebut  sedemikian  rupa  sehingga  tidak  mungkin  lagi  dipenuhi
prestasi  sesuai  kontrak,  tanpa  adanya  unsur  kesalahan  dari  pihak debitur.  Misalnya  benda  tersebut  terbakar.  Karena  itu,  pemenuhan
prestasi  sama  sekali  tidak  mungkin  dilakukan.  Karena  yang  terkena adalah benda yang merupakan objek dari kontrak, maka force majeure
seperti ini disebut juga dengan physical impossibility.
2. Force majeure yang subjektif, yaitu force majeure yang terjadi dalam
hubungannya  dengan  perbuatan  atau  kemampuan  debitur  itu  sendiri. Misalnya jika si debitur sakit berat sehingga tidak mungkin berprestasi
lagi. Apabila dilihat dari segi kemungkinan pelaksanaan prestasi dalam kontrak,
suatu force majeure dapat dibedakan dalam : 1.
Force majeure  yang absolute, yaitu suatu force majeure yang terjadi sehinggga prestasi dari kontrak sama sekali tidak mungkin dilakukan.
Misalnya barang  yang merupakan objek dari kontrak musnah. Dalam
116
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Op.Cit., hlm.115.
Universitas Sumatera Utara
hal  ini  kontrak  tersebut “tidak  mungkin”  Impossible  untuk
dilaksanakan.
2. Force  majeure  yang  relative,  yaitu  suatu  force  majeure  di  mana
pemenuhan  prestasi  secara  normal  tidak  mungkin  dilakukan, sungguhpun secara tidak normal masih mungkin dilakukan. Misalnya
terhadap  kontrak  impor-ekspor  di  mana  setelah  kontrak  dibuat terdapat larangan impor atas barang tersebut.
Apabila  dilihat  dari  segi  jangka  waktu  berlakunya  keadaan  yang menyebabkan terjadinya force majeure, maka dapat dibedakan dalam :
1. Force  majeure  permanen,  yaitu  jika  sama  sekali  sampai  kapanpun
suatu  prestasi  yang  terbit  dari  kontrak  tidak  mungkin  dilakukan  lagi. Misalnya  jika  barang  yang  merupakan  obyek  dari  kontrak  tersebut
musnah di luar kesalahan debitur. 2.
Force majeure temporer, yaitu jika terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak  tersebut  tidak  mungkin  dilakukan  untuk  sementara  waktu.
Atau dengan kata lain, karena terjadi peristiwa tertentu di mana setelah peristiwa  tersebut  berhenti,  prestasi  tersebut  dapat  dipenuhi  kembali.
Misalnya,  jika  barang  yang  menjadi  obyek  kontrak  tersebut  tidak mungkin  dikirim  ke  tempat  kreditur  karena  terjadinya  pergolakan
sosial  di  tempat  kreditur.  Akan  tetapi,  nanti  pada  saat  kondisi  sudah aman, maka barang tersebut dapat dikirim kembali.
Universitas Sumatera Utara
89
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG JAMINAN
BERUPA HAK TANGGUNGAN YANG MENGALAMI FORCE MAJEURE
DALAM PERJANJIAN KREDIT STUDI PADA PT. MANDIRI PERSERO TBK CABANG MEDAN
A. Akibat  Musnahnya  Obyek  Jaminan  yang  Mengalami Force  Majeure