Pengertian dan Konsep Teoritis Hukum Jaminan

40 BAB III PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian dan Konsep Teoritis Hukum Jaminan

Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa pemberian kredit. Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur peminjam. Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan. 50 Bank sebagai badan usaha yang wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati- hatian tidak terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya. Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu obyek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan. 51 Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, 50 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 70. 51 Ibid. Universitas Sumatera Utara pada tanggal 20 sampai tanggal 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. 52 Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah 53 : “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah”. J. Satrio mengartikan hukum jaminan adalah 54 : “Peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur”. Salim H.S. mendefinisikan hukum jaminan adalah 55 : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”. 52 H. Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 21 53 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminana di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan, Liberty OffSet, Yogyakarta, 2007, hlm. 5. 54 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm.3. 55 H. Salim, Op.Cit., hlm. 6. Universitas Sumatera Utara Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penjamin utang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjamin utang. Materi isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggung utang dan sebagainya. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dan KUH Dagang mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang. Disamping itu terdapat pula undang-undang tersendiri yaitu UU No. 4 Tahun 1996 dan UU No. 42 Tahun 1999 yang masing-masing khusus mengatur tentang lembaga jaminan dalam rangka penjaminan utang. Sehubungan dengan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas lebih lanjut dapat dikemukakan beberapa ketentuan hukum jaminan. 56 Dalam KUH Perdata tercantum beberapa ketentuan yang terdapat digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan KUH Perdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, yaitu 57 : 56 M. Bahsan, Op.Cit., hlm. 8. 57 Ibid, hlm. 9 Universitas Sumatera Utara 1. Kedudukan Harta Pihak Peminjam Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan tanggungan atas utangnya. Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang pihak peminjam atas perikatan utangnya. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausula dalam perjanjian kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang dicantumkan sebagai klausula dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi materi perjanjian, disebut sebagai isi yang naturalia. Klausula perjanjian yang tergolong sebagai isi yang naturalia merupakan klausula fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal klausula yang seperti demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku. Universitas Sumatera Utara 2. Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas 2 dua golongan, yaitu : a yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing; b yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai “kreditur preferent” dan pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai “kreditur konkuren”. Kedudukan sebagai kreditur yang mempunyai hak didahulukan juga ditetapkan oleh ketentuan UU No. 4 Tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan dan ketentuan UU No. 42 Tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia. Pemegang hak tanggungan dan pemegang jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pelunasan piutangnya dari hasil pencairan penjualan jaminan utang yang diikat dengan hak tanggungan atau jaminan fidusia. Universitas Sumatera Utara 3. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi pinjaman. Pinjaman pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji wanprestasi. Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUH Perdata tentang Gadai, Pasal 1178 KUH Perdata tentang Hipotek. Larangan yang sama terdapat pula dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain, yaitu Pasal 12 UU No. 4 Tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan, Pasal 33 UU No. 42 Tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang secara serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan- ketentuan seperti seperti sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak peminjam. Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, sebagaimana dipaparkan berikut ini 58 : a Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya 58 H. Salim HS, Op.Cit., hlm. 9. Universitas Sumatera Utara pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan; b Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu; c Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian; d Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan gadai harus berada pada penerima gadai; e Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai. Tempat pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 dua tempat, yaitu 59 : 1. Di dalam Buku II KUH Perdata, ketentuan-ketentuan hukum yang erat kaitannya dengan hukum jaminan, yang masih berlaku dalam KUH Perdata adalah gadai Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1161 KUH Perdata dan Hipotek Pasal 1162 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. Hal-hal yang diatur dalam ketentuan 59 Ibid, hlm. 11. Universitas Sumatera Utara hipotek ini meliputi : 1 ketentuan-ketentuan umum, 2 pembukuan- pembukuan hipotek serta bentuk caranya pembukuan, 3 pencoretan pembukuan, 4 akibat-akibat hipotek terhadap pihak ketiga yang menguasai benda yang tidak dibebani, 5 hapusnya hipotek, dan 6 pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka, dan publikasi register umum. 2. Di luar Buku II KUH Perdata, ketentuan-ketentuan hukum itu meliputi: - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, - Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, dan - Buku III tentang van Zaaken hukum benda NBW Belanda. Pembebanan hipotek hak atas tanah sudah tidak berlaku lagi, karena telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sedangkan hipotek atas kapal laut yang beratnya 20 m 3 ke atas dan pesawat udara masih berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan terdapat di dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam Universitas Sumatera Utara rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah” Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan accessoir. Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu 60 : 1. jaminan tambahan; 2. diserahkan oleh debitur kepada bank; 3. untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan. Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan bahwa jaminan adalah : “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda”. Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah : “Sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”. M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah : “Segala sesuatu yang diteria kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin sesuatu utang piutang dalam masyarakat”. Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 60 Ibid, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 dua macam, yaitu : 1. jaminan materiil kebendaan, yaitu jaminan kebendaan; 2. jaminan imateriil perorangan, yaitu jaminan perorangan. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan pengertian jaminan imateriil kebendaan dan jaminan perseorangan adalah 61 : “Jaminan materiil ialah jaminan berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya droit de suite dan dapat dialihkan. Sedangkan jaminan imateriil perseorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terha dap kekayaan debitur umumnya”. Jaminan kebendaan mempunyai ciri- ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan megikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. 62 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, maka semua benda milik debitur, bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi tanggungan utang yang dibuatnya. Sebenarnya, ketentuan ini 61 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., hlm. 47. 62 Salim HS, Op.Cit., hlm. 23. Universitas Sumatera Utara sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran-pembayaran utang-utang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur. Tetapi, disamping jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata, dalam ilmu hukum jaminan, dikenal pula jaminan yang bersifat khusus. Yang dimaksud dengan jaminan kebendaan yang khusus ini adalah penentuanpenunjukan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga, untuk menjadi jaminan utangnya kepada kreditur, di mana jika debitur wanprestasi atas pembayaran utangnya, hasil dari penjualan objek jaminan tersebut harus terlebih dahulu preferens dibayar kepada kreditur yang bersangkutan untuk melunasi pembayaran utangnya. Sedangkan jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan kepada kreditur yang lain kreditur konkuren. Dalam jaminan umum berdasarkan atas Pasal 1131 KUH Perdata, kedudukan preferent dari kreditur tersebut tidak ada. 63 Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pihak kreditur cenderung untuk meminta jaminan utang yang khusus dari pihak debitur agar pembayaran utangnya menjadi aman. Jaminan khusus yang bersifat kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak tidak bergerak. Yang termasuk jaminan benda bergerak meliputi : gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi : hak tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat udara. Di samping itu, terdapat juga jaminan khusus yang tidak bersifat kebendaan, tetapi bersifat perorangan personal garantee atau jika jaminan 63 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Op.Cit., hlm. 55. Universitas Sumatera Utara diberikan oleh perusahaan disebut dengan jaminan perusahaan corporate garantee. 64 Jaminan kebendaan memberikan kepastian hukum kepada kreditur tentang barang apa yang digunakan sebagai jaminan utang. Objek jaminan dapat dilihat dahulu bentuk dan wujudnya dan ditaksir dahulu berapa nilainya seandainya barang itu dijual. Kreditur sebagai pemegang jaminan mempunyai perkiraan mencukupi atau tidak barang-barang yang dijaminkan untuk mengamankan pengembalian utang debitur. Jika diperkirakan belum cukup mampu untuk membayar utangnya, kreditur dapat meminta kepada debitur untuk menambah barang jaminan. 65 Suatu jaminan utang menjadi jaminan utang yang baik manakala memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut 66 : 1. Mudah dan cepat dalam proses pengikatan jaminan; 2. Jaminan utang jangan menempatkan kediturnya untuk bersengketa; 3. Gampang dinilai harga barang jaminan tersebut; 4. Nilai jaminan tersebut dapat meningkat terus, atau setidak-tidaknya stabil; 5. Jaminan utang tidak membebankan kewajiban-kewajiban untuk merawat dan memperbaiki barang, bayar pajak, dan sebagainya; 6. Gampang dieksekusi ketika pinjaman macet, jelas model pengeksekusian jaminan tersebut, cepat dan murah biaya pelaksanaan eksekusi tersebut, dan tanpa perlu bantuan dari debitur. Hal ini berarti bahwa suatu jaminan 64 Ibid. 65 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 59. 66 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata Op.Cit., hlm. 63. Universitas Sumatera Utara utang haruslah selalu berada dalam keadaan “mendekati tunai” near to cash. Barang-barang yang dibebani dengan jaminan utang memberikan hak kebendaan zakelijk recht. Hak kebendaan adalah hak yang bersifat atas suatu kebendaan, yang memberikan kepada pemiliknya kekuasaan secara langsung atas kebendaan tersebut yang bersifat mutlak, yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Ilmu hukum memberikan 3 tiga hak mendasar yang dapat dimiliki oleh setiap pemilik hak kebendaan, yaitu 67 : 1. Hak penguasaan yang berlaku mutlak, yang dapat dipertahankan setiap orang; dengan pengertian bahwa kemanapun suatu kebendaan beralih, pemegang haknya yang sah berhak untuk menuntut kepada siapapun juga agar kebendaan tersebut dikembalikan kepadanya. 2. Hak kemelekatan dari hak kebendaan tersebut terhadap kebendaan yang dihaki; dengan pengertian kepada siapapun kebendaan tersebut beralih karena hukum, hak kebendaan akan tetap ada dan melekat pada kebendaan itu. 3. Hak mendahulu dari pemilik hak kebendaan yang berupa jaminan, untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas setiap penjualan kebendaan yang dijaminkan dengan hak kebendaan tersebut, 67 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, USU Press, Medan, 2013, hlm. 26. Universitas Sumatera Utara Yang tergolong ke dalam hak jaminan kebendaan yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut 68 : a Hipotek, dengan dasar hukumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku kedua, saat ini berlaku hanya untuk hipotek kapal laut berdasarkan KUH Perdata. Sedangkan hipotek untuk pesawat udara, yang semula berlaku berdasarkan Undang-Undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992, kemudian undang-undang tersebut dicabut dengan Undang- Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009, yang tidak menyebut lagi tentang hipotek atas pesawat terbang tersebut, sehingga hipotek kembali hanya dapat diikatkan kepada kapal laut saja. b Hak Tanggungan, dengan dasar berlakunya UU Hak Tanggungan, dengan berobjekkan hak atas tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. c Gadai, dengan dasar hukumnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berobjekkan benda-benda bergerak. d Gadai Tanah, yang berobjekkan tanah, dengan dasar hukumnya adalah hukum adat, dikuatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. e Fidusia, dengan dasar hukumnya adalah Undang-Undang Fidusia, dengan objeknya adalah benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan. 68 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata Op.Cit., hlm. 57. Universitas Sumatera Utara

A. Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah