Pengaturan dan Pengawasan Tayangan Iklan Rokok ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia.

(1)

PENG

ROKO

Diajukan

GATURA

OK DITI

PERLIN

n Untuk Me

DEP PROGRA

UN

N DAN P

INJAU BE

NDUNGA

PARIW

elengkapi T Mempero ELSA N PARTEME AM KEKH

FAK

NIVERSIT

PENGAW

ERDASA

AN KONS

WARA IN

SKRIP

Tugas-Tugas oleh Gelar S

OLEH AMARIA T

NIM : 070

EN HUKUM HUSUSAN

KULTAS

TAS SUM

MEDA

2011

WASAN T

ARKAN U

SUMEN D

NDONES

PSI

s dan Meme Sarjana Huk H : AMBUNA 0200113 M KEPER HUKUM P

HUKUM

MATERA

AN

1

AYANGA

UNDANG-DAN ETI

IA

enuhi Syara kum N DATAAN PERDATA

M

UTARA

AN IKLA

-UNDAN

IKA

at-Syarat Un A BW

AN

NG

ntuk


(2)

PENGATURAN DAN PENGAWASAN TAYANGAN IKLAN

ROKOK DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ETIKA

PARIWARA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

ELSAMARIA TAMBUNAN

NIM : 070200113

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Sinta Uli, SH, M.Hum Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum

Nip.195506261986012001 Nip. 196908201995121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Allah Bapa yang Mahakuasa sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Saya telah berusaha semaksimal mungkin dalam mengerjakan skripsi ini untuk memberikan hasil yang terbaik. Skripsi ini berjudul “Pengaturan dan Pengawasan Tayangan Iklan Rokok ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia”. Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dari iklan rokok yang dapat dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya Undang Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia. Kemudian juga dibahas mengenai pengawasan dari pemerintah, masyarakat, lembaga perlindungan swadaya konsumen, dan asosiasi pelaku usaha. Dan skripsi ini juga membahas mengenai pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap tayangan iklan rokok, bagaimana pelaku usaha bertanggungjawab terhadap konsumen secara perdata, pidana serta administrasi negara dan mekanisme penyelesaian sengketa tayangan iklan rokok yang dapat diselesaikan melalui 2 (dua) jalur yaitu secara damai dan melalui pengadilan formal.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam tata bahasa maupun ruang lingkup pembahasannya. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh


(4)

karena itu, dengan senang hati saya menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dan membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam meyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak sebagai Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M.Husni, S.H.,M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada saya dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada saya dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum , sebagai Ketua Jurusan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr. Suwarto, S.H., M.Hum sebagai Dosen Wali saya selama saya berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

9. Keluarga saya yang sangat saya kasihi: Papaku Drs J. Tambunan, MPd dan Mamaku Dra N. Hutapea. Orangtua terbaik yang diberikan Tuhan pada saya, yang tak pernah lelah mendukung saya dalam segala hal dan memberikan motivasi yang membuat saya bangkit dari segala kelelahan saya. Buat kakak saya Christine Sonya Tambunan,SE yang selalu memberikan nasihat yang membangun kembali diri saya untuk semakin kuat sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini dan adik-adik saya Deddy Junior Tambunan dan Lois Oinike Tambunan yang selalu memberi dukungan doa dan semangat buat saya.

10.Saudara-saudara saya Anestasya Silaban, Febrima Silaban dan Septika Silaban yang selalu membantu dalam segala hal dan memberikan nasihat-nasihat dan saran-saran di luar dugaan yang membuat saya semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

11.Sahabat saya Christanti Silaban, Miranda Chairunnisa Li Pei Jung, Maryetta Gultom dan Margareth Panjaitan yang selalu menjadi motivator bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini hingga dapat terselesaikan.

12.Teman-teman saya di Fakultas Hukum : Kak Tetty Sihombing, Kak Dea Laura, Peggy Siahaan, Devi Juliana, Cory Sinaga, Bardixcon Tamba, Dian Natalia, Andrianto Pasaribu, Howard Limbong, Lira Apriana, Sarah Cascarina.

13.Buat seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya.


(6)

Saya menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... ..v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Tinjauan Kepustakaan ... 8

E. Metode Penelitian ... 26

F. Keaslian Penulisan ... 28

G. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II : PENGATURAN TAYANGAN IKLAN ROKOK DAN BENTUK-BENTUK PELANGGARAN TAYANGAN IKLAN ROKOK ... 30

A. Pengertian Iklan ... 30

B. Tujuan, Prinsip serta Fungsi Iklan ... 31

C. Media Periklanan dan Pengaturan serta Perlindungannya ... 38

D. Tayangan Iklan Rokok dalam Peraturan Perundang-undangan dan Etika Pariwara Indonesia ... 42

E. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok ... 43

BAB III : PENGAWASAN TERHADAP TAYANGAN IKLAN ROKOK ... 51

A. Peranan Pemerintah dalam Pengawasan terhadap Tayangan Iklan Rokok ... 51

B. Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pengawasan Tayangan Iklan Rokok ... 57

C. Pengawasan Iklan Rokok Yang Dilakukan Lembaga Perlindungan Swadaya Masyarakat ... 61

D. Bentuk Partisipasi Asosiasi Pelaku Usaha dalam Pengawasan Iklan Rokok ... 64

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP TAYANGAN IKLAN ROKOK SERTA MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA TAYANGAN IKLAN ROKOK ... 67

A. Pengaturan dan Pengawasan Tayangan Iklan Rokok dalam Peraturan Perundang-undangan dan Etika Pariwara Indonesia ... 67


(8)

B. Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Pelanggaran Tayangan Iklan

Rokok ... 81

C. Penyelesaian Sengketa Konsumen Berkenaan Tayangan Iklan Rokok ... 93

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 117


(9)

PENGATURAN DAN PENGAWASAN TAYANGAN IKLAN ROKOK DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DAN ETIKA PARIWARA INDONESIA Elsamaria Tambunan1

Sinta Uli 2 Dedi Harianto 3

ABSTRAK

Perkembangan iklan khususnya iklan rokok yang ditayangkan di televisi dan media massa mengakibatkan peningkatan terhadap jumlah konsumsi terhadap rokok. Hal ini diakibatkan oleh karena tayangan iklan rokok yang dikemas sedemikian rupa sehingga menarik perhatian masyarakat, termasuk anak-anak. Hal ini mengundang perhatian yang cukup banyak dari masyarakat apalagi tingkat perokok di bawah umur semakin bertambah. Disamping subtansi iklan rokok yang dibuat dalam bentuk animasi sehingga menarik, tak jarang pula iklan rokok yang melanggar jam tayang rokok sehingga tak jarang pula iklan rokok dilihat oleh anak-anak. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah Pengaturan Tayangan Iklan Rokok dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia serta Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok yang Kerap Terjadi, Pengawasan terhadap Tayangan Iklan Rokok, dan Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Periklanan terhadap Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok.

Metode penulisan yang mendasari penulisan ini adalah yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder yaitu kajian yang digunakan terhadap peraturan peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berhubungan dengan judul skripsi. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan penelitian kepustakaan (library

research) dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs

internet yang berkenaan dengan judul skripsi. Dalam menganalisis data digunakan metode analisis kualitatif agar dapat dipahami gejala yang ditelitinya.

Pengaturan mengenai tayangan iklan rokok diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Etika Pariwara Indonesia. Pengawasan terhadap Tayangan Iklan rokok dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, lembaga perlindungan swadaya masyarakat dan asosiasi pelaku

      

1

Mahasiswi Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3


(10)

usaha. Pertanggungjawaban pelaku usaha secara perdata, pidana dan administrasi negara serta mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan yakni secara damai dan melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), serta melalui pengadilan formal.

Pelaksanaan Iklan Rokok di Indonesia sebaiknya disertai dengan pengaturan mengenai iklan rokok sehingga terjamin perlindungan konsumen terhadap iklan rokok, ditingkatkannya kerjasama yang lebih besar lagi oleh Pemerintah, masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan pengawasan dan dimaksimalkannya pertanggungjawaban oleh pelaku usaha periklanan.

Kata kunci : * iklan rokok

* perlindungan konsumen * etika pariwara indonesia


(11)

PENGATURAN DAN PENGAWASAN TAYANGAN IKLAN ROKOK DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DAN ETIKA PARIWARA INDONESIA Elsamaria Tambunan1

Sinta Uli 2 Dedi Harianto 3

ABSTRAK

Perkembangan iklan khususnya iklan rokok yang ditayangkan di televisi dan media massa mengakibatkan peningkatan terhadap jumlah konsumsi terhadap rokok. Hal ini diakibatkan oleh karena tayangan iklan rokok yang dikemas sedemikian rupa sehingga menarik perhatian masyarakat, termasuk anak-anak. Hal ini mengundang perhatian yang cukup banyak dari masyarakat apalagi tingkat perokok di bawah umur semakin bertambah. Disamping subtansi iklan rokok yang dibuat dalam bentuk animasi sehingga menarik, tak jarang pula iklan rokok yang melanggar jam tayang rokok sehingga tak jarang pula iklan rokok dilihat oleh anak-anak. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah Pengaturan Tayangan Iklan Rokok dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia serta Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok yang Kerap Terjadi, Pengawasan terhadap Tayangan Iklan Rokok, dan Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Periklanan terhadap Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok.

Metode penulisan yang mendasari penulisan ini adalah yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder yaitu kajian yang digunakan terhadap peraturan peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berhubungan dengan judul skripsi. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan penelitian kepustakaan (library

research) dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs

internet yang berkenaan dengan judul skripsi. Dalam menganalisis data digunakan metode analisis kualitatif agar dapat dipahami gejala yang ditelitinya.

Pengaturan mengenai tayangan iklan rokok diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Etika Pariwara Indonesia. Pengawasan terhadap Tayangan Iklan rokok dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, lembaga perlindungan swadaya masyarakat dan asosiasi pelaku

      

1

Mahasiswi Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3


(12)

usaha. Pertanggungjawaban pelaku usaha secara perdata, pidana dan administrasi negara serta mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan yakni secara damai dan melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), serta melalui pengadilan formal.

Pelaksanaan Iklan Rokok di Indonesia sebaiknya disertai dengan pengaturan mengenai iklan rokok sehingga terjamin perlindungan konsumen terhadap iklan rokok, ditingkatkannya kerjasama yang lebih besar lagi oleh Pemerintah, masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan pengawasan dan dimaksimalkannya pertanggungjawaban oleh pelaku usaha periklanan.

Kata kunci : * iklan rokok

* perlindungan konsumen * etika pariwara indonesia


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iklan dapat dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli.4 Dalam proses komunikasi itu iklan menyampaikan sebuah “pesan”. Dengan demikian menimbulkan kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi yang tujuan terpentingnya adalah memperkenalkan sebuah produk atau jasa. Meski banyak orang tidak begitu menyukai selingan iklan namun iklan dapat menarik perhatian dan cukup berpengaruh bagi perilaku konsumen sehingga berpengaruh pula terhadap keputusan pembeli. Masyarakat cenderung merasa bangga memakai produk – produk yang diiklankan dibandingkan produk yang tidak pernah dilihat dalam iklan.

Iklan adalah “segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media, baik cetak maupun elektronik yang ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”.5 Dengan demikian, iklan merupakan suatu alat komunikasi antara produsen / penjual dan para konsumen/ pembeli.

Periklanan adalah “keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan iklan”.6 Sebelum menyampaikan iklan kepada masyarakat, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, pertama perlu mengenal dan menentukan sasaran khalayaknya. Setelah itu, dapat ditentukan

      

4

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, ( Yogyakarta : Kanisius, 2000 ), hal. 264.

5

Niken Tri Hapsari, Seluk-Beluk Promosi & Bisnis : Cerdas Beriklan untuk Usaha Kecil & Menengah , (Yogyakarta : A+ Plus Books, 2010), hal. 36.

6


(14)

media yang akan digunakan lalu merancang pesan iklan yang sesuai dengan kebutuhan.

Periklanan memiliki dua fungsi yaitu; fungsi informatif dan fungsi persuasif. Didalam dunia bisnis sering berbicara tentang periklanan seolah-olah fungsinya yang utama adalah menyediakan informasi, sedangkan dalam dunia konsumen periklanan terutama dilihat sebagai usaha promosi. Pada kenyataannya tidak ada iklan yang mata informatif dan tidak iklan juga yang semata-mata persuasif. Sebagai perbandingannya, iklan dalam sektor jasa, seperti asuransi dan pariwisata, memiliki unsur informatif yang dominan sedangkan iklan yang ada banyak mereknya, seperti iklan pakaian dan makanan, memiliki unsur persuasif yang dominan.7

Pada aspek pemasaran (marketing) iklan menempati posisi penting. Setiap perusahaan selalu mengalokasikan dana khusus yang tidak sedikit untuk keperluan periklanannya. Besarnya pengeluaran bagi periklanan merupakan konsekuensi yang logis dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk.8

Iklan merupakan sarana bagi produsen untuk menjual produknya pada masyarakat selaku konsumen secara tidak langsung. Masyarakat selaku konsumen akan mengetahui mengenai adanya suatu produk ketika melihat iklan mengenai produk tersebut di televisi ataupun surat kabar. Dan ketika konsumen tersebut merasa tertarik dengan mutu, kualitas, fungsi, dan lain-lain yang dijanjikan melalui iklan dan dianggap sesuai dengan kebutuhannya saat itu maka mereka

      

7

Ibid, hal. 264-265.

8

Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen ,( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 1.


(15)

akan memakai atau membeli barang tersebut. Sejak awal para pelaku usaha meyakini bahwa iklan memberikan sumbangsih yang berharga pada pasca produksi.

Banyaknya iklan terkadang tidak disadari oleh masyarakat pada umumnya. Sejak mulai berangkat dari rumah, membaca surat kabar, melihat reklame, pamflet, menyetel radio, televisi, sampai kembali kerumah. Mulai dari iklan yang bermutu sampai iklan yang hanya menjual mimpi, selalu mengikuti kemana dan dimanapun masyarakat berada. Daya pikat psikologis dan sentimen-sentimen konsumtif menjadi sasaran utama sebagian besar pelaku usaha periklanan. Meskipun iklan tersebut ditopang oleh data yang tidak cukup untuk dijadikan rujukan bagi relevansi iklan. Oleh karena itu sudah menjadi tanggung-jawab bagi pelaku usaha untuk memberikan data atau informasi yang sebenarnya bagi konsumen untuk diketahui, bukan data yang dilebih-lebihkan atau yang dikurang-kurangi.

Produk-produk yang memiliki inovasi iklan yang sangat tinggi adalah seperti sabun mandi, sabun cuci, deterjen, pasta gigi, susu balita, dan rokok. Apabila diteliti secara seksama, iklan rokok merupakan penyumbang income yang cukup tinggi bagi media elektronik dan media massa. Namun, kebanyakan pada media elektronik yaitu televisi sehingga dapat dilihat frekuensi iklan rokok yang cukup tinggi pada televisi. Iklan mengenai rokok yang muncul di televisi memberikan banyak pandangan dari kalangan luas, ada banyak pandangan yang muncul namun sebagian besar adalah pandangan buruk. Iklan rokok yang ditayangkan pada stasiun-stasiun televisi yang mendatangkan pandangan buruk


(16)

dikarenakan iklan rokok yang dapat mengakibatkan banyaknya anak-anak muda atau bahkan anak-anak yang dibawah umur yang merupakan generasi muda bangsa melihat tayangan iklan tersebut menjadi tergoda dan terangsang mengkonsumsinya tanpa mengetahui secara nyata dampak yang ditimbulkan dari pengkonsumsian rokok tersebut.9

Bentuk pelanggaran dalam suatu tayangan iklan rokok dapat berupa pelanggaran terhadap jam tayang ataupun substansi dari iklan tersebut yang dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian penonton. Bentuk pelanggaran terhadap substansi atau isi iklan berupa penggunaan animasi yang dapat menarik perhatian anak-anak atau adanya penunjukkan wujud rokok secara nyata dalam iklan tersebut. Sedangkan bentuk pelanggaran terhadap jam tayang biasanya dilakukan diluar waktu penayangan iklan rokok ( pukul 21.30 hingga 05.00). Seringkali iklan rokok tidak dilakukan secara nyata sebagai iklan namun pengiklanan melalui event-event atau acara tertentu sebagai sponsor acara tersebut yang mana acara yang disponsori melibatkan anak-anak muda, misalnya acara olahraga atau konser musik.10

Tayangan iklan rokok tersebut tentu saja menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Pemerintah secara tidak langsung dituntut untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan iklan rokok yang ditayangkan di berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan Badan-Badan

      

9

“Pelanggaran Media Televisi Terhadap Iklan Rokok”, (http:// belajareti

ka.blogspot/2010/05/pelanggaran-media-televisi-terhadap.html ), diakses pada tanggal 22 September 2010.

10


(17)

Perlindungan Konsumen, seperti : YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) yang menutut sikap tanggap dari pemerintah untuk mengatasi keresahan masyarakat.

Keberadaan YLKI sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.11

Meskipun sebagian besar dari gugatan yang diajukan tidak memberikan hasil yang memuaskan namun membuktikan bahwa masyarakat dan lembaga swadaya lainnya dapat bertindak untuk melindungi hak-hak konsumen khususnya atas pelanggaran tayangan iklan rokok.

Disamping menggugat para pelaku usaha apabila melakukan pelanggaran tayangan iklan rokok, masyarakat dan lembaga swadaya lainnya dapat mendesak pemerintah untuk menegakkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Masyarakat jakarta dominan mendukung KTR dibandingkan dengan yang tidak mendukung KTR. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai resah dengan akibat yang ditimbulkan oleh rokok tersebut yang mana kemunculan dari pengkonsumsian rokok berasal dari banyaknya tayangan-tayangan iklan rokok yang dilihat oleh masyarakat yang secara tidak langsung mendorong pengkonsumsian dari rokok tersebut.

Hal-hal yang telah diuraikan diatas menunjukkan bahwa tayangan dari iklan rokok memerlukan suatu pengaturan dan pengawasan yang baru dari

      

11

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 17.


(18)

pemerintah selaku aparat hukum yang paling berwenang dalam masalah ini. UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesian sebagai produk hukum dari pemerintah diharapkan dapat membantu dalam pengaturan terhadap pelaku usaha dalam membuat tayangan iklan rokok yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Disamping itu juga, diperlukan adanya peranan dari Masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Asosiasi Pelaku Usaha Periklanan, Komisi Penyiaran Indonesia dan Departemen Kesehatan sebagai pihak-pihak yang dapat membantu tugas dari pemerintah dalam pengawasan dari perilaku pelaku usaha dalam membuat tayangan iklan rokok. Dan diharapkan akan ada sikap bertanggungjawab bagi pelaku usaha dalam mengiklankan produknya (dalam hal ini rokok) dan upaya penyelesaian sengketa apabila ternyata akan timbul suatu masalah konsumen.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakan masalah diatas, maka penulis merumuskan latar belakang dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan tayangan iklan rokok dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia serta bentuk-bentuk pelanggaran tayangan iklan rokok yang kerap terjadi ?


(19)

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan terhadap pelanggaran tayangan iklan rokok dan mekanisme penyelesaian sengketa pelanggaran tayangan iklan rokok ? 

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui Pengaturan Tayangan Iklan Rokok dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia serta Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok yang Kerap Terjadi.

2. Mengetahui Pengawasan Tayangan Iklan Rokok oleh Pemerintah, Masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Asosiasi Pelaku Usaha Periklanan.

3. Mengetahui Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Periklanan terhadap Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi peneyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan periklanan rokok. Selain itu, hasil penelitian ini juga akan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang perlindungan konsumen pada umumnya, dan media


(20)

periklanan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dan Pemerintah dalam menata Peraturan Perlindungan Konsumen serta peraturan yang berkaitan dengan periklanan di Indonesia, juga bagi para produsen, serta masyarakat umum, mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak konsumen dalam memperoleh informasi produk, terutama melalui media iklan. Juga dapat dijadikan sebagai landasan operasional bagi instansi yang terkait dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perlindungan konsumen pada umumnya, hak konsumen atas informasi melalui media iklan pada khususnya.

D. Tinjauan Kepustakaan

Iklan mengandung arti advertensi, reklame, pemberitahuan. Advertensi itu sendiri berarti pemberitahuan di surat kabar (majalah, dan sebagainya), untuk menawarkan barang dan sebagainya. Sedangkan arti reklame adalah pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan (pujian, gambar dan sebagainya) supaya laku. Jadi pemasangan suatu iklan, bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar membeli barang atau produk atau suatu jasa dari suatu perusahaan tertentu. “ Iklan sebagai alat komunikasi yang menjembatani


(21)

produsen dengan konsumen, harus menyajikan kebenaran dari apa yang diiklankan. Iklan yang ditujukan ini haruslah menarik perhatian, menimbulkan kesan, membangkitkan perhatian dan memancing reaksi.12

Agar promosi melalui iklan tidak sia-sia, sebaiknya promosi diarahkan untuk mencapai tujuan khusus dari periklanan. Tujuan-tujuan periklanan adalah tujuan yang diupayakan untuk dicapai oleh periklanan. Secara umum, tujuan iklan adalah : 13

1. Menciptakan pengenalan merek dan perusahaan

Dengan beriklan, seorang pemilik usaha dapat memperkenalkan produk, dan perusahaan.

2. Memosisikan produk di mata konsumen

Dengan mengiklankan produk, berarti merupakan usaha memosisikan hal tersebut di benak konsumen. Tujuan mengiklankan barang atau jasa adalah agar produk yang dijual masuk dalam posisi utama di benak konsumn sehingga mereka bisa menjadi pelanggan yang setia.

3. Mendorong konsumen untuk mencoba barang maupun jasa yang ditawarkan karena iklan yang bagus adalah iklan yang membuat orang yang melihat penasaran untuk mencoba apa yang ditawarkan dalam iklan tersebut.

4. Mendukung terjadinya pembelian uang

Sebuah iklan yang dimaksudkan untuk mendorong konsumen melakukan pembelian ulang. Seandainya sudah konsumen yang pernah membeli produk yang dijual, maka dengan adanya iklan diharapkan bisa mengingatkan para konsumen atas keberadaan barang maupun jasa yang dijual tersebut sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang.

5. Membina loyalitas pelanggan

Salah satu harapan yang diinginkan setelah mengiklankan adalah membina loyalitas dengan pelanggan. Secara tidak langsung, iklan mampu mengingatkan konsumen atas keberadaan produk yang diiklankan itu dan bisa saja produk itu mampu menempati posisi yang bagus di benak konsumen sehingga mereka bisa menjadi pelanggan yang setia.

6. Menginformasikan keistimewaan barang atau jasa baru

Iklan juga bisa digunakan untuk menginformasikan produk baru dengan menjelaskan keunggulan dan keistimewaan dari barang baru tersebut. 7. Meningkatkan citra

      

12

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1986 ), hal. 372.

13


(22)

Sebuah produk yag diiklankan kemungkinan kenaikan citranya lebih besar daripada produk yang tidak diiklankan sama sekali. Jadi, agar produk dari usaha kita bisa naik nilai citranya di mata konsumen, maka ada baiknya produk tersebut diiklankan. Sebagian besar konsumen Indonesia akan merasa bangga mengkonsumsi produk-produk yang terkenal atau paling tidak yang pernah mereka lihat dari iklan atau dengar dari orang lain. Menurut Howard Beales, yang dikutip dalam buku Taufik H.S, setidaknya ada 4 (empat) hal yang harus diatur dalam suatu regulasi yang efisien, berkenaan dengan pentingnya informasi bagi konsumen yang mengikat secara hukum bagi pelaku usaha yang terlibat dalam memproduksi suatu iklan :14

1. Consumers Information in the Law

Bahwa informasi bagi konsumen sekaligus menjadi kewajiban bagi produsen, yang dilindungi secara hukum.

Informasi penting yang harus dikemukakan oleh produsen tersebut menyangkut tentang harga, kualitas/mutu, efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diketahui konsumen sebagai rujukan ketika konsumen berniat hendak membeli produk barang atau jasa.

2. Information Markets and Market Failures

Yaitu : suatu informasi pasar yang mengiklankan suatu produk barang dan jasa secara berlebihan, sehingga konsumen mendapatkan informasi yang salah.Dari arti kata market failures, yang apabila diterjemahkan secara bebas berarti “kegagalan pasar”, patut diduga hal tersebut sengaja dilakukan untuk menarik minat pembeli.

Meskipun tidak tertutup kemungkinan informasi yang salah tersebut disebabkan salah satu pihak pengiklan (perusahaan yang mengeluarkan produk), perusahaan periklanan (biro iklan), atau media periklanan- dengan maksud yang tidak baik memberikan informasi secara berlebihan. 3. Information Remedies

Pegendalian Informasi dapat diklasifikasikan pada 3 (tiga) kategori umum, yaitu:

a. Removing restrains on information

Yaitu : suatu usaha-usaha untuk melakukan pemantauan sekaligus pengendalian secara terus-menerus terhadap informasi-informasi produk barang dan jasa yang diterima konsumen.

b. Correcting misleading information

Yaitu : suatu usaha-usaha untuk mengklasifikasikan claim (gugatan) yang memang disebabkan kesalahan dan perilaku buruk dari produsen. Atau, justru, bukan karena kesalahan produsen, melainkan lebih

      

14

Howard Beales, Richard Craswell, dan Steven C Salop, “ The Efficient Regulation of Consumers Information”, dalam Taufik H.S., ibid, hal. 10-12.


(23)

disebabkan kesalahan perusahaan periklanan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

c. Encouraging additional information

Yaitu : kecenderungan produsen memberikan informasi secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik produk yang sebenarnya.

4. Policy Implication

Yaitu suatu kondisi dimana hak-hak konsumen, khususnya untuk mendapatkan informasi yang benar dari suatu produk barang dan jasa, akan semakin terlindungi.

Dengan demikian, informasi-informasi yang diperlukan oleh konsumen sekaligus yang harus disampaikan produsen adalah menyangkut tentang harga (price), jumlah (quantity), mutu (quality), cara penggunaan, efek samping, dan keterangan-keterangan lainnya, yang dapat membantu konsumen dalam memutuskan untuk membeli atau tidak suatu produk barang dan jasa. Sekaligus informasi-informasi tersebut juga membantu produsen untuk menetapkan bentuk atau standar produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Penetapan tujuan periklanan harus berdasarkan sasaran pasar, penentuan posisi pasar dan gabungan metode pemasaran dan juga untuk meningkatkan penjualan yang menguntungkan perusahaan. Setelah sasaran pasar, penentuan posisi pasar dan gabungan metode pemasaran jelas, baru menetapkan tujuan periklanan. Jika dilihat berdasarkan sasarannya, periklanan memiliki tujuan sebagai berikut : Iklan Informatif, Iklan Pembujuk (Persuasif), Iklan Pengingat, Iklan Penambah Nilai, Iklan Bantuan Aktivitas lain.15

Berdasarkan kategori diatas, iklan rokok memiliki sasaran Pembujuk (Persuasif). Iklan persuasif berfungsi untuk meyakinkan konsumen bahwa produk mereka benar-benar berbeda atau bahkan lebih baik dibandingkan produk pesaing.

      

15


(24)

Maka iklan rokok pada umumnya berusaha untuk melakukan upaya-upaya dalam periklanan yang berusaha untuk membujuk konsumen agar memakai merek tertentu.

Dalam membuat suatu iklan, pelaku usaha harus memperhatikan asas- asas umum kode etik periklanan agar tidak melanggar hak-hak konsumen antara lain :16

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, adat budaya, hukum dan golongan.

3. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.

Tetapi sekarang ini, banyak sekali pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap tayangan iklan yang dibuatnya untuk mempromosikan produknya. Hal-hal tersebut dapat berupa materi periklanan tersebut sampai jam penayangan dari iklan tersebut. Dan iklan yang akan menjadi konsentrasi dari penulis adalah iklan rokok.

Iklan rokok merupakan suatu jenis iklan yang memiliki banyak sekali pembatasan dalam penayangan di media elektronik. Media elektronik terdiri dari media komunikasi, media visual, dan media audio visual. Yang termasuk media komunikasi adalah radio dan televisi. Televisi juga dapat disebut sebagai media audio visual. Sedangkan media visual dan media audio visual bertujuan agar konsumen dapat melihat dengan jelas iklan tersebut. Media visual misalnya,

      

16

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Jakarta : PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 140.


(25)

papan reklame, alat transportasi umum, slide, spanduk, dan pameran-pameran. Sedangkan media audio visual contohnya adalah video, bioskop, tempat-tempat pertunjukan, dan lain-lain. Yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi ini adalah tayangan iklan rokok dalam media media komunikasi yakni televisi.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) terhadap hasil monitoring yang dilakukan serentak terhadap lima stasiun televisi swasta, mengambil waktu tayang antara jam 18.00-22.00 (diambilnya jam tayang tersebut dengan alasan merupak an primetime dengan acara unggulan yang banyak dikonsumsi dari kalangan remaja, anak, dan ibu rumah tangga. Dari kegiatan tersebut didapat hasil dalam tabel berikut :17

Tabel 1

Rating Stasiun Televisi Swasta dalam Penayangan Iklan Rokok.

No. Stasiun Jumlah Penayangan

1. RCTI 43 kali penayangan

2. SCTV 43 kali penayangan

3. INDOSIAR 33 kali penayangan

4. ANTV 19 kali penayangan

5. TPI 7 kali penayangan

Jumlah : 145 kali penayangan

Sumber : YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)

      

17

Agus Sujatno , (http://wartakonsumen.blogspot.com/ 2008 _08_20_archieve.html), (pada tanggal 23-27 februari 2000, kecuali TPI yang diperoleh pada tanggal 29 februari hingga 4 maret 2000) yang diakses pada 23 juli 2010.


(26)

Tabel diatas menunjukkan bahwa setiap stasiun televisi swasta sering seklai menayangkan iklan rokok. Dan semakin tinggi rating dari suatu stasiun swasta itu, maka semakin sering pula stasiun televisi swasta itu melakukan penanyangan iklan rokok. Hal ini mengakibatkan masyarakat semakin sering melihat tayangan iklan rokok karena sering ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi favorit dari masyarakat.

Lebih lanjut berdasarkan pemantauan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) selama November-Desember 2001 ditemukan pelanggaran jam tayang yang dilakukan oleh PT Djarum Kudus dan PT HM Sampoerna sebanyak 34 pelanggaran. Dimana PT Djarum Kudus melakukan 32 pelanggaran antara lain, iklan rokok merek Djarum Black yang ditayangkan di RCTI pada jam 13.51.50, jam 14.04.19, jam 10.05.24, dan jam 11.05.24 WIB. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh PT HM Sampoerna ada dua : iklan rokok Sampoerna A Mild ditayangkan di RCTI pukul 21.27.25 dan SCTV pukul 20.05.25 WIB.18

Pada tahun 2006, iklan rokok menempati urutan kedua setelah iklan industri telekomunikasi, yaitu sebesar Rp. 1,6 triliun (satu koma enam triliun rupiah), dari total belanja iklan nasional sebesar Rp. 37 triliun (tiga puluh tujuh triliun rupiah). Pada tahun 2009, iklan nasional mencapai Rp. 48,5 triliun (empat puluh delapan koma lima triliun rupiah) dan iklan rokok semakin dominan.19 Artinya stasiun televisi semakin banyak yang menayangkan iklan rokok dibandingkan dengan iklan produk-produk lain.

      

18

Andriani Lumankun – Soetoto, Majelis Hakim Tolak Gugatan Iklan Rokok, (http://pub web.acns.nwu.edu/-ejw923/iklan1.html), diakses tanggal 5 Desember 2010.

19


(27)

Tabel 2

Rating Merek pemasang iklan di media Elektronik.

No. Merek Jumlah Ditayangkan

1. Sampoerna A Mild 43 kali ditayangkan

2. Djarum Super 43 kali ditayangkan

3. Gudang Garam 33 kali ditayangkan

4. Pall Mall 19 kali ditayangkan

5. Bentoel Light 9 kali ditayangkan

6. Long Beach 7 kali ditayangkan

7. Sampoerna Hijau 5 kali ditayangkan

8. Mustang 3 kali ditayangkan

9. Wismilak Diplomat 3 kali ditayangkan

10. Wismilak Spesial 1 kali ditayangkan

11. Kennedy 1 kali ditayangkan

Jumlah : 145

Sumber : YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)

Tabel kedua menunjukkan mengenai tingkat penayangan terhadap merek dari rokok. Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin terkenal merek rokok tersebut maka semakin sering pula merek rokok tersebut ditayangkan di televisi.

Pada Tahun 2007, Komisi Nasional Perlindungan Anak pernah melakukan penelitian terhadap dampak iklan rokok. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa anak yang berusia antara 13 - 15 tahun cenderung terdorong dan terinspirasi untuk merokok dari iklan rokok. Hal ini menunjukkan bahwa begitu


(28)

besarnya pengaruh dari sebuah iklan rokok terhadap anak-anak. Anak-anak yang cenderung masih dalam keadaan labil otomatis akan terpengaruh atas iklan yang ditayangkan pada televisi, dan kemungkinan akan meniru apa yang ditunjukkan dalam iklan tersebut tanpa dapat menyaring apakah perbuatan tersebut baik atau buruk. Apalagi anak-anak yang menonton tayangan iklan rokok tanpa didampingi orangtua atau orang dewasa.

Besarnya pengaruh tayangan iklan rokok yang ditayangkan pada televisi otomatis meningkatkan jumlah konsumsi rokok dalam masyarakat. Apabila berbicara mengenai konsumen rokok, tidak ada batasan terhadap umur. Bagi orang dewasa mengkonsumsi rokok merupakan hal yang lazim meskipun dipandang dari segi kesehatan tetap tidak baik. Namun bila berbicara soal anak yang berada dibawah umur menjadi pertimbangan lain. Pengaruh tayangan iklan rokok terhadap konsumsi rokok oleh anak dibawah umur dapat dibuktikan melalui data yang dikeluarkan oleh Data Survei Ekonomi Nasional 2004 yang menunjukkan prevelansi merokok anak usia 15-19 tahun mencapai 32,8 % (tiga puluh dua koma delapan persen). Perokok yang mulai merokok pada usia 5-9 tahun meningkat tajam 144 % (seratus empat puluh empat persen) dari tahun 2001 ke 2004. Pada tahun 2008 prevelensi diperkirakan meningkat mencapai 37 % (tiga puluh tujuh persen) sehingga dari 70 (tujuh puluh ) juta jumlah anak di Indonesia, 25,9 (dua puluh lima koma sembilan) juta anak diantaranya merokok. Hal ini bukan saja mempengaruhi kesehatan bagi anak-anak yang apabila sejak dini telah


(29)

merokok, juga mempengaruhi kemajuan negara dimana sebagian besar generasi muda sudah mulai merokok sejak dini.20

Selain itu, penelitian dari Satgas Perlindungan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2000 menemukan bahwa anak mulai merokok pada usia yang semakin kecil. Pada tahun 1970 - 1980 anak mulai merokok pada usia 12 (dua belas) tahun , pada tahun 1980 - 1990 anak mulai merokok pada usia 10 (sepuluh) tahun, sedangkan pada awal 2000 ditemukan bahwa anak mulai merokok pada usia 7 (tujuh) tahun.21 Hal ini jelas menjadi pemikiran yang serius bagi pemerintah dimana semakin kedepan semakin tinggi tingkat konsumsi rokok dan semakin muda usia perokok.

Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa sejak 10 (sepuluh) tahun lalu telah terdapat banyak sekali pelanggaran yang dilakukan terhadap jam tayang iklan rokok yang menyebabkan dampak yang begitu besar pada masyarakat terutama anak-anak. Dengan dimulainya pengkonsumsian rokok oleh anak-anak mulai dari sejak dini akan mengakibatkan dampak buruk bagi perkembangan anak-anak tersebut. Dan apabila semakin banyak anak yang mengkonsumsi rokok sejak kecil akan berdampak pada masa depan generasi muda dan masa depan bangsa.

Hal tersebut ditunjang oleh tayangan iklan rokok yang secara tidak langsung mendorong para remaja untuk bereksperimen dengan tembakau dan mencoba merokok.WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan

      

20

“Kisah Anak – Anak Tersihir Iklan Rokok”, (http://www.vhrmedia .com/ vhr-story/kisah,anak-anak-tersihir-iklan-rokok-142.html ), pada tanggal 23 juli 2010.

21

“Larangan Iklan Rokok”, (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/ 2010/03/09/ melarang-iklan-rokok/), diakses pada tanggal 23 Juli 2010.


(30)

Dunia menyatakan sudah terbukti bahwa larangan menyeluruh terhadap iklan rokok mengurangi konsumsi tembakau tetapi larangan sebagian (parsial) hanya sedikit atau bahkan tidak berdampak sama sekali. Ketika suatu jenis iklan dilarang, industri tembakau akan beralih ke jenis lain. Iklan rokok di Indonesia oleh Perusahaan Tembakau termasuk juga dalam keterlibatan sebagai sponsor dalam kegiatan olahraga, acara remaja, dan konser musik. Akibatnya, anak-anak di Indonesia sangat terpengaruh oleh iklan rokok yang mengasosiasikan merokok dengan keberhasilan dan kebahagiaan. 22

Apabila hendak berbicara mengenai pengaturan dan pengawasan maka tidak akan terlepas dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga konsumen swadaya masyarakat.

Dalam UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa “ Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat”.23

Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa perlindungan konsumen dilakukan secara bersama-sama oleh

      

22

“WHO : Iklan Rokok Dorong Remaja Merokok”, (http://www.info anda.com/ id/link.php?ih=VIVVBVNUVFVY), diakses pada tanggal 23 juli 2010.

23

Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.


(31)

pemerintah, masyarakat dan LPKSM, mengingat banyak ragam dan jenis barang dan/atau jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia.24

Berdasarkan penjelasan tersebut, tugas pengawasan tidak hanya dibebankan kepada pemerintah. Masyarakat umum dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) juga bisa terlibat secara aktif. Namun apabila kita menitikberatkan pada Pasal 30 UUPK yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan lebih banyak menitikberatkan pada peran masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dibanding dengan peran pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan oleh menteri dan/atau menteri terkait.

Seperti terlihat dalam pasal tersebut pemerintah diserahi tugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya. Sementara pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, selain tugas yang sama dengan apa yang menjadi tugas pemerintah diatas, juga diserahi tugas pengawasan terhadap barang dan/ atau jasa yang beredar di pasar.

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 30 ayat 4 juga menentukan bahwa, “apabila pengawasan oleh masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPSKM) ternyata mendapatkan hal-hal yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”25

      

24

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126.

25

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2004), hal. 185.


(32)

Maka, dapat disimpulkan bahwa tugas pengawasan terhadap iklan rokok paling besar terletak pada masyarakat serta lembaga perlindungan konsumen masyarakat sedangkan pemerintah hanya melakukan pengawasan terhadap produk (rokok) itu telah tersebar dalam pasar akibat dari pengaruh tayangan iklan dalam media elektronik yakni televisi. Dimana pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap iklan rokok apabila telah terdapat pengaduan dari masyarakat maupun lembaga perlindungan konsumen terhadap adanya suatu pelanggaran terhadap ketentuan periklanan rokok dalam media elektronik.

Sejalan dengan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maka pemerintah akan melakukan suatu pengaturan terhadap tayangan iklan rokok yang terealisasi dari produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah.

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur antara lain : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Melalui peraturan perundangan yang diatas maka pemerintah dapat melakukan pengaturan terhadap tayangan iklan rokok yang dibuat oleh pelaku usaha.


(33)

Namun, apabila ternyata tayangan yang dilakukan oleh pelaku usaha menimbulkan sengketa pada suatu waktu terhadap konsumen, maka pelaku konsumen dapat dituntut pertanggungjawabannya.

Prinsip tentang tanggungjawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.26

Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :27

1. Kesalahan (liability based on fault);

2. Praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability);

3. Praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of nonliability); 4. Tanggung jawab mutlak (strict liability);

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault ) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalan hukum

pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini

      

26

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000), hal. 59.

27


(34)

menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.28

Prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.29

Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara

common sense dapat dibenarkan.30

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) mengandung pengertian prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan

      

28

Ibid, hal. 93-94.

29

Ibid.

30

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen , Jakarta : Grasindo, 2000), dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Ibid , hal. 93-94.


(35)

konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. 31

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability

principle) sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh

pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.32

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen dapat diketahui bahwa terdapat tiga jenis pertanggungjawaban pelaku usaha antara lain:

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan 2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran

3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.33

Pasal ini menjelaskan bahwa bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa pengembalian uang dan/atau penggantian barang atau jasa yang senilai harganya dan/atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan langsung kepada konsumen. Namun yang menjadi permasalahan disini adalah termasuk pada kategori manakah apabila seorang pelaku usaha dituntut pertanggungjawabannya atas tayang iklan rokok yang dibuatnya.

      

31

Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit, hal. 96-97.

32

Ibid, hal. 98.

33

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.


(36)

Pertanggungjawaban pelaku usaha adalah ganti kerugian konsumen karena pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap tayangan iklan rokok termasuk perbuatan melanggar hukum. Oleh karenanya, pertanggungjawaban yang dapat dimintakan adalah pertanggungjawaban ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Apabila permasalahan konsumen pada akhirnya menimbulkan sengketa maka dalam hal ini akan melibatkan BPSK ( Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dan Peradilan Umum. Dimana BPSK untuk menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Dan hal ini diatur didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu : “ Setiap Konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.34

Sengketa konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk atau kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan atau pemakaian barang atau jasa.

Bentuk sengketa konsumen karena kerugian yang dapat dialami oleh konsumen adalah :35

1. Cacat Tubuh / Fisik (Personal Injury)

Adalah cacat fisik atau kerugian yang melekat pada diri konsumen sebagai akibat mengkonsumsi akibat mengkonsumsi suatu produk.

2. Cacat Fisik (Injury To The Product Itself / Some Other Property)

      

34

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.

35

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010), hal. 78-79.


(37)

Adalah kerugian yang diderita akibat rusaknya produk atau tidak berfungsinya produk yang sudah dibeli.

3. Kerugian Ekonomi (Pure Economic Loss)

Adalah kerugian yang langsung berkaitan dengan produk yang dibelinya yang muncul ketika produk itu tidak sesuai dengan tingkat performance yang diharapkan.

Kerugian semacam ini ada dua tipe yaitu :

a. Kerugian Ekonomi Langsung (Direct Economic Loss / Diminution

Value of The Product ) adalah kerugian yang dialami konsumen karena

pengurangan nilai dari produk yang dibelinya.

b. Kerugian Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Economic Loss /

Resulting From The Performance of Product) adalah kerugian yang

disebabkan oleh performace dari produk yang dibelinya atau produk yang cacat sehingga tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya.

Seorang konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi langsung ke pengadilan atau di luar pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan gugatan yang dilakukan oleh sekelompok konsumen, lembaga konsumen swadaya masyarakat maupun pemerintah atau instansi terkait hanya dapat diajukan ke pengadilan.36

Banyaknya reaksi keras masyarakat ditunjukkan oleh banyaknya gugatan yang dilayangkan oleh masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat terhadap produsen-produsen rokok antara lain : Gugatan Legal Standing yang diajukan oleh YLKI dengan NGO mitra atas pelanggaran jam tayang pada tahun 2000 terhadap PT. Djarum Kudus dan PT H.M. Sampoerna dimana kedua produsen tersebut melakukan penyangan iklan produknya diluar jam 21.30 s/d 05.00 37, Gugatan Legal Standing pada tahun 2002 terhadap PT Djarum selaku pelaku usaha oleh 5

      

36

Ibid, hal. 81.

37

“Menuju Advokasi Litigasi Pengendalian Tembakau”, (http://wartakonsumen .blogspot.com/2008_08_29_archieve.html), yang diakses pada tanggal 23 Juli 2010


(38)

LSM (YLKI dll) yang diputuskan bebas oleh PN Jakarta Selatan No. 278/Pdt.G/2002/PN.Jaksel.38

Gugatan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran atau kerugian yang dialami konsumen akibat ulah pelaku usaha diajukan berdasarkan pelanggaran atas Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga beban pembuktian ada pada pihak produsen berdasarkan asas tanggung jawab mutlak (strict liability). Bila gugatan diajukan berdasarkan atas pelanggaran pelaku usaha terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Pasal 1234 tentang Ingkar Janji, maka pembuktian harus dilakukan oleh konsumen sebagai penggugat, hal ini akan memberatkan konsumen.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan oleh penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder.39 Data sekunder dalam skripsi ini yaitu kajian yang digunakan terhadap peraturan peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berhubungan dengan judul skripsi.

      

38

Eni Wahyuni, (http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tab ID=61&src=k&id=138338), 

yang diakses pada tanggal 24 Juli 2010

39

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal. 24.


(39)

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data lain yang terdiri atas :40

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : Norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan Perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Buku-buku yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu : Kamus, bahan dari internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat Pengumpulan Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.41

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Metode kualitatif digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala

      

40

Ibid, hal. 24-25.

41

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), hal. 21.


(40)

yang ditelitinya.42 Maka dalam skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet, kamus dan lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan yang dihadapi.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Pengaturan dan Pengawasan Tayangan Iklan Rokok Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia”. Dan judul skripsi ini belum pernah dibahas dan ditulis sebelumnya. Oleh karena itu, skripsi ini merupakan hasil tulisan saya.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi atas 5 (lima) Bab dan masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan penulisan.

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini menerangkan secara ringkas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tinjauan Penulisan, Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Bab II membahas mengenai Pengaturan Tayangan Iklan Rokok dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Etika Pariwara Indonesia yang membahas Pengertian, Tujuan, Prinsip-prinsip dasar,

      

42


(41)

serta Fungsi Iklan, Media Periklanan dan Pengaturan serta Perlindungannya, Tayangan Iklan Rokok dalam Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk-bentuk Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok.

Bab III membahas mengenai Pengawasan Tayangan Iklan Rokok oleh Pemerintah, Masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Asosiasi Pelaku Usaha Periklanan.

Bab IV membahas mengenai Pengaturan dan Pengawasan Tayangan Iklan Rokok serta Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Periklanan terhadap Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Tayangan Iklan Rokok.

Bab V berisi Kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan Saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.


(42)

BAB II

PENGATURAN TAYANGAN IKLAN ROKOK DAN BENTUK-BENTUK PELANGGARAN TAYANGAN IKLAN ROKOK

F. Pengertian Iklan

Sampai saat ini belum ada satu defenisi pun mengenai iklan yang dapat memuaskan berbagai pihak dan yang mencakup semua aspek periklanan. Hal ini disebabkan karena pemberian defenisi iklan oleh berbagai kalangan, tinjauannya berbeda-beda.

Menurut Etika Pariwara Indonesia, iklan ialah “pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.”43

Iklan adalah “segala bentuk pesan tentang suatu produk barang / jasa yang disampaikan lewat suatu media, baik cetak maupun elektronik yang ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”. Dengan demikian, iklan merupakan suatu alat komunikasi antara produsen/penjual dan para konsumen/pembeli.44

Menurut Soehardi Sigit memberikan defenisi atau pengertian mengenai iklan ditinjau dari cara penyajiannya, yakni sebagai berikut : “cara penyajian dengan cetakan, tulisan, kata-kata dan gambar-gambar oleh suatu lembaga (perusahaan) dengan maksud untuk mempengaruhi dan meningkatkan penjualan,

      

43

Anonim, Etika Pariwara Indonesia, (Jakarta : Dewan Periklanan Indonesia (DPI)), hal.18.

44


(43)

meningkatkan pemakaian, atau memperoleh jasa, dukungan serta pendapat-pendapat.”45

Menurut Kotler, periklanan didefenisikan sebagai “bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran”.46 Secara sederhana, iklan didefenisikan sebagai “pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu media”. Agar iklan memiliki perbedaan dengan pengumuman biasa, akan lebih baik bila diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli.

Menurut Tams Djajakusumah melihat bahwa iklan merupakan salah satu bentuk publisistik. Secara lengkap dikemukakan sebagai berikut : “Iklan adalah salah satu bentuk spesialisasi publisistik yang bertujuan untuk mempertemukan sesuatu pihak yang menawarkan sesuatu dengan pihak lain yang membutuhkan”.47

G.Tujuan, Prinsip serta Fungsi Iklan

1. Tujuan Iklan

Iklan memang bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan pemasaran dan dapat memberikan dampak peningkatan penjualan jangka panjang. Meskipun demikian, iklan merupakan salah satu

      

45

Soerjono Wirjodiatmo, Konsepsi Marketting Modern dan Tempat Advertising di dalamnya, (Jakarta : PPPI, 1977), hal. 50, dalam Jurnal Hukum (Juistheid), (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Djuanda, 2003), hal 49.

46

Philip Kotler dan A.B. Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. ( Jakarta : Salemba Empat, 1999), hal. 658 dalam Niken Tri Hapsari, Ibid.

47

Tams Djajakusumah, Periklanan, (Bandung : Armico, 1982), hal. 9 dalam Jurnal Hukum (Juistheid), (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Djuanda, 2003), hal 49.


(44)

kegiatan yang efektif dalam menunjang aktivitas pemasaran, sehingga secara umum tujuan iklan :48

a. Menciptakan pengenalan merek dan perusahaan. b. Memposisikan produk di mata konsumen.

c. Mendorong konsumen untuk mencoba barang maupun jasa yang ditawarkan.

d. Mendukung terjadinya pembelian ulang. e. Membina loyalitas pelanggan.

f. Menginformasikan keistimewaan barang atau jasa baru. g. Meningkatkan citra.

Dalam hal ini perlu diperhatikan pula bahwa periklanan pada dasarnya merupakan komunikasi yang beresensi persuasi (membujuk atau mempengaruhi). Jadi tujuan akhir yang hakiki dari penyusunan iklan dimaksud adalah kegiatan komunikasi untuk menjangkau khalayak tertentu, agar mereka dapat membantu memperluas serta menyebarkan informasinya, dan mempergunakannya selama mungkin.

Para konsumen tidak selalu bisa mengubah dirinya secara tiba-tiba dari insan yang tidak tertarik menjadi pembeli yang berkeyakinan. Dalam banyak kasus, mereka melakukan langkah-langkah tertentu sebelum membeli sesuatu barang atau jasa. Umumnya mereka bergerak dari keadaan tidak tahu tentang barang atau jasa yang dihadapi atau dilihatnya menjadi tahu dan kemudian mengenalinya, menyukainya, memilihnya, menerima (atau meyakininya), dan akhirnya membeli barang atu jasa dimaksud.

Langkah-langkah atas komunikasi persuasif tersebut menunjukkan adanya 3 (tiga) tujuan utama dari pemasangan iklan dimaksud, yaitu :49

      

48

Niken Tri Hapsari, op.cit, hal. 40-42.

49

Kustadi Suhandang, Periklanan : Manajemen, Kiat dan Strategi, (Bandung : Nuansa, 2010), hal. 62.


(45)

a. Membentuk kesadaran khalayak untuk mengetahui segala sesuatunya tentang barang atau jasa tertentu (yang ditawarkan);

b. Menciptakan perasaan khalayak sedemikian rupa sehingga menyukai dan memilih barang atau jasa yang ditawarkan tersebut;

c. Mendorong khalayak agar berpikir dan bertindak (membeli) serta menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan ini.

Tujuan tersebut bisa tercapai bertahap atau berubah dari tujuan yang pertama ke tujuan berikutnya, sampai tujuan akhir sesuai dengan kegunaan atau fungsi barang atau jasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari khalayaknya. Apabila barang atau jasa itu mulai dipasarkan, maka tujuan utama pemasangan iklan dimaksud mungkin baru memberikan informasi tentang barang atau jasa tersebut secara rinci (tujuan utama yang pertama). Kemudian jika laju pemasarannya makin pesat, maka tekanan tujuannya ditempatkan pada daya tarik yang bersaing (tujuan utama yang kedua). Selanjutnya apabila pasaran barang atau jasa itu masuk ke dalam tahap yang lebih mantap perkembangannya, pemasangan (pembuatan) iklan pun bisa lebih ditujukan pada memelihara nama dan merek dari barang atau jasa tersebut di kalangan konsumennya (tujuan utama yang ketiga).

2. Prinsip-prinsip Dasar Iklan

Sebagai salah satu bentuk proposal, jelas bahwa iklan memiliki prinsip-prinsip dasar. Prinsip-prinsip-prinsip dasar iklan tersebut perlu diketahui sebelum membuat atau mengiklankan usaha bisnis agar iklan yang dibuat nantinya tidak melenceng dari tujuan. Ada beberapa prinsip dasar iklan antara lain :50

      

50


(46)

a. Adanya pesan tertentu

Dalam sebuah iklan, pasti ada pesan tertentu yang tersirat untuk pihak lain. Iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Itu berarti tanpa pesan, iklan tidak akan terwujud. Pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan nonverbal.

Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata. Dalam pesan verbal, iklan merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu dalam mempromosikan suatu produk atau merek. Bentuk pesan verbal dapat disampaikan melalui media audio maupun audio. Sementara pesan verbal tulisan dapat disampaikan melalui media cetak ataupun audio visual.

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi ketika pesan yang disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, kualitas suara, gaya emosi dan lain sebagainya.

b. Dilakukan oleh Komunikator (sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, ciri sebuah iklan adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas dan mempunyai makna


(47)

tertentu. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi, bahkan negara tertentu.

c. Dilakukan dengan Cara Nonpersonal

Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara nonpersonal meskipun ada juga iklan secara personal. Nonpersonal artinya tidak dalam bentuk tatap muka secara langsung, tetapi melalui sebuah media. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media, baik itu media cetak atau audio visual seperti koran dan televisi.

d. Disampaikan untuk Khalayak Tertentu

Untuk mendapatkan hasil maksimal dalam beriklan, sebaiknya sasarannya bersifat khusus, yaitu ditujukan untuk khalayak tertentu saja. Pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan tidak diberikan kepada semua orang, tetapi kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan produk yang dijual. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok memiliki keinginan, kebutuhan, karakteristik, dan keyakinan tertentu terhadap sesuatu. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak.

e. Dalam Penyampaian Pesan Dilakukan dengan Cara Membayar

Penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara tidak dibayar oleh kalangan pengiklan sebuah produk, dianggap bukan iklan. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan


(48)

dimasukkan dalam kategori kegiatan komunikasi yang lain. Dalam kegiatan periklanan, istilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, tetapi juga dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan.

f. Penyampaian Pesan Tersebut, Mengharapkan Dampak Tertentu.

Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan semestinya merupakan pesan yang efektif, atinya pesan tersebut mampu menggerakkan khalayak. Semua iklan yang diciptakan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak, misalnya saja agar khalayak mengikuti pesan iklan, seperti membeli produk tertentu dengan segera, setia menggunakan produk yang diiklankan dan lain sebagainya. 3. Fungsi Iklan

Pada dasarnya konsumen pengguna tidak akan mengetahui semua jenis produk barang dan jasa sehingga masyarakat sangat memerlukan informasi produk barang dan jasa apa saja yang ada di pasaran. Untuk menyampaikan informasi tersebut dipergunakan iklan, baik melalui media cetak amupun elektronik, iklan bagi pelaku usaha adalah media yang sangat dibutuhkan untuk memasarkan produknya dan menaikkan jumlah penjualan.51

Disamping tujuan dan prinsip dasar, iklan juga memiliki fungsi yang dapat mendukung dalam penjualan produknya, antara lain :52

a. Sumber Informasi, dengan iklan maka konsumen dapat mengetahui kriteria produk barang maupun jasa yang ditawarkan sehingga informasi

      

51

Taufik H. Simatupang, op.cit, hal. 9.

52


(49)

yang mereka peroleh dapat menjadi bahan pertimbangan mereka untuk membuat keputusan pembelian.

b. Membujuk dan Mempengaruhi, dengan informasi yang dikemas sedemikian rupa yang disampaikan melalui iklan dapat mempengaruhi pikiran orang untuk melakukan tindakan pembelian terhadap produk atau merek tersebut.

c. Menciptakan Citra, produk yang sudah memiliki citra yang baik di tengah kehidupan masyarakat akan dengan mudah mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian.

d. Sebagai Alat Komunikasi, periklanan merupakan alat komunikasi antara penjual dan pembeli dimana dengan beriklan dapat diketahui puas atau tidaknya konsumen sehingga pihak produsen bisa lebih meningkatkan mutu produk atau merek pada waktu yang akan datang.

e. Kegiatan Ekonomi, periklanan membuat pelaku bisnis tetap memperdagangkan produknya dimana dengan kegiatan tersebut berarti usaha masih akan berkembang pada masa yang akan datang.

f. Identitas Produsen, dimana melalui periklanan masyarakat akan mengetahui identitas produsen dan dengan mengenal produsen tersebut masyarakat akan lebih mengenal ciri khas yang dimiliki oleh produsen. Oleh karena itu, profesionalisme pelaku usaha merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dan tidak dapat ditawar lagi dengan memperhitungkan


(50)

keadilan, kejujuran serta memperhatikan etika dalam menjalankan usahanya.53

g. Sarana Kontrol, dimana melalui periklanan masyarakat dapat membedakan produk yang asli dengan yang tiruan karena banyaknya produk-produk yang mirip di pasaran.

H.Media Periklanan dan Pengaturan serta Perlindungannya

Media iklan merupakan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan iklan kepada khalayak. Media iklan merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha periklanan yang terdiri atas :54

1. Sponsor (Pemasang Iklan)

Setiap badan usaha atau perseorangan yang memasang iklan dan bertanggungjawab atas pembayaran tempat (space), waktu dari media yang digunakan. Pemasangan iklan tersebut dapat secara langsung artinya dari sponsor langsung kepada media maupun secara tidak langsung, artinya sponsor menyerahkan pelaksanaannya kepada perusahaan periklanan dan perusahaan periklanan yang merencanakan pemasangan iklan ke media tertentu.

2. Pihak Media

Sarana komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan dan menyebarluaskan pesan-pesan iklan, antara lain : radio, televisi, bioskop, surat kabar, majalah, papan iklan, pos langsung, petunjuk penjualan, selebaran, pengantar penawaran dan alat peraga.

3. Pengusaha Periklanan

Suatu perusahaan jasa yang kegiatannya meliputi perencanaan, pembuatan dan pengaturan serta pengawasan penyampaian iklan untuk kepentingan pengiklan dengan menerima imbalan untuk jasa yng diberikannya.

4. Konsumen

Individu yang pada akhirnya memakai barang, jasa dan atau menganut paham serta gagasan yang ditawarkan melalui iklan. Umumnya setiap iklan harus menurut prinsip-prinsip yang jujur, seperti yang dirumuskan secara umum dan dipakai dalam dunia periklanan. Selain itu sebaiknya

      

53

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi & Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 92.

54

Jurnal Hukum (Juistheid), (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Djuanda, 2003), hal.53.


(51)

dalam pelaksanaannya harus diarahkan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Media iklan juga termasuk sarana komunikasi yang digunakan untuk mempromosikan suatu barang atau jasa kepada konsumen. Media iklan yang digunakan untuk menyampaikan iklan sebaiknya dipilih sesuai dengan kebutuhan. Banyaknya media yang dapat dipilih saat ini menjadikan para pengiklan lebih leluasa dalam memilih alternatif yang paling efektif dan tepat sasaran.

Pengaturan mengenai media periklanan dapat dilihat berdasarkan langkah-langkah dalam memilih media periklanan tersebut. Pengaturan ini diharapkan agar kegiatan periklanan dilakukan tidak sia-sia. Pengaturan ini dapat dilihat sebagai berikut :55

1. Menentukan Jangkauan, Frekuensi, dan Dampak

Dalam memilih seberapa jauh jangkauan dan frekuensi yang dibutuhkan, harus diputuskan untuk mencapai sasaran periklanan suatu produk. Jangkauan adalah jumlah orang maupun rumah tangga yang melihat jadwal media tertentu. Sedangkan, frekuensi adalah jumlah berapa kali dalam periode waktu tertentu rata-rata orang atau rumah tangga menerima pesan iklan. Dampak adalah suatu pembeberan iklan melalui media tertentu.

2. Memilih di antara Jenis-Jenis Media Utama

Perencanaan media harus mengetahui jenis media utama untuk mendapatkan jangkauan dan dampak iklan seperti surat kabar, televisi, pengiriman lewat pos, radio, majalah, dan media di luar ruang.

3. Menetapkan Jadwal Media

Setiap perusahaandapat mengubah-ubah iklannya mengikuti musiman, berlawanan dengan pola musiman, atau sepanjang tahun. Maka, perusahaan harus memilih pola periklanan, yaitu berkesinambungan. Pola periklanan yang berkesinambungan berarti menjadwalkan iklan merata dalam periode tertentu. Pola periklanan meletup berarti iklan tidak mendatar dalam periode waktu tertentu.

Mengenai perlindungan media periklanan tidak dijelaskan secara nyata dalam berbagai buku yang membahas mengenai iklan dan periklanan.

      

55


(52)

Keberhasilan dalam periklanan tergantung dari mutu dari media periklanan yang digunakan. Setiap media periklanan memiliki kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, pemasang iklan atau dalam hal ini adalah pelaku usaha akan memilih media periklanan yang paling baik dan paling minim keburukannya.56 Maka, sejalan dengan hal tersebut, perlindungan atas suatu media periklanan tergantung pada pelaku usaha yang memasang iklan pada media periklanan tersebut. Misalnya, media periklanan televisi. Bentuk perlindungan oleh pelaku usaha terhadap media periklanan adalah dengan mengawasi penyampaian pesan atau informasi mengenai obyek yang akan diiklankan sesuai dengan gambar (visual) yang ditayangkan agar sesuai penyampaiannya karena televisi merupakan media periklanan yang memberikan pesan atau informasi dengan kombinasi suara dan gambar. Contoh lain adalah radio. Bentuk perlindungan terhadap media periklanan ini adalah berupa menyesuaikan pesan yang disampaikan atas obyek yang diiklankan dari radio agar dapat tergambar oleh masyarakat yang mendengar karena penyampaian pesan atau informasi melalui radio hanya berupa suara atau

audio. Perlindungan ini diupayakan agar masyarakat tidak salah mengartikan

bentuk informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Menurut Etika Pariwara Indonesia (EPI), Media Periklanan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :57

1. Data Perusahaan, Profil dan jumlah khalayak media wajib dinyatakan secara benar, lengkap, dan jelas, berdasarkan sumber data terbaik yang dimiliki media yang bersangkutan.

2. Cakupan Khalayak, Pernyataan tentang cakupan distribusi atau siaran media haruslah yang sesuai dengan data pada jangkauan efektif dan stabil.

      

56

Ibid.

57


(53)

3. Pemesan, Pembelian ruang dan waktu iklan di media hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi secara sah di Indonesia.

4. Pesanan, Program, jadwal atau frekuensi penempatan iklan harus dipegang teguh. Dalam hal terjadi force mayeur, media yang bersangkutan harus memberitahukan kepada pemesan pada kesempatan pertama.

5. Iklan Nirpesanan, Penyiaran iklan di luar pesanan resmi, harus mendapat persetujuan dari pengiklan atau perusahaan periklanan yang terkait.

6. Penempatan Iklan, Media wajib memisahkan sejauh mungkin penempatan iklan-iklan dari produk yang sejenis atau bersaing. Kecuali pada program, ruang, atau

rubrik khusus yang memang dibuat untuk itu.

7. Monopoli, Monopoli waktu/ruang/lokasi iklan untuk tujuan apa pun yang merugikan pihak lain tidak dibenarkan.

8. Tarif, Tarif iklan yang berlaku harus ditaati oleh pemesan.

9. Informasi Dasar, Segala informasi dasar yang menyangkut tarif iklan, program, ruang, waktu atau lokasi iklan, dan segala bentuk rabat harus diumumkan secara terbuka, jujur dan benar, dan diberlakukan seragam kepada semua pemesan.

10. Perubahan Tarif Iklan, Perubahan tarif iklan dan segala ketentuan penyiaran wajib diberitahukan secara tertulis dan dalam tenggang waktu yang layak. 11. Komisi dan Rabat, Komisi dan rabat optimal hanya diberikan kepada

perusahaan periklanan yang menjadi anggota asosiasi penandatangan EPI. Komisi dan rabat harus diperuntukkan hanya kepada pemesan sebagai suatu badan usaha, bukan sebagai pribadi.

12. Bukti Siar, Dokumen bukti penyiaran iklan wajib diserahkan media kepada pemesan sesuai jadwal yang telah disepakati.

13. Pemantauan, Pemantauan atas penyiaran iklan wajib dilakukan perusahaan periklanan sebagai bagian dari layanan usahanya.

14. Penggantian, Penggantian iklan yang tidak memenuhi mutu reproduksi atau siaran, ataupun tidak sesuai dengan jadwal akibat kelalaian media, wajib diulang siar tanpa biaya, atau diselesaikan menurut kesepakatan sebelumnya antara para pihak.

15. Pembayaran, Pembayaran iklan wajib dilakukan pemesan sesuai dengan jumlah, syarat-syarat, dan jadwal yang sudah disepakati.

16. Ancaman, Media tidak boleh memaksakan sesuatu pemesanan iklan dari pengiklan atau perusahaan periklanan dengan ancaman apa pun.

17. Ketentuan Lain, Pelaku periklanan wajib menghormati dan mematuhi segala ketentuan lain yang berlaku bagi media periklanan yang tercantum sebagai kode

etik profesi atau usaha media, dari asosiasi pengemban EPI.


(1)

3. Memaksimalkan pertanggungjawaban oleh pelaku usaha periklanan baik secara keperdataan, pidana dan administrasi negara didalam peraturan perundangan yang mengaturnya agar pelaku usaha periklanan yang melakukan pelanggaran terhadap periklanan rokok dapat dituntut pertanggungjawabannya sehingga memberikan efek jera bagi pelaku usaha. Disamping itu, mengupayakan mekanisme mengenai penyelesaian sengketa pelanggaran tayangan iklan rokok yang adil dalam praktek di pengadilan maupun BPSK agar hak – hak masyarakat sebagai konsumen tidak dilanggar.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU :

Amir, M. Taufiq. Dinamika Pemasaran., Jelajahi & Rasakan!. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2005.

Barkatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen. Bandung : Nusa Media. 2010. _______________ . Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan

Perkembangan Pemikiran. Bandung : Nusa Media.2008.

Beales, Howard, Richard Craswell dan Steven C Salop. The Efficient Regulation of Consumers Information, dalam Inosentius Samsul (Kumpulan Artikel), PPS, FH UI. 2000.

Bertens,K. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius. 2000. Etika Pariwara Indonesia. Jakarta : Dewan Periklanan Indonesia. 2007.

Hapsari, Niken Tri. Seluk-Beluk Promosi & Bisnis : Cerdas Beriklan untuk Usaha Kecil & Menengah. Yogyakarta : A+Plus Books. 2010.

Kotler, Philip dan A.B. Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. 1999.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Sinar Grafika. 2008.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Grafindo Persada. 2004.

Siahaan, NHT. Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Jakarta : Panta Rei. 2005.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Grasindo. 2000.

Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Jakarta : PT Citra Aditya Bakti. 2000.

Simatupang, Taufik H. Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2004.


(3)

Sudaryatmo. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1999.

Sutedi, Adrian. Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia. 2008.

Wahyuni, Endang Sri. Aspek Hukum Sertifikasi & Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. 2003.

Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis : Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada. 2001.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2003.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3821.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 139.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1993 tentang Kesehatan, Lemabaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3945.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Negara perlindungan Konsumen, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3971.

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaran Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaran Negara tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4566.


(4)

C. DISERTASI / JURNAL :

Djajakusumah, Tams. Periklanan. Bandung : Armico. 1982.

Garmas, E. Thomas. Consumers Economic Issues in America. Boston Houghton Mifflin Company. 1991.

Harianto, Dedi. Disertasi “Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Periklanan yang Menyesatkan. Medan : USU. 2007.

Jurnal Hukum (Juistheid). Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Djuanda. 2003. Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase oleh BPSK (Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen) dengan perkara No : 11/Pen/BPSK/Mdn/2005, (Medan, 2005).

Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Konsiliasi oleh BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dengan perkara No : 01/P3K/BPSK/IV/2003, (Bandung, 2003)

Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi oleh BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dengan perkara No : 16/P3K/BPSK/X/2003, (Bandung, 2003)

Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi oleh BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dengan perkara No : 02/P3K/BPSK/IV/2003, (Bandung, 2003).

Saraswati, Rika. Konsumen Infomercial Dan Permasalahan Hukumnya. Kisi Hukum. 1998.

Wirjodiatmo, Soerjono. Konsepsi Marketting Modern dan Tempat Advertising di dalamnya. Jakarta : PPPI. 1977.

D. INTERNET :

Agus Sujatno , (http://wartakonsumen.blogspot.com/ 2008 _08_20_archieve. html), (pada tanggal 23-27 februari 2000, kecuali TPI yang diperoleh pada tanggal 29 februari hingga 4 maret 2000) yang diakses pada 23 juli 2010. Andriani Lumankun – Soetoto, Majelis Hakim Tolak Gugatan Iklan Rokok,

(http://pub web.acns.nwu.edu/-ejw923/iklan1.html), diakses tanggal 5 Desember 2010.


(5)

“Efektivitas kata dalam Iklan”, (http://adverdreams.blogspot. com/2010/05/ efektivitas-kata-dalam-iklan.html) , yang diakses pada tanggal 04 Oktober 2010.

Eni Wahyuni, (http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tab ID=61&src=k&id=138 338),  yang diakses pada tanggal 24 Juli 2010.

Etika Pariwara Indonesia (EPI), http:www.pppi.or.id.

“Gugatan Lima LSM soal Iklan Rokok Ditolak Majelis Hakim, (http://www. pelita.or. id/baca.php?id%3D10183.html), yang diakses pada tanggal 10 Januari 2011.

Husna G Zahir, Survei YLKI : Iklan Obat Sesatkan Konsumen, (Jakarta : Warta Konsumen, 1996), yang diakses pada tanggal 5 desember 2010.

“Iklan-Iklan Terselubung”, (http://gOnd32.multiply.com/journal/item/58),  yang diakses pada tanggal 4 Oktober 2010.

“Industri Rokok digugat Rp 500 Milyar”, (http://kritikiklan. blogspot.com/2004/09/industri-rokok-digugat-rp-500-milyar.html), yang diakses pada tanggal 10 Januari 2011.

“Kisah Anak – Anak Tersihir Iklan Rokok”, (http://www.vhrmedia .com/ vhr story/kisah,anak-anak-tersihir-iklan-rokok-142.html ), pada tanggal 23 juli 2010.

“Komnas Perlindungan Anak Dukung KPI Tuntut Iklan Rokok”,(http: //nasional.kompas.com/read/2009/07/12/16221027/Komnas.PA.

Dukung.KPI. Tuntut.Iklan.rokok), yang diakses pada tanggal 4 Oktober 2010.

“Larangan Iklan Rokok”, (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/ 2010/03/09/ melarang-iklan-rokok/), diakses pada tanggal 23 Juli 2010.

“Menuju Advokasi Litigasi Pengendalian Tembakau”, (http://wartakonsumen .blogspot.com/2008_08_29_archieve.html), yang diakses pada tanggal 23 Juli 2010.

“Sampoerna Tarik Iklan Kartun”, (http://www.gatra.com/artikel.php?id =13687), 

yang diakses pada tanggal 4 Oktober 2010.

“Pelanggaran Iklan Rokok Djarum”, (http://garismimpi.multiply.com/journa l/item/7), yang diakses pada tanggal 04 Oktober 2010.


(6)

“Pelanggaran Media Televisi Terhadap Iklan Rokok”, (http:// belajareti ka.blogspot/2010/05/pelanggaran-media-televisi-terhadap.html ), diakses pada tanggal 22 September 2010.

“WHO : Iklan Rokok Dorong Remaja Merokok”, (http://www.info anda.com/ id/link.php?ih=VIVVBVNUVFVY), diakses pada tanggal 23 juli 2010.