Latar Belakang Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan material pengendalian internal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

2.5 Latar Belakang

Banyak artikel dan berita mengenai skandal keuangan yang terjadi di Enron, World.Com, dan beberapa perusahaan lainnya. Namun salah satu yang paling banyak menyita perhatian adalah kasus KAP Arthur Andersen dengan perusahaan Enron. Kasus Enron berdampak sangat luas terhadap pasar keuangan global, ini dilihat dari turunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di dunia, mulai dari Amerika, Eropa ,sampai ke Asia. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan investor terhadap integritas laporan keuangan khususnya bagi perusahaan yang tercatat di pasar modal. Banyak pihak mengalami kecemasan bahwa skandal-skandal tersebut akan membahayakan kelangsungan ekonomi di Amerika Serikat. Oleh karenanya upaya yang dilakukan untuk memulihkan kepercayaan publik yaitu melalui Kongres Amerika sehingga kejadian yang terjadi di tahun 1929 tidak terjadi lagi. Selanjutnya kongres ini menetapkan undang-undang keuangan yang kemudian dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act 2002. Sarbanes-Oxley Act of 2002 bertujuan untuk mengatasi kecemasan yang meningkat dari investor tentang integritas pelaporan keuangan perusahaan. Salah satu aspek penting dari SOX adalah terdapat dua bagian khusus berfokus pada isu-isu pengendalian internal terkait dengan pelaporan keuangan. Menurut Section 302, manajemen diwajibkan untuk mengungkapkan semua kelemahan material dalam pengendalian internal, pada saat mereka mengesahkan laporan keuangan baik secara periodik, tahunan dan triwulanan. Menurut Section 404, perusahaan diwajibkan untuk menilai efektivitas struktur pengendalian internal dan prosedur dalam pelaporan keuangan dan mengungkapkan informasi tersebut dalam laporan tahunannya. Lebih jauh lagi, perusahaan tidak hanya mengharuskan manajemen untuk memberikan penilaian pengendalian internal, tetapi juga mengharuskan auditor untuk memberikan pendapat atas penilaian manajemen Yan Zhang, et al. 2007:5. Dalam SOX 302 pengungkapan yang diwajibkan adalah sebagian besar terkait dengan pengendalian internal. Oleh karena itu pada penelitian ini akan lebih difokuskan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan pengungkapan kelemahan pengendalian internal. Secara khusus berdasarkan Section 302 dalam Yan Zhang et al., 2007:6 manajemen bertanggung jawab terhadap pengendalian internal, mengevaluasi pengendalian internal dalam waktu sembilan puluh hari sebelum tanggal pelaporan dan dilaporkan tentang: 1 daftar semua kekurangan dalam pengendalian internal dan informasi pada setiap penipuan yang dilakukan karyawan serta yang terlibat dengan kegiatan pengendalian internal, 2 perubahan signifikan dalam pengendalian internal atau faktor-faktor terkait dengan dampak negatif pada pengendalian internal. Fitur yang signifikan dari Undang-Undang Sarbanes-Oxley selanjutnya SOX US Congress 2002 adalah pasal 404 yang membutuhkan penilaian manajemen pengendalian internal perusahaan atas pelaporan keuangan dan pendapat auditor di assessment. Manajemen pelaksana pada pasal 404 telah menjadi fokus atas anggota komite audit dan biaya besar implementasi telah mengundang kritik Solomon dan Peecher,2004:16 Di bawah Securities Exchange Commission SEC Pers No. 33-8238 5 Juni 2003, Section 404 a mensyaratkan emiten untuk mengungkapkan informasi mengenai ruang lingkup dan kecukupan struktur pengendalian internal dan prosedur untuk pelaporan keuangan dalam laporan tahunan mereka. Pernyataan ini juga harus menilai keefektifan prosedur dan pengendalian internal.Section 404 b mengharuskan perusahaan audit terdaftar KAP dalam laporan yang sama, untuk membuktikan dan melaporkan efektivitas dari struktur pengendalian internal dan prosedur dalam pelaporan keuangan. Ge dan McVay serta Doyle et al.2006:32 menemukan bahwa semua kelemahan yang bersifat material dalam pengendalian internal lebih banyak terjadi pada perusahaan yang ukurannya relatif kecil, profit yang relatif lebih sedikit, sistem operasi yang lebih kompleks, sedang mengalami pertumbuhan, dan dalam proses restrukturisasi. Sedangkan menurut Ashbaugh-Skaife et al. 2007:9, perusahaan yang operasinya lebih kompleks, mengalami pergantian dalam struktur perusahaan, pengunduran diri auditor pada tahun sebelumnya, pembukaan risiko akuntansi, dan investasi yang lebih sedikit pada sistem pengendalian internal memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengungkapkan kekurangan pengendalian internalnya. Pengungkapan informasi perusahaan terdiri dari dua jenis yaitu mandatory disclosure dan voluntary disclosure. Mandatory disclosure merupakan pengungkapan informasi yang wajib diberitahukan oleh perusahaan sedangkan voluntary disclosure merupakan pengungkapan informasi di luar pengungkapan wajib yang diberikan perusahaan. Voluntary disclosure secara sukarela diberikan oleh perusahaan kepada para pemakai laporan. Namun, di Indonesia pengungkapan informasi perusahaan terkait dengan pengungkapakan kelemahan pengendalian internal dan melibatkan peran komite audit di dalamnya masih jarang, walapun setelah munculnya Undang-Undang Sarbanes Oxley tahun 2002. Hal ini disebabkan karena peraturan yang ada tentang pengungkapan kelemahan pengendalian internal belum tersedia secara mandatory, yaitu belum ada kewajiban bagi perusahaan yang listing di Bursa Efek IndonesiaRani Femiarti, 2012:7. Terkait dengan bentuk dewan komisaris dalam sebah perusahaan, Indonesia menganut Two Tiers Systems untuk struktur dewan dalam perusahaan. Perusahaan mempunyai dua badan terpisah Dewan Pengawas Dewan Komisaris dan Dewan Manajemen Dewan Direksi. Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi pihak ke tiga FCGI, 2002:21. Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam pelaksanaan Good Corporate Governance dalam hal menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam pengelolaan perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Untuk membantu efektivitas tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris terutama dalam masalah pengawasan internal maka Dewan Komisaris didukung oleh Komite Audit. Komite audit sendiri memiliki tanggung jawab dalam mengawasi hal-hal yang berpotensi mengandung resiko pada sistem pengendalian internal serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh internal audit FCGI, 2002:17. Berdasarkan penelitian yang ada maka penelitian ini mengacu pada penelitian Jeffrey Doyle, Weili Ge, dan Sarah Mcvay2006:11 yang menganalisis tentang hubungan antara kelemahan material pengendalian internal yang diambil kriterianya pada SEC dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rani Femiarti2012:36 yang menganalisis tentang kelemahan pengendalian internal yang dibagi menjadi tiga yaitu, RMC, etika bisnis, dan pelatihan sumber daya manusia dengan keahlian akuntansi danatau keuangan komite audit dan internal audit. Penelitian ini menarik untuk diteliti karena bursa efek yang ada di Amerika Serikat NYSE mewajibkan setiap perusahaan untuk menghitung kelemahan pengendalian internal di perusahaannya sendiri. Sedangkan di Indonesia masih bersifat sukarela saja. Penelitian ini menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur karena penelitian ini memiliki syarat harus dilakukan pada industri yang mewajibkan adanya komite audit, tetapi tidak mewajibkan adanya kelemahan material pengendalian internal. Pemilihan tahun 2010 sampai dengan 2013 itu didasari karena ingin mengetahui pengungkapan kelemahan material pengendalian internal setelah ditetapkannya SOX 2002. Selain itu tahun tersebut dipilih karena dianggap relevan dengan tahun dilakukannya penelitian karena menggambarkan profil perusahaan terkini. Variabel dependen yang diteliti adalah pengungkapan kelemahan material pengendalian internal yang diproksikan dengan risk management, etika bisnis dan training. Variabel independen yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah rapat komite audit, independensi dewan komisris, rapat dewan komisaris, ukuran perusahaan, pertumbuhan penjualan, dan reputasi auditor. Disamping uraian latar belakang di atas peneliti termotivasi untuk meneliti karena masih banyak perusahaan publik yang tidak memberitahukan kelemahan material pengendalian internal kepada publik.Ini disebabkan Bapepam.LK memberikan peraturan hanya bersifat sukarela saja tentang kelemahan material pengendalian internal tersebut. Padahal kelemahan material pengendalian internal itu sangat penting bagi investor-investor dalam menganalisis perusahaan publik yang akan diinvestasikan agar mendapat keuntungan maksimal dan aman. Atas dasar tersebut, maka penelitian dilakukan dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan material pengendalian internal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. 2.6 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diketahui bahwa informasi kelemahan pengendalian sangat penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Apakah ukuran perusahaan, rapat komite audit, rapat dewan komisaris, pertumbuhan penjualan, reputasi auditor, dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap kelemahan material material weakness pengendalian internal diproksikan risk management? 2. Apakah ukuran perusahaan, rapat komite audit, rapat dewan komisaris, pertumbuhan penjualan, reputasi auditor, dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap kelemahan material material weakness pengendalian internal diproksikan etika bisnis? 3. Apakah ukuran perusahaan, rapat komite audit, rapat dewan komisaris, pertumbuhan penjualan, reputasi auditor, dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap kelemahan material material weakness pengendalian internal diproksikan training?

2.7 Tujuan dan Manfaat Penelitian