2.1.3 Bentuk Kebijakan Dividen
Menurut Kieso
et al.
2005 : 358, ada beberapa jenis kebijakan dividen yang digolongkan menjadi beberapa bentuk, yaitu :
1. Dividen Tunai
Cash Dividend
Dividen tunai adalah bentuk dividen yang paling wajib digunakan oleh pihak perusahaan. Bagi suatu perusahaan, dividen ini menyebabkan penurunan
laba yang dibagi dan nilai kas, kewajiban lancar untuk hutang dividen diakui pada tanggal pengumuman dividen. Kewajiban ini dihapus ketika cek dividen
dikirimkan kepada para pemegang saham. 2. Dividen Harta
Property Dividend
Dividen harta adalah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham yang dibayarkan dengan aktiva selain kas. Seringkali aktiva yang akan
didistribusikan adalah sekuritas perusahaan lain yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian, perusahaan memindahkan hak kepemilikannya dalam sekuritas tersebut
kepada para pemegang saham. Dividen harta biasanya hanya terjadi dalam perseroan yang bersifat tertutup. Dividen harta dinilai dengan nilai terbawa
Carrying Value
, jika nilai pasar yang wajar tidak dapat ditentukan. 3. Dividend Likuidasi
Liquidating Dividend
Dividen likuidasi yaitu suatu pembagian yang merupakan pengembalian modal setoran kepada pemegang saham. Dividen ini merupakan peluang bagi
investasi yang dibukukan dengan mengurangi modal setoran.
Universitas Sumatera Utara
4. Dividen Saham
Stock Dividend
Dividen saham merupakan pembagian dividen bukan dalam bentuk uang tunai, namun dengan memberikan dalam bentuk lembar saham. Jadi pembagian
stock dividend
akan meningkatkan jumlah saham yang dimiliki
shareholders.
Perusahaan sering kali membayar
stock dividend
sebagai pengganti atau pelengkap dividen kas. Dividen saham memungkinkan perusahaan untuk tetap
menggunakan aset bersih yang dihasilkan dari laba bersih dan bersamaan dengan itu menawarkan tambahan saham kepemilikan kepada pemegang saham.
2.1.4 Teori Dividen
1.
Residual Dividend Theory
Teori dividen yang dinamakan
residual dividend theory,
seperti yang dikutip dari Keown
et al.
2003, menyatakan bahwa dividen yang dibayarkan seharusnya sejumlah modal yang tersisa dari alokasi pendanaan proyek atau
investasi dalam gambaran menguntungkan. Van Horne 2005 : 299, berpendapat bahwa teori ini juga menyatakan bahwa dividen tidak relevan, karena
mengasumsikan investor memiliki preferensi yang sama antara kas yang dijadikan dividen atau yang ditahan perusahaan. Apabila proyek atau investasi yang
ditargetkan perusahaan menjanjikan
return
lebih besar dari pada
required return,
maka investor lebih senang jika perusahaan menahan kas dari pada memberikannya sebagai dividen. Begitu pula sebaliknya. Lebih lanjut, Keown
et al.
2003, memberikan kesimpulan bahwa pada teori ini, kebijakan dividen dipengaruhi oleh :
Universitas Sumatera Utara
1. Kesempatan investasi perusahaan, 2. Struktur modal, dan
3. Ketersediaan dari modal yang dihasilkan sendiri atau internal
internally generated capital
Menurut Keown
et al.
2003, kebijakan dividen adalah pengaruh yang pasif karena tidak memiliki pengaruh langsung pada harga pasar saham. Maka
teori diatas menyatakan bahwa dividen akan dibagikan bila perusahaan memiliki dana sisa residu, dan apabila perusahaan tidak memiliki dana sisa tersebut maka
tidak akanada pembagian dividen. Keputusan dividen adalah residual karena perusahaan lebih cenderung membiayai investasinya dengan pendanaan internal
dari laba ditahan
retained earnings
dibandingkan pendanaan eksternal hutang atau saham. Karena pendanaan internal tentu saja jauh lebih murah, dan tidak
akan ada percampuran dari pihak perusahaan lain, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan.
2.
Clientele Effect Theory
Dalam Keown
et al.
2003, teori mengenai
clientele effect
menjelaskan bahwa investor memiliki tipikal serta preferensi yang berbeda-beda atas
return
dalam investasi saham. Investor individu dan institusional yang kebutuhannya mendesak atau
current income
akan lebih memilih berinvestasi pada perusahaan- perusahaan yang memberikan pembayaran dividen kas yang besar. Sedangkan
investor lainnya, terutama bagi yang cenderung menghindari pajak, lebih memilih berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang memberikan dividen yang kecil
namun
capital gain
yang besar.
Universitas Sumatera Utara
3.
Bird In The Hand Theory
Menurut Keown
et al.
2003,
bird in the hand theory
merupakan teori yang memiliki keyakinan bahwa pendapatan dividen memberikan nilai yang lebih
tinggi kepada investor dibandingkan pendapatan
capital gain.
Karena dividen dinilai memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dari pada
capital gain.
4.
Signaling Theory
Selain itu perubahan dalam kebijakan dividen dapat dijadikan investor sebagai sinyal mengenai keadaan keuangan perusahaan, khususnya mengenai
earnings power
. Jadi, kenaikan dividen yang melebihi perkiraan dapat menjadi sinyal bagi investor bahwa manajemen memprediksikan kenaikan laba yang
signifikan di masa depan, begitu pula sebaliknya. Hal ini berdasarkan pada
signaling theory.
Wirjokulito
et al,
2003 merangkum beberapa penelitian yang memperkenalkan model persinyalan di dalam kebijakan dividen perusahaan. Teori
ini menjelaskan bahwa dividen berisi informasi mengenai tingkat keuntungan sekarang maupun di masa yang akan datang. Hipotesis persinyalan menjelaskan
bahwa perusahaan menggunakan dividen untuk memberikan sinyal adanya informasi asimetris, yang artinya bahwa dividen tersebut dapat mengubah
ekspektasi perusahaan atas keuntungan di masa yang akan datang dan membuat perubahan atas harga saham biasa. Penelitian Aharony dan Swary 1980 yang
dikutip oleh Wirjokulito
et al.
2003 yang memusatkan perhatian pada hubungan antara sinyal dan pergerakan saham, bahwa penggunaan dividen sebagai sinyal
Universitas Sumatera Utara
akan bereaksi positif terhadap peningkatan dividen harga saham meningkat dan negatif terhadap pemotongan dividen penurunan harga saham.
Dalam
signaling theory
ini juga mengatakan bahwa penurunan dividen terlihat manajemen yang tidak optimis terhadap kemajuan perusahaan dan akan
memberikan sinyal negatif bagi pasar. Sebaliknya, peningkatan dividen menunjukkan bahwa manajemen yakin akan prospek masa depan perusahaan dan
merupakan sinyal yang direspon positif oleh pasar. 5.
Tax Preference Theory
Jika
capital gain
dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki nilai pertumbuhan tinggi menjadi lebih
menarik. Sebaliknya, jika
capital gain
dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan
capital gain
menjadi berkurang. Namun demikian karena pajak atas
capital gain
akan dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran
dividen. Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada
bedanya antar pajak atas
capital gain
dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang
memiliki dividen
yield
yang tinggi dari pada saham dengan
yield
yang rendah. Berdasarkan teori
tax preference
, investor mungkin menyetujui menahan laba dari pada menerima pembagian dividen karena alasan yang berkaitan dengan
pajak. Perlakuan yang menguntungkan dari
capital gain
melebihi dividen akan
Universitas Sumatera Utara
mengarahkan investor untuk lebih memilih pembayaran yang lebih rendah dari pada pembayaran dividen dalam jumlah yang lebih tinggi.
Berdasarkan POH
Pecking Order Hypothesis
, yang dikemukakan oleh Myers dan Majluf 1984, perusahaan lebih mengutamakan dana internal dari
pada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan. Kecukupan dana internal dapat dilihat dari besarnya laba, laba ditahan, atau arus kas. Apabila dana eksternal
dibutuhkan, maka perusahaan lebih mengutamakan penggunaan utang dari pada ekuitas. Ide dasar POH sangat sederhana, yaitu perusahaan membutuhkan dana
eksternal hanya apabila dana internal tidak cukup dan dana eksternal yang lebih diutamakan adalah utang daripada emisi saham. Myers dan Majluf 1984
menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan dana internal dari pada dana eksternal karena asimetri informasi
tersebut menyebabkan pendanaan eksternal terlalu mahal bagi perusahaan. Myers dan Majluf 1984 berpendapat bahwa perusahaan tergantung pada
internal funds
karena ingin memaksimalkan kekayaan pemegang saham yang sudah ada. Penjualan saham baru bukan kepentingan dari pemegang saham yang
sudah ada tetapi hanya akan mengakibatkan penurunan nilai saham yang sudah ada. Perusahaan akan memilih hutang dibanding
external equity
, apabila memerlukan dana eksternal. Dengan penerbitan hutang bebas risiko
risk free debt
tidak punya dampak terhadap nilai saham yang sudah ada ataupun dengan penerbitan hutang yang berisiko mempunyai pengaruh lebih sedikit terhadap nilai
saham yang sudah ada dibandingkan dengan menerbitkan saham baru.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis
pecking order
menurut Myers 1984. Didasarkan pada empat asumsi, yaitu :
1.
Dividend policy
bersikap konstan
sticky,
2. Lebih baik dana internal dibanding eksternal, 3. Bila menggunakan dana eksternal pilih surat berharga bebas risiko,
4. Jika diperlukan banyak dana eksternal maka memilih urutan surat berharga dari
risk free debt, risk debt, convertible security,
saham preferen,
common stock.
2.1.5
Return on Equity
Return on Equity
yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap total modal sendiri ekuitas yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi
dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi
Return on Equity
menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih.
Return on Equity
digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan Sartono, 2001 : 124.
2.1.6
Debt to Equity Ratio
Rasio utang jangka panjang dengan modal sendiri digunakan untuk mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang
berasal dari kreditur Syamsuddin, 2007 : 71. Rasio utang ini dikenal juga salah satu dari
leverage ratio
yang juga dapat digunakan untuk melihat seberapa besar risiko perusahaan
financial risk
. Semakin besar hutang yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, maka semakin besar kewajiban perusahaan untuk melunasi hutang ataupun membayar bunga atas hutang yang dimiliki secara periodik. Hal ini dapat
mengurangi jumlah dividen yang akan didapatkan oleh pemegang saham. 2.1.7
Growth
Pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan total aset perusahaaan dan merupakan
variabel yang
dipertimbangkan dalam
keputusan dividen.
Pertumbuhan perusahaan yang tinggi lebih disukai untuk mengambil keuntungan pada investasi yang memiliki prospek yang baik Saxena, 1999. Hal ini
didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahaan Robert Ang,
1997. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan pembagian dividen apakah akan membagikan dividennya atau akan menahan laba untuk
diinvestasikan kembali kepada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan
growth
perusahaan. 2.1.8
Collaterizable Assets
Perusahaan sebagai kreditur menggunakan aset tetap sebagai jaminan pinjamannya. Besarnya aset tetap yang digunakan kreditur sebagai jaminan
disebut
collaterizable assets
Taswan, 2003
.
Penjaminan aset tetap adalah aset dalam bentuk property, surat berharga, atau harta lain yang telah terikat sebagai
jaminan untuk mendukung penerbitan obligasi, surat utang, atau pinjaman. Semakin besar
collaterizable assets
, semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap, sehingga semakin kecil dividen yang dibagikan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu