Klorokuin dan pirimetamin sulfadoksin

beberapa kepustakaan menyatakan bahwa dosis kina untuk Plasmodium falciparum harus dengan dosis yang cukup dan lebih besar dibanding strain lain, dimana kadarnya diperlukan sebesar 5 mgL untuk membasmi parasit aseksual dalam darah sedang dengan konsentrasi kurang dari 2 mgL efeknya sedikit sekali 14,16 Bunnag dkk, menemukan angka penyembuhan kina hanya sekitar 70 -75 terhadap plasmodium falciparum pada pemberian 7 hari, 17 Efek samping yang telah dilaporkan adalah hipoglikemia, urtikaria, buta, pendengaran menurun, anemia hemolitik, nyeri perut, nausea, muntah dan lain-lain. 14, 16

IV.4. Primakuin

Primakuin merupakan obat antimalaria kelompok 8 amino kuinolin yang bersifat skizontosida jaringan, gametosida dan sporontosida untuk plasmodium manusia. Obat ini merupakan obat antimalaria pelengkap atau tambahan pada pengobatan malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat dengan komplikasi. Primakuin mempunyai efek dengan menghambat proses respirasi mitokhondrial didalam parasit malaria melalui metabolitnya yang bersifat sebagai oksidan. Di Indonesia obat ini tersedia dalam bentuk tablet primakuin difosfat untuk pemberian peroral. Satu tablet primakuin difosfat setara dengan 15 mg basa primakuin. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 1 jam setelah pemberian pertama. 14,16 Dosis primakuin sebagai pelengkap pengobatan malaria klinis, dan pengobatan radikal malaria falciparum adalah 0,5 0,75 mg basakgbb, dosis tunggal pada hari pertama pengobatan. Untuk pengobatan radikal malaria vivax, malariae dan ovale adalah 0,25 mg kgbb, dosis tunggal selama 5 – 14 hari atau 0,75 mg kgbb, dosis tunggal tiap minggu selama 8 – 12 minggu. Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, sakit perut, anemia, leukopenia, sakit kepala, pruritus, aritmia, dan kontra indikasi pada penderita defisiensi G6PD. 9,14

V. Terapi Kombinasi

V.1. Klorokuin dan pirimetamin sulfadoksin

Klorokuin dan pirimetamin-sulfadoksin merupakan obat antimalaria yang sering digunakan sebagai pilihan pertama pengobatan Plasmodium falciparum. Di Afrika resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah meningkat dengan cepat dan intensif sejak tahun 1979. Bersamaan dengan itu resistensi Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin sejak tahun 1980. 14,18 Di Indonesia pertama kali kasus plasmodium falciparum resisten terhadap klorokuin pada tahun 1974 di Kalimantan Timur. Di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal provinsi Sumatera Utara pada tahun 1994 telah dinyatakan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai daerah yang resisten terhadap klorokuin dengan penyebaran yang tidak merata. 19 e-USU Repsository ©2005 Universitas Sumatera Utara 6 Ginting dkk, pada tahun 2001 pada daerah tersebut dimana penelitian dilakukan secara invivo terhadap 61 pasien yang menderita malaria falciparum menemukan ada 29 orang 47,5 yang resistensi klorokuin dan dari 58 pasien yang diteliti terhadap pirimetamin- sulfadoksin menemukan ada 29 orang 50 yang resisten. 20 Beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti pada penelitian Hutapea, melaporkan pertama kali resistensi Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin pada 9 kasus di Irian Jaya, yang mana sebelumnya daerah itu telah dinyatakan resisten terhadap klorokuin pada tahun 1981. 21 Studi di Gambia dan Papua New Guinea yang membandingkan efikasi dan keamanan kombinasi klorokuin dan pirimetamin-sulfadoksin dibandingkan pirimetamin- sulfadoksin sendiri menunjukkan bahwa efikasi kombinasi tergantung pada tingkatan resistensi. Kombinasi klorokuin dan pirimetamin-sulfadoksin merupakan standard pilihan pertama pengobatan di Malaysia sejak tahun 1977, dan Papua New Guinea sejak tahun 2000, dimana keduanya merupakan daerah infeksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. 18 Bastanta dkk pada tahun 2001 di Kabupaten Mandailing Natal yang membandingkan efikasi kombinasi klorokuin dan pirimetamin-sulfadoksin dibandingkan pirimetamin- sulfadoksin sendiri menunjukkan bahwa kombinasi klorokuin dan pirimetamin- sulfadoksin lebih efektif dalam menghilangkan parasit dalam darah dan lebih cepat menghilangkan demam dibandingkan pirimetamin-sulfadoksin sendiri pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. 22

V.2. Kombinasi kina dan tetrasiklin