Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak

perbuatan cabul, dipidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.00 enam puluh juta rupiah”. Tindak pidana pencabulan merupakan tindak pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP dalam buku II Bab XIV Pasal 289 sampai dengan 296 KUHP. Perbuatan cabul atau pencabulan adalah segala sesuatu yang keji, sementara itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. 13 Pelaku pencabulan tidak harus laki-laki, tetapi dapat juga seorang perempuan. Ketentuan dalam Pasal 292 KUHP menjelaskan bahwa : “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya dalam dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun” Ketentuan Pasal 292 KUHP tersebut mengartikan bahwa perbuatan cabul juga bisa dilakukan oleh orang yang berjenis kelamin sama, yaitu laki-laki dengan laki- laki atau perempuan dengan perempuan. Dalm melakukan perbuatan cabul, seseorang bisa melakukannya dengan cara kekerasan, dan ancaman kekerasan atau paksaan seperti yang dirumuskan dalam Pasal 289 KUHP, juga bisa dengan atau perjanjian akan memberi uang atau barang. b. Pengertian Anak Anak dalam pengertian yang umum tidak saja mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang sentaralis kehidupan. Seperti agama, hukum dan sosiologinya yang menjadikan pengetian 13 Ibid. Hal. 112. anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, kedudukan anak memiliki makna dari subsistem hukum yang ada dalam lingkungan perundang-undangan dan subsistem sosial kemasyarakatan yang universal. Pengertian anak dalam kedudukan subsistem hukum meliputi subjek hukum yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Hukum Perdata, Hukum Pidana, dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan makna subsistem hukum, Pengertian Anak dalam Undang-Undang Dasar 1945 memberikan pengertian sebagai berikut: Pengertian anak atau kedudukan anak ditetapkan menurut Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dalam kebijaksanaan Pasal 34 UUD 1945, pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena yang menjadi esensi dasar dalam kedudukan anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Pengertian ini melahirkan atau menonjolkan hak- hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian didalam makna subsistem hukum, Pengertian Anak dalam Hukum Perdata memberikan pengertian sebagai berikut: ”Pengelompokan anak menurut hukum perdata dibangun dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum yang tidak mampu. Aspek- aspek tersebut adalah: a. status belum dewasa batas usia sebagai subjek hukum. b. hak-hak dalam hukum perdata. Ketentuan dalam Pasal 330 1 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang mendudukan status anak sebagai berikut Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun lebih dahulu kawin Adapun didalam makna subsistem hukum, Pengertian Anak dalam Hukum Pidana memberikan pengertian sebagai berikut: ”Pengertian kedudukan anak dalam hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara negatif. Menurut Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, pengertian anak adalah : 1. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 Tahun. 2. Anak negara adalah anak berdasarkan putusan prngadilan diserah kan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 Tahun. 3. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 Tahun. Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengklarifikasikan pengertian anak nakal adalah orang yang dalam perkara telah mencapai umur delapan belas tahun, tetap belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah: 1. Anak yang melakukan tindak pidana. 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undang maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku di masyarakat. Berdasarkan pengertian subsistem hukum yang lain, Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, memberikan pengertian Anak sebagai berikut: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan unutk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mandapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

C. Perbarengan Tindak Pidana ConcurcusSamenloop

1. Pengertian Gabungan ConcurcusSamenloop Berdasarkan hal ini, digunakan istilah gabungan. 14 Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan itu belum dijatuhi putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapa peratuaran pidana itu diadili sekaligus. Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya gabungan adalah: ada dualebih tindak pidana dilakukan: a. Bahwa dualebih tindak pidan tersebut dilakukan oleh satu orang atau dua orang dalam hal penyertaan.; b. Bahwa dualebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili; 14 Utrecht E, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II. Bandung: PT. Penerbitan Universitas. 1958. Hal. 17. c. Bahwa dualebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus. Adakalanya seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya. Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut sisebut samenloop yang dalam bahasa Belanda juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concurcus. Perbarengan merupakan terjemahan dari samenloop atau concurcus. Ada juga yang menterjemahkannya dengan gabungan. Berdasarkan pembahasan ini yang menjadi sorotan adalah perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan. Tindak pidana-tindak pidana yang telah terjadi itu sesuai dengan yang dirumuskan dalam perundang-undangan. Sedangkan kejadiannya sendiri dapat merupakan hanya satu tindakan saja, dualebih tindakan secara berlanjut. Dalam hal dualebih tindakan tersebut masing-masing merupakan delik tersendiri, dipersyartakan bahwa salah satu diantaranya belum pernah diadili. Ajaran mengenai samenloop. 15 ini merupakan salah satu ajaran yang yang tersulit dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan memahami apa yang sebenernya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri. Perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri, khususnya yang terdapat didalam rumusan Pasal 63 ayat 1 KUHP tentang Gabungan Delik, terjemahan perkataan feit di pasal ini dengan perkataan perbuatan menunjukkan bahwa tim penerjemah Departemen Kehakiman Republik Indonesia sekarang 15 PAF Lamintang, Hukum Pidana Indonesia.Bandung: PT Sinar Baru. 1987. Hal. 65. Departemen Hukum dan HAM Secara resmi telah menafsirkan perkataan feit di dalam rumusan Pasal 63 ayat 1 KUHP tentang Gabungan Delik itu sebagai suatu perbuatan yang nyata, yakni suatu penafsiran yang oleh Hoge Raad HR sendiri telah ditinggalkan sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Kiranya tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman itu juga tidak akan menerjemahkan perkataan feit di dalam rumusan Pasal 63 ayat 1 KUHP tentang Gabungan Delik itu dengan perkataan perbuatan, seandainya tim tersebut mengetahui bahwa sudah sejak setengah abad yang lalu terdapat keberatan-keberatan terhadap penggunaan perkataan perbuatan itu sendiri. Apa yang disebut samenloop van strafbare feiten atau gabungan tindak-tindak pidana itu, oleh pembentuk Undang-Undang telah diatur di dalam Bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP tentang Gabungan Delik, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap seorang tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara bersama-sama. Dalam suatu samenloop itu, hakim harus memperhatikan kenyataan-kenyataan apakah tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana, atau ia telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana. Simons berpendapat, bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka di situ terdapat apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus