ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

ABSTRACT

ANALYSIS OF CRIMINAL LIABILITY TOWARD CRIMINAL
OF BANKING CRIME
(Study of Decision No. 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)
By
RIDHO UTAMA PUTRA

The background of this study criminal sanctions difference between a bank
employee BRI Branch Office Teluk Betung with the chief commissioner of PT
Natar Perdana Motor, although both do the same banking criminal acts, namely
financing fictitious. The research problem is: (1) How does the criminal liability
criminal banking at Bank BRI Branch Office Teluk Betung? (2) Whether the
consideration of judges in imposing criminal offense to banking at Bank BRI Branch
Office Teluk Betung?
Approach the problem using normative juridical and empirical jurisdiction. Data
were collected through literature and field studies. Data were analyzed qualitatively
juridical and conclusion made by the inductive method.
Based on the results of research and discussion, it can be concluded: (1)
Accountability criminal offense to banking with the fictitious financing mode BRI
Branch Office Teluk Betung disparity between the Court's Decision No.483/Pid.Sus.

/2013/PN.TK, with defendant Didit Wijayanto as a bank employee sentenced to 3
years in prison for violating Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act, while the
defendant Melin Haryani Wijaya as Commissioner of PT Natar Perdana Motor only
sentenced to eight months' probation with probation for 2 years, for violating Article
263 Paragraph (2) of the Criminal Code. (2) Basic considerations judges in imposing
criminal offense to banks consist of aggravating things that defendant may reduce
public confidence in the Bank, especially the Bank BRI and the defendant did not
confess openly. Things that ease is the loan has been repaid by PT. Natar Prime
Eternal as avails or guarantor.
Suggestions in this study were (1) Law enforcement officers should apply
professionalism in accordance with the duties and functions of each, so as to foster
public confidence and improve law supreme. (2) The judge in imposing punishment
on criminals banks are advised to consider the various aspects of the causes of
crime, the interests of society and state the amount of loss caused by the defendant.
Keywords: Criminal Liability, Criminal, Banking

ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU
TINDAK PIDANA PERBANKAN
(Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

Oleh
RIDHO UTAMA PUTRA
Penelitian ini dilatar belakangi perbedaaan sanksi pidana antara pegawai bank BRI
Kantor Cabang Teluk Betung dengan komisaris utama PT Natar Perdana Motor,
padahal keduanya melakukan tindak pidana perbankan yang sama, yaitu pembiayaan
fiktif. Permasalahan penelitian adalah: (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban
pidana pelaku tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung?
(2) Apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak
pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung?
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara
yuridis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan: (1) Pertanggung
jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana perbankan dengan modus
pembiayaan fiktif di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung terjadi disparitas antara
Putusan Pengadilan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK, dengan Terdakwa Didit
Wijayanto sebagai pegawai bank yang dipidana penjara 3 tahun penjara karena
melanggar Pasal 49 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan, sedangkan
Terdakwa Melin Haryani Wijaya sebagai Komisaris Utama PT Natar Perdana Motor
hanya dipidana penjara 8 bulan percobaan dengan masa percobaan selama 2 tahun,

karena melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP. (2) Dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perbankan terdiri dari hal-hal
yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada Bank, khususnya Bank BRI dan terdakwa tidak mengakui
perbuatannya secara terus terang. Hal-hal yang meringankan adalah kredit tersebut
sudah dilunasi oleh PT. Natar Perdana Abadi selaku avalis atau penjamin.
Saran dalam penelitian ini adalah (1) Aparat penegak hukum hendaknya menerapkan
profesionalisme sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, sehingga
dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kewibawaan hukum.
(2) Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana perbankan
disarankan untuk mempertimbangkan berbagai aspek yang menyebabkan terjadinya
tindak pidana, kepentingan masyarakat dan besarnya kerugian negara yang
diakibatkan oleh perbuatan terdakwa.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku, Perbankan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU
TINDAK PIDANA PERBANKAN
(Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

Oleh

RIDHO UTAMA PUTRA

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER HUKUM

Pada
Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

i

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU
TINDAK PIDANA PERBANKAN
(Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)


(Tesis)

Oleh

RIDHO UTAMA PUTRA
NPM 132 2011 091

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

I.

II.

III.


IV.

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................

9

D. Kerangka Pemikiran ..........................................................................


10

E. Metode Penelitian .............................................................................

17

F. Sistematika Penulisan .......................................................................

21

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

22

A. Tinjauan Umum terhadap Pertanggungjawaban Pidana ..................

22

B. Tinjauan Umum terhadap Tindak Pidana Perbankan.......................


26

C. Penanggulangan Tindak Pidana ........................................................

40

D. Penegakan Hukum Pidana.................................................................

43

E. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana ....

49

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................................

53

A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Perbankan

di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung ......................................

53

B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana
terhadap Pelaku Tindak Pidana Perbankan di Bank
BRI Kantor Cabang Teluk Betung ....................................................

81

PENUTUP ............................................................................................

89

A. Simpulan ...........................................................................................

89

B. Saran ..................................................................................................


90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ITIENGESAIIKNN
1.

Tim Penguji

Ketua

Dr. Eddy Rifai, S.ff., FI.ff.

Sekretaris

Dt llenl $isrranto, S.n., PI.II

Pengqji Utama


Dr, Maronl, S.If., Ilr.ff.
t

Angggta

Dr. I{haidir Anwar, S.H., M.[um.

Anggota

Dr, Erna llenri, S.H., !I.H.

. Heryrandl, S.fl.,If.$.
19621109 1s8705 1 005

Universitas Lampung

Dr, $u{fanro, Ff.S.
19550528 198105 1 002

Tanggal Lulus Ujian Tesis : 25 llescmber ?,O14

dl-tallslsPtsM'

Judul,Tesis

PID{IIA PDI-AIilI TINI}AIT FIDtrITA
'PEfiBANIllilt {$tudf hrtrcan Nomor:

485rPld.Suc./2o'lafnfft'

Nanra

Mahasiswa

,

.:,
:

Nomor Pokok'Mahasisrrya
Prggrarn Kqkhususan
Fakultas

Huktrrn,,

:"

I

It[DIWETUJUI
Dosen Komisi Pembimbing

Bl{ai, S.II.,

Il.fli

Dr.

19610912 198605 1 005"''

Ilqil $itwarto. $.II.,'lf.II.
t99005 l OO4

NIP 19650204

![EFIGHINfiTII
Proglam Studi

ukum fhkultas tlukum
Lampudg

KS',g

f,W

lrqllrff
\^"qffir{

; $.H.. ll.fftrm.
14 1986(}5 1 001

SURAT PERNYATAAIY

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

l.

Tesis dengan judul: "Analisis Pertanggungiawaban pidana pelaku Tindak
Pidana Perbankan" (studi Putusan Nomor: 483/pid.sus./2013/pN.TK), adalah

karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas
karya penulis lain dengan cara yanq tidak sesuai dengan tata etika itmiah yang
berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut pragiarisme.
2.

Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari temyata ditemukan adanya ketidak
benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya;
saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 23 Desember 2014
Yang Membuat Pernyataan,

TEMPEL
^4ETERAI

N

E

\

ecoooAAroooosost

W,

o

Ridho Utama Putra
NPM 1322011091

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan Tesis ini kepada
Papa dan Mama
Muhtaridi Putra Negara, S.IP dan Ibu Sri Maryati.S.Pd.
Atas cinta dan kasih sayang, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan
kepada penulis selama menjalani kehidupan
serta selalu mendoakan demi kebaikan dan keberhasilan penulis

Adikku Ryo Novri Rahmanu
yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis
serta memberikan bantuan selama penulis menempuh studi
Seluruh Keluarga besar penulis
Yang selalu memberikan dukungan dan dia untuk keberhasilan penulis
Almamaterku Tercinta
Universitas Lampung

i

MOTO

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum,
sebelum mereka sendiri yang merubah (keadaannya)
(Q.S. Arra’ad: 11)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 17
April 1991, merupakan putra pertama dari dua bersaudara,
pasangan Bapak Muhtaridi Putra Negara, S.IP dan Ibu Sri
Maryati.S.Pd.

Penulis menempuh pendidikan TK PKK Nambah Dadi Terbanggi Besar Lampung
Tengah selesai pada tahun 1997, Sekolah Dasar Kristen (SDK) 3 Bandar Jaya
Lampung Tengah diselesaikan pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 3 Terbanggi Besar Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah
Menegah Atas (SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah diselesaikan pada
Tahun 2009. Pada Tahun 2013, penulis meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung. Penulis saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
pada Komisi Yudisial Republik Indonesia.

i

SAI\[WACAI\IA

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan rahmat dan kehendak-Nya semata maka

penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: (Analisis Pertanggungjawaban

Pidana Pelaku Tindak Pidana Perbankan" (Studi Putusan Nomor:
483/Pid.Sus.2

Tesis

0

1

ini disusun

3/PN.

TK)

sebagai salah satu syarat

ultuk memperoleh gelar Magister Hukum

pada Fakultas Hukum Program Studi Pascasarjana Universitas Lampung. Penulis
dalam menyusun dan menyelesaikan Tesis ini, banyak mendapatkan dukungan dan

bantuan dari berbagai pihalq oleh karenanya dalam kesempatan

ini

penulis

menyampaikan terima kasih sebesar-besamya kepada:

l.

Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Pembimbing

I,

atas bimbingan, saran

dan perbaikan yang diberikan dalam penyusunan sampai selesainya Tesis ini.

2.

Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing

II,

atas bimbingan,

saran dan perbaikan yang diberikan dalam penyusunan sampai selesainya Tesis

ini.
J.

Bapak Prof. Dr. Heryandi, SH., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

4. Bapak

Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program

Pascasarjana

Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus
sebagai Penguji, atas masukan dan saftm yang diberikan dalam proses perbaikan
Tesis.

5.

Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H, dan Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku
Penguji Tesi$ atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan
Tesis.

6.

Para narasumber dari Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung Kejaksaan Negeri

Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Kelas

IA Tanjung Karang,

atas bantuan

inforrnasi dan kesediaannya membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

7.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada

penulis selama menempuh studi.

8.

Staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
bantuan kepada penulis selama menenlpuh studi.

9.

Rekan-rekan Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung, atas persahabatan dan kebersamaan selama menempuh sfudi serta
dorongan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian Tesis ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis berdoa semoga amal baik yang telah diberikan akan mendapatkan kebaikan
yang lebih besar dari sisi Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini
dapat berrn anfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, 23 Desember 20L4

tama Putra

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank pada dasarnya merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang
bertujuan untuk memberikan pembiayaan, pinjaman dan jasa keuangan lain.
Dalam konteks ini bank melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan
dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian.

Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang sangat strategis
dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun dana
masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun
konsumtif, sekaligus menjadi penentu arah bagi perumusan kebijakan pemerintah
di bidang moneter dan keuangan dalam mendukung stabilitas pembangunan
nasional, khususnya untuk dapat menjadi tempat penyimpanan dana yang aman,
tempat yang diharapkan dapat melakukan kegiatan perpembiayaanan demi
kelancaran dunia usaha dan perdagangan1

Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan tidak terlepas dari kebutuhan
masyarakat untuk mengajukan pinjaman atau pembiayaan kepada bank.
Pembiayaan merupakan suatu istilah yang sering disamakan dengan hutang atau
pinjaman yang pengembaliannya dilaksanakan secara mengangsur. Hal ini
1

Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil. BPFE, Yogyakarta. 2006.
hlm. 56.

2

menunjukkan bahwa upaya seseorang untuk memenuhi kebutuhan dana atau
finansial dapat ditempuh dengan melakukan pinjaman atau pembiayaan kepada
bank. Setiap aktivitas perbankan harus memenuhi asas ketaatan perbankan, yaitu
segala kegiatan perbankan yang diatur secara yuridis dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta termasuk menjalankan prinsipprinsip perbankan (prudent banking) dengan cara menggunakan rambu-rambu
hukum berupa safe dan sound. Kegiatan bank secara yuridis dan secara umum
adalah penarikan dana masyarakat, penyaluran dana kepada masyarakat, kegiatan
fee based, dan kegiatan dalam bentuk investasi.2

Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, semakin banyak pula
kesempatan yang akan timbul yang memungkinkan seseorang atau sekelompok
orang untuk melakukan perbuatan melawan hukum terhadap dunia perbankan.
Semakin luas kesempatan yang muncul, juga akan berbanding lurus dengan
semakin banyaknya jenis dan ruang lingkup tindak pidana perbankan berdasarkan
peraturan umum dalam undang-undang perbankan dan yang diatur khusus dalam
perundang-undangan di luar Undang-Undang Perbankan. Bank harus menjaga
kepercayaan masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara
bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban
yang akan diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun
diberikan kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas jasa keuangan.

Tindak pidana perbankan pada dasarnya merupakan perbuatan melawan hukum
yang dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada

2

Ibid. hlm. 57.

3

hubungannya dengan lembaga, perangkat dan produk perbankan, sehingga
menimbulkan keruguian metriil dan atau immateriil bagi perbankan itu sendiri
maupun bagi nasabah atau pihak ketiga lainnya.3

Secara umum kejahatan di bidang perbankan adalah kejahatan yang digolongkan
dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum admnistrasi yang memuat
sanksi-sanksi pidana. Istilah kejahatan di bidang perbankan adalah untuk
menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank, sedangkan istilah tindak pidana
di bidang perbankan menunjukkan bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan
dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank dan dapat dikategorikan
sebagai tindak pidanan ekonomi. Kejahatan di bidang perbankan adalah salah satu
bentuk dari kejahatan ekonomi yang sering dilakukan dengan menggunakan bank
sebagai sasaran dan sarana kegiatannya dengan modus yang sangat sulit dipantau
atau dibuktikan berdasarkan undang-undang perbankan.

Modus kejahatan di bidang perbankan dilakukan melalui memperoleh kredit dari
bank dengan cara menggunakan dokumen atau jaminan palsu, fiktif,
penyalahgunaan pemakaian kredit, mendapat kredit berulang-ulang dengan
jaminan objek yang sama, memerintahkan, menghilangkan, menghapuskan, tidak
membukukan yang seharusnya dipenuhi. Di samping itu modus operandinya juga
memaksa bank atau pihak yang terafeliasi memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan, tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhinya kepada bank
Indonesia maupun kepada Penyidik Negara, menerima, meminta, mengijinkan,
3

Marfei Halim. Mengurai Benang Kusut, Bank Indonesia, Jakarta, 2002. hlm. 28.

4

menyetujui untuk menerima imbalan, uang tambahan, pelayanan komisi, uang
atau barang berharga untuk kepentingan pribadi dalam rangka orang lain
mendapat kredit, uang muka, prioritas kredit atau persetujuan orang lain untuk
melanggar batas maksimum pemberian kredit (BMPK)4

Salah satu modus yang dilakukan dalam tindak pidana perbankan adalah
pembiayaan fiktif. Hal ini diatur dalam Pasal 49 Ayat (2) huruf a Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan:

Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk
menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau
barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi
orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas
kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh
bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau
bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan
bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas
kreditnya pada bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Menurut penjelasan Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) butir a dan b, istilah pegawai
bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam ketentuan
Pasal 49 Ayat (1) dan ketentuan Pasal 49 Ayat (2) butir a bahwa yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank, sedangkan dalam
Pasal 49 Ayat (2) butir b yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat
bank yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab tentang hal-hal yang
berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.

4

Ibid. hlm. 34.

5

Salah satu perkara tindak pidana perbankan dengan modus pembiayaan fiktif di
Provinsi Lampung terjadi pada BRI Cabang Telukbetung, empat berkas perkara
kredit fiktif PT Natar Perdana Motor (NPM) yang diberikan oleh BRI Cabang
Telukbetung. Kronologisnya adalah pada tahun 2006-2010 PT NPM sebagai
avalis (lembaga pembiayaan) mengajukan kredit kendaraan bermotor kepada PT
BRI KCU Telukbetung sebanyak 16.274 kreditor senilai Rp180 miliar. Dari
jumlah kreditor tersebut, 10.795 kreditor atau senilai Rp81,2 miliar dinyatakan
fiktif karena persyaratan yang digunakan adalah persyaratan kreditor atau nasabah
lama, sehingga merugikan kreditor fiktif tersebut yang tidak dapat mengajukan
kredit ke bank. Pada 4 Januari 2012 permasalahan tersebut dilaporkan pada Polda
Lampung dengan Nomor Laporan: LP/A-60/I/2012. Perkara itu sendiri
diinformasikan setahun sebelumnya. Dalam laporan itu dijelaskan, proses kredit
yang dilakukan oleh pihak BRI diduga dilakukan untuk menutupi pengambilan
dana di BRI oleh PT NPM sebesar Rp 81,2 miliar dan terkesan dana tersebut
diberikan BRI atas pengajuan dan permohonan kredit para debitur. Kenyataannya,
para debitur yang sekaligus sebagai konsumen di PT NPM, tidak pernah
mengajukan dan menerima fasilitas kredit dari PT Bank BRI KCU Teluk Betung.5

Terdakwa Didit Wijayanto, pegawai PT Bank BRI dalam perkara tersebut terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan Jo. Pasal
55 Ayat (1) KUHP. Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana yaitu tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan
5

http//:www. radarlampungonline. tindakpidanaperbankan. htm. Diakses 20 September 2014.

6

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank. Majelis
hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan menjatuhkan pidana penjara
terhadap Terdakwa selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp.5.000.000.000
(lima miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti
dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Perbuatan terdakwa dapat dijerat dengan
Pasal 55 Ayat (1) KUHP, yaitu mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu.

Pada peristiwa pidana yang sama, Melin Haryani Wijaya selaku Komisaris Utama
PT Natar Perdana Motor yang juga menjadi terdakwa kasus permohonan Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB) fiktif divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Tanjungkarang, dengan pidana penjara 8 bulan percobaan dengan masa percobaan
selama 2 tahun, karena menggunakan surat palsu dalam proses kredit. Terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan
sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHP.

Pasal 263 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa barangsiapa membuat surat palsu
atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau
pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolaholah isinya benar dan tidak palsu, diancam bila pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling
lama enam tahun. Pasal 263 Ayat (2) KUHP menyatakan diancam dengan pidana
yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan
seolah-olah asli, bila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

7

Sesuai dengan uraian di atas diketahui adanya disparitas pidana dalam tindak
pidana perbankan pada Bank BRI Cabang Teluk Betung, yaitu Terdakwa Didit
Wijayanto sebagai pegawai dipidana dengan Pasal 49 Ayat (2) huruf b UndangUndang Perbankan, sementara itu Terdakwa Melin Haryani Wijaya sebagai
Komisaris Utama PT Natar Perdana Motor dipidana dengan menggunakan Pasal
266 Ayat (1) KUHP. Hal ini dapat menimbulkan anggapan yang kurang baik bagi
masyarakat, sebab terdapat kecenderungan penerapan sanksi pidana yang berbeda
dalam satu perkara yang sama. Beberapa asumsi yang muncul di antaranya adalah
penegakan hukum belum mencerminkan kesamaan kedudukan warga negara di
depan hukum dan aparat penegak hukum tidak konsisten dalam menerapkan
pemidanaan, karena adanya faktor lain di luar hukum yang dijadikan
pertimbangan, seperti latar belakang Terdakwa Melin Haryani Wijaya sebagai
istri wakil kepala daerah dan status sosialnya yang tinggi sebagai Komisaris
Utama sebuah perusahaan.

Setiap pelaku tindak pidana perbankan harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya di depan hukum yang berlaku. Pemidanaan pidana pada dasarnya
merupakan ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemidanaan hanya sebagai
pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggungjawab
moralnya masing-masing. Selain itu pemidanaan dapat bermanfaat dalam untuk
mencapai situasi atau keadaan yang ingindihasilkan dengan dijatuhkannya pidana
itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau
tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk
mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa.

8

Pemidanaan

mengakui

pertanggungjawaban

asas-asas

pidana,

atau

mendasarkan

keadaan
pada

yang

keadaan

meringankan
obyektif

dan

mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak
pidana. Pemidanaan ini juga memberikan kesempatan untuk melakukan
perubahan atau penyesuaian pidana pada narapidana. Pelaku yang dijatuhi pidana
yang berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian
dengan mengingat perkembangan narapidana dan tujuan pemidanaan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melaksanakan penelitian dan
menuangkannya dalam Tesis berjudul: ”Analisis Pertanggungjawaban Pidana
Pelaku Tindak Pidana Perbankan” (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung
Karang Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perbankan di
Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung?
b. Apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung?

2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana, dengan kajian
mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perbankan di Bank
BRI Kantor Cabang Teluk Betung dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

9

pidana terhadap pelaku tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang
Teluk Betung. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Pengadilan Negeri
Kelas IA Tanjung Karang dan waktu penelitian dilaksanakan tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk:
a. Menganalisis pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perbankan di
Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung;
b. Menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung.

2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu
hukum pidana, khususnya kajian yang berkaitan dengan pertanggungjawaban
pidana pelaku tindak pidana perbankan dan pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perbankan di Bank BRI
Kantor Cabang Teluk Betung.
b. Kegunaan secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aparat penegak hukum
dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi dan sebagai salah satu

10

referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan akan melakukan
penelitian mengenai pertanggungjawaban pidana.

D. Kerangka Pemikiran
1. Alur Pikir

Alur pikir penelitian mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana
perbankan dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

Aktivitas Perbankan



Prinsip Kehati-hatian
Know Your Customer

PT Natar
Perdana Motor






Kemampuan
Bertanggungjawab
Tidak ada alasan pemaaf
Tidak ada alasan pembenar

Tindak Pidana
Perbankan

UU Perbankan

Pegawai Bank
Sebagai
Pelaku

Pertanggungjawaban
Pidana

Bentuk
Pertanggungjawaban
Pidana

Dasar Pertimbangan
Hakim dalam
Menjatuhkan Pidana

11

2. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka
acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya
dalam penelitian ilmu hukum6. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini
didasarkan pada berbagai teori sebagai berikut:

a. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Setiap orang yang terbukti melakukan tindak pidana harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya tersebut di depan hukum yang berlaku, karena ia
melakukan kesalahan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Menurut
Barda Nawawi Arief, pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan
(asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas
kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan
dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep
berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun
dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban
pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict
liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error
facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan
pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut
dipersalahkan7.

6

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm. 14.
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. hlm. 23.
7

12

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk
untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak
pidana memulihkan keseimbangan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pertanggungjawaban pidana merupakan sebuah mekanisme hukum, di mana
seseorang yang melakukan kesalahan harus bertanggungjawab di depan hukum.
Dipidananya seseorang semata-mata didasarkan atas kesalahan yang ia perbuat,
sehingga hanya orang yang bersalah yang harus bertanggungjawab. Menurut
Barda Nawawi Arief, pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa
hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah
atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan
sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan
kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan ada kelampauan
beban tugas (overbelasting) dalam melaksanakannya8.

Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian
(culpa), sebagai berikut:
1) Kesengajaan (opzet)
Menurut Moeljatno, sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri
dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a) Kesengajaan yang bersifat tujuan
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai.
Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku
8

Ibid. hlm. 23.

13

pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan
yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku menghendaki mencapai suatu
akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini.
b) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak
bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia
tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
c) Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan
Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu
kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya
dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya
mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang
menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan
seseorang yang dilakukannya.9
2) Kelalaian (culpa)
Menurut Moeljatno, kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan,
bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja,
oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet)
sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam,
yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan
akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian
itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian
yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik
kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu
sendiri sudah diancam dengan pidana10.
Selanjutnya menurut Moeljatno11, syarat-syarat elemen yang harus ada dalam
delik kealpaan yaitu:
a) Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum,
adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak
akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak
benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya
disingkirkan. Terdakwa sama sekali tidak punya pikiran bahwa akibat
perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama
sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya
9

Ibid, hlm. 46.
Ibid. hlm. 48.
11
Ibid. hlm. 49.

10

14

b) Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum,
mengenai

hal

ini

menunjuk

pada

tidak

mengadakan

penelitian

kebijaksanaan, kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan
yang tertentu/dalam caranya melakukan perbuatan.
Sesuai dengan penjelasan di atas maka diketahui bahwa seseorang baru dapat
diminta pertanggungjawabannya secara pidana apabila telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

b. Teori Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan
mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak
tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim
dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang
sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku,
kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat.12
Menurut Mackenzie13 ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat
dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu
sebagai berikut:
a. Teori keseimbangan
Keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan
kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu
antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat
dan kepentingan terdakwa.

12

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar
Grafika. 2010, hlm. 102.
13
Ibid, hlm. 103-104.

15

b. Teori pendekatan seni dan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari
hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan
dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana,
hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam
perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan
putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari
hakim
c. Teori pendekatan keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana
harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam
kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin
konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam
peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh sematamata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan
ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam
menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.
d. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya
dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan
pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana
dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang
berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
e. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang
disengketakan, kemudian mencari peraturan yang relevan dengan pokok
perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan,
serta didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan
memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
f. Teori kebijaksanaan
Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, di mana sebenarnya teori ini
berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Aspek ini
menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut
bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi
anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga,
masyarakat dan bagi bangsanya.

Sesuai dengan uraian di atas maka diketahui berbagai teori pertimbangan yang
dapat dipergunakan hakim sebelum menjatuhkan putusan atau hukuman terhadap
pelaku tindak pidana. Setiap hakim memiliki dasar pertimbangan yang berbeda
dalam putusannya, tergantung dari sudut pandangnya dalam menilai suatu
peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa.

16

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian14. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan
pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu mekanisme hukum di mana setiap
orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana
dirumuskan

dalam

undang-undang,

harus

mempertanggungjawabkan

perbuatan sesuai dengan kesalahannya.15
b. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undangundang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminnya kepentingan umum.16
c. Prinsip Know Your Customer adalah pengenalan pelanggan, di mana lembaga
keuangan harus mengenal pelanggan, seperti identitas, sumber penghasilan,
alamat tempat tinggal, tempat usaha maupun kantor pelanggan.17
d. Tindak pidana perbankan adalah setiap jenis perbuatan melanggar hukum
yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.
Modus

operansi

kejahatan di

bidang perbankan dilakukan melalui

memperoleh pembiayaan dari bank dengan cara menggunakan dokumen atau
jaminan palsu, fiktif, penyalahgunaan pemakaian pembiayaan, mendapat
pembiayaan
14

berulang-ulang

dengan

jaminan

objek

yang

sama,

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm. 103.
Ahmad Rifai. Op. Cit. hlm. 104.
16
Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25.
17
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998. Citra Aditia
Abadi, Bandung, 2000. hlm. 67
15

17

memerintahkan, menghilangkan, menghapuskan, tidak membukukan yang
seharusnya dipenuhi. 18

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.
a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan
(library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teoriteori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
permasalahan dalam penelitian.
b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus19

2. Sumber dan Jenis Data

a. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data diperoleh dari data lapangan dan data kepustakaan.
Data lapangan diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan
diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan.

b. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data sekunder dan data primer
sebagai berikut:

18
19

Marfei Halim. Mengurai Benang Kusut, Bank Indonesia, Jakarta, 2002. hlm. 34.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm. 7.

18

1) Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh melalui studi kepustakaan
(library research) dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap
berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan
dalam penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian adalah:
a) Bahan Hukum Primer, terdiri dari:
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
(4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia.
(6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
b) Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari teori atau pendapat para ahli di
bidang ilmu hukum yang terkait dengan permasalahan penelitian.
c) Bahan hukum tersier, bersumber dari berbagai referensi atau literatur
buku-buku hukum, dokumen, arsip dan kamus hukum yang berhubungan
dengan masalah penelitian.

19

2) Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dengan cara melakukan penelitian
langsung terhadap objek penelitian melalui kegiatan wawancara kepada
narasumber penelitian.

3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi
lapangan sebagai berikut:
1) Studi kepustakaan (library research), dilakukan dengan serangkaian
kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku
literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.
2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan
data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang
dibutuhka dengan melakukan wawancara kepada narasumber penelitian

b. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah
diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data
yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:
1) Seleksi data, merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui
kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan
yang diteliti.

20

2) Klasifikasi data, merupakan kegiatan penempatan data menurut kelompokkelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang
benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.
3) Penyusunan data, merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data
yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan
terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

4. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber sebagai pihak yang memberikan
informasi sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Penyidik Tipidsus pada Polresta Bandar Lampung

: 1 orang

b. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

: 1 orang

c. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang

: 1 orang

d. Dosen Program Pascasarjana Magister Hukum Unila

: 1 orang +

Jumlah

: 4 orang

5. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis
kualitatif. Analisis yuridis kualitatif dilakukan dengan menguraikan data yang
diperoleh dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan
terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum.

21

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun untuk memudahkan dan memahami isi tesis secara
keseluruhan dengan rincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Permasalahan dan
Ruang Lingkup Penelitian, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka
Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini berisi tentang pengertian dan unsur-unsur
tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, tindak pidana perbankan,
penanggulangan tindak pidana dan penegakan hukum pidana.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi deskripsi dan
analisis terhadap hasil penelitian yaitu pertanggungjawaban pidana pelaku
tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung serta
analisis terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
pelaku tindak pidana perbankan di Bank BRI Kantor Cabang Teluk Betung

Bab IV Penutup, berisi kesimpulan atas hasil penelitian yang berupa jawaban
atas permasalahan dan saran-saran yang diajukan kepada pihak-pihak yang
berkaitan dengan penelitian demi perbaikan di masa mendatang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum terhadap Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang
didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang
didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas
legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip
bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam
beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti
(vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah
kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun
kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga
pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan1

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk
untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak
pidana memulihkan keseimbangan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

1

Barda Nawawi Arief. Loc. Cit. hlm. 23.

23

Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus
digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan
spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi
perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana
dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya
kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas
(overbelasting) dalam melaksanakannya. Pertanggungjawaban pidana (criminal
responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang
terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak
pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam
undang-undang.2

Seseorang dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, akan
dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut
melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan
hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dilihat dari sudut kemampuan
bertanggungjawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggungjawab yang
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dalam hal dipidananya
seseorang yang melakukan perbuatan pidana tergantung dari soal apakah dalam
melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan3

Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat, yaitu:

2
3

Ibid. hlm. 24.
Moeljatno, Op. Cit. hlm. 49.

24

1) Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si
pembuat
2) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang
berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja dan sikap kurang hati-hati
atau lalai
3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung
jawaban pidana bagi si pembuat 4

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk
membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal
ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur
kemampuan bertanggungjawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada
umumnya setiap orang normal bathinnya dan mampu bertanggungjawab, kecuali
kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak
normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap
keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya
masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggungjawab tidak
berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan
berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44 Ayat 1
KUHP yang menyatakan: “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena cacat, tidak dipidana”. Menurut Moe