Hipotesis EFISIENSI PUPUK UREA DAN PEMANFAATAN LAHAN DALAM MENINGKATKAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.)

2.3 Peranan dan Efisiensi Pupuk Nitrogen

Sebagian besar N di dalam tanah dalam bentuk senyawa organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi N organik ini sekitar 95 dari total N yang ada di dalam tanah. Nitrogen dapat diserap tanaman dalam bentuk ion NO 3 - dan NH 4 + . Salisbury dan Ross 1992 mengemukakan bahwa tanaman yang kekurangan nitrogen akan menunjukkan gejala defisiensi, yakni daun mengalami klorosis seperti warna keunguan pada batang, tangkai daun, permukaan bawah daun, sedangkan tanaman yang terlalu banyak mengandung nitrogen biasanya pertumbuhan daun lebat dan sistem perakarannya yang kerdil sehingga rasio tajuk dan akar tinggi, akibatnya pembentukkan bunga atau buah akan lambat, kualitas buah menurun dan pemasakan buah terlambat. Selain itu kelebihan unsur nitrogen akan memperpanjang masa pertumbuhan vegetatif, melemahkan batang dan mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit. Efisiensi pemupukan secara sederhana dianggap sebagai penggunaan pupuk sesuai dengan jenis, kondisi dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan tanpa mengurangi kadarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa efisiensi merupakan nisbah antara hara yang diserap tanaman dengan hara yang diberikan Sintia, 2011. Menurut Prakoso 2012, efisiensi penggunaan urea secara agronomis berkaitan erat dengan jumlah unsur hara nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman jagung selama pertumbuhannya dan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur tersebut serta ketersediaan unsur hara nitrogen dalam tanah.

2.4 Efisiensi Pemanfaatan Lahan

Efisiensi pemanfaatan lahan dapat diukur dengan menggunakan parameter hasil relatif dari kedua spesies yang ditumpangsarikan. Hasil relatif suatu spesies tanaman adalah nisbah antara komponen hasil tanaman penyusun dalam tumpangsari dengan tanaman monokulturnya. Menurut Turmudi 2002 yang dikutip oleh Sagala, Wiralaga, dan Zulvica 2012, Nilai Kesetaraan Lahan NKL atau Land Equivalent Ratio LER merupakan salah satu cara untuk menghitung produktivitas lahan dari dua atau lebih tanaman yang ditumpangsarikan. Pada umumnya sistem tumpangsari menguntungkan dibandingkan sistem monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Menurut Francis 1986 yang dikutip oleh Hosang, Barhiman, dan Soetedjo 2004, salah satu parameter penentu ketepatan memilih jenis tanaman dalam pola pertanaman campur adalah efisiensi penggunaan lahan. Efisiensi penggunaan lahan oleh beberapa tanaman yang ditanam dengan pola pertanaman campur dapat diukur dengan menghitung rasio penggunaan lahan Land Equivalent RatioLER. LER diartikan sebagai total luas lahan yang dibutuhkan oleh pertanaman monokultur untuk memberikan hasil yang setara dengan yang dihasilkan oleh pola pertanaman campur. Jika nilai LER = 1, berarti bahwa dengan menanam beberapa komoditi secara bersama-sama tidak memberikan keuntungan lebih dibandingkan dengan menanam secara monokultur, sedangkan jika nilainya 1, berarti bahwa dibutuhkan lahan yang lebih luas dari masing-masing tanaman yang ditanam secara monokultur dibandingkan pada pola pertanaman campur.

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Juni sampai Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung hibrida Bisi 18, benih kacang tanah varietas Kelinci, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, Furadan 3G, insektisida Regent, dan fungisida Dithane M-45. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, tali rafia, koret, alat tugal, alat semprot punggung, penggaris, oven, timbangan digital, selang, gunting, dan ember.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kelompok teracak sempurna RKTS dengan tiga kali ulangan dan 8 perlakuan Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan tumpangsari jagung dan kacang tanah. Perlakuan Monokultur jagung M 1 jarak tanam jagung 20 x 75 cm Monokultur kacang tanah M 2 jarak tanam kacang tanah 20 x 37,5 cm Tumpangsari jagung dan kacang tanah : Single row SP jarak tanam jagung 20 x 75 cm Single row SP 1 jarak tanam jagung 20 x 75 cm Single row SP 2 jarak tanam jagung 20 x 75 cm Double row DP jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm Double row DP 1 jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm Double row DP 2 jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm Keterangan: P 0 = dosis pupuk 0 kg ureaha S = jarak tanam 20 x 75 cm P 1 = dosis pupuk 150 kg ureaha D = jarak tanam 20 x 20 x 75 cm P 2 = dosis pupuk 300 kg ureaha Keragaman diuji dengan uji Barlett, sifat kemenambahan atau aditif data diuji dengan uji Tukey. Data diolah dengan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji BNT, pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata 5.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Tanah diolah dua kali dengan menggunakan cangkul, setelah itu dibuat petak percobaan dengan ukuran 3 x 4 m sebanyak 24 petak. Jarak antarpetak 0,5 m dan jarak antarkelompok 1 m. Tata letak percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. III II I Gambar 1. Tata Letak Percobaan. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 3-5 cm. Setiap lubang ditanam 1 benih per lubang tanam. Saat benih jagung dan kacang tanah ditanam, setiap lubang diberi Furadan 3G. Untuk lubang tanam kacang tanah diberi tanah bekas tanaman kacang tanah yang sebagai sumber bakteri Rhizobium. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam. Pada jagung dan kacang tanah yang belum berkecambah ditanam ulang untuk benih jagung dan kacang tanah ditanam 1 benih per lubang tanam. S P 2 M 1 D P 2 S P 1 S P S P 1 M 1 D P 2 D P 1 M 2 M 2 M 1 S P S P 1 S P D P 2 D P 1 D P D P 1 S P 2 M 2 D P S P 2 D P