EFISIENSI PUPUK UREA DAN PEMANFAATAN LAHAN DALAM MENINGKATKAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.)

(1)

ABSTRAK

EFISIENSI PUPUK UREA DAN PEMANFAATAN LAHAN DALAM MENINGKATKAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.)

PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.)

Oleh

Fina Destria Rahmawati

Tujuan penelitian untuk mengetahui efisiensi pemupukan urea dan pemanfaatan lahan dalam meningkatkan hasil jagung pada sistem tumpangsari. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013 di Kelurahan Banjarsari Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna dengan delapan perlakuan. Keragaman diuji dengan uji Bartlett, sifat kemenambahan data diuji dengan uji Tukey, kemudian dilakukan analisis ragam, dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) tumpangsari single row pada dosis 300 kg urea/ha menunjukkan efisiensi pemanfaatan lahan dan mampu meningkatkan hasil jagung (8,61 t/ha) melalui variabel LER, indeks panen, dan laju pengisian biji; (2) tumpangsari double row pada dosis 150 kg urea/ha menunjukkan nilai efisiensi urea secara agronomis tertinggi yakni sebesar 5,36, tetapi tidak berbeda


(2)

Fina Destria Rahmawati

dengan dosis 300 kg urea/ha untuk indeks panen, laju pengisian biji, LER, dan hasil jagung per hektar.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Desember 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Sujito Purwono, S.E., M.M. dan Ibu Mastuti.

Jenjang pendidikan Penulis dimulai dengan menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah

Menengah Pertama di SMPN 23 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Penulis dipercaya sebagai asisten dosen pada praktikum Dasar-Dasar Budidaya Tanaman (2012/2013), Produksi Tanaman Pangan (2012/2013), Teknologi Benih (2012/2013). Penulis juga terpilih sebagai penerima beasiswa (Beswan)

Perusahaan Gas Negara (PGN) 2010-2014.

Pada bulan Juli 2013, Penulis menjalani Praktik Umum (PU) sebagai mata kuliah wajib di Kebun Percobaan Badan Pengkaji Teknologi Pertanian (BPTP) Natar Lampung Selatan. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Juni sampai Oktober 2013 di daerah Kelurahan Ganjarsari, Kecamatan Metro Utara, Kota


(8)

Metro, sebagai mata kuliah wajib. Pada bulan Januari sampai Februari 2014, Penulis menjalani Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) di Pekon Banyumas, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian.


(9)

Dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT Ku persembahkan karyaku ini untuk

Papa tersayang, yang selalu sabar dalam membimbingku, menasehatiku, mendukungku, dan tak henti-hentinya memberikan kasih sayangnya kepadaku

Mama tersayang, yang telah memberikan hadiah kehidupan kepadaku, yang sangat menyayangiku, yang doa-doanya dalam setiap sujudnya hanya untuk keberhasilanku

Saudara-saudara Kembar Ku tercinta, Fani Destria Rahmawati dan Feni Destria Rahmawati yang senantiasa menghiburku, menyemangati,


(10)

“Bahagia itu adalah ketika kita bersyukur dengan apa yang kita punya tanpa membandingkan dengan yang orang lain punya”

(Fina Destria Rahmawati)

“Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Al-Insyriah: 6)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”


(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur senantiasa Penulis panjatkan kepada kehadirat Allah, SWT yang senantiasa melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada Penulis dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad, SAW. Pada kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih dalam bentuk doa dan keselamatan kepada:

1. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., dan Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku Pembimbing Pertama dan Pembimbing Kedua yang telah bersedia meluangkan waktu, arahan, bimbingan, dan masukan selama penelitian sampai selesainya penulisan skripsi;

2. Bapak Dr. Ir. Paul Benyamin Timotiwu, M.S., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada Penulis; 3. Bapak Ir. Hermanus Suprapto, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang

selama ini selalu memberi dukungan dan motivasi kepada Penulis; 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung;

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi;


(12)

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Keluarga Penulis yaitu Ayahanda Sujito Purwono, S.E., M.M., Ibunda Mastuti, Fani Destria Rahmawati, S.H., dan Feni Destria Rahmawati atas semua doa, pengorbanan, dukungan, motivasi, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada Penulis, semoga Allah senantiasa menjaga, melindungi, dan memuliakan Papa, Mama, Fani, dan Feni tercinta;

8. M. Irfansyah Yuz, S.E., Adila Utamako, S.P., Mutoharoh, S.P., Insyia Syahila, S.TP., Immas Nurisma, S.P., dan Andi Maryno, S.P. yang telah banyak berjasa dalam membantu Penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, semoga saudara Penulis kedepannya selalu sukses dan sehat; 9. Miandri Sabli,S.P., selaku rekan penelitian Penulis atas kerjasama dan

waktunya;

10. Teman-teman Agroteknologi 2010 kelas A, terima kasih atas keceriaan, persaudaraan, dan doa kalian;

11. Seluruh teman-teman Agroteknologi 2010, atas kebersamaannya selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan Penulis berharap

semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Laju Pengisian Biji ... 10

2.2 Indeks Panen ... 11

2.3 Peranan dan Efisiensi Pupuk Nitrogen ... 13

2.4 Efisiensi Pemanfaatan Lahan ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15


(14)

ii

3.3 Metode Penelitian ... 15

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.5 Pengamatan ... 18

3.5.1 Hasil jagung per hektar ... 18

3.5.2 Indeks panen ... 19

3.5.3 Laju pengisian biji ... 19

3.5.4 Efisiensi urea secara agronomis ... 3.5.5 Efisiensi pemanfaatan lahan ... 3.5.6 Data pendukung analisis tanah ... 19 20 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil Penelitian ... 21

4.1.1 Hasil jagung per hektar ... 21

4.1.2 Indeks panen ... 22

4.1.3 Laju pengisian biji ... 23

4.1.4 Efisiensi urea secara agronomis ... 4.1.5 LER (Land Equivalent Ratio) ... 24 24 4.2 Pembahasan ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

PUSTAKA ACUAN ... 34


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan tumpangsari jagung dan kacang tanah. ...…... 16

2. Pengaruh tumpangsari jagung dan kacang tanah terhadap hasil jagung per hektar. ...………...……... 21

3. Pengaruh tumpangsari jagung dan kacang tanah terhadap indeks panen jagung. ...……….…... 22

4. Pengaruh tumpangsari jagung dan kacang tanah terhadap laju pengisian biji jagung. ...………... 23

5. Pengaruh tumpangsari jagung dan kacang tanah terhadap efisiensi urea secara agronomis. ..………... 24

6. Pengaruh tumpangsari jagung dan kacang tanah terhadap LER. ... 25

7. Data hasil analisis tanah sebelum dilakukan penelitian. ... 38

8. Data hasil analisis tanah untuk N-total setelah dilakukan penelitian. ………...………... 38

9. Hasil pengamatan hasil jagung per hektar (t/ha). ...……... 39

10. Uji Bartlett untuk hasil jagung per hektar (t/ha). ...………... 39

11. Analisis ragam untuk hasil jagung per hektar (t/ha). ... 40

12. Hasil pengamatan untuk indeks panen jagung. ...…………... 40

13. Uji Bartlett untuk indeks panen jagung. ...………... 41


(16)

iv

15. Hasil pengamatan laju pengisian biji jagung (g/hari). ...…... 42

16. Data transformasi √x pada laju pengisian biji jagung (g/hari). ... 43

17. Uji Bartlett untuk laju pengisian biji jagung (g/hari). ...…….. 43

18. Analisis ragam untuk laju pengisian biji jagung (g/hari). ... 44

19. Hasil pengamatan efisiensi urea secara agronomis. ...…... 44

20. Uji Bartlett untuk efisiensi urea secara agronomis. ... 45

21. Analisis ragam untuk efisiensi urea secara agronomis. ...…… 45

22. Hasil pengamatan efisiensi pemanfaatan lahan (LER). ... 46

23. Uji Bartlett untuk efisiensi pemanfaatan lahan (LER). ...….. 46

24. Analisis ragam untuk efisiensi pemanfaatan lahan (LER). ....… 47

25. Hasil pengamatan hasil kacang tanah per hektar (t/ha). ...…... 47

26. Data curah hujan Kota Metro tahun 2013 saat penelitian berlangsung. ... 48

27. Korelasi antar laju pengisian biji, indeks panen, dan hasil jagung. ... 49


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Tata Letak Percobaan. ... 17


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama, tidak hanya sebagai bahan pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri.

Kebutuhan jagung sangat tinggi di Indonesia, namun produksi jagung belum mencukupi. Untuk mencukupi kebutuhan jagung, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengimpor jagung. Hal ini disebabkan oleh peningkatan produksi lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan jagung. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik, 2013), produksi jagung tahun 2013 sebesar 18,84 juta ton pipilan kering atau turun sebesar 2,83 % dibanding tahun 2012, yakni sebesar 19,39 juta ton pipilan kering sedangkan perkiraan untuk kebutuhan konsumsi dan industri secara nasional mencapai sekitar 20 juta ton pipilan kering. Untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional, pemerintah melakukan impor

jagung dalam jumlah besar yaitu 1 sampai 2 juta ton.

Belum terpenuhinya kebutuhan jagung di Indonesia disebabkan antara lain, petani pada umumnya masih menggunakan varietas-varietas yang berpotensi hasil


(19)

2

rendah, pelaksanaan teknis budidaya yang belum memadai, serta adanya gangguan hama dan penyakit. Dengan demikian, usaha peningkatan produksi jagung perlu dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan pemberian urea pada sistem pola tanam tumpangsari yang merupakan sistem pengelolaan lahan pertanian dengan mengkombinasikan intensifikasi dan diversifikasi pangan.

Seringkali tanaman jagung mengalami kekurangan unsur hara terutama unsur nitrogen (N), sebab unsur N bersifat mobil sehingga tanaman tidak mampu menyerap sesuai dengan kebutuhannya. Akibatnya jagung mengalami

pertumbuhan yang lambat atau kerdil, daun menjadi hijau kekuningan dan sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati, sedangkan bila pemberian pupuk urea yang berlebihan akan berdampak terjadinya penghambatan kematangan sel tanaman, batang lemah, dan mudah roboh serta daya tahan

tanaman terhadap penyakit pun menurun (Prakoso, 2012). Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu adanya efisiensi dalam pemupukan urea. Efisiensi

pemupukan berhubungan dengan tingkat atau persentase hara pupuk yang diserap tanaman.

Sistem tumpangsari salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman dan sekaligus memaksimalkan pemanfaatan lahan, karena terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama. Namun terdapat kelemahan dalam sistem ini yakni timbulnya persaingan antartanaman yang dibudidayakan. Persaingan antartanaman terjadi karena memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air, dan ruang tumbuh.


(20)

3

Untuk mengurangi persaingan tersebut, sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal serta perlunya pengaturan tanam dengan jarak tertentu terutama untuk tanaman yang berhabitus lebih tinggi. Pengaturan tanam tanaman jagung yang biasa diterapkan oleh petani adalah model tanam single row dengan jarak tanam 20 x 75 cm. Cara tanam yang lain yaitu cara tanam double row yakni dengan jarak tanam 20 x 20 x 75 cm . Sistem atau cara tanam double row adalah membuat baris ganda. Pengaturan jarak tanam dalam sistem tumpangsari mempunyai peran yang sangat penting, karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil tanaman.

Tanaman jagung dan kacang tanah merupakan dua jenis tanaman yang sesuai untuk ditumpangsarikan, karena kedua tanaman ini mampu beradaptasi pada lingkungan secara luas dan relatif mempunyai syarat tumbuh yang sama (Buhaira, 2007). Jagung merupakan tanaman C4 yang agak tahan terhadap kekeringan dan

efisien dalam penggunaan cahaya. Sedangkan kacang tanah merupakan tanaman C3 yang tahan terhadap naungan dan akarnya mampu mengikat nitrogen (N2) dari

udara melalui simbiosis dengan bakteri rhizobium. Selain memberi pengaruh positif terhadap tanaman jagung, sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah juga akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan.

Penanaman jagung pada sistem pola tanam tumpangsari dengan kacang tanah disertai pemberian pupuk urea yang efisien diharapkan akan meningkatkan hasil jagung.


(21)

4

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan yaitu apakah terdapat efisiensi pemupukan urea dan pemanfaatan lahan dalam meningkatkan hasil jagung pada sistem tumpangsari.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efisiensi pemupukan urea dan pemanfaatan lahan dalam meningkatkan hasil jagung pada sistem tumpangsari.

1.3 Landasan Teori

Penyerapan hara nitrogen berlangsung selama periode pertumbuhan tanaman jagung. Pada awal pertumbuhan, akumulasi hara nitrogen relatif lambat dan setelah tanaman jagung berumur 4 minggu setelah tanam akumulasi nitrogen berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (munculnya bunga jantan) tanaman jagung mampu mengabsorbsi nitrogen sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus menerus mulai stadia pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil jagung yang optimal, maka hara nitrogen harus dalam jumlah yang cukup dalam fase pertumbuhan tersebut dalam tanah (Warisno, 1998).

Pada pola tanam tumpangsari jagung dengan kacang tanah, tanaman kacang tanah akan menyumbangkan hasil fiksasi nitrogen, sehingga dapat dimanfaatkan oleh


(22)

5

tanaman jagung. Menurut Kesumawati (1991) yang dikutip oleh Khali (2000), perembesan nitrogen dari bintil akar nyata pengaruhnya terhadap penambahan hasil jagung yang ditanam bersama leguminosa.

Pola tanam jagung yang biasa diterapkan oleh petani yaitu jarak tanam 20 x 75 cm (single row) dan sistem tanam baris ganda dengan jarak tanam 20 x 20 x 75 cm (double row). Pada pola tanam single row diperoleh jumlah populasi lebih sedikit dibandingkan dengan pola tanam double row sehingga akan mengurangi

kompetisi antartanaman dalam penyerapan energi matahari dan kompetisi dalam tubuh tanaman akan hasil asimilasi dan dapat mendukung proses pembentukan dan pengisian biji jagung (Patola, 2008).

Bobot biji jagung berkaitan erat dengan efektif atau tidaknya pengisian biji. Pengisian biji yang sempurna jelas akan menghasilkan biji yang berat, sebaliknya bila tanaman mengalami stress akan menyebabkan biji yang dihasilkan akan ringan atau jumlah biji yang dihasilkan akan sedikit (Bustamam, 2004). Namun menurut Prakoso (2012), dosis dan waktu aplikasi pupuk urea tidak berpengaruh terhadap laju pengisian biji. Walaupun hasil jagung meningkat pada setiap penambahan 1 kg urea/ha namun tidak diimbangi dengan peningkatan laju pengisian biji.

Syarat bagi tercapainya hasil jagung yang tinggi adalah ketersediaan unsur hara yang optimal dan salah satu hara tersebut adalah nitrogen. Menurut Patola (2008), pemberian pupuk urea sampai dosis 450 kg/ha pada tanaman jagung, ternyata dapat meningkatkan bobot kering biji pipilan per petak secara nyata dibanding dosis 0 kg/ha, tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan dosis 150


(23)

6

kg/ha dan 300 kg/ha. Setiap penambahan 1 kg urea per hektar akan meningkatkan bobot biji pipilan sebesar 0,263 sampai 3,603 g/petak dengan hasil maksimum 5166,53 g/petak.

Menurut Handayani (2007), pemberian urea dengan dosis 200 kg/ha sudah dapat memberikan pertumbuhan dan hasil jagung yang baik. Sedangkan menurut Saragih, Hamim, dan Nurmauli (2013), pemberian dosis 100 kg urea/ha dengan aplikasi 2 kali (1 MST dan awal berbunga) sudah meningkatkan hasil jagung sebesar 10,65 t/ha. Pemupukan urea dengan dosis 100 kg/ha yang diberikan sebanyak 2 kali (1 MST dan awal berbunga) lebih efisien dalam meningkatkan hasil jagung hibrida melalui variabel hasil jagung per hektar dan efisiensi urea secara agronomis (Prakoso, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Siregar dan Marzuki (2011), yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan efisiensi agronomis maka perlu dilakukan perbaikan dalam pengelolaan tanaman serta penggunaan dosis pupuk yang tepat sehingga mampu meningkatkan komponen-komponen produksi tanaman. Adapun tolak ukur berhasilnya efisiensi dalam pemupukan bergantung pada komponen produksi tanaman per hektar yang meliputi hasil per satuan luas dan laju pengisian biji.

Menurut Suwarto dkk. (2005), semakin banyak jumlah populasi jagung atau semakin rapat tanaman jagung maka semakin tinggi kehilangan hasil biji apabila ditanam tumpangsari begitu juga terjadi penurunan indeks panen jagung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Efendi dan Suwardi (2010), bahwa indeks panen pada pemupukan 225 kg N/ha dengan populasi tanam 65.040 tanaman/ha pada varietas Bisi 2 dan Pioneer 22 masing-masing sebesar 0,39 dan 0,41 kemudian


(24)

7

nilai tersebut menurun pada populasi yang lebih padat (72.072 tanaman/ha) dengan nilai indeks panen 0,38 dan 0,39. Penurunan indeks panen seiring dengan makin padatnya populasi tanaman/ha disebabkan karena persaingan cahaya, unsur hara, air, dan CO2 antartanaman. Walaupun terjadi penurunan hasil dan indeks

panen, pola tanam tumpang sari tetap memberikan keuntungan dalam peningkatan efisiensi penggunaan lahan dengan nisbah kesetaraan lahan > 1,0.

Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah memberikan pengaruh positif terhadap produksi jagung, karena tanaman jagung memperoleh manfaat dari ketersediaan hara terutama unsur N dari kacang tanah dan perbedaan respons tanaman jagung pada sistem monokultur dan tumpangsari dilihat dari nilai kesetaraan lahan (NKL), dimana NKL tertinggi pada sistem tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan dibandingkan sistem monokultur, ini berarti

tumpangsari lebih menguntungkan dari pada sistem monokultur (Catharina, 2009).

Pada umumnya tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan dengan penanaman secara monokultur karena produktivitas lahan juga menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi, dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Setiawan, 2009).

1.4 Kerangka Pemikiran

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Nitrogen dibutuhkan tanaman jagung selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji. Kekurangan unsur nitrogen


(25)

8

pada tanaman jagung walaupun pada stadia permulaan akan menurunkan hasil jagung. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil jagung yang optimal, unsur hara nitrogen di dalam tanah harus cukup tersedia. Salah satu cara untuk

menambahkan unsur nitrogen di dalam tanah dapat dilakukan dengan pemberian pupuk yang mengandung unsur nitrogen. Pupuk urea merupakan pupuk kimia yang paling banyak digunakan karena mengandung unsur nitrogen yang tinggi sebesar 46%.

Tanaman jagung pada umumnya membutuhkan pupuk urea sebanyak 200-300 kg urea/ha untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil jagung yang baik. Namun pupuk urea yang dapat diserap tanaman berkisar antara 22-65%. Selain itu ketersediaan unsur N di dalam tanah sangat sedikit dan tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman jagung tersebut, karena sifat nitrogen yang mudah hilang melalui pencucian dan penguapan.

Selain dengan pemberian beberapa dosis pupuk urea, pada penelitian ini jagung ditumpangsarikan dengan kacang tanah. Jagung merupakan tanaman C4 yang

agak terhadap kekeringan, mampu beradaptasi dengan baik pada intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi, fotorespirasi dan transpirasi rendah serta

membutuhkan unsur nitrogen yang tinggi, sedangkan kacang tanah merupakan tanaman C3 yang memiliki laju fotosintesis lebih rendah dibandingkan tanaman

C4 dan pada akarnya terdapat bintil akar sehingga mampu memfiksasi nitrogen

(N2) dari udara melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. Dimana hasil

fiksasi tersebut berupa unsur nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman jagung untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya tumpangsari jagung dan kacang


(26)

9

tanah, diharapkan pemberian pupuk urea dapat ditekan seefisien mungkin, karena tanaman kacang tanah mampu menyumbangkan nitrogen yang dapat

dimanfaatkan oleh tanaman jagung.

Selain mampu menyumbangkan unsur hara nitrogen, pada pola penanaman tumpangsari dengan mengatur pola tanam akan meningkatkan komponen-komponen hasil jagung yakni berupa laju pengisian biji dan indeks panen serta meningkatkan produktivitas lahan. Sehingga diharapkan penanaman jagung pada sistem pola tanam tumpangsari dengan kacang tanah disertai pemberian pupuk urea yang efisien akan meningkatkan hasil jagung dan efisiensi pemanfaatan lahan.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat diajukan

hipotesis bahwa terdapat efisiensi pemupukan urea dan pemanfaatan lahan dalam meningkatkan hasil jagung pada sistem tumpangsari.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laju Pengisian Biji

Laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 12 MST dan 14 MST dengan cara mengurangi bobot biji 14 MST dikurang dengan bobot biji 12 MST kemudian dibagi dengan lamanya masa pengisian biji antara 12 MST sampai 14 MST (Prakoso, 2012).

Menurut Munier-Jolain dan Ney (1998) yang dikutip oleh Sutoro, Dewi, dan Setyowati (2008), laju pengisian biji yang tinggi dan berlangsung relatif lama akan menghasilkan bobot biji yang tinggi selama biji sebagai sink dapat menampung hasil asimilat. Sebaliknya, bila sink cukup banyak tetapi hasil asimilat rendah mengakibatkan kehampaan biji. Selama masa pengisian biji, laju pertumbuhan biji dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan intensitas cahaya, namun

lamanya periode pengisian biji tidak berhubungan dengan konsentrasi N biji pada saat masak. Laju pengisian biji konstan selama periode pengisian biji meskipun ketersediaan asimilat dimodifikasi. Keragaman laju pengisian biji bergantung pada kondisi pertumbuhan di antara periode pembungaan hingga awal fase pengisian biji.


(28)

11

Menurut Mustafavi dan Ross (1990) yang dikutip oleh Bustamam (2004), berat akhir biji adalah fungsi dari perkalian laju pengisian biji dengan lama pengisian biji efektif, artinya semakin rendah laju pengisian biji akan memperpanjang lama pengisian biji efektif. Hal yang sesuai juga dinyatakan oleh Bustamam (2004) yang mengemukakan terdapat korelasi positif yang nyata antara laju pengisian biji dengan bobot akhir biji. Artinya, semakin tinggi laju pengisian biji maka semakin berat pulalah bobot akhir per biji.

Menurut Sembiring (2007), laju pengisian biji dapat dihitung dengan membagi berat biji tiap tongkol dengan selisih umur panen dan keluar rambut, sedangkan menurut Sutoro (2009), laju pengisian biji yang dihitung dengan bobot biji pada saat panen dibagi dengan selisih umur panen dan umur berbunga betina (silking), laju pengisian biji memiliki pengaruh tidak langsung terhadap bobot biji.

2.2 Indeks Panen

Indeks panen menggambarkan perbandingan antara bobot bahan kering hasil panen biologi dan hasil panen ekonomi dan sangat bergantung pada besarnya translokasi fotosintat. Semakin tinggi nilai indeks panen berarti semakin besar hasil biji yang dihasilkan. Pemberian pupuk hayati maupun pupuk hijau sampai dosis tertentu meningkatkan indeks panen karena dapat meningkatkan hasil ekonomi berupa bobot biji (Rahni, 2012). Peningkatan hasil panen berupa biji terutama disebabkan oleh peningkatan indeks panen. Dengan kata lain, tanaman yang tidak lagi memproduksi bobot kering total, tetapi lebih banyak membagi bobot keringnya ke hasil panen.


(29)

12

Indeks panen menggambarkan proporsi fotosintat yang ditranslokasikan ke dalam bagian penyimpanan cadangan makan. Fotosintat tanaman jagung yang dihasilkan daun ditranslokasikan ke bagian cadangan makanan dalam bentuk biji.

Peningkatan indeks panen akan diikuti oleh peningkatan hasil biji jagung (t/ha). Menurut Efendi dan Suwardi (2010), indeks panen merupakan ratio bobot biji dengan bobot biomas. Semakin tinggi indeks panen tanaman jagung

menunjukkan bahwa partisi fotosintat di tajuk banyak ditranslokasi ke bagian biji. Indeks panen pada Bisi 2 dan Pioneer 22 cenderung meningkat seiring dengan peningkatan takaran pemupukan N, namun rata-rata indeks panen Pioneer 22 lebih tinggi dibanding dengan Bisi 2. Rata-rata indeks panen Pioneer 22 pada pemberian 225 kg N/ha pada populasi tanam 88.808 tanaman/ha berkisar 0,40 -0,41 sedangkan pada Bisi 2 berkisar 0,39 – 0,40.

Menurut Syafrudin dan Zubachtirodin (2010), bobot brangkasan yang tinggi disertai dengan hasil biji yang rendah pada perlakuan 750 kg urea/ha

menghasilkan indeks panen sebesar 0,27, sehingga menunjukkan bahwa pemberian 750 kg urea/ha adalah takaran N yang berlebih (luxury consumtion) bagi tanaman jagung karena sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, sedangkan pemberian 400 kg urea/ha menghasilkan indeks panen sehingga yang lebih tinggi yakni sebesar 0,39.


(30)

13

2.3 Peranan dan Efisiensi Pupuk Nitrogen

Sebagian besar N di dalam tanah dalam bentuk senyawa organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi N organik ini sekitar 95% dari total N yang ada di dalam tanah. Nitrogen dapat diserap tanaman dalam bentuk ion NO3- dan NH4+ .

Salisbury dan Ross (1992) mengemukakan bahwa tanaman yang kekurangan nitrogen akan menunjukkan gejala defisiensi, yakni daun mengalami klorosis seperti warna keunguan pada batang, tangkai daun, permukaan bawah daun, sedangkan tanaman yang terlalu banyak mengandung nitrogen biasanya

pertumbuhan daun lebat dan sistem perakarannya yang kerdil sehingga rasio tajuk dan akar tinggi, akibatnya pembentukkan bunga atau buah akan lambat, kualitas buah menurun dan pemasakan buah terlambat. Selain itu kelebihan unsur nitrogen akan memperpanjang masa pertumbuhan vegetatif, melemahkan batang dan mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit.

Efisiensi pemupukan secara sederhana dianggap sebagai penggunaan pupuk sesuai dengan jenis, kondisi dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan tanpa mengurangi kadarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa efisiensi merupakan nisbah antara hara yang diserap tanaman dengan hara yang diberikan (Sintia, 2011).

Menurut Prakoso (2012), efisiensi penggunaan urea secara agronomis berkaitan erat dengan jumlah unsur hara nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman jagung selama pertumbuhannya dan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur tersebut serta ketersediaan unsur hara nitrogen dalam tanah.


(31)

14

2.4 Efisiensi Pemanfaatan Lahan

Efisiensi pemanfaatan lahan dapat diukur dengan menggunakan parameter hasil relatif dari kedua spesies yang ditumpangsarikan. Hasil relatif suatu spesies tanaman adalah nisbah antara komponen hasil tanaman penyusun dalam tumpangsari dengan tanaman monokulturnya. Menurut Turmudi (2002) yang dikutip oleh Sagala, Wiralaga, dan Zulvica (2012), Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) atau Land Equivalent Ratio (LER) merupakan salah satu cara untuk menghitung produktivitas lahan dari dua atau lebih tanaman yang ditumpangsarikan. Pada umumnya sistem tumpangsari menguntungkan dibandingkan sistem monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi dan resiko kegagalan dapat diperkecil.

Menurut Francis (1986) yang dikutip oleh Hosang, Barhiman, dan Soetedjo (2004), salah satu parameter penentu ketepatan memilih jenis tanaman dalam pola pertanaman campur adalah efisiensi penggunaan lahan. Efisiensi penggunaan lahan oleh beberapa tanaman yang ditanam dengan pola pertanaman campur dapat diukur dengan menghitung rasio penggunaan lahan (Land Equivalent Ratio/LER). LER diartikan sebagai total luas lahan yang dibutuhkan oleh pertanaman

monokultur untuk memberikan hasil yang setara dengan yang dihasilkan oleh pola pertanaman campur. Jika nilai LER = 1, berarti bahwa dengan menanam

beberapa komoditi secara bersama-sama tidak memberikan keuntungan lebih dibandingkan dengan menanam secara monokultur, sedangkan jika nilainya > 1, berarti bahwa dibutuhkan lahan yang lebih luas dari masing-masing tanaman yang ditanam secara monokultur dibandingkan pada pola pertanaman campur.


(32)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Juni sampai Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung hibrida Bisi 18, benih kacang tanah varietas Kelinci, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, Furadan 3G, insektisida Regent, dan fungisida Dithane M-45. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, tali rafia, koret, alat tugal, alat semprot punggung, penggaris, oven, timbangan digital, selang, gunting, dan ember.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga kali ulangan dan 8 perlakuan (Tabel 1).


(33)

16

Tabel 1. Perlakuan tumpangsari jagung dan kacang tanah. Perlakuan

Monokultur jagung (M1) jarak tanam jagung 20 x 75 cm

Monokultur kacang tanah (M2) jarak tanam kacang tanah 20 x 37,5 cm

Tumpangsari jagung dan kacang tanah :

Single row (SP0) jarak tanam jagung 20 x 75 cm

Single row (SP1) jarak tanam jagung 20 x 75 cm

Single row (SP2) jarak tanam jagung 20 x 75 cm

Double row (DP0) jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm

Double row (DP1) jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm

Double row (DP2) jarak tanam jagung 20 x 20 x 75 cm

Keterangan: P0 = dosis pupuk 0 kg urea/ha S = jarak tanam 20 x 75 cm

P1 = dosis pupuk 150 kg urea/ha D = jarak tanam 20 x 20 x 75 cm

P2 = dosis pupuk 300 kg urea/ha

Keragaman diuji dengan uji Barlett, sifat kemenambahan atau aditif data diuji dengan uji Tukey. Data diolah dengan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji BNT, pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Tanah diolah dua kali dengan menggunakan cangkul, setelah itu dibuat petak percobaan dengan ukuran 3 x 4 m sebanyak 24 petak. Jarak antarpetak 0,5 m dan jarak antarkelompok 1 m. Tata letak percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(34)

17

III II I

Gambar 1. Tata Letak Percobaan.

Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 3-5 cm. Setiap lubang ditanam 1 benih per lubang tanam. Saat benih jagung dan kacang tanah ditanam, setiap lubang diberi Furadan 3G. Untuk lubang tanam kacang tanah diberi tanah bekas tanaman kacang tanah yang sebagai sumber bakteri Rhizobium. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam. Pada jagung dan kacang tanah yang belum berkecambah ditanam ulang untuk benih jagung dan kacang tanah ditanam 1 benih per lubang tanam.

S P2

M1

D P2

S P1

S P0

S P1

M1

D P2

D P1

M2

M2

M1

S P0

S P1

S P0

D P2

D P1

D P0

D P1

S P2

M2

D P0


(35)

18

Pemupukan dasar dilakukan dua minggu setelah tanam dengan tujuan semua tanaman telah tumbuh 100% dan memenuhi jumlah populasi tanaman per petak perlakuan. Pupuk urea diberikan 2 kali dengan dosis setengah bagian, sedangkan SP-36 dan KCl diberikan sekaligus pada awal tanam. Dosis urea untuk tanaman jagung sesuai dengan perlakuan, sedangkan dosis pupuk 100 kg KCl/ha dan 150 kg SP-36/ha. Untuk kacang tanah dosis 100 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pupuk diberikan dengan cara larikan dalam baris.

Pengendalian gulma dilakukan setiap minggu dengan koret dan cangkul. Pada saat penyiangan gulma (umur 30 hari) sekaligus dapat dilakukan pembumbunan. Pencegahan serangan hama dilakukan dengan menyemprot insektisida Regent dengan konsentrasi 2 ml/L pada tanaman jagung dan kacang tanah.

Pemanenan dilakukan jika tanaman telah menunjukkan ciri matang panen yang ditandai dengan rambut pada klobot sudah berwarna coklat dan tongkol sudah penuh, serta biji kalau ditekan tidak mengeluarkan cairan putih. Sedangkan untuk tanaman kacang tanah ditandai dengan adanya bercak hitam pada kulit polong bagian dalam, polong sudah terisi penuh, serta daun yang sudah menguning dan kering.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Hasil atau bobot pipilan kering per hektar

Bobot biji jagung dipanen dari petak berukuran 2 x 3 m kemudian

ditimbang dan dikonversi pada kadar air 14% kemudian dikonversi dalam t/ha (Efendi dan Suwardi, 2010).


(36)

19

3.5.2 Indeks panen

Indeks panen dapat diukur pada saat panen dengan cara membagi bobot kering pipil dengan bobot kering pipil dan bobot kering brangkasan (tanpa akar) (Maobe dkk.,2010); (Gallagher, 2012).

Indeks panen =

3.5.3 Laju pengisian biji (g/hari)

Menurut Gardner dkk. (1985) yang dikutip oleh Idwar dkk. (2011), laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 84 hari dan 91 hari, dengan interval 7 hari. Biji yang menjadi sampel dikeringkan dengan oven. Penimbangan

dilakukan sebelum pengovenan kemudian bobot biji dikonversi pada kadar air 14%. Laju pengisian biji dihitung dengan menggunakan rumus:

LPB =

3.5.4 Efisiensi pemupukan urea (Nitrogen) secara agronomis

Menurut Mengel and Kirkby (1987) yang dikutip oleh Gonggo, Hasanudin, dan Indriani (2006), efisiensi pemupukan urea secara agronomis dapat diukur pada saat panen dengan cara mengurangi bobot kering biji yang dipupuk urea dengan yang tidak diberi pupuk (kg/ha) kemudian dibagi dengan jumlah pupuk urea yang diberikan (kg/ha).

Efisiensi (N) =


(37)

20

3.5.5 Efisiensi penggunaan lahan

Menurut Buhaira (2007), efisiensi penggunaan lahan dapat diukur pada saat panen untuk mengetahui keuntungan sistem bertanam secara tumpangsari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LER =

Keterangan :

Yab = hasil jagung pada sistem tumpangsari

Yba = hasil kacang tanah pada sistem tumpangsari

Yaa = hasil jagung pada sistem monokultur

Ybb = hasil kacang tanah pada sistem monokultur

3.5.6 Data pendukung analisis tanah

Dilakukan analisis tanah sebelum penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan N, P, K dalam tanah dan nilai pH tanah. Serta setelah penelitian untuk setiap petak perlakuan diketahui nilai N totalnya (Tabel 7 dan 8).


(38)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tumpangsari single row pada dosis 300 kg urea/ha menunjukkan efisiensi pemanfaatan lahan dan mampu meningkatkan hasil jagung (8,61 t/ha) melalui pengamatan LER, indeks panen, dan laju pengisian biji.

2. Tumpangsari double row pada dosis 150 kg urea/ha menunjukkan nilai efisiensi urea secara agronomis tertinggi yakni sebesar 5,36, tetapi tidak berbeda dengan dosis 300 kg urea/ha untuk indeks panen, laju pengisian biji, LER, dan hasil jagung per hektar.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar pengukuran indeks panen pada saat fase vegetatif maksimum dan laju pengisian biji dilakukan pada 63 HST dan 77 HST.


(39)

PUSTAKA ACUAN

Armaya, Y.L., Lollie, A.P., dan Rosmayati. 2013. Pengaruh Selfing terhadap Karakter Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Generasi F4 Selfing. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2 (2) : 304-317.

Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung. 2014. Data Curah Hujan Harian (mm/hari) Kota Metro 2013. Departemen Pekerjaan Umum. 1 hlm. BPS. 2013. Statistics Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses

pada tanggal 22 April 2014.

Buhaira. 2007. Respons Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Beberapa Pengaturan Tanam Jagung pada Sistem Tanam Tumpangsari. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jurnal Agronomi. 11 (1) : 41-46.

Bustamam, Tamsil. 2004. Pengaruh Posisi Daun Jagung Pada Batang Terhadap Pengisian Dan Mutu Benih. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Jurnal Stigma. 11 (2) : 205-208.

Catharina, T.Z. 2009. Respon Tanaman Jagung pada Sistem Monokultur dengan Tumpangsari Kacang-Kacangan terhadap Ketersediaan Unsur Hara N dan Nilai Kesetaraan Lahan di Lahan Kering. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram. Jurnal Ganec Swara. 3 (3) : 17-21.

Efendi, R. dan Suwardi. 2010. Respon Tanaman Jagung Hibrida terhadap Tingkat Takaran Pemberian Nitrogen dan Kepadatan Populasi. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3. 9 hlm.

Gallagher, P.W. 2012. Biomass Supply From Corn Residues: Estimates and Critical Review of Procedures. United States Department of Agriculture. 31p.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa : Susilo dan Subiyanto). UI Press, Jakarta. 428 hlm.


(40)

35

Guritno, B. 2011. Pola Tanam Di Lahan Kering. Universitas Brawijaya Press. Malang. 39 hlm. 70 hlm.

Gonggo, B.M., Hasanudin, dan Indriani, Y. 2006. Peran Pupuk N dan P terhadap Serapan N, Efisiensi N dan Hasi Tanaman jahe di bawah Tegakan Tanaman Karet. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Jurnal ilmu pertanian Indonesia. 8 (1) : 61-68.

Handayani, K.D. 2007. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) pada Populasi yang Berbeda dalam Tumpangsari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Cranz). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 80 hlm.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Melton Putra: Jakarta. 233 hlm. Hiebsch, C.K., F. Tetio-Kagho, A.M. Chirembo, and F.P. Gardner, 1995. Plant

Density and Soybean Maturity in a Soybean-Maize Intercrop. Agron. J. 87 (1) : 965-969.

Hosang, E.Y., Barhiman, S., dan Soetedjo, I.N.P. 2004. Pola Pertanaman Ladang Rendah Risiko di Daerah Tangkapan Air Bendungan Tilong, Kabupaten Kupang NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Timur. 12 hlm.

Idwar, Yetti H., Herman, dan Karlita F. 2011. Pemberian Pupuk Kalium pada Sistem Tumpangsari Tanaman Jahe dan Jagung dengan Jarak Tanam

Berbeda. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Jurnal Teknobiologi. 2 (1) : 29-35.

Khali, M. 2000. Penentuan Waktu Tanam Kacang Tanah dan Dosis Pupuk Pospat terhadap Pertumbuhan, Hasil Kacang Tanah dan Jagung dalam Sistem Tumpangsari. Jurnal Agrista. 4 (3) : 54-65.

Maobe, S. N., Akundabweni, L.S.M., Mburu, M.W.K., Ndufa, J.K., Mureithi, J.G., Gachene, C.K.K., Makini, F.W., and Okello, J.J. 2010. Effect of Mucuna Green Manure and Inorgaic Fertilizer Urea Nitrogen Sources and Application Rates on Harvest Index of Maize. Kenya Agricultural Research Institute. World Journal of Agricultural sciences. 6 (5) :532-539.

Patola, E. 2008. Analisis Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Hibrida P21 (Zea mays L.) Jurnal Inovasi Pertanian. 7 (1):51-56.

Prakoso, G.E. 2012. Efisiensi Dosisdan Waktu Aplikasi Pupuk Urea dalam Meningkatkan Hasil Jagung (Zea mays L.) Kultivar Pioneer 27. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Skripsi. 63 hlm.


(41)

36

Purwono dan Rudi, H. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hm.

Rahni, N.M. 2012. Karakteristik Pertumbuhan Dan Hasil Jagung (Zea Mays L.) Pada Ultisols Yang Diberi Pupuk Hayati Dan Pupuk Hijau. Fakultas Pertanian. Universitas Haluoleo. Jurnal Agriplus. 22 (3) : 162-169. Sagala, M. F., Wiralaga, R. A., dan Zulvica, F. 2012. Pengaruh Populasi dan

Selang Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang ditumpangsarikan dengan Jagung. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Artikel Penelitian. 16 hlm.

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi tumbuhan. Diterjemahkan Diah Lukman danSumaryono dari Plant Physiology. Penerbit ITBBandung. 1995. jilid 2. 167 hlm.

Saragih, D. Hamim. H., dan Nurmauli. N. 2013. Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pupuk urea dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L.) pioneer 27. Jurnal Agrotek Tropika. 1 (1) : 50-54.

Sarjito, A. dan Hartanto, B. 2007. Respon Tanaman Jagung terhadap Aplikasi Pupuk Nitrogen dan Penyisipan Tanaman Kedelai. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”. 11 (2): 130-138.

Sektiwi, Ariya T., Aini N., dan Sebayang H. S. 2012. Kajian model tanam dan waktu tanam dalam sistem tumpangsari terhadap pertumbuhan dan produksi benih jagung. Fakultas Pertanian.. Universitas Brawijaya: Malang. Artikel Penelitian. 15 hlm.

Sembiring, Santiana. 2007. Studi Karakteristik Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L) Hasil Three Ways Cross. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 86 hlm.

Setiawan, E. 2009. Kearifan Lokal Pola Tanam Tumpangsari di Jawa Timur. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo . J.Agrovigor. 2 (2): 79-89. Sintia, M. 2011. Pengaruh Beberapa Dosis Kompos Jerami Padi dan Pupuk

Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. 87 hlm.

Siregar A. dan I. Marzuki. 2011. The Efficiency of Urea Fertilixation on N Uptake and Yield of Lowland Rice (Oryza sativa L.) Jurnal Budidaya Pertanian. 7 (2): 107-112.

Sonbai, J.H., Prajitno, D., dan Syukur, A. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Jagung pada berbagai Pemberian Pupuk Nitrogen di Lahn Kering Regosol.


(42)

37

16 (1) : 77-89.

Sutoro, Dewi, N., dan Seytowati, M. 2008. Hubungan Sifat Morfofisiologis Tanaman dengan Hasil Kedelai. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27 (3): 185-190.

Sutoro. 2009. Analisis Lintasan Genotipik dan Fenotipik Karakter Sekunder Jagung pada Fase Pembungaan dengan Pemupukan Takaran Rendah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 8 (1): 12-22.

Suwarto, Yahya S., Handoko, dan Chozin, M. A. 2005. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubikayu dalam Sistem Tumpang Sari. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Jurnal Agrohorti. 33 (2): 1 – 7.

Syafruddin dan Zubachtirodin. 2010. Penggunaan Pupuk NPK Majemuk 20:10:10 pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Utara. Prosiding Pekan Serealia Nasional.


(1)

20

3.5.5 Efisiensi penggunaan lahan

Menurut Buhaira (2007), efisiensi penggunaan lahan dapat diukur pada saat panen untuk mengetahui keuntungan sistem bertanam secara tumpangsari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LER =

Keterangan :

Yab = hasil jagung pada sistem tumpangsari

Yba = hasil kacang tanah pada sistem tumpangsari

Yaa = hasil jagung pada sistem monokultur

Ybb = hasil kacang tanah pada sistem monokultur

3.5.6 Data pendukung analisis tanah

Dilakukan analisis tanah sebelum penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan N, P, K dalam tanah dan nilai pH tanah. Serta setelah penelitian untuk setiap petak perlakuan diketahui nilai N totalnya (Tabel 7 dan 8).


(2)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tumpangsari single row pada dosis 300 kg urea/ha menunjukkan efisiensi pemanfaatan lahan dan mampu meningkatkan hasil jagung (8,61 t/ha) melalui pengamatan LER, indeks panen, dan laju pengisian biji.

2. Tumpangsari double row pada dosis 150 kg urea/ha menunjukkan nilai efisiensi urea secara agronomis tertinggi yakni sebesar 5,36, tetapi tidak berbeda dengan dosis 300 kg urea/ha untuk indeks panen, laju pengisian biji, LER, dan hasil jagung per hektar.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar pengukuran indeks panen pada saat fase vegetatif maksimum dan laju pengisian biji dilakukan pada 63 HST dan 77 HST.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Armaya, Y.L., Lollie, A.P., dan Rosmayati. 2013. Pengaruh Selfing terhadap Karakter Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Generasi F4 Selfing. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2 (2) : 304-317.

Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung. 2014. Data Curah Hujan Harian (mm/hari) Kota Metro 2013. Departemen Pekerjaan Umum. 1 hlm. BPS. 2013. Statistics Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses

pada tanggal 22 April 2014.

Buhaira. 2007. Respons Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Beberapa Pengaturan Tanam Jagung pada Sistem Tanam Tumpangsari. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi. Jurnal Agronomi. 11 (1) : 41-46.

Bustamam, Tamsil. 2004. Pengaruh Posisi Daun Jagung Pada Batang Terhadap Pengisian Dan Mutu Benih. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Jurnal Stigma. 11 (2) : 205-208.

Catharina, T.Z. 2009. Respon Tanaman Jagung pada Sistem Monokultur dengan Tumpangsari Kacang-Kacangan terhadap Ketersediaan Unsur Hara N dan Nilai Kesetaraan Lahan di Lahan Kering. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram. Jurnal Ganec Swara. 3 (3) : 17-21.

Efendi, R. dan Suwardi. 2010. Respon Tanaman Jagung Hibrida terhadap Tingkat Takaran Pemberian Nitrogen dan Kepadatan Populasi. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3. 9 hlm.

Gallagher, P.W. 2012. Biomass Supply From Corn Residues: Estimates and Critical Review of Procedures. United States Department of Agriculture. 31p.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa : Susilo dan Subiyanto). UI Press, Jakarta. 428 hlm.


(4)

Guritno, B. 2011. Pola Tanam Di Lahan Kering. Universitas Brawijaya Press. Malang. 39 hlm. 70 hlm.

Gonggo, B.M., Hasanudin, dan Indriani, Y. 2006. Peran Pupuk N dan P terhadap Serapan N, Efisiensi N dan Hasi Tanaman jahe di bawah Tegakan Tanaman Karet. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Jurnal ilmu pertanian Indonesia. 8 (1) : 61-68.

Handayani, K.D. 2007. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) pada Populasi yang Berbeda dalam Tumpangsari dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Cranz). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 80 hlm.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Melton Putra: Jakarta. 233 hlm. Hiebsch, C.K., F. Tetio-Kagho, A.M. Chirembo, and F.P. Gardner, 1995. Plant

Density and Soybean Maturity in a Soybean-Maize Intercrop. Agron. J. 87 (1) : 965-969.

Hosang, E.Y., Barhiman, S., dan Soetedjo, I.N.P. 2004. Pola Pertanaman Ladang Rendah Risiko di Daerah Tangkapan Air Bendungan Tilong, Kabupaten Kupang NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Timur. 12 hlm.

Idwar, Yetti H., Herman, dan Karlita F. 2011. Pemberian Pupuk Kalium pada Sistem Tumpangsari Tanaman Jahe dan Jagung dengan Jarak Tanam

Berbeda. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Jurnal Teknobiologi. 2 (1) : 29-35.

Khali, M. 2000. Penentuan Waktu Tanam Kacang Tanah dan Dosis Pupuk Pospat terhadap Pertumbuhan, Hasil Kacang Tanah dan Jagung dalam Sistem Tumpangsari. Jurnal Agrista. 4 (3) : 54-65.

Maobe, S. N., Akundabweni, L.S.M., Mburu, M.W.K., Ndufa, J.K., Mureithi, J.G., Gachene, C.K.K., Makini, F.W., and Okello, J.J. 2010. Effect of Mucuna Green Manure and Inorgaic Fertilizer Urea Nitrogen Sources and Application Rates on Harvest Index of Maize. Kenya Agricultural Research Institute. World Journal of Agricultural sciences. 6 (5) :532-539.

Patola, E. 2008. Analisis Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Hibrida P21 (Zea mays L.) Jurnal Inovasi Pertanian. 7 (1):51-56.

Prakoso, G.E. 2012. Efisiensi Dosisdan Waktu Aplikasi Pupuk Urea dalam Meningkatkan Hasil Jagung (Zea mays L.) Kultivar Pioneer 27. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Skripsi. 63 hlm.


(5)

36

Purwono dan Rudi, H. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hm.

Rahni, N.M. 2012. Karakteristik Pertumbuhan Dan Hasil Jagung (Zea Mays L.) Pada Ultisols Yang Diberi Pupuk Hayati Dan Pupuk Hijau. Fakultas Pertanian. Universitas Haluoleo. Jurnal Agriplus. 22 (3) : 162-169. Sagala, M. F., Wiralaga, R. A., dan Zulvica, F. 2012. Pengaruh Populasi dan

Selang Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai yang ditumpangsarikan dengan Jagung. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Artikel Penelitian. 16 hlm.

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi tumbuhan. Diterjemahkan Diah Lukman dan Sumaryono dari Plant Physiology. Penerbit ITB Bandung. 1995. jilid 2. 167 hlm.

Saragih, D. Hamim. H., dan Nurmauli. N. 2013. Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pupuk urea dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L.) pioneer 27. Jurnal Agrotek Tropika. 1 (1) : 50-54.

Sarjito, A. dan Hartanto, B. 2007. Respon Tanaman Jagung terhadap Aplikasi Pupuk Nitrogen dan Penyisipan Tanaman Kedelai. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”. 11 (2): 130-138.

Sektiwi, Ariya T., Aini N., dan Sebayang H. S. 2012. Kajian model tanam dan waktu tanam dalam sistem tumpangsari terhadap pertumbuhan dan produksi benih jagung. Fakultas Pertanian.. Universitas Brawijaya: Malang. Artikel Penelitian. 15 hlm.

Sembiring, Santiana. 2007. Studi Karakteristik Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L) Hasil Three Ways Cross. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 86 hlm.

Setiawan, E. 2009. Kearifan Lokal Pola Tanam Tumpangsari di Jawa Timur. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo . J.Agrovigor. 2 (2): 79-89. Sintia, M. 2011. Pengaruh Beberapa Dosis Kompos Jerami Padi dan Pupuk

Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. 87 hlm.

Siregar A. dan I. Marzuki. 2011. The Efficiency of Urea Fertilixation on N Uptake and Yield of Lowland Rice (Oryza sativa L.) Jurnal Budidaya Pertanian. 7 (2): 107-112.

Sonbai, J.H., Prajitno, D., dan Syukur, A. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Jagung pada berbagai Pemberian Pupuk Nitrogen di Lahn Kering Regosol.


(6)

16 (1) : 77-89.

Sutoro, Dewi, N., dan Seytowati, M. 2008. Hubungan Sifat Morfofisiologis Tanaman dengan Hasil Kedelai. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27 (3): 185-190.

Sutoro. 2009. Analisis Lintasan Genotipik dan Fenotipik Karakter Sekunder Jagung pada Fase Pembungaan dengan Pemupukan Takaran Rendah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 8 (1): 12-22.

Suwarto, Yahya S., Handoko, dan Chozin, M. A. 2005. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubikayu dalam Sistem Tumpang Sari. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Jurnal Agrohorti. 33 (2): 1 – 7.

Syafruddin dan Zubachtirodin. 2010. Penggunaan Pupuk NPK Majemuk 20:10:10 pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Utara. Prosiding Pekan Serealia Nasional.