TRANSFER NITROGEN KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L.) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays, L.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA TUMPANGSARI DI LAHAN KERING UNGARAN

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Dharend Lingga Wibisana 20120210119

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

Oleh :

Dharend Lingga Wibisana 20120210119

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

ii

TRANSFER NITROGEN KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L.) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays, L.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA

TUMPANGSARI DI LAHAN KERING UNGARAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Dharend Lingga Wibisana 20120210119

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(4)

iii

Skripsi yang berjudul

TRANSFER NITROGEN KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L.) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays, L.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA

TUMPANGSARI DI LAHAN KERING UNGARAN yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Dharend Lingga Wibisana 20120210119

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 2 Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai syarat yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. NIP. 19601120.198903.1.001

Anggota Penguji

Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P. NIP. 19650814.199409.133.021

Pembimbing Pendamping

Ir. Titiek Widyastuti, M.S. NIP. 19580512.198603.2.001

Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ir. Sarjiyah, M.S. NIP. 19610918.199103.2.001


(5)

iv MOTTO

Maka Maha Ti ggi Allah Raja ya g se e ar

-benarnya, dan

janganlah kamu tergesa-

gesa e a a Al Qur’a se elu

disempurnakan mewahyukan kepadamu, dan katakanlah : Ya

Tuha ku, Ta ahka lah kepadaku il u pe getahua

(At Toha: 114)

“e aik

-baiknya manusia adalah seseorang yang berguna bagi

ora g lai

(Al-Hadist)

kerjaka lah suatu hal ya g dapat ka u lakuka sekara g da

jangan menunda-

u da pekerjaa terse ut

(Ayah)

erdoalah terle ih dahulu se elu elakuka suatu pekerjaa

dan ingatlah selalu siapa

pe ipta u


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbal’aalamieen, hanya karena kehendak-Mu ya Allah hamba

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih atas segala kelancaran dan kemudahan yang Engkau berikan selama proses penyusunan laporan skripsi.

Ayah dan ibunda tercinta, terima kasih atas do’a, bimbingan, pengorbanan dan kasih sayang yang tiada henti dan ujungnya, telah kulaksanakan salah satu amanahmu dan berikanlah ridhamu agar dapat sabar menjalankan hidup dan

meraih cita-cita.

Untuk kakakku dan adikku, terimakasih atas segala dukungannya dan bantuannya, semoga selalu menjadi kebanggaan kedua orang tua kita.

Sahabat - sahabatku Agroteknologi 2012 yang telah membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas waktu, tenaga dan semangatnya dan

semoga persahabatan kita tidak akan pernah lekang ditelan zaman. Untuk teman terdekat, terimakasih atas segala dukungan, motivasi dan kesabarannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, semoga segala kebaikannya

diganjar dengan pahala oleh Allah SWT. Amin.

Almameter-ku, terimakasih telah mengizinkan aku untuk menuntut ilmu yang tiada ujungnya sampai hayat nanti.


(7)

vi

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan:

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing,

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini

Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Dharend Lingga Wibisana 20120210119


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT tidak ada sesembahan selain Dia yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW, untuk keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

Skripsi yang berjudul “Transfer Nitrogen Kacang Tanah (Arachis hypogaea, L.) Pada Tanaman Jagung (Zea mays, L.) yang Dibudidayakan Secara Tumpangsari di Lahan Kering Ungaran” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan kepercayaan, pengetahuan, masukan dan bimbingan dengan penuh kesabaran serta mengajarkan banyak hal dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Titiek Widyastuti, M.S. selaku pembimbing pendamping yang dengan

sabar memberikan bimbingan, masukan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P. selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran, arahan dan motivasi kepada penulis.


(9)

viii

4. Ir. Sarjiyah, M.S. selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan selaku dosen pembimbing akademik.

5. Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku ketua program studi/jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 6. Ayah dan ibuku tercinta yang telah mengulurkan untaian doa, dan

memberikan cinta, kasih sayang, motivasi serta nasehatnya.

7. PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah memberikan bantuan dana dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian.

8. Semua laboran Agroteknologi UMY terimakasih banyak atas bantuannya dalam menyediakan sarana dan prasarana penelitian.

9. Kakakku dan adikku tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Seluruh teman – teman Agroteknologi 2012-2014 yang tidak bisa disebut satu per satu, tetaplah kompak dan semangat dalam menuntut ilmu.

Atas segala bantuan, doa dan dukungan yang telah diberikan semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar baik bagi penulis maupun pembaca

Yogyakarta, 31 Agustus 2016


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tanaman Jagung ... 7

B. Tanaman Kacang Tanah ... 14

C. Lahan Kering ... 16

D. Tumpangsari ... 19

E. Transfer N Tanaman Kacang Tanah Kepada Tanaman Jagung dalam Sistem Tumpangsari ... 20

F. Hipotesis ... 21

III.TATA CARA PENELITIAN ... 22

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Cara Penelitian ... 23

E. Variabel Pengamatan ... 27

F. Analisis Data ... 35

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ... 36

B. Akumulasi Pertumbuhan Tanaman... 43

C. Pertumbuhan Generatif Tanaman ... 58

D. Hasil dan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) ... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Produksi Jagung dan Kacang Tanah dalam 3 Tahun... 2

Tabel 2. Luas Lahan Kering yang Sesuai untuk Pertanian ... 17

Tabel 3. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Hibrida dan Kacang Tanah. ... 36

Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Jagung dan Tanaman Kacang tanah ... 40

Tabel 5. Rerata Bobot Segar, Bobot Kering dan Luas Daun Tanaman Jagung dan Tanaman Kacang Tanah Minggu ke-3 ... 43

Tabel 6. Rerata Bobot Segar, Bobot Kering dan Luas Daun Tanaman Jagung dan Kacang Tanah Minggu ke-7... 47

Tabel 7. Rerata Bobot Segar, Bobot Kering dan Luas Daun Tanaman Jagung dan Kacang Tanah Minggu ke-13... 50

Tabel 8. Rerata Hasil Perhitungan ILD Tanaman Jagung dan Kacang Tanah... 52

Tabel 9. Rerata Perhitungan LPT Tanaman Jagung dan Kacang Tanah ... 54

Tabel 10. Rerata Perhitungan LAB Tanaman Jagung dan Kacang Tanah ... 56

Tabel 11. Rerata Jumlah Tongkol, Bobot Tongkol Berkelobot, Bobot Biji Kering, dan Bobot 100 Biji Kering Tanaman Jagung. ... 59

Tabel 12. Rerata Jumlah Polong, Bobot Polong Kering, dan Bobot 100 Biji Kering Tanaman Kacang Tanah ... 63


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tinggi Tanaman Jagung ... 38

Gambar 2. Tinggi Tanaman Kacang Tanah ... 39

Gambar 3. Jumlah Daun Tanaman Jagung ... 41

Gambar 4. Jumlah Daun Tanaman Kacang Tanah... 42

Gambar 5. Perhitungan LPT Tanaman Kacang Tanah ... 55

Gambar 6. Perhitungan LAB Pada Tanaman Kacang Tanah ... 58

Gambar 7. Bobot Biji Kering Tanaman Jagung ... 61

Gambar 8. Bobot Polong Kering Kacang Tanah ... 66

Gambar 9. Hasil Tanaman Jagung Hibrida ... 70


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian ... 77

Lampiran 2. Layout Penanaman dan Tanaman Sampel Mokultur Jagung ... 78

Lampiran 3. Layout Penanaman dan Tanaman Sampel Kc. Tanah Monokultur .. 79

Lampiran 4. Layout Penanaman Dan Tanaman Sampel Sistem Tumpangsari Kacang Tanah Dan Jagung ... 80

Lampiran 5. Perhitungan Pemupukan ... 81

Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Tanaman Jagung ... 83

Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Tanaman Kacang Tanah ... 88

Lampiran 8. Deskripsi Jagung Super Hibrida Varietas Bisi 18 ... 93

Lampiran 9. Deskripsi Kacang Tanah Varetas Gajah ... 94


(14)

(15)

xiii INTISARI

Penelitian yang berjudul “Transfer Nitrogen Kacang Tanah (Arachis hypogaea, L.) Pada Tanaman Jagung (Zea mays, L.) yang Dibudidayakan Secara Tumpangsari di Lahan Kering Ungaran” telah dilaksanakan di Lahan Kering Kecamatan Ungaran, Jawa Tengah pada bulan Desember 2015 sampai April 2016.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental dengan faktor tunggal yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Perlakuan yang diujikan yaitu Jagung monokultur (J), Kacang tanah monokultur (K), Tumpangsari Jagung ditanam 2 minggu setelah tanam kacang tanah (TS 1), Tumpangsari kacang tanah ditanam 2 minggu setalah tanaman jagung (TS 2), dan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah ditanam bersamaan (TS 3). Setiap perlakuan diulang 3 kali dalam blok.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya Transfer Nitrogen yang terjadi pada saat tanaman jagung memasuki pertumbuhan vegetatif maksimum. Perlakuan TS 2 merupakan waktu tanam terbaik dari perlakuan lainnya yang ditunjukkan dengan hasil 4,02 ton jagung per hektar.

Kata kunci: Transfer Nitrogen, Kacang Tanah, Jagung, Sistem monokultur dan tumpangsari.


(16)

xiv ABSTRACT

A research entitled "Transfer of Nitrogen from Peanut (Arachis hypogaea, L.) to Maize (Zea mays, L.) which planted with Intercropping" was conducted at dryland of Ungaran Central Java from December 2015 up to April 2016.

This research was done using an experimental method with single factor, arranged in completely randomized block design. The treatments were monoculture system of corn (J), monoculture system of peanut (K), Corn was planted two weeks after peanut (TS 1), peanut was planted two weeks after corn (TS 2), and corn and peanut were planted in intercropping system (TS 3). Each treatment was repeated 3 times.

The results showed that the transfer of nitrogen from peanuts to corn was occured when the corns were in the stage of maximum vegetative growth. In this research, Treatment TS 2 is the best planting time than other treatments as indicated by the results of 4.02 tonnes maize per hectare.

Keywords: Transfer of Nitrogen, Peanuts, Corn, Monoculture and Intercropping system.


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan/pakan yang mencakup kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Sentra produkasi jagung di Indonesia berada di Jawa (65%) dan sisanya (35%) tersebar di Lampung, sulawesi selatan, dan nusa tenggara. Di pulau Jawa tanaman jagung banyak ditanam di lahan kering (77%) dan hanya 23% di lahan sawah (Adi dan Widyastuti, 2001).

Produksi tanaman jagung tahun 2013 yaitu 18,511,853 ton per hektar mengalami peningkatan produksi di tahun 2015 menjadi 20,666,702 ton per hektar dalam Tabel 1. Peningkatan produksi tanamn jagung ini menunjukkan bahwa tanaman jagung memiliki peran penting dalam memnuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis (30-45 hari setelah berkecambah) membutuhkan Nitrogen sekitar 120-180 kilogram per hektar sedangkan N yang terangkut ke tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N per hektar dengan tingkat hasil 9,5 ton per hektar. Nitrogen yang diserap pada tanaman tersebut merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Suwardi dan Roy Efendi, 2009).


(18)

Tabel 1. Data Produksi Jagung dan Kacang Tanah dalam 3 Tahun. Negara

Produksi (Ton)

Jagung Kacang tanah

2013 2014 2015 2013 2014 2015

Indonesia 18,511,853 19,008,426 20,666,702 701,680 638,896 657,595 Sumber : bps.go.id, diakses 1 Juli 2015.

Untuk memenuhi kebutuhan Nitrogen pada tanaman jagung diperlukan penanaman tanaman sela yang dapat menyediakan unsur Nitrogen dalam tanah yaitu tanaman legum. Tanaman kacang tanah merupakan tanaman legum yang dapat memfiksasi Nitrogen dalam tanah menjadi tersedia dalam tanah. Kacang tanah merupakan bahan pangan yang sehat karena mengandung protein, niacin, magnesium, vitamin C, mangan, krom, kolesterol yang rendah nilainya, asam lemak tidak jenuh hingga 80%, dan juga mengandung asam linoleat sebanyak 40-45% (Astanto, 2005). Tanaman kacang tanah ini memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu primadona di antara tanaman pangan lainnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan, tanaman ini banyak pula digunakan untuk pakan dan bahan baku industri.

Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi kacang tanah pada tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami penurunan produksi yaitu 701.680 ton per hektar menjadi 638.896 ton per hektar dan di tahun 2015 mengalami peningkatan produksi menjadi 657,595 ton per hektar.

Fase vegetatif tanaman kacang tanah dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan, pada umur 26 hingga 31 hari setelah tanam, dan selebihnya adalah fase reproduktif. Penandaan fase reproduktif didasarkan atas adanya bunga, buah dan biji (Trustinah, 1993). Dalam fase vegetatif tersebut bintil akar sudah mulai terbentuk dan sudah memasuki fase fiksasi N dari udara dalam tanah.


(19)

Tanaman kacang tanah apabila selama pertumbuhan ternaungi mengganggu efektifitas fiksasi N dalam bakteroid bintil akar, hal ini disebabkan berkurangnya suplai fotosintat ke akar sebagai akibat rendahnya fotosintesis tanaman. Amin (2007), melaporkan apabila tanaman ternaungi sejak awal fase reproduksi hingga menjelang panen dapat berdampak pada penurunan hasil biji sebesar 45%. Sehingga apabila tanaman kacang tanah ditumpangsarikan dengan tanaman jagung, pertumbuhan tanaman kacang tanah dapat tereduksi akibat berkurangnya radiasi yang diterima tanaman kacang tanah.

Fiksasi Nitrogen adalah proses diubahnya unsur Nitrogen dari atmosfer menjadi amonium, bentuk ionik Nitrogen yang tersedia bagi tumbuhan tingkat tinggi. Fiksasi N pada tanaman legum yang ditanam bersamaan dengan non legum dapat berguna sebagai sumber N bagi tanaman non legum. Hal ini sesuai dengan pendapat Reeves (1990) yang menyatakan bahwa transfer N sering dapat terlihat dan penting pada kondisi ketersediaan N tanah yang rendah. Fujita et al., (1992) menyatakan bahwa 24,9% dari N terfiksasi oleh Cowpea (Vigna unguiculata L.) ditransfer ke jagung dan 10,4% N yang terfiksasi oleh kedelai ditransfer ke tanaman jagung. Bakteri bintil akar dan mikoriza vesikula-arbuskula merupakan organisme yang telah diketahui dapat mengadakan simbiosis dengan akar tanaman. Sismbiosis bintil akar dengan akar tanaman akan menambat N dari udara dalam tanah. Jumlah penambatan N melalui leguminosa di laporkan sebesar 80 – 140 kilogram per hektar per tahun (Rao, 1979).

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman sebab merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleik, dan dengan demikian


(20)

merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan. Pada umumnya Nitrogen diambil oleh tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-), tetapi

nitrat yang terserap segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim yang mengandung molybdenum (Hary, 2008).

Penanaman tanaman jagung yang diberikan tanaman sela berupa tanaman kacang tanah dibudidayakan secara tumpangsari. Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu sistem tanam di mana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama (Sarman, 2001).

Buhaira (2007), melaporkan bahwa penanaman kacang tanah di antara dua baris jagung pada jarak 100 cm ternyata masih mampu memberikan hasil sebesar 2,93 ton per hektar polong kering. Penanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan jagung dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk dan lahan, bila jarak dan waktu tanam diatur secara tepat. Sarman dan Ardiyaningsih (2000) dalam Buhaira (2007), melaporkan bahwa dengan model tanam jagung baris ganda dengan jarak tanam 140 cm antar baris ganda jagung x 40 cm dalam baris berpengaruh nyata terhadap hasil biji jagung, luas daun tanaman kedelai dan bobot kering tanaman jagung. Sedangkan selama periode pertumbuhan sampai panen, tanaman jagung lebih mampu bersaing atau agresif dibandingkan dengan tanaman kedelai dengan model jarak tanam baris tunggal (100 cm x 40 cm).


(21)

B. Perumusan Masalah

Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis (30-45 hari setelah berkecambah) membutuhkan Nitrogen sekitar 120-180 kilogram per hektar sedangkan N yang terangkut ke tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N per hektar dengan tingkat hasil 9,5 ton per hektar.

Kebutuhan Nitrogen tanaman jagung dipenuhi oleh tanaman legum khususnya tanaman kacang tanah yang dapat memfikasasi N dari udara dalam tanah oleh akar tanaman kacang tanah. Fase vegetatif tanaman kacang tanah dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan, pada umur 26 hingga 31 hari setelah tanam, dan selebihnya adalah fase reproduktif. Penandaan fase reproduktif didasarkan atas adanya bunga, buah dan biji (Trustinah, 1993). Dalam fase vegetatif tersebut bintil akar sudah mulai terbentuk dan sudah memasuki fase fiksasi N dari udara dalam tanah. Dari uraian tersebut permasalahan paling utama yang ingin di selesaikan adalah :

1. Adakah pengaruh Transfer Nitrogen tanaman kacang tanah kepada tanaman jagung ?

2. Berapakah jarak waktu tanam yang tepat antara tanaman kacang tanah dan tanaman jagung yang dibudidayakan secara tumpang sari ?


(22)

C. Tujuan Penelitian

Menurut permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui adanya pengaruh Transfer Nitrogen tanaman kacang tanah kepada tanaman jagung.

2. Mendapatkan jarak waktu tanam yang tepat antara tanaman kacang tanah dan tanaman jagung yang dibudidayakan secara tumpangsari.


(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jagung

Tanaman jagung termasuk tanaman semusim yang dalam taksonomi tanaman mempunyai klasifikasi sebagai berikut: kingdom; Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi; Spermatophyta (tumbuhan berbiji), sub divisio; Angiospermae (berbiji tertutup), classis; Monocotyledone (berkeping satu), ordo; Graminae (rumput-rumputan), familia; Graminaceae, genus; Zea, species: Zea mays, L.

Jagung varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas (BPP Teknologi, 2015). Populasi tanaman antara 66.600 – 70.000 tanaman per hektar, jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm, 1 tanaman per lubang untuk musim hujan, 70 cm x 40 cm 2 tanaman/lubang atau 70 cm x 20 cm, 1 tanaman /lubang untuk musim kemarau (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, 2013).

1. Iklim

a. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50o LU hingga 0-40o

LS.

b. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup


(24)

air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.

c. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34o C, akan tetapi bagi

pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27o C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang

cocok sekitar 30o C.

d. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil.

2. Media Tanam

a. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Supaya pertumbuhan optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus.

b. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.

c. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung


(25)

adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.

d. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras terlebih dahulu.

3. Fase Pertumbuhan dan Perkecambahan

Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Mc Williams et al., 1999).

Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (Mc Williams et al., 1999). Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada


(26)

kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.

Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam. Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:

a. Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (Mc Williams et al., 1999).

b. Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai. Tanaman mulai


(27)

menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (Mc Williams et al. 1999).

c. Fase V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil (Mc Williams et al., 1999). Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).

d. Fase Tasseling (berbunga jantan)

Fase Tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomasa maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar


(28)

50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing - masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.

e. Fase R1 (silking)

Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), dan pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit.

f. Fase R2 (blister)

Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh,


(29)

pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.

g. Fase R3 (Masak Susu)

Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.

h. Fase R4 (dough)

Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.

i. Fase R5 (Pengerasan Biji)

Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti dengan kadar air biji 55%.

j. Fase R6 (Masak Fisiologis)

Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau


(30)

kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.

B. Tanaman Kacang Tanah

Menurut BPP Teknologi (2015), kedudukan tanaman kacang tanah dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan menjadi kingdom: Plantae atau tumbuh-tumbuhan, divisi: Spermatophyta atau tumbuhan berbiji, sub divisi: Angiospermae atau berbiji tertutup, klas: Dicotyledoneae, ordo: Leguminales, famili: Papilionaceae, genus: Arachis, spesies: Arachis hypogeae, L.

Varietas-varietas kacang tanah unggul yang dibudidayakan para petani biasanya bertipe tegak dan berumur pendek (genjah). Varietas unggul kacang tanah ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Daya hasil tinggi.

b. Umur pendek (genjah) antara 85-90 hari. c. Hasilnya stabil.

d. Tahan terhadap penyakit utama (karat dan bercak daun). e. Toleran terhadap kekeringan atau tanah becek.


(31)

1. Syarat Tumbuh

a. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. b. Suhu udara bagi tanaman kacang tanah tidak terlalu sulit, karena suhu

udara minimal bagi tumbuhnya kacang tanah sekitar 28–32o C. Bila

suhunya di bawah 10o C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit

terhambat, bahkan jadi kerdil dikarenakan pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.

c. Kelembaban udara untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 65-75 %. Adanya curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban terlalu tinggi di sekitar pertanaman.

d. Penyinaran sinar matahari secara penuh sangat dibutuhkan bagi tanaman kacang tanah, terutama kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.

2. Media Tanam

a. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman kacang tanah adalah jenis tanah yang gembur/bertekstur ringan dan subur.

b. Derajat keasaman tanah yang sesuai untuk budidaya kacang tanah adalah pH antara 6,0–6,5.

c. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau


(32)

sumber air yang ada disekitar lokasi penanaman. Tanah berdrainase dan berserasi baik atau lahan yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang tanah.

3. Pertumbuhan Kacang Tanah

Pertumbuhan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif dimulai sejak perkecambahan sampai tanaman berbunga, sedang fase reproduktif dimulai sejak timbulnya bunga pertama sampai dengan polong masak, yang meliputi pembungaan, pembentukan polong, pembentukan biji, dan pemasakan biji. Fase vegetatif pada tanaman kacang tanah dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan, yang berkisar antara 26 hingga 31 hari setelah tanam, dan selebihnya adalah fase reproduktif. Penandaan fase reproduktif didasarkan atas adanya bunga, buah dan biji (Trustinah, 1993).

C. Lahan Kering

Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran dan buah buahan) maupun tanaman tahunan dan peternakan. Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2001), Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta hektar, terdiri atas 148 juta hektar lahan kering (78%) dan 40,20 juta hektar lahan basah (22%).

Tidak semua lahan kering sesuai untuk pertanian, terutama karena adanya faktor pembatas tanah seperti lereng yang sangat curam atau solum tanah dangkal


(33)

dan berbatu, atau termasuk kawasan hutan. Dari total luas 148 juta hektar, lahan kering yang sesuai untuk budi daya pertanian hanya sekitar 76,22 juta hektar (52%), sebagian besar terdapat di dataran rendah (70,71 juta hektar atau 93%) dan sisanya di dataran tinggi. Di wilayah dataran rendah, lahan datar bergelombang (lereng < 15%) yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan mencakup 23,26 juta hektar. Lahan dengan lereng 15−30% lebih sesuai untuk tanaman tahunan (47,45 juta hektar). Di dataran tinggi, lahan yang sesuai untuk tanaman pangan hanya sekitar 2,07 juta hektar, dan untuk tanaman tahunan 3,44 juta hektar (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Lahan Kering yang Sesuai untuk Pertanian Provinsi

dan Negara

Dataran rendah (hektar) Dataran Tinggi (hektar)

Total Tanamam

semusim

Tanaman tahunan

Tanaman semusim

Tanaman tahunan

Sumatera 4,899,476 15,848,203 1,103,176 992,055 22,842,910 Jawa 925,412 3,982,008 200,687 484,960 5,593,067 Bali dan

Nusa tenggara

1,091,878 1,335,469 58,826 201,761 2,687,934 Kalimantan 10,180,151 14,340,956 592,129 389,521 25,502,757 Sulawesi 1,801,877 3,664,040 70,780 1,134,320 6,671,017 Maluku dan

Papua 4,360,318 8,282,809 43,094 233,981 12,920,202 Indonesia 23,360,112 47,453,458 2,068,692 3,346,598 76,217,887 Sumber : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat (2001).

Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis cepat menurun, mencapai 30−60% dalam waktu 10 tahun (Brown and Lugo 1990 dalam


(34)

didi dkk., 2002). Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organic tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si (Didi dkk. 2002).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya tanah masam, yang dicirikan oleh pH rendah (< 5,50), kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi 1993; Soepardi 2001). Dari luas total lahan kering Indonesia sekitar 148 juta ha, 102,80 juta ha (69,46%) merupakan tanah masam (Anny dkk., 2004). Tanah tersebut didominasi oleh Inceptisols, Ultisols, dan Oxisols, dan sebagian besar terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Kecamatan Ungaran memiliki ketinggian tempat rata-rata 607 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan mencapai 2500 – 3000 mm per tahun. Jenis tanah di Kecamatan Ungaran berjenis Latosol yang berwarna merah kecoklatan (Badan Pusat Statistik, 2016). Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang bercurah hujan sekitar 2000 sampai 4000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B. Di Indonesia Latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun batuan beku di daerah tropika basah. Tanah Latosol tersebar pada daerah-daerah dengan ketinggian antara 10 - 1000 meter dengan curah hujan antara 2000 - 7000 mm per


(35)

tahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Soepardi, 1983).

D. Tumpangsari

Pertanaman tumpangsari sebagai salah satu usaha intensifikasi yang memanfaatkan ruang dan waktu, banyak dilakukan terutama pada pertanian lahan sempit, lahan kering atau lahan tadah hujan. Sebagai salah satu sistem produksi, tumpangsari diadopsi karena mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan (seperti cahaya, unsur hara dan air), tenaga kerja, serta menurunkan serangan hama dan penyakit dan menekan pertumbuhan gulma. Selain itu pertanaman secara tumpangsari masih memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan hasil jika salah satu jenis tanaman yang ditanam gagal (Agustina dkk., 1989).

Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu sistem tanam di mana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama (Sarman, 2001). Dikatakan oleh Sarman (2001) bahwa kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpangsari adalah jenis-jenis tanaman yang mempunyai kanopi daun yang berbeda, yaitu jenis tanaman yang lebih rendah yang akan menggunakan sinar matahari lebih efisien. Selanjutnya Waego (1990) mengatakan bahwa pemilihan jenis tanaman yang ditumpangsarikan akan dapat meningkatkan produksi karena dengan pemilihan tanaman yang tepat dengan habitus dan sistem perakaran yang berbeda diharapkan dapat mengurangi kompetisi dalam penggunaan faktor tumbuh.


(36)

Menurut Sanchez (1976) dalam Buhaira (2007), kompetisi di antara tanaman yang ditanam secara tumpangsari dapat terjadi pada bagian tajuk (terutama cahaya) dan akar tanaman (terutama air dan hara). Kompetisi di atas dan di dalam tanah saling mempengaruhi. Tanaman yang sangat ternaungi akan mempunyai sistem perakaran lebih lemah bila dibandingkan tanaman yang mendapat cahaya penuh. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya kompetisi ini tergantung kepada lamanya kompetisi dan daya kompetisi dari masing - masing tanaman yang di tumpangsarikan. Untuk meminimumkan kompetisi terhadap cahaya matahari perlu dilakukan suatu cara sehingga hasil maksimal dalam sistem tumpangsari dapat tercapai. Usaha untuk mengurangi kompetisi dalam pemanfaatan cahaya matahari dapat dilakukan dengan pengaturan tanam.

E. Transfer N Tanaman Kacang Tanah Kepada Tanaman Jagung dalam Sistem Tumpangsari

Proses transfer N dari legum ke non legum belum diketahui dengan baik. Fiksasi N pada tanaman legum yang ditanam bersamaan dengan non legum dapat berguna sebagai sumber N bagi tanaman non legum. Hal ini sesuai dengan pendapat Reeves (1990) yang menyatakan bahwa transfer N sering dapat terlihat dan penting pada kondisi ketersediaan N tanah yang rendah. Transfer N terjadi melalui ekskresi akar, pelindian N dari daun-daun yang jatuh dan ekskresi hewan jika ada dalam sistem tanam tumpangsari, lewat jamur mikoriza.

Pelepasan N oleh sistem perakaran legum tidak secara sempurna diketahui, tetapi ada indikasi bahwa N yang terfiksasi dilepaskan. Frey and Schuepp (1992) melaporkan N terfiksasi dari berseem (Trifolium alexandrium L.) dapat ditransfer


(37)

ke jagung melalui mikoriza vesikula arbuskula. Dikatakan berat kering jagung tidak dipengaruhi oleh mikoriza tetapi kandungan N cenderung lebih tinggi dalam jagung yang terinfeksi mikoriza daripada jagung yang tidak terinfeksi. Jumlah yang dapat ditransfer adalah kecil, dihitung kurang dari 4% dari N15 dalam

tanaman yang N15 terfiksasi. Dilaporkan oleh Ofusu-budu et al., (1990) bahwa

pelepasan bentuk Ureide oleh kedelai hanya 10%. Lebih lanjut ditulis Ureide juga didapatkan dilepas oleh legum lain seperti siratro dan desmodium.

Pada pola tanam tumpangsari jagung dan rice bean (Vigna umbellata) dengan kerapatan tanam 8 jagung dan 16 rice bean tiap m2 dan tingkat variasi

pemberian N telah diuji di Thailand bagian utara (Rakseem and Rerkasem, 1998 dalam Fujita et al., 1992). Kisaran pemberian N mulai dari 0 sampai dengan 200 kilogram N menghasilkan peningkatan secara nyata bahan kering, biji, hasil N pada pola tanam campur jagung dan rice bean dibanding hasil monokultur.

F. Hipotesis

Perlakuan TS 1: Tumpangsari Jagung ditanam 2 minggu setelah tanam Kacang Tanah menghasilkan pengaruh Transfer Nitrogen dari kacang tanah ke jagung dan waktu tanam yang terbaik, karena tanaman kacang tanah dapat menyuplai unsur Nitrogen dari hasil fiksasi N kepada tanaman jagung pada saat pertumbuhan vegetatif maksimal.


(38)

22

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tinggi tempat lokasi penelitian lebih kurang 607 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2015 sampai dengan bulan April 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah benih kacang tanah varietas Gajah, benih jagung Super hibrida varietas Bisi 18, pupuk kandang, Urea, SP-36, KCl, pestisida dan air. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, cangkul, tugal, garu, tali plastik, ember, gembor, oven, timbangan, timbangan elektrik, Leaf Area Meter (LAM), kantong kain/plastik, ajir/patok, label, hand sprayer / sprayer semi otomatis, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan percobaan faktor tunggal yaitu pengaturan waktu tanam yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 blok sebagai ulangan. Perlakuan yang diujikan :

J : Jagung monokultur T : Kacang tanah monokultur


(39)

TS 2 : Tumpangsari: Kacang Tanah ditanam 2 minggu setelah tanam Jagung TS 3 : Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah ditanam bersamaan

Setiap blok terdiri 5 unit petak perlakuan sehingga terdapat 15 unit petak perlakuan. Luasan setiap unit petak perlakuan 4 meter x 3 meter (seluas 12 m2).

Jumlah tanaman jagung dalam setiap unit petak perlakuan berjumlah 40 tanaman sehingga terdapat 40 x 12 = 480 tanaman jagung (monokutur dan tumpangsari). Sedangkan kacang tanah untuk monokultur setiap unit petak perlakuan berjumlah 120 tanaman sehingga terdapat 120 x 3 = 360 tanaman kacang tanah monokultur dan untuk tanaman kacang tanah tumpangsari berjumlah 60 tanaman per unit petak perlakuan sehingga terdapat 60 x 9 = 540 tanaman kacang tanah.

D. Cara Penelitian 1. Pengujian Daya Kecambah

Uji daya kecambah dimaksudkan untuk mengetahui kualitas daya kecambah Benih Jagung hibrida dan kacang tanah varietas gajah hasil dari seleksi benih dari kelompok atau satuan berat benih sehingga layak digunakan dalam penanaman. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil 25 benih secara acak kemudian benih disemai pada petridish yang sudah diberikan kapas atau kertas saring yang telah dibasahi dengan air dan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Kemudian diamati perkecambahannya setiap hari selama 7 hari dan kemudian dihitung daya kecambahnya, rumus perhitungan daya kecambah menurut Rahbaniyah (1992):

DK = Jumlah biji berkecambah x 100 % Jumlah biji yang dikecambahkan


(40)

Syarat benih dapat digunakan sebagai bahan tanam apabila memiliki daya kecambah lebih dari 80%. Hasil uji daya kecambah benih Jagung hibrida diperoleh sebesar 89 % sehingga benih layak digunakan sebagai bahan tanam. Sedangkan hasil uji daya kecambah benih kacang tanah sebesar 98 % sehingga benih layak digunakan sebagai bahan tanam.

2. Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman dilakukan. Tahap awal dilakukannya pembentukan parit (jarak antar petak dan antar blok) yang berfungsi untuk jalan drainase air dengan ukuran parit antar blok 60 cm dan parit antar petak perlakuan 30 cm (Lampiran 1). Kemudian dilakukan pencangkulan tanah sedalam 30 cm secara manual menggunakan cangkul. Karena kondisi tanah yang keras diperlukannya pencacahan manual dengan cangkul agar tanah lebih gembur. Tahap selanjutnya dilakukan pemupukan dasar dengan dosis P2O5 100 kilogram / hektar, dosis K2O 100 kilogram /

hektar dan 1/3 dosis N 175 kilogram / hektar untuk petak perlakuan Jagung monokultur dan tumpangsari, setara dengan pupuk SP 36 278 kilogram / hektar, pupuk KCl 167 kilogram / hektar, dan pupuk urea 152 kilogram / hektar. Sedangkan dalam petak perlakuan kacang tanah monokultur menggunakan dosis P2O5 100 kilogram / hektar, K2O 100 kilogram / hektar,

dan dosis N 50 kilogram / hektar setara dengan pupuk urea 130 kilogram / hektar dengan cara disebar merata (Lampiran 5).


(41)

3. Penanaman

Penanaman Jagung dan kacang tanah dilakukan dengan menggunakan tugal 1 minggu setelah persiapan lahan selesai. Penanaman perlakuan TS 1 yaitu jagung ditanam 2 minggu setelah kacang tanah. Selanjutnya TS 2, jagung ditanam 2 minggu sebelum kacang tanah dan yang J, K, serta TS 3 yaitu jagung dan kacang tanah ditanam secara bersamaan (Lampiran 2, 3 dan 4). Kedalaman penanaman benih 3-5 centimeter dan setiap lubang tanam diberi 2 butir benih. Ruang tanam jagung 75 cm x 40 cm sedangkan kacang tanah menggunakan ruang tanam 25 cm x 40 cm namun dimulai dari baris jagung yang pertama.

4. Pemeliharaan

a. Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman tanaman yang mati dan kerdil dilakukan 1 minggu setelah tanam, begitu juga dengan penjarangan tanaman dilakukan saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam. Penyulaman tanaman mati menggunakan tanaman baru yang berumur sama diambil dari tanaman yang setiap lubang tanam tumbuh 2 tanaman. Penjarangan dilakukan untuk mendapatkan 1 tanaman perlubang tanam agar pertumbuhannya yang maksimal. Tanaman yang dihilangkan dari lubang tanam dapat digunakan untuk penyulaman tanaman yang tidak tumbuh atau mati

b. Pemupukan

Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar dilakukan setelah pengolahan lahan


(42)

dilakukan dan dibentuk petak perlakuan dan pemupukan susulan dilakukan setelah tanaman berumur 4 minggu dengan cara membuat lubang tanam di dekat tanaman jagung. Dosis yang diberikan pemupukan susulan yaitu 2/3 bagian dari total kebutuhan pupuk.

c. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian OPT yang dilakukan pada tanaman jagung berupa pengendalian hama dan gulma. Pengendalian terhadap hama belalang dilakukan dengan cara kimiawi menggunakan pestisida Decis (insektisida) dengan dosis 30 ml per 15 liter air. Pengendalian semut dan rayap menggunakan insektisida berbentuk granul yaitu furadan dengn dosis 5 gram per lubang tanam. Pengendalian terhadap gulma dilakukan dengan cara penyiangan (pengendalian secara teknis). Sedamgkan selama penelitian berlangsung tanaman kacang tanah tidak terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) sehingga tidak diperlukan pegendalian menggunakan pestisida.

5. Panen dan Pengamatan Tanaman

Tongkol Jagung dipanen pada umur 95 hari, ketika ujung daun bagian bawah tampak kuning, rambut jagung berubah menjadi coklat kering dan tongkol sudah terisi penuh. Panen dilakukan pagi hari karena suhu udara masih rendah. Kacang tanah dapat dipanen pada umur 90 hari, yaitu setelah sebagian besar daun telah menguning dan rontok serta polong sudah terisi penuh dengan kenampakan kulit biji mengkilat.


(43)

Pengamatan pertumbuhan dan hasil panen jagung serta kacang tanah meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman dan akar, bobot kering tanaman dan akar, jumlah tongkol, jumlah polong kacang, bobot jagung dalam petak hasil, bobot polong kering kacang dalam petak hasil, bobot 100 biji, kadar air, konversi hasil ke hektar dan perbandingan hasil penanaman monokultur dengan tumpangsari.

E. Variabel Pengamatan 1. Pertumbuhan Vegetatif

Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman sampel per petak perlakuan, dimulai sejak tanaman barumur 1 minggu di lapangan sampai dengan panen. a. Tanaman Jagung

i. Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai umur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman berumur 90 hari dengan cara mengukur tinggi dari leher akar sampai ujung daun yang tertinggi dan dinyatakan dalam satuan cm.

ii. Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai dari umur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman berumur 90 hari dengan cara menghitung jumlah semua daun hijau dan kering yang sudah membuka pada setiap tanaman dan dinyatakan dalam satuan helai.


(44)

iii. Luas daun (cm2)

Pengamatan luas daun dilakukan pada umur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam untuk mengetahui pengaruh waktu tanam yang di lakukan dengan cara mengukur luas daun menggunakan alat LAM (Leaf Area Meter) dan dinyatakan dalam satuan centimeter persegi (cm2).

iv. Bobot Segar Tanaman (gram)

Pengamatan bobot segar tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam dengan cara menimbang semua bagian tanaman sampel menggunakan timbangan analitik dan di nyatakan dalam satuan gram.

v. Bobot Kering Tanaman (gram)

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam dengan cara menimbang semua bagian tanaman kacang tanah yang telah dijemur di bawah sinar matahari terlebih dahulu kemudian setelah kering, dioven hingga mencapai bobot konstan. Selanjutnya tanaman yang telah dioven tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik dan di nyatakan dalam satuan gram.

b. Tanaman Kacang Tanah i. Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap 2 minggu sekali di mulai dari umur 1 minggu setelah tanam sampai umur 90 hari dengan


(45)

cara mengukur tinggi dari leher akar sampai titik tumbuh maksimal menggunakan penggaris dan dinyatakan dalam satuan cm.

ii. Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap 2 minggu sekali di mulai dari umur 1 minggu setelah tanam sampai umur 90 hari dengan cara penghitungan jumlah semua daun hijau dan kering yang sudah membuka pada setiap tanaman dan dinyatakan dalam satuan helai. iii. Luas daun (cm2)

Pengamatan luas daun dilakukan pada umur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam untuk mengetahui pengaruh waktu tanam yang di lakukan dengan cara mengukur luas daun menggunakan alat LAM (Leaf Area Meter) dan dinyatakan dalam satuan centimeter persegi (cm2).

iv. Bobot Segar Tanaman (gram)

Pengamatan bobot segar tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam dengan cara menimbang semua bagian tanaman sampel menggunakan timbangan analitik dan di nyatakan dalam satuan gram.

v. Bobot Kering Tanaman (gram)

Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu, 7 minggu dan 12 minggu setalah tanam dengan cara menimbang semua bagian tanaman kacang tanah yang telah dijemur di bawah sinar matahari terlebih dahulu kemudian setelah


(46)

kering, dioven hingga mencapai bobot konstan. Selanjutnya tanaman yang telah dioven tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik dan di nyatakan dalam satuan gram.

2. Pertumbuhan Generatif a. Tanaman Jagung

i. Jumlah Tongkol per Tanaman (buah)

Pengamatan jumlah tongkol pertanaman dilakukan pada umur 90 hari dengan cara mengitung jumlah semua tongkol yang ada pada setiap tanaman dan dinyatakan dalam satuan buah.

ii. Bobot Tongkol Berklobot (gram)

Pengamatan bobot tongkol berkelobot per tanaman dilakukan pada umur 90 hari (setelah panen) dengan cara menimbang berat tongkol yang sudah dipisahkan dari tanaman sampel dan masih terbungkus klobot serta dinyatakan dalam satuan garam.

iii. Bobot Biji Kering (gram)

Pengamatan bobot biji kering dilakukan setelah dilaksanakannya proses pengeringan dibawah sinar matahari dengan cara menimbang semua biji pipil jagung yang ada dalam petak hasil dan dinyatakan dalam satuan gram.

iv. Bobot 100 Biji (gram)

Pengamatan berat 100 biji dilakukan setelah dilakukan pengeringan biji pipil jagung dibawah sinar matahari. Kemudian dilakukan penimbangan 100 biji pipil jagung menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.


(47)

v. Hasil Tanaman (kilogram dan ton per hektar)

Hasil jagung hibrida diperoleh dengan memanen semua tongkol yang ada dalam petak hasil dan dikeringkan di bawah sinar matahari secara langsung. Setelah itu jagung dipisahkan dari tongkolnya dalam bentuk biji kering dan ditimbang dalam satuan kilogram, selanjutnya dikonversi ke satuan ton per hektar dengan rumus (Elkawakib dan Ambo, 2010) :

100 – ka B W = --- x --- x 10 100 – 15 L Keterangan :

W : berat biji kering kadar air 15 % (ton per hektar) Ka : Kadar air pada saat pengukuran (%)

B : Berat biji per petak hasil pada saat pengukuran (kg) L : luas petak hasil (m2)

10 : faktor peubah dari kilogram per meter2 ke ton per hektar

b. Tanaman Kacang tanah

i. Jumlah Polong per Tanaman (butir)

Pengamatan jumlah polong per tanaman dilakukan pada saat tanaman mancapai pertumbuhan generatif maksimum (panen) dengan cara menghitung jumlah semua polong yang ada setiap tanaman dan dinyatakan dalam satuan butir. Selanjutnya polong dikeringkan dibawah sinar matahari secara langsung.

ii. Bobot Polong Kering (gram)

Pengamatan ini dilakukan setelah panen dan telah selasai dikeringkan dibawah sinar matahari secara langsung dengan cara menimbang seluruh hasil polong kering dari petak hasil menggunakan


(48)

timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram, selanjutnya dilakukan pengupasan kulit kacang tanah.

iii. Bobot 100 Biji (gram)

Pengamatan berat 100 biji dilakukan setelah dilakukan pengeringan polong dibawah sinar matahari, kemudian biji dipisahkan dari kulitnya untuk menghitung bobot 100 biji. Penimbangan 100 biji kacang tanah menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.

iv. Hasil Tanaman (kilogram dan ton per hektar)

Hasil kacang tanah diperoleh dari memanen semua polong yang ada dalam petak hasil dan dikeringkan di bawah matahari secara langsung. Selanjutnya hasil polong kering ditimbang dalam satuan kilogram dan dikonversikan ke satuan ton per hektar pada kadar air 14 % dengan rumus (Elkawakib dan Ambo, 2010) :

100 – ka B W = --- x --- x 10 100 – 14 L Keterangan :

W : berat biji kering kadar air 14 % (ton per hektar) Ka : Kadar air pada saat pengukuran (%)

B : Berat biji per petak hasil pada saat pengukuran (kg) L : luas petak hasil (m2)

10 : faktor peubah dari kilogram per meter2 ke ton per hektar

3. Analisis Pertumbuhan dan Hasil Tanaman a. Indeks Luas Daun (cm2)

Pengamatan Indeks Luas Daun (ILD) dilakukan dengan cara memanen tanaman korban pada saat tanaman berumur 3 mst (awal Vegetatif), 7 mst (Vegetatif Maksimum), 12 mst (Generatif Maksimum).


(49)

Pengukuran diambil dari tiga tanaman sampel lalu dihitung luas daunnya menggunakan leaf areameter, kemudian menurut Gardner dkk.,(1991) dihitung dengan persamaan:

ILD = 2

) 1 2

(LaLa

x Ga

1

Keterangan:

ILD : Indeks luas daun;

La1 : Luas daun total pada saat t1 (cm2);

La2 : Luas daun total pada saat t2 (cm2);

Ga : Luas Tanah (jarak tanam). T/t : waktu pengamatan.

b. Laju Petumbuhan Tanaman (gram per cm2 per hari)

Pengamatan Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT) dilakukan dengan cara memanen tanaman korban pada saat tanaman berumur 3 mst (awal Vegetatif), 7 mst (Vegetatif Maksimum), 12 mst (Generatif Maksimum). Kemudian tanaman korban dioven pada suhu  105 C selama 48 jam sampai bobotnya konstan, kemudian menurut Gardner dkk.,(1991) dihitung dengan persamaan :

LPT = 1

��x � −�

� −� g/cm2/hari

Keterangan:

LPT : Laju Pertumbuhan Tanaman; W1 : Bobot kering total pada waktu t1;

W2 : Bobot kering total pada waktu t2;

La1 : Luas daun pada waktu t1;

La2 : Luas daun pada waktu t2 ;

Ga : Luas tanah (jarak tanam). T/t : waktu pengamatan.

c. Laju Asimilasi Bersih (gram per cm2 per hari)

Pengamatan Laju Asimilasi Bersih (LAB) dilakukan dengan cara memanen tanaman korban pada saat tanaman berumur 3 mst (awal


(50)

Vegetatif), 7 mst (Vegetatif Maksimum), 13 mst (Generatif Maksimum). Kemudian tanaman korban dioven pada suhu  105C selama 48 jam sampai bobotnya konstan, kemudian menurut Gardner dkk.,(1991) dihitung dengan persamaan :

LAB = 1 2 1 2 T T W W   x 1 2 1 ln 2 ln La La La La

g/cm2/hari

Keterangan:

LAB : Laju Asimilasi Bersih ;

W1 : Bobot kering total pada waktu t1;

W2 : Bobot kering total pada waktu t2;

La1 : Luas daun pada waktu t1;

La2 : Luas daun pada waktu t2.

T/t : waktu pengamatan. d. Nilai Kesetaraan Lahan

Menurut Beets (1982), data hasil pengamatan juga dihitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui keuntungan sistem bertanam secara tumpangsari dengan menggunakan persamaan berikut:

Yab Yba Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) : ---- + ---- Yaa Ybb

Keterangan:

Yab = hasil jagung pada sistem tumpangsari Yba = hasil kacang tanah pada sistem tumpangsari Yaa = hasil jagung dalam sistem monokultur Ybb = hasil kacang tanah pada sistem monokultur


(51)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini di sidik ragam Analisis of Variance (ANOVA) dengan taraf nyata α=5%. Apabila terdapat pengaruh yang signifikan antar perlakuan yang dicobakan, maka dilakukan uji lanjutan menggunkan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf α=5%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk grafik atau histogram.


(52)

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman 1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dan diamati untuk mengetahui proses pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Hasil sidik ragam terhadap parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama pada tanaman jagung serta tanaman kacang tanah (Lampiran 6.A.1 dan 7.A.2). Rerata parameter tinggi tanaman jagung dan kacang tanah setiap perlakuan tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Hibrida dan Kacang Tanah. Perlakuan

Tinggi Ttanaman (cm)

Jagung Umur 7 Minggu Kacang Tanah Umur 5 Minggu

J 121,83 -

K - 26,00

TS 1 131,40 29,93

TS 2 145,93 28,80

TS 3 116,53 23,53

Keterangan :

J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur

TS 1 : Tumpangsari jagung ditanam 2 minggu setelah tanam kacang tanah TS 2 : Tumpangsari kacang tanah ditanam 2 minggu setelah tanam jagung TS 3 : Tumpangsari jagung dan kacang tanah ditanam bersamaan

Hasil rerata pengamatan tinggi tanaman jagung berumur 7 minggu pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh sama. Hal tersebut terjadi karena pada saat tanaman jagung berumur 7 minggu (49 HST) atau dalam fase pembentukan bunga jantan (kondisi membutuhkan unsur N dalam jumlah tinggi), keberadaan kacang tanah pada perlakuan TS 1 berumur 9 minggu (63 HST) atau dalam


(53)

fase pembentukan biji penuh yang tidak membutuhkan unsur Nitrogen dalam jumlah tinggi. Pada perlakuan TS 2, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 5 minggu (35 HST) atau pada fase pembentukan ginofor yang membutuhkan unsur N sedikit. Sedangkan pada perlakuan TS 3, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 7 minggu (49 HST) atau pada fase pembentukan polong penuh yang tidak membutuhkan unsur N dalam jumlah tinggi. Sehingga unsur N yang dihasilkan oleh tanaman kacang tanah dapat digunakan dalam pertumbuhan tanaman jagung namun tidak terhadap tinggi tanaman melainkan dalam pertumbuhan generatif tanaman jagung (pembentukan tongkol) karena pertumbuhan vegetatif tanaman jagung telah berhenti sejak kemunculan bunga jantan pada tanaman jagung.

Gambar 1 menunjukkan bahwa semua perlakuan mengalami peningkatan tinggi tanaman jagung yang relatif sama dari minggu ke-3 hingga minggu ke 7. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung tidak dipengaruhi oleh unsur N yang seharusnya tersedia dalam tanah dari hasil fiksasi bintil akar tanaman kacang tanah yang diduga penyebabnya adalah kondisi tanah yang kurang gembur dan dukungan iklim lingkungan yang kurang baik akan mengakibatkan gangguan dalam proses fotositesis tanaman jagung sehingga pertumbuhan tinggi tanaman jagung kurang optimal antar perlakuan.


(54)

Gambar 1. Tinggi Tanaman Jagung Keterangan :

J : Jagung monokultur

TS 1 : Tumpangsari jagung ditanam 2 minggu setelah tanam kacang tanah TS 2 : Tumpangsari kacang tanah ditanam 2 minggu setelah tanam jagung TS 3 : Tumpangsari jagung dan kacang tanah ditanam bersamaan

Pada tanaman kacang tanah, rerata tinggi tanaman kacang tanah berumur 5 minggu pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama. Hal ini diduga keberadaan tanaman kacang tanah pada perlakuan TS 1, TS2 dan TS 3 pada saat berumur 5 minggu ternaungi oleh tanaman jagung yang mengakibatkan terganggunya penyerapan cahaya matahari pada proses fotosintesis dalam pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah, sedangkan keberadaan tanaman kacang tanah pada perlakuan K diduga karena penyerapan cahaya matahari yang penuh akan mengakibatkan tanaman kacang tanah tumbuh kurang optimal karena tanaman kacang tanah termasuk ke dalam golongan yang membutuhkan penyerapan cahaya matahari tidak penuh.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

1 3 5 7

T

inggi

T

ana

m

an

(C

m

2)

Minggu

Ke-J TS 1 TS 2 TS 3


(1)

13

Duncan terhadap rerata hasil perhitungan LAB tanaman kacang tanah disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil perhitungan LAB pada tanaman kacang tanah dengan perlakuan K memiliki hasil LAB lebih baik dibanding dengan perlakuan TS 1. Hasil rerata perhitungan LAB tanaman kacang tanah antar perlakuan disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan luas daun pada tanaman kacang tanah perlakuan TS 1 lebih rendah dibanding dengan perlakuan K. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses fotosintesis yang bekerja pada daun tanaman kacang tanah kurang optimal sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman kacang tanah khususnya dalam peningkatan bobot kering tanaman dan fotosintat yang dihasilkan akan relatif rendah untuk ditranslokasikan kebagian biji.

Pertumbuhan Generatif Tanaman Tanaman Jagung

Jumlah Tongkol. Tabel 11 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikaskan pada tanaman jagung memberikan pengaruh sama terhadap jumlah tongkol jagung. Hal tersebut diduga karena keberadaan tanaman kacang tanah yang menyediakan unsur Nitrogen dalam tanah sudah memasuki fase pertumbuhan generatif maksimal atau terjadi penuaan yang menyebabkan produksi Nitrogen oleh akar menurun sehingga pada saat tongkol jagung kedua tumbuh jumlah unsur N yang tersedia dalam tanah cenderung sedikit. Selain itu, ketersediaan Nitrogen diudara dalam tanah yang digunakan sebagai bahan penyedia unsur N dalam tanah untuk tanaman jagung jumlahnya sudah berkurang serta hasil fiksasi N dalam tanah oleh akar tanaman kacang tanah diduga hilang karena terlarut atau terbawa air yang disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi.

Bobot Tongkol Berkelobot. Hasil sidik ragam terhadap bobot tongkol berkelobot tanaman jagung menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama (Lampiran 6.B.1). Hasil bobot tongkol berkelobot tanaman jagung pada Tabel 11 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh sama. Hal ini disebabkan karena keberadaan tanaman kacang tanah yang menyuplai unsur N dari hasil fiksasi akan berpengaruh dalam pembentukan tongkol jagung, namun kekurangan unsur K dalam pembentukan karbohidrat pada biji jagung dapat berpengaruh dalam bobot tongkol berkelobot. Selain itu, kondisi panen pada penelitian ini dilakukan setelah terjadinya hujan turun sehingga bobot tongkol berkelobot dipengaruhi oleh kadar air yang tersimpan pada kelobot tongkol jagung. Bobot Biji Kering. Hasil sidik ragam terhadap parameter bobot biji kering menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh berbeda nyata (Lampiran 6. B2). Hasil Uji Jarak Ganda Duncan terhadap parameter bobot biji kering disajikan dalam Tabel 11. Rerata bobot biji kering tanaman jagung antar perlakuan disajikan dalam Gambar 7.


(2)

14

Tabel 11 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa perlakuan TS 2 memberikan hasil terbaik dalam bobot biji kering tanaman jagung dibanding perlakuan yang lainnya. Sedangkan perlakuan TS 1 dan TS 3 memberikan hasil relatif sama dengan pelakuan J. Hal tersebut diduga karena pada saat tanaman jagung memasuki fase pembentukan tongkol atau pada umur 7 minggu (49 HST) yang membutuhkan unsur N tinggi, keberadaan tanaman kacang tanah pada perlakuan TS 1 sudah berumur 9 minggu (63 HST) yang sudah memasuki pembentukan polong dan biji penuh, namun produksi Nitrogen dari hasil fiksasi menurun sehingga ketersediaan unsur N dalam memenuhi pembentukan tongkol maupun jumlah biji jagung pada perlakuan TS 1 cenderung rendah dibanding perlakuan J. Pada perlakuan TS 2, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 5 minggu (35 HST) yang memasuki fase pembentukan ginofor. Pada umur ini diduga produksi unsur N pada akar tanaman kacang tanah masih terjadi dan kebutuhan Nitrogen tanaman kacang tanah menurun sehingga kebutuhan tanaman jagung dalam pembentukan tongkol dan biji terpenuhi. Sedangkan pada perlakuan TS 3, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 7 minggu (49 HST) yang memasuki fase pembentukan polong. Pada umur tersebut kebutuhan nitrogen tanaman kacang tanah menurun, namun produksi unsur N tanaman kacang tanah masih terjadi sehingga dapat memenuhi kebutuhan unsur N tanaman jagung dalam pembentukan tongkol dan biji jagung. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil biji kering per petak hasil dari perlakuan TS 2 dan TS 3 lebih besar dari perlakuan J.

Bobot 100 Biji. Pengukuran bobot 100 biji kering jagung ini untuk menunjukkan ukuran, jumlah, dan kepadatan hasil biji yang terbentuk dalam setiap tongkol jagung. Hasil sidik ragam terhadap parameter bobot 100 biji tanaman jagung menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama (Lampiran 6. B.3). Tabel 11 menunjukkan bahwa keberadaan tanaman kacang tanah sebagai tanaman sela di antara tanaman jagung memberikan pengaruh sama terhadap parameter bobot 100 biji jagung antara sistem tanam tumpangsari dengan sistem tanam monokultur. Hal tersebut diduga karena pada tanaman jagung masih terjadi pembelahan sel di bagian tongkol jagung. Pembelahan sel pada tongkol yang terjadi akan mempengaruhi pembentukan biji dan ukuran biji jagung sedangkan pembentukan biji dan ukuran biji jagung tersebut juga dipengaruhi oleh unsur hara dalam tanah terutama unsur Nitrogen. Selain itu, biji jagung yang padat (keras) dikarenakan terpenuhinya unsur K dalam pembentukan karbohidrat biji jagung.

Tanaman Kacang Tanah

Jumlah Polong. Hasil sidik ragam terhadap parameter jumlah polong tanaman kacang tanah menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang sama (Lampiran 7.B1). Jumlah polong yang terbentuk antara kacang tanah sistem tumpangsari dibanding sistem monokultur pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh sama. Hal tersebut dikarenakan ketika tanaman jagung berumur 7 minggu (49 HST) atau dalam fase membutuhkan Nitrogen untuk pembentukan tongkol, pada perlakuan TS 1 tanaman kacang tanah berumur 9 minggu (63 HST) atau dalam fase pembentukan biji maksimal sehingga tidak ada persaingan penyerapan unsur N antara tanaman jagung dengan kacang tanah dalam pembentukan polong kacang tanah. Pada perlakuan TS 2 tanaman kacang tanah berumur 5 minggu (35 HST) atau dalam fase pembentukan ginofor sehingga tidak terjadi persaingan penyerapan unsur N melainkan tanaman kacang tanah menyuplai ketersediaan unsur N untuk tanaman jagung dalam pembentukan tongkol. Sedangkan pada perlakuan TS 3 tanaman kacang tanah berumur 7 minggu (49 HST) atau dalam


(3)

15

fase pembentukan polong maksimum sehingga tidak terjadi persaingan penyerapan unsur N antara tanaman jagung dengan tanaman kacang tanah kerena kebutuhan Nitrogen tanaman kacang tanah menurun. Pernyataan tersebut sesuai dengan Trustinah (1993) bahwa fase reproduktif kacang tanah menjadi delapan stadia, yaitu mulai berbunga berumur 27-37 hari setelah tanam (HST), pembentukan ginofor berumur 32-36 HST, pembentukan polong berumur 40-45 HST, polong penuh/maksimum berumur 44-52 HST, pembentukan biji berumur 52-57 HST, biji penuh berumur 60-68 HST, biji mulai masak berumur 68-75 HST, dan masak panen berumur 80-100 HST.

Bobot Polong Kering. Bobot polong kering kacang tanah merupakan hasil akhir dari pertumbuhan tanaman kacang tanah setiap tanaman maupun dalam luasan tertentu. Bobot polong kering ini diukur setelah proses pengeringan menggunakan cahaya matahari secara langsung. Hasil sidik ragam terhadap parameter bobot polong kering tanaman kacang tanah menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 7.B2). Hasil Uji Jarak Ganda Duncan terhadap parameter bobot polong kering tanaman kacang tanah disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 dan Gambar 8 menunjukkan perlakuan K memberikan hasil bobot polong kering terbaik dari perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan TS 1, TS 2 dan TS 3 memberikan hasil polong kering yang sama dalam sistem tanam tumpangsari dengan jagung. Hal tersebut dikarenakan pada sistem budidaya monokultur (perlakuan K) memiliki jumlah populasi tanaman kacang tanah yang ditanam pada ruang tanam tertentu lebih banyak dari jumlah populasi sistem budidaya tumpangsari sehingga jika dibandingkan antara hasil produksi tanaman kacang tanah setiap petak hasil sistem monokultur dengan hasil produksi setiap petak hasil tanaman kacang tanah sistem tanam tumpangsari akan lebih tinggi hasil produksi kacang tanah sistem tanam monokultur. Selain itu, ukuran dan jumlah polong pada perlakuan K yang terbentuk dikarenakan ketersedian unsur N hasil fiksasi digunakan sendiri oleh tanaman kacang tanah tanpa ada persaingan penyerapan unsur N oleh tanaman jagung sehingga akan mempengaruhi bobot polong kering tanaman kacang tanah sistem tanam monokultur lebih tinggi.

Bobot 100 Biji. Hasil sidik ragam terhadap parameter bobot 100 biji menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (Lampiran 7.B3). Bobot 100 biji kering kacang tanah pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh sama. Hal tersebut dikarenakan unsur hara dalam tanah terutama unsur Nitrogen berpengaruh terhadap pembentukan polong kacang tanah pada saat tanaman berumur 6-7 minggu, sedangkan pembentukan polong kacang tanah akan menentukan ukuran biji kacang tanah yang terbentuk dan keseragaman ukuran biji. Dengan demikian apabila terjadi persaingan penyerapan unsur N antara tanaman jagung dengan tanaman kacang tanah akan mengakibatkan ukuran biji yang terbentuk tidak seragam sehingga berpengaruh terhadap bobot 100 biji yang dihasilkan.


(4)

16 Hasil dan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL)

Hasil sidik ragam terhadap hasil tanaman jagung dan tanaman kacang tanah yang dikonversikan dalam satuan ton per hektar menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 6.B.4 dan 7.B.4). Sedangkan, pada perhitungan nilai kesetaraan lahan (NKL) menunjukkan ada beda nyata antara perlakuan yang diaplikasikan terhadap sistem tanam tumpangsari (Lampiran 6.C.1). Hasil Uji Jarak Ganda Duncan terhadap hasil panen tanaman jagung dan tanaman kacang tanah serta hasil NKL disajikan dalam Tabel 13.

Hasil Jagung. Tabel 13 dan Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan TS 2 memberikan hasil lebih tinggi dari sistem monokultur. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanaman jagung dengan diberi kacang tanah pada sistem tumpangsari lebih baik dari sistem monokultur. Sedangkan perlakuan TS 1 dan perlakuan TS 3 menghasilkan panen sama dengan perlakuan J (monokultur). Namun rerata hasil panen jagung pada perlakuan TS 2 ini belum memenuhi hasil yang sesuai standar sertifikasi karena menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia, (2010) jagung super hibrida varietas BISI 18 rata-rata hasil panen 9,1 ton/ hektar jagung pipil kering sedangkan pada penelitian ini hasil tertinggi mencapai 4,03 ton/hektar jagung pipil kering. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan tongkol jagung pada perlakuan TS 2 lebih besar dari perlakuan lainnya yang mempengaruhi jumlah biji terbentuk pada setiap tongkolnya. Selain itu, diduga karena pada saat tanaman jagung memasuki fase pembentukan tongkol atau pada umur 7 minggu (49 HST) yang membutuhkan unsur N tinggi, keberadaan tanaman kacang tanah pada perlakuan TS 1 sudah berumur 9 minggu (63 HST) yang sudah memasuki pembentukan polong dan biji penuh, namun produksi Nitrogen dari hasil fiksasi menurun sehingga ketersediaan unsur N dalam memenuhi pembentukan tongkol maupun jumlah biji jagung pada perlakuan TS 1 lebih rendah dibanding perlakuan J. Pada perlakuan TS 2, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 5 minggu (35 HST) yang memasuki fase pembentukan ginofor. Pada umur ini diduga produksi unsur N pada akar tanaman kacang tanah masih terjadi dan kebutuhan Nitrogen tanaman kacang tanah menurun sehingga kebutuhan tanaman jagung dalam pembentukan tongkol dan biji terpenuhi. Sedangkan pada perlakuan TS 3, keberadaan tanaman kacang tanah berumur 7 minggu (49 HST) yang memasuki fase pembentukan polong. Pada umur tersebut kebutuhan nitrogen tanaman kacang tanah menurun, namun produksi unsur N tanaman kacang tanah masih terjadi sehingga dapat memenuhi kebutuhan unsur N tanaman jagung dalam pembentukan tongkol dan biji jagung. Rerata hasil panen jagung antar perlakuan disajikan dalam bentuk Histogram (Gambar 9).


(5)

17

Penyebab ketidaksesuaian hasil panen perlakuan TS 2 dikarenakan keberadaan tanaman kacang tanah yang menyediakan unsur Nitrogen dalam tanah sudah memasuki fase pertumbuhan generatif maksimal atau terjadi penuaan yang menyebabkan produksi Nitrogen oleh akar mulai menurun sehingga pada saat tongkol jagung kedua tumbuh jumlah unsur N yang tersedia dalam tanah sedikit.

Hasil Kacang tanah. Tabel 13 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil polong kering tanaman kacang tanah pada perlakuan K (monokultur) merupakan yang terbaik dibanding hasil polong kering sistem tumpangsari. Sedangkan hasil polong kering perlakuan TS 1, TS 2 dan TS 3 memberikan hasil panen polong kering yang sama. Hal tersebut dikarenakan baiknya proses pertumbuhan yang terjadi tanpa ada gangguan dari lingkungan (iklim) dalam proses pembungaan sehingga pembentukan polong menjadi lebih optimal dan jumlah polong pada tanaman kacang tanah banyak yang terbentuk. Selain itu, hasil ini dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah polong kacang tanah dimana populasi panen pada petak hasil sistem tanam monokultur lebih banyak dibandingkan sistem tanam tumpangsari.

Pada penelitian ini polong kering kacang tanah yang dihasilkan paling tinggi mencapai 2,5 ton/hektar polong kering sehingga hasil ini sesuai dengan Suhartina, (2005) yang menyatakan bahwa hasil kacang tanah varietas gajah mencapai 1,8-2,0 ton/hektar polong kering. Berikut rerata hasil panen tanaman kacang tanah antar perlakuan yang disajikan dalam Gambar 10.

NKL (Nilai Kesetaraan Lahan). Berdasarkan hasil perhitungan NKL perlakuan TS 2 memberikan nilai tertinggi dari perlakuan lainnya dalam sistem tanam tumpangsari (Tabel 13). Sedangakan perlakuan TS 1 dan TS 3 memberikan nilai yang sama. Hal ini dikarenakan hasil nilai NKL menunjukkan nilai lebih dari satu yang menunjukkan bahwa sistem tanam tumpangsari yang dilakukan berhasil dilaksanakan karena mendapat hasil panen lebih tinggi dari sistem monokultur. Semakin tinggi nilai NKL berarti semakin tinggi pula produktifitas lahan yang digunakan, dengan produktivitas lahan yang tinggi menunjukkan pemanfaatan lahan yang maksimal, karena dengan luasan yang sama ternyata mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibanding hasil dengan sistem tanam monokultur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Adanya Transfer Nitrogen yang terjadi pada saat tanaman jagung memasuki pertumbuhan vegetatif maksimum.

2. Perlakuan TS 2 merupakan waktu tanam terbaik dari perlakuan lainnya yang ditunjukkan dengan hasil 4,02 ton jagung per hektar.

Saran

1. Bagi petani yang akan melakukan budidaya tanaman jagung dan tanaman kacang tanah dalam sistem tanam tumpangsari dapat menggunakan waktu tanam kacang tanah ditanam 2 minggu setelah tanam jagung karena pada saat tanaman jagung berumur 7 minggu atau pada saat fase pertumbuhan yang membutuhkan Nitrogen tinggi, tanaman kacang tanah berumur 5 minggu yang pada saat umur tersebut kebutuhan unusr Nitrogen tanaman kacang tanah menurun sehingga kebutuhan unsur N tanaman jagung terpenuhi oleh ketersedian unsur N dari hasil fiksasi akar tanaman kacang tanah.


(6)

18

2. Untuk peneliti selanjutnya, perlu dipertimbangkan waktu tanam kacang tanah dan jagung yang lebih baik, parameter yang digunakan dan kapan produksi Nitrogen dari tanaman kacang tanah menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Sarwanto dan Widyastuti. 2001. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 h.

Afandhie Rosmarkam dan Nasih W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hal.

Amin Zuhri. 2007. Optimalisasi hasil tanaman kacang tanah dan jagung dalam tumpangsari melalui pengaturan baris tanam dan perompesan daun jagung. Fakultas Pertanian Unijoyo. Jurnal embryo, 4(2)-.

Astanto Kasno. 2005. Profil dan Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di Indonesia. Makalah Seminar. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Pertanian : Produksi Kacang Tanah dan Jagung di Indonesia Tahun 2013 – 2015. bps.go.id. diakses pada 1 juli 2015.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2010. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. 118 hal.

Buhaira. 2007. Respons Kacang Tanah dan Jagung Terhadap Beberapa Pengaturan Jarak Tanam Jagung pada Sistem Tanam Tumpangsari. Fakultas pertanian universitas jambi. Jurnal agronomi, 11(1)-.

Fujita K, Ofusu-budu, and Ogata. 1992. Biological Nitrogen Fixation in Mixed Legume-Cereal Croping Systems. Plant and Soil. 141 : 155-175. Kluwer Academic. Netherland.

Gardner, F. P., R. B. Dearce dan R. L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (terjemahan Herawati Susilo). UI Press. Jakarta. 428 hal.

Hary Sarsini. 2008. Pengaruh Pengolahan Tanah Dan Pupuk N Serta Pupuk Kandang Terhadap Serapan Ca, S Dan Kualitas Hasil Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Pada Alfisols. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Mul Mulyani Sutejo. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukanya. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hal.

Reeves M. 1990. The Role of VAM Fungi in Nitrogen Dynamics in Maize-Bean Intercrops. Plant and Soil 144 : 85-92.

Sarman S. 2001. Kajian tentang kompetisi tanaman dalam sistem tumpangsari di lahan kering. Jurnal Agronomi 5(1): -.

Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai penelitian tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 153 hal. Suwardi dan Roy Efendi. 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N Pada Jagung Komposit

Menggunakan Bagan Warna Daun. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Prosiding Seminar Nasional Serealia.

Trustinah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Hal 9-30. Dalam: A. Kasno, A. Winarto dan Sunardi (Eds.). Kacang Tanah : Monograf Balittan Malang No 12. Malang.