LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
Judul Tesis : Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII
SMP Negeri 3 Way Jepara Nama Mahasiswa
: Erwati Nomor Pokok mahasiswa
:
1023011072
Program Studi : Teknologi Pendidikan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Budi Koestoro, M.Pd. Dra. Arnelis djalil, M.Pd.
NIP. 195901081982111001 NIP. 195308031983032001
2. Ketua Program Studi
Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. NIP. 19531018 198112 2 001
MENGESAHKAN
1.Tim Penguji
Ketua : Dr. Budi Koestoro, M.Pd. __________
Sekretaris : Dr. Arnelis Djalil, M.Pd.
__________ Penguji Anggota I : Dr. Riswandi, M.Pd. __________
II : Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. __________ 2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman,M.S.
NIP 196003151985031003
3. Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Sujarwo, M.S. NIP. 19530528 18103 1002
4. Tanggal Lulus Ujian : 1 Maret 20013
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1.
Tesis dengan judul ” Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad dan Jigsaw dengan Motivasi
berprestasi siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Way Jepara
” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai
dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.
2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Univarsitas Lampung. Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Bandarlampung, 1 Maret 2013
Erwati Materai
Rp6000,00
MOTT0
Pendidikan menciptakan manusia yang bisa melakukan hal baru, tidak sekedar mengulang apa yang telah
dilakukan generasi sebelumnya Jean Piegat
MOTT0
Pendidikan menciptakan manusia yang bisa melakukan hal baru, tidak sekedar mengulang apa yang telah
dilakukan generasi sebelumnya Jean Piegat
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati kupersembahkan karya ilmiahku ini untuk:
Ibunda tercinta, Suamiku tercinta,
Anak-anakku tersayang, serta Kakak terbaikku Maryati
atas motivasi dan perhatiannya
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
Anugerahnya-Nya sebuah tesis yang berjudul: Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw
dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Way Jepara dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknologi
Pendidikan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan tulus dan penuh kerendahan hati
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Bapak Prof Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung. 3.
Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Ketua Program Magister Teknologi
Pendidikan Universitas Lampung dan selaku penguji kedua yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
5. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Sekretaris Program Magister Teknologi
Pendidikan. 6.
Bapak Dr. Budi Koestoro, M.Pd., selaku pembimbing pertama, yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
7. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku pembimbing kedua, yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini. 8.
Bapak Dr. Riswandi, M.Pd., selaku penguji pertama yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen, serta Staf Administrasi Pascasarjana Teknologi
Pendidikan Universitas Lampung. 10.
Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pendidikan Angkatan 2010 11.
Kepala Sekolah, Dewan Guru serta staf TU SMPN 3 Way Jepara. 12.
Teristimewa untuk Orang Tuaku, suamiku, dan anak-anakku serta kakak dan adikku atas dukungannya dalam penyelesaian penyusunan tesis ini.
13. Rekan-rekan satu angkatan: Bapak I Nengah Surata, Ibu Maryati, Bapak Ibnu
Sapari, Bapak Mulyadi, Bapak Suyono, Bapak Samija, Bapak Muzhir dengan semangat, kesabaran dan kekompakan selalu bersama-sama dalam suka dan
duka selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana Unila. 14.
Semua pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan sebagai amal ibadah dan diberikan pahala yang mulia di sisi Allah SWT. Amin.
Way Jepara, Februari 2013 Peneliti
Erwati
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 2003:11, tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai upaya mewujudkan pembangunan di bidang pendidikan antara lain diperlukan peningkatan sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses
pembelajaran yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pendidik harus selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan materi dan
pengelolaan pembelajaran. Sedangkan siswa berusaha memahami materi dengan baik, sehingga dapat menyelesaikan tugas dan dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu mata pelajaran yang erat kaitannya dengan kehidupana sehari-hari
adalah matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 2003:6
2 menjelaskan matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek
abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga
keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika, agar mudah dimengerti oleh siswa, maka proses
penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif yang menguatkan pemahaman yang
sudah dimiliki oleh siswa. Untuk mencapai tingkat penalaran dan pemahaman yang baik membutuhkan proses yang menuntut siswa berperan aktif dalam
pembelajaran. Kondisi ini tidak mungkin tercapai tercapai apabila model pembelajaran yang diterapkan tidak memberikan kesempatan yang besar pada
siswa untuk berpikir kreatif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik PP 19 tahun 2005: 54.
Guru sebagai pendidik profesional harus pandai memilih model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga
pembelajaran bisa berjalan aktif, inovatif, kreatif, efisien dan menyenangkan. Untuk memilih model, pendekatan, strategi metode, teknik dan taktik yang tepat,
3 terutama pada pembelajaran matematika perlu memperhatikan beberapa hal
diantaranya materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, dan karakter siswa.
Dewasa ini, yang kita lihat bahwa sebagian besar sistem pembelajaran masih
bersifat transfer informasi artinya guru memberikan informasi berupa konsep kepada siswa, pembelajaran yang demikian menganggap siswa adalah tempayan
yang siap diisi oleh guru dengan informasi. Dalam pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat
dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekadar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa Clements Battista dalam Trianto,
2010: 18 . Proses pembelajaran matematika pada umumnya masih menggunakan kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: 1 diajarkan
teoriteoremadefinisi; 2 diberikan contoh-contoh; dan 3 diberikan latihan soal-soal Trianto, 2010: 18.
Matematika mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Untuk itu matematika perlu difungsikan sebagai wahana untuk
menumbuhkembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan serta untuk membentuk kepribadian siswa. Pembelajaran matematika akan berhasil apabila
pembelajaran disesuaikan karakteristik mata pelajaran matematika. Matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi
yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai,
4 matematika menekankan penguasaan konsep dan algoritma serta keterampilan
memecahkan masalah. Keterampilan tersebut akan dimiliki siswa bila guru membelajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif kepada siswa-
siswanya Hudoyo, 2005: 123. Belajar merupakan perjalanan yang tidak pernah berakhir dalam pembinaan dan
pemahaman diri. Analisis serta perbaikan cara-cara belajar dituntut agar tetap berlangsung
berkesinambungan. Kemampuan
untuk menganalisis
dan memperbaiki cara belajar dan berpikir perlu dilakukan secara sadar, dan
seyogianya tidak berhenti belajar, tidak berhenti menginplementasikan hasil belajar itu Sindhunata, 2000: 115.
Proses belajar matematika tidak selamanya berjalan efektif, karena dari hasil
pengamatan di SMP Negeri 3 Way Jepara masih ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Kesulitan belajar matematika
terutama disebabkan oleh sifat khusus dari matematika yang memiliki obyek abstrak. Sifat inilah yang perlu disadari dan dicari jalan keluar sehingga siswa
dapat mempelajari matematika dengan mudah dan menyenangkan. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Kecerdasan matematika-logika
memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis sistem angka-angka,
5 serta menyelesaiakan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir
Sindhunata, 2000: 88.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari melalui materi aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel.
Membelajarkan matematika tidaklah mudah karena fakta menunjukkan bahwa
para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika Jaworski dalam Depdiknas, 2004:116. Pembelajaran matematika yang diselenggarakan oleh
pendidikan formal, yaitu sekolah perlu ditekankan pada hubungan yang lebih bersifat prinsip seperti dalam menganalisis struktur keterkaitan antar konsep.
Struktur orgnisasi dalam matematika bersifat hirarkis, yaitu dimulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa kesiapan mental siswa dalam belajar matematika dimulai dari penguasaan materi sebelumnya. Di sini siswa menganggap matematika itu sulit
diterima. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktuntasannya dalam melakukan pembelajaran konsep sebelumnya. Demkian pula sebaliknya, siswa akan senang
belajar matematika karena merasa paham pada apa yang dipelajari sebelumnya. Rendahnya pemahaman pelajaran matematika berdampak pada pada prestasi
belajar. Hal ini terjadi pada SMP Negeri 3 Way Jepara. Rerata nilai hasil ulangan
6 tengah semester siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 20112012 yaitu
sebesar 56,96 di bawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal KKM mata pelajaran matematika kelas VII adalah 65. Selanjutnya berdasarkan sebaran
jumlah siswa, dari 116 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Way Jepara tahun pelajaran 20112012 hanya 27 siswa atau 23,28 yang tuntas dan sebanyak 89 siswa atau
76,72 tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal KKM. Data tersebut disajikan pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1 Tabulasi Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII tahun 20112012 Berdasarkan KKM
No Kriteria Ketuntasan
Kategori Jumlah
1 ≥65
Tuntas 27
23,28 2
65 Tidak tuntas
89 76,72
Jumlah 116
100,00 Sumber: Guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 3 Way Jepara
analisis data primer
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hasil belajar siswa untuk mata pelajaran matematika masih rendah dan masih jauh berada di bawah kriteria ketuntasan
minimal, yaitu 6,5. Jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan hanya 27 orang 23,28, sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai kriteria
ketuntasan sangat tinggi yaitu 89 orang siswa 76,72. Rendahnya nilai siswa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kurangnya
minat siswa terhadap mata pelajaran matematika. Pada umumnya minat siswa akan tumbuh apabila adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar. Namun
kenyataannya hal ini belum terealisasi termasuk dalam pembelajaran matematika.
7 Guru-guru di SMP Negeri 3 Way Jepara, khususnya guru matematika selama ini
dalam proses pembelajaran masih menggunakan strategi pembelajaran yang konvensional. Ciri utama pembelajaran ini adalah proses pembelajaran terpusat
pada guru, siswa cenderung pasif. Siswa kurang termotivasi untuk belajar dan pada akhirnya berdampak pada rendahnya prestasi belajar.
Kondisi tersebut di atas mendorong peneliti untuk mencari solusi yang lebih
efektif guna memperbaiki proses pembelajaran di SMP Negeri 3 Way Jepara yang memiliki siswa dengan motivasi belajar matematika yang heterogen, sehingga
prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Way Jepara dapat lebih meningkat.
Berdasarkan hasil survei awal diperoleh gambaran bahwa karakteristik siswa SMP
Negeri 3 Way Jepara adalah senantiasa berkembang dan terus mengalami perubahan. Namun model pembelajaran yang digunakan dalam setiap proses
pembelajaran kurang bervariatif. Model pembelajaran langsung menjadi pilihan bagi sebagian besar guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelas karena
dengan menggunakan model pengajaran langsung target kurikulum dapat tercapai sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan.
Pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Way Jepara dilaksanakan secara klasikal. Model pembelajaran seperti ini menyebabkan karakteristik siswa dalam
belajar kurang diperhatikan dan seluruh siswa dianggap sama cara belajarnya. Pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran
matematika memerlukan keterampilan tersendiri. Dalam mengajar matematika,
8 intuisi, percobaan, evaluasi, dan pengalaman dapat berguna sebagai panduan
dalam memilih model pengajaran. Dalam hal ini seorang guru dianjurkan agar lebih sering memvariasikan dan mencoba suatu model pembelajaran untuk
digunakan dalam suatu proses pembelajaran matematika. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, guru dapat menggunakan instingnya untuk
mengevaluasi tingkat
keberhasilan suatu
model pembelajaran
dan membandingkannya dengan model pembelajaran yang lain. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mengoptimalkan hasil pembelajaran dan mengatasi kesulitan siswa dalam belajar matematika.
Kurang optimalnya pembelajaran konvensional dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa lebih disebabkan rendahnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Untuk itu, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang baru yang dapat
menjamin keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang tepat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.
Menurut Lie 2003: 12 pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok
9 belum menguasai bahan pelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
strategi yang membelajarkan siswa untuk memiliki keterampilan kerja sama dan kolaborasi melalui pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang
heterogen dan tingkat kemampuan yang berbeda. Menurut Huda 2011:65, pembelajaran kooperatif dipandang sebagai sarana
ampuh untuk memotivasi pembelajaran dan memberikan pengaruh positif terhadap iklim ruang kelas yang pada saatnya akan turut mendorong pencapaian
yang lebih besar, meningkatkan sikap-sikap positif dan harga diri yang lebih dalam mengembangkan skill-skill koaboratif yang lebih baik, dan mendorong
motivasi social yang lebih besar kepada orang yang membutuhkan. Sedangkan Sadker dan Sadker dalam Huda, 2011:66 menjabarkan beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif, yaitu 1 siswa yang diajari dengan dan dalam struktur- struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, 2
siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar, 3
dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman- temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif
untuk proses belajar mereka nanti, dan 4 pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang
ras dan etnik yang berbeda-beda. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi yang
membelajarkan siswa untuk memiliki keterampilan kerja sama dan kolaborasi
10 melalui pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen
dan berbeda tingkat kemampuannya sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar kompetensi pembelajaran yang diharapkan dan mampu
meningkatkan hasil belajar secara optimal. Pembelajaran kooperatif yang saat ini sangat populer antara lain adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Devision STAD dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan
tugas yang diberikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap anggota kelompok menguasai tugas yang sama yang diterimanya, selain itu mendorong siswa untuk
saling membantu dan termotivasi menguasai keterampilan yang diberikan guru. Menurut Trianto 2009; 73, STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang
cukup sederhana karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional, yaitu adanya penyajian informasi
atau materi pelajaran. Sementara Slavin 2005:143 memaparkan bahwa STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana
dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Slavin 2005:12 juga mengemukakan
bahwa gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan
yang diajarkan oleh guru. Demikian pula halnya dengan Rusman 2011:214 menyatakan bahwa STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan materi-
materi pelajaran ilmu pasti, seperti perhitungan dan penerpan matematika,
11 penggunaan bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan perpetaan, dan
konsep-konsep sains lainnya. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw berorientasi pada kelompok sehingga setiap siswa dapat termotivasi untuk melakukan aktivitas belajar. Menurut Lei dalam Rusman, 2011:218, Jigsaw
merupakan salah sati tipe atau model pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini, akan
memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai sikap yang lebih positif terhadap pembelajaran, dan menghargai perbedaan dan pendapat orang lain.
Menurut Trianto 2009; 74, dalam belajar kooperatif tipe Jigsaw, secara umum
siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan, siswa diberi materi yang baru atau pendalaman materi sebelumnya untuk dipelajari. Hal ini tentunya
akan menciptakan suasana belajar yang lebih efektif karena masing-masing siswa akan berusaha untuk memahami materi yang dipelajarinya. Disamping itu, pada
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, penyampaian informasi dari guru tertulis sehingga teori konstruktivisme lebih terakomodasi, dan setiap siswa mempunyai
tanggung jawab yang sama dalam membelajarkan teman sekelompoknya. Jigsaw didesain
untuk meningkatkan
rasa tanggung
jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Selain penerapan pembelajaran kooperatif, faktor lain yang juga harus
diperhatikan adalah motivasi berprestasi siswa. Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Motivasi berprestasi
12 adalah dorongan siswa untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Siswa yang
memiliki motivasi tinggi akan berusaha untuk belajar dengan sungguh-sungguh, sampai dapat mencapai prestasi belajar yang baik. Sedangkan siswa yang
memiliki motivasi rendah cenderung tidak bersemangat dalam belajar. Kondisi ini dapat menghambat tercapainya prestasi belajar yang baik.
Salah satu kelemahan pembelajaran saat ini adalah tidak adanya analisis awal
terhadap siswa khususnya motivasi berprestasi siswa. Dampaknya kita tidak dapat mengidentifikasi tingkat motivasi siswa. Padahal sangat penting identifikasi
awal ini,yang bertujuan untuk mempermudah guru dalam penerapan pembelajaran siswa. Berdasarkan beberapa kajian ilmiah menunjukkan variasi tingkat motivasi
siswa dalam penerapan model pembelajaran juga menghasilan prestasi belajar yang juga bervariasi. Hal ini berarti, motivasi dapat berinteraksi dengan model
pembelajaran dalam mempengaruhi prestasi belajar siswa.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan survey awal sebelum penelitian, serta wawancara dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran matematika, dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut: 1.
Prestasi belajar matematika siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM masih rendah.
2. Pembelajaran yang klasikal yang diterapkan tmembatasi siswa untuk
bekerjasama dengan siswa lain, berkreatif, dan beraktivitas pada kegiatan pembelajaran.
13 3.
Guru belum memperhatikan motivasi berprestasi siswa. Pada umumnya guru memberikan pola pembelajaran yang sama pada seluruh siswa tanpa
memperhatikan motivasi berprestasi siswa. 4.
Siswa seharusnya memiliki kemampuan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dari pengalaman belajar yang diperolehnya, namun kenyataannya siswa
hanya menerima pengetahuan dari guru.
1.3 Pembatasan Masalah
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa, maka penelitian ini hanya akan difokuskan untuk menyelidiki keefektifan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe Jigsaw pada siswa serta motivasi berprestasi dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika di SMP Negeri
3 Way Jepara.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah ada interaksi antara pembelajaran kooperatif dengan motivasi
berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa. 2.
Apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw.
14 3.
Apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi berprestasi lemah yang dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan Jigsaw. 4.
Apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi berprestasi kuat yang dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan Jigsaw.
1.5.Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1.
Interaksi antara pembelajaran kooperatif dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa.
2. Perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang dibelajarkan melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw. 3.
Perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi berprestasi lemah yang dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan Jigsaw. 4.
Perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki motivasi berprestasi kuat yang dibelajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan Jigsaw.
1.6 Kegunaan Penelitian
15 Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
khasanah ilmu pengetahuan untuk menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur teknologi pendidikan dalam kawasan desain pembelajaran dan pengelolaan
pembelajaran, khususnya model pembelajaran matematika. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai:
1. Motivasi bagi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran matematika.
2. Secara aktif dan menyenangkan sehingga efektif digunakan dalam mencapai
tujuan pembelajaran. 3.
Bahan pertimbangan bagi guru dalam menentukan strategi pembelajaran yang efektif guna meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Masukan bagi sekolah, agar lulusan yang dihasilkan lebih bermutu.
5. Landasan empirik bagi peneliti-peneliti berikutnya, terutama yang akan
mengkaji dan mengembangkan model pembelajaran yang relevan dalam upaya meningkatkan efektifitas proses pembelajaran.
16
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian pustaka 2.1.1 Teori Belajar dan Pembelajaran
Menurut Ernest ER. Hilgard dalam Riyanto, 2010:4 mendifinisikan sebagai berikut “learning is the process by wich an activity originates or is charger
throught training procedures whether in the laboratory or in the natural environment as disitinguished from changes by factor not attributable to
training”. Seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara
latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menajadi berubah. Sementara Hamalik 2008:27-28 menyatakan bahwa 1 belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman learning is defined as the modification or strengthening of behavior throught experiencing. Menurut
pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya sekedar mengingat akan tetapi lebih luas
dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan; 2 belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dibandingkan dengan
17 pengertian pertama maka jelas tujuan belajar pada prinsipnya sama, yakni
perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau cara pencapaiannya. Sedangkan Harold Spears dalam Sardiman, 2011 memberikan batasan bahwa
learning is to observe, to read, to imitated, to try something themselves, to listen to follow direction”. Sehubungan dengan itu, Sardiman 2011:20 menerangkan
bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi
melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Trianto, 2009. Sedangkan
Bruner dalam Ali, dkk, 2007: 164 berpandangan bahwa belajar adalah merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya anak terlibat dalam dialog dan
diskusi, baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru, sehingga mereka berkembang secara intelektual.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diartikan bahwa belajar sebagai
proses perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar memiliki
pengertian yang luas, bisa berupa keterampilan fisik, verbal, intelektual, maupun sikap.
Menurut Callahan 1993:198, belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari
bahwa tidak semua belajar dilakukan secara sadar. Proses belajar bagi seorang
18 individu dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Belajar yang
disengaja merupakan suatu kegiatan yang disadari dan dirancang serta bertujuan untuk memperoleh pengalaman baru. Proses belajar yang tidak sengaja
merupakan suatu interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya, dimana dalam interaksi tersebut individu memperoleh pengalaman baru.
Belajar yang dialami siswa sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan
perkembangan mental akan menghasilkan prestasi belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai
perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki suatu prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran Dimyati, 2002:1
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan tindakan
dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar terjadi jika siswa memperoleh suatu pengalaman dari lingkungan sekitar atau hal-hal yang dapat dijadikan bahan
belajar. Belajar adalah proses aktif dalam memberi reaksi terhadap situasi yang ada di sekitar individu yang sedang belajar, yang diarahkan kepada tujuan dengan
melihat, mengamati, dan memahami sesuatu untuk mendapatkan pengalam baru. Menurut Miarso 2007:528, pembelajaran atau disebut juga kegiatan
pembelajaran atau instruksional adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.
Mengelola lingkungan dengan sengaja yang dimaksud adalah mengelola
19 lingkungan pembelajaran yang di dalamnya terdiri dari tujuan pembelajaran,
materi ajar, strategi pembelajaran termasuk di dalamnya pendekatan yang mampu selain sebagai sarana penanaman konsep juga sebagai nilai-nilai serta perancangan
evaluasi. Lebih lanjut Miarso 2007:528 mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
usaha mengelola lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Pembelajaran dimaknai sebagai
aktivitas atau suatu kegiatan yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar learning centered. Hal ini dapat dimaknai beberapa hal yaitu
1. Belajar menunjukkan adanya perubahan tingkah laku yang dapat diamati
2. Perubahan tingkah laku adalah relatif permanen
3. Perubahan karena belajar bersifat potensial, artinya sifat ini tidak segera
diwujudkan dalam tingkah lakunya 4.
Perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan 5.
Pengalaman atau latihan dapat mengarahkan pembelajar pada apa yang dipelajarinya
Selanjutnya Reigeluth 2007:134 menyatakan pembelajaran adalah suatu
kegiatan agar proses belajar mengajar seorang atau kelompok dapat terjadi sehingga proses belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Sebagai hasil
proses belajar dan pembelajaran diukur dengan prestasi belajar. Pembelajaran berpusat pada tujuan yang hendak dicapai berdasarkan perencanaan.
Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah
20 orang yaitu peserta didik melakukan proses belajar sesuai yang diprogramkan.
Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar
dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa
berlangsung optimal. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik yang dipengaruhi faktor internal maupun eksternal yang datang dari lingkungan Darmadi, 2009:177.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Pembelajaran adalah usaha guru dalam
mengelola lingkungan belajar untuk mengkondisikn siswanya melakukan kegiatan belajar.
Ada beberapa teori belajar dan pembelajaran yang penting untuk dimengerti dan
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran matematika, seperti teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar
konstruktivistik, teori belajar humanistik, teori belajar sibernetik, teori belajar sosial, teori belajar revolusi sosiokultural dan kecerdasan ganda. Pada
penelitian ini penulis membatasi pada teori belajar kognitif piaget dan teori belajar sosial Vygotsky yang ada kaitannya dengan pembelajaran matematika.
21
2.1.1.1. Teori Belajar Kognitif Piegat
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
knowledge, pemahaman comprehention, penerapan aplication, analisa analysis, sintesa sinthesis, evaluasi evaluation. Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional akal. http:www.kompasiana.comjokowinarto
Teori kognitif lebih memfokuskan pada bagaimana proses atau upaya dalam mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh
karena itu, kognitif memiliki perbedaan dengan teori behavioristik, yang lebih cenderung menekankan aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan
melalui kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang pada dirinya.
Pada kehidupan sehari-hari kita selalu mendengar kata kognitif. Pada aspek tenaga pendidik misalnya, guru diharuskan memiliki kompetensi di bidang
kognitif. Artinya, seorang guru harus mempunyai kemampuan intelektual, yaitu penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan
cara menilai siswa dan sebagainya.
Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi
teori ini bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan
22 berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori belajar kognitif telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan,
diantaranya Piaget, Bruner, dan Ausubel dalam Suherman, 2001:164 dinyatakan bahwa:
Proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu, asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Proses asimilasi adalah penyatuan atau pengintegrasian
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Proses akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi
yang baru.
Proses equilibrasi
adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget dalam Suherman, 2001:166
mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis menurut usia kalender yaitu 1
tahap sensori motor, dari lahir sampai umur sekitar dua tahun, 2 tahap pra operasi, dari sekitar umur dua tahun sampai dengan umur tujuh tahun, 3 tahap
operasi konkrit, dari sekitar umur tujuh tahun sampai dengan sekitar umur sebelas tahun, 4 tahap operasi formal, dari sekitar umur sebelas tahun dan seterusnya.
Sementara Bruner dalam Suherman, 2001:170 menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pembelajaran dirahkan kepada konsep- konsep dan struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang dibelajarkan,
disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini
23 menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu
akan lebih mudah dipahami dan diingat siswa. Berdasarkan uraian di atas, keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran sangat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan prestasi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana sampai ke yang kompleks, dan perbedaan individual
pada diri siswa perhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
2.1.1.2. Teori Belajar Sosial Vygotsky
Menurut Vigotsky dalam Trianto,2009: 26 bahwa siswa membentuk
pengetahuan sebagai hasil dari pemikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Selanjtunya Vigotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung
baik pada faktor biologis yang menentukan fungsi-fungsi lementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus respon. Sedangkan faktor sosial sangat penting artinya
bagi perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.
Teori pembelajaran ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.
Peranan siswa dalam teori pembelajaran ini adalah siswa diharapkan dapat belajar dengan keras dan menangani tugas-tugas yang belum dipelajari karena tugas-tugas
tersebut masih berada dalam jangkauan mereka, yakni daerah tingkat
24 perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan saat ini Zona of proximal
development. Siswa harus aktif melaksanakan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Sementara
peranan guru adalah memberi bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal petkembangan dan berangsur-angsur mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya.
Peranan utama guru dalam interaksi pembelajaran adalah pengendalian yang
meliputi 1 menumbuhkan kemandirian dengan memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak, 2 menunbuhkan kemampuan mengambil
keputusan dan bertindak dengan menimgkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa, 3 menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar
agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak
berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu.
Secara singkat, teori perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat
seorang anak mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan
masyarakat dalam pembentukan pengetahuan.
25 Pengetahuan terbentuk sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang
anak. Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih
kurang teridentifikasi secara jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan ilmiah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal
dan sifatnya lebih luas, logis, dan sistematis. Kemudian proses belajar adalah sebuah perkembangan dari pengertian spontan menuju pengertian yang lebih
ilmiah.
Pengetahuan ilmiah terbentuk dari sebuah proses relasi anak dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini bergantung pada seberapa besar kemampuan anak dalam
menangkap model yang lebih ilmiah. Dalam proses ini bahasa memegang peranan yang sangat penting. Bahasa sebagai alat berkomunikasi yang membantu anak
dalam menyampaikan pemikirannya dengan orang lain. Dengan demikian diperlukan
sebuah penyatuan
antara pemikiran
dan bahasa.
Seorang anak dalam masa pembelajarannya, idealnya harus mampu memvisulisasikan apa yang menjadi pemikirannya dalam bahasa. Ketika hal
tersebut telah mampu terwujud itu berarti ia juga telah mampu menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk
berbicara-sendiri.
Menurut Vygotsky seorang anak yang mampu melakukan pembicaraan pribadi lebih berpeluang untuk lebih baik dalam hubungan sosial. Karena pembicaraan
pribadi adalah sebuah langkah awal bagi seorang anak untuk lebih mampu
26 berkomunikasi secara sosial. Bahasa adalah sebuah bentuk awal yang berbasis
sosial. Pandangan Vygotsky ini berkonfrontasi dengan Piaget yang lebih menekankan
pada percakapan
anak yang
bersifat egosentris.
Unsur yang perlu untuk dibahas lebih lanjut adalah mengenai kebudayaan dan masyarakat. Seperti sudah dikatakan pada awal penjelasan tadi, dalam teori
Vygotsky, kebudayaan adalah penentu utama perkembangan individu. Kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa bentuk, seperti bahasa, agama, mata
pencaharian, dan lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky terdapat tiga klaim besar. Pertama, bahwa kemampuan kognitif seorang anak dapat diketahui
hanya jika dianalisis dan ditafsirkan. Kedua, kemampuan kognitif diperoleh dengan bantuan kata, bahasa, dan bentuk percakapan, sebuah bentuk alat dalam
psikologi yang membantu seseorang untuk mentransformasi kegiatan mental. Vygotsky berargumen bahwa sejak kecil seorang anak mulai menggunakan
bahasa untuk merencanakan setiap aktivitasnya dan mengatasi masalahnya. Ketiga, kemampuan kognitif berasal dari hubungan-hubungan sosial ditempelkan
pada latar belakang sosiokultural. http:www.scribd.comdoc35776081teori- vygotsky
Berdasarkan uraian di atas, keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran sangat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan
prestasi beajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau
27 logika tertentu dari yang sederhana sampai yang kompleks, dan perbedaan
individual pada diri siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Pembelajaran dalam hal ini merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks,
yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Seperti yang dikemukakan Trianto 2009:16 bahwa dalam makna yang lebih kompleks dari pembelajaran hakikatnya
adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnnya dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini terlihat jelas behwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah antara guru dan siswa, sehingga
antara keduanya terjadi komunikasi yang terarah pada tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan Kyriacou 2011:44 menyatakan bahwa pembelajaran murid bisa
dirumuskan sebagai perubahan tingkah perilaku seorang murid yang berlangsung sebagai akibat dari keterlibatannya dalam sebuah pengalaman pendidikan.
Gagne et al dalam Kyriacou, 2011:44, mengidentifikasikan ada lima tipe pokok
pembelajaran 1 informasi verbal, misalnya fakta, nama, prinsip, dan generalisaasi,
2 keahlian intelektual, yakni ”mengetahui bagaimana dan mengapa”. Bukannya ”mengetahui bahwa”. Ini bisa disusun dalam urutan
kompleksitas yang semakin menaik, dengan keahlian intelektual yang lebih kompleks ditempatkan di atas keahlian yang lebih simpel, 3 strategi kognitif
yakni cara bagaimana murid mampu mengontrol dan mengelola proses mental
28 yang tercakup dalam pembelajaran termasuk strategi menekuni, memikirkan,
mengingat, dan menangani persolan baru, 4 sikap, bisa didefinisikan sebagai perasaan seorang murid terhadap obyek atau ide tertentu. Pengembangan sikap
tertentu misalnya sikap terhadap minoritas etnis atau terhadap mata pelejaran sekolah, merupakan hasil pendidikan yang penting, 5 keahlian motor, misalnya
memainkan alat musik atau mengoperasikan program pengolah data.
2.1.2. Model Desain Pembelajaran
Menurut Reigeluth 2007:15 menjelaskan desain pembelajaran merupakan kisi-
kisi dari penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang. Selanjutnya Gagne dkk, dalam Prawiradilaga menjelaskan
desain pembelajaran membantu individu dalam proses belajar, dimana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Oleh karenanya
desain pembelajaran haruslah disusun secara sistematis, dan menerapkan konsep pendekatan sistem agar berhasil meningkatkan mutu kinerja seseorang.
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para
ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk,
model prosedural dan model melingkar. Salah satu model desain pembelajaran yang berorientasi kelas adalah model ASSURE.
Model ASSURE merupakan suatu Model Kegiatan Belajar Mengajar KBM atau disebut juga model berorientasi kelas. Model ASSURE ini dicetuskan oleh
29 Heinich, dkk. sejak tahun 1980-an dan dan dikembangkan oleh Smaldino, dkk
Prawira Dilaga, 2008: 47. Menurut Heinich Model ASSURE terdiri enam langkah kegiatan yaitu:
1. Analyze Learners menganalisis peserta didik
2. States Objectives merumuskan tujuan pembelajaran
3. Select Methods, Media, and Material memilih metode, media, dan bahan
ajar 4.
Utilize Media and materials memanfaatkan media dan bahan ajar 5.
Require Learner Participation mengembangkan peran serta peserta didik 6.
Evaluate and Revise menilai dan memperbaiki Rincian Model ASSURE dikembangkan dalam suatu modifikasi, yaitu model
PROGRAM. Model PROGRAM adalah modifikasi dari model ASSURE, yang merupakan singkatan terdiri atas istilah:
1. Pantau pebelajar atau peserta didik
2. Rumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
3. Olah materi atau isi dari mata pelajaran
4. Gunakan media, sumber belajar, dan metode yang sesuai
5. Renungkan sejenak
6. Atur kegiatan peserta didik atau pebelajar
7. Menilai hasil
1. Pantau pebelajar atau peserta didik
Pemantauan pebelajar atau peserta didik dianalisis berdasarkan:
30 a.
Karakteristik umum: latar belakang sosial budaya, kemampuan membaca, atau ciri-ciri umum terkait dengan konteks materi seperti minat atau
kesulitan lain yang sekiranya timbul di kelas. b.
Kompetensi awal: kemampuan intelektual yang menjadi modal dasar pebelajar untuk menguasai materi ajar. Kompetensi awal berpengaruh
terhadap topik dan pencapaian tujuan pembelajaran. c.
Gaya belajar: gaya belajar seorang pebelajar dikaitkan dengan persepsi dan indranya. Cara melihat, mendengarkan, memperhatikan, menyimak,
melakukan dan meniru gerakan tubuh selama belajar berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi.
2. Rumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
Setiap rumusan tujuan pembelajaram harus jelas dan lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan
media dan sumber belajar. Rumusan klasik tujuan pembelajaran yang sejak dahulu diterapkan adalah singkatan ABCD sebagai berikut:
A = Audience
Pebelajar atau peserta didik dengan segala karakteristiknya. Siapapun peserta didik, apapun latar belakangnya, jenjang belajarnya, serta
kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas dan rinci. Penjelasan juga menyangkut triwulan, semester atau program pendidikan dan pelatihan
yang diikuti.
31 B =
Behavior Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran. Perilaku belajar
mewakili kompetensi, tercermin dalam penggunaaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya kata kerja yang terukurdan dapat diamati.
C = Conditions
Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan metode serta sumber belajar
menjadi bagian dari kondisi belajar. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama proses
belajar mengajar berlangsung. D =
Degree Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai bukti bahwa
pencapaian tujuan pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat dinyatakan dalam persentase benar , menggunakan kata-kata
seperti tepatbenar, waktu yang harus dipenuhi, kelengkapan persyaratan tertentuyang dianggap dapat mengukur pencapaian kompetensi.
3. Olah isi atau mata pelajaran
Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah: a.
Ragam pengetahuan Pengetahuan atau topik terkait dikategorikan berdasarkan karakteristiknya.
Sebagai contoh, ragam prosedur dapat disajikan dengan menggunakan metode demonstrasi. Jika metode demonstrasi tidak dapat diterapkan,