PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD PADA SISWAKELAS IX TAHUN 2009/2010

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Hal itu lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya berbagai pembaharuan dalam pengembangan kurikulum merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab profesional setiap guru. Pada institusi pendidikan terjadi proses pembelajaran dan tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Melalui kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan warga negara yang baik, cerdas, bermoral dan bermanfaat. Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan pebelajar dan pembelajar secara timbal balik yang berlangsung untuk mencapai tujuan. Salah satu tujuan pembelajaran adalah meningkatkan prestasi belajar. Artinya keberhasilan siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai.


(2)

Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari diri siswa (faktor internal) maupun dari luar siswa (faktor eksternal). Faktor internal diantaranya terdapat dikemampuan awal siswa tinggi dan rendah. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor metode pembelajaran dan lingkungan.

Kenyataannya dalam pembelajaran matematika masih banyak guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan siswa dalam menerapkan konsep dan penggunaan alat (instrumen) matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya

kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan kesalahan – kesalahan dalam mengerjakan soal yang mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian akhir sekolah, padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru memberikan tugas (pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal. Kondisi riil dalam pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru, media pembelajaran yang digunakan maupun sarana dan prasarana yang ada.

Sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum yang menggunakan sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jadi


(3)

psikomotorik. Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien,

menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar.

Pada pembelajaran berkelompok siswa diharapkan mampu meningkatkan prestasi dan kemampuan secara sosial. Pembelejaraan kooperatif tipe jigsaw dan STAD adalah salah satu contoh pembelajaran berkelompok dimana tipe STAD sebelum pembentukan kelompok siswa diajarkan terlebih dahulu materi yang akan

didiskusikan bersama kelompok, tetapi pada tipe jigsaw sebelum pembelajaran dibentuk kelompok terlebih dahulu dan adanya tim ahli yang dijelaskan oleh guru, sehingga secara umum sama-sama dapat meningkatkan prestasi belajar.

Dalam kegiatan pembelajaran, prestasi belajar merupakan suatu persoalan atau keadaan yang selalu menjadi bahan pemikiran, tidak saja para ahli pendidikan dan pemerintah tetapi juga kepala sekolah beserta guru yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan kegiatan operasional pembelajaran di sekolah. Karena prestasi belajar merupakan hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.

SMP Negeri 3 Banjit menggunakan kurikulum KTSP, namun dalam usaha pembelajaran kepada siswa masih banyak guru yang belum menggunakan sumber belajar dan strategi pembelajaran yang bervariasi dan dapat meningkatkan minat serta motivasi siswa dalam belajar.


(4)

SMPN 3 Banjit, menunjukkan prestasi belajar mata pelajaran matematika rendah. Hal itu ditunjukkan dengan masih adanya siswa yang memperoleh nilai 3 dan 4 pada saat evaluasi akhir pelajaran. Selain itu, rata-rata nilai matematika dari hasil ulangan harian, tengah semester, dan ulangan umum semester ganjil tahun ajaran 2008/2009 adalah 4,25 sedangkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sekolah 6,0 hal ini menjadikan bahan kajian yang menarik untuk diteliti..

Pencapaian prestasi belajar ulangan semester ganjil siswa kelas IX tahun ajaran 2008/2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel l. Prestasi belajar ulangan semester ganjil mata pelajaran matematika siswa kelas IX SMPN 3 Banjit tahun ajaran 2008/2009

No Nilai Frekuensi Persentase

(%)

IXA IXB IXC Total

1 9,1 - 10 0 0 0 0 0

2 8,1 – 9,0 9 6 7 22 18,3

3 7,1 – 8,0 3 5 7 15 12,5

4 6,1 – 7,0 4 6 5 15 12,5

5 5,1 – 6,0 9 10 9 28 23,3

6 4,1 – 5,0 6 5 4 15 12,5

7 3,1 - 4,0 9 8 8 25 20,8

Total 40 40 40 120

Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai di atas KKM 6,0 atau sesuai dengan KKM sebanyak 52 siswa atau 43,33 %. Dengan demikian, siswa yang lulus KKM baru mencapai 43,33%, sedangkan siswa yang berada di bawah nilai 6,0 sebanyak 68 siswa atau 56,67 %, atau di anggap belum memenuhi KKM yaitu nilai 6,0 sehingga dengan demikian dapat diperoleh gambaran bahwa antara siswa yang tuntas belajar dengan yang belum tuntas, lebih besar yang belum tuntas yakni sebesar 56,67 % artinya sebagian besar siswa belum mencapai Standar kompetensi yang diharapkan.


(5)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki mutu diantaranya melalui penataran bagi guru-guru Matematika dan latihan-latihan yang bersifat

ekstrakurikuler bagi para siswa, namun hasil yang diperoleh belum memuaskan banyak pihak (pihak siswa sendiri, orang tua maupun pemerintah).

Adanya kendala tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan diharapkan terjadinya peningkatan prestasi belajar. Salah satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran matematika adalah model Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran Kooperatif adalah suatu pendekatan pembelajaran secara berkelompok, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.

Matematika adalah salah satu bidang studi yang penting untuk dikuasai karena banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bidang ekonomi (keuntungan maksimum), menentukan letak benda (pemanfaatan luas permukaan) dan sebagainya. Selain berguna dalam kehidupan sehari-hari, Matematika

memberikan bekal kepada siswa dalam meniti pendidikan ke jenjang selanjutnya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, diduga bahwa hasil belajar tidak saja ditentukan oleh faktor eksternal namun juga internal siswa, misalnya kemampuan awal siswa dalam belajar sangat mempengaruhi perolehan peningkatan prestasi belajar Matematika. Karena secara nyata siswa memiliki kompetensi untuk berbuat sesuatu baik selama maupun setelah pembelajaran. Kemampuan awal siswa akan menimbulkan optimisme sehingga siswa mampu menyikapi setiap


(6)

persoalan yang dihadapi khususnya ketika mereka menghadapi pelajaran Matematika, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang masalah tersebut. Sungguhpun demikian, penerapan pembelajaran kooperatif bisa saja mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar siswa yang berbeda – beda karakteristiknya. Pada pembelajaran kooperatif terdapat interaksi antar siswa dalam kelompok, bisa saja penerapan pembelajaran kooperatif tersebut

dipengaruhi oleh kondisi latar belakang siswa, siswa dengan kemampuan awal yang tinggi cenderung lebih mudah menyelesaikan tugas dengan baik, sementara siswa yang kemampuan wal rendah cenderung akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya.

Model pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimenkan adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD (Student Team Achievement Division). Menurut Lie (2004: 68)

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen dan bekerja sama, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa ( Slavin, 1994 : 15 ). Pembelajaran kooperatif Jigsaw juga cocok diimplementasikan oleh guru yang baru menerapkan model pembelajaran kooperatif ( Pannen, 2001 :69 ). Jadi sangat beralasan untuk memilih menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Berdasarkan uraian di atas masing-masing model pembelajaran kooperatif baik tipe Jigsaw dan tipe STAD berkemungkinan efektif diterapkan dalam


(7)

pembelajaran. Kemudian memperhatikan latar belakang pembentukan kelompok yaitu kelompok eksperimen pertama dengan sifat heterogen menurut Slavin yang diilhami adanya perbedaan ras yang memiliki dampak sosial, dan kelompok eksperimen kedua dengan sifat heterogen secara akademis dan memperhatikan hakekat kelompok sebaya yang lebih mungkin disenangi peserta didik, maka diduga latar belakang pembentukan kelompok eksperimen menyebabkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD lebih efektif diterapkan dalam pembelajaran Matematika.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, indentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas IX SMP Negeri 3 Banjit Kabupaten waykanan , Lampung.

2. Para guru belum tepat dalam memilih dan menggunakan pendekatan / strategi pembelajaran.

3. Dominasi guru masih sangat tinggi dalam kegiatan pembelajaran. 4. Guru kurang efektif dan efisien memanfaatkan waktu dalam proses

pembelajaran.

5. Siswa kurang menyadari pentingnya pembentukan kelompok belajar, untuk mencapai keberhasilan dalam belajar, siswa perlu diberikan kesadaran untuk menunjukkan kekuatannya bersama dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil belajar atau prestasi akademiknya cenderung meningkat


(8)

manakala belajar secara maksimal, biasanya siswa tersebut penuh dengan gagasan, mandiri, dan penuh percaya diri.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghilangkan bias dalam penelitian ini dan mengefektifkan proses, peneliti memberikan rambu–rambu pengkajian sebagai berikut:

1. Penelitian ini untuk mengetahui interaksi siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD

2. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa

berkemampuan awal tinggi dan rendah terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD .

3. Target penelitian diarahkan pada siswa kelas IX semester I tahun ajaran 2009/2010 SMPN 3 Banjit Kabupaten Waykanan.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada interaksi siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD ?

2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD ? 3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal rendah

dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ?

4. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang berkemampuan awal tinggi dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD?


(9)

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Interaksi antara siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD.

2. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD.

3. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal rendah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

4. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

1.6 Kegunaan Penelitian

Secara praktis penelitian ini bermanfaat:

1. Memberikan gambaran perbedaan prestasi belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa SMP kelas IX.

2. Memberikan wawasan yang positif bagi peneliti untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

3. Memperoleh pengalaman yang menjadi pedoman dalam penyusunan rancangan pembelajaran sehingga setiap guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa SMP kelas IX

4. Bagi guru Matematika, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan strategi pembelajaran.


(10)

5. Bagi peneliti, penelitian ini memberi pengalaman nyata tentang penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan STAD dalam pembalajaran mateatika SMP kelas IX..


(11)

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1Hakikat Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar

Menurut Gagne (1970) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru (Sagala, 2006:17).

Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni: 1) kondisi eksternal, yaitu stimulus dari lingkungan dalam belajar; 2) kondisi internal, yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa; 3) hasil belajar, yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif. Kondisi internal belajar akan berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar yang pada akhirnya akan tampak pada hasil belajar (Sagala, 2006:18)


(12)

Menurut Ausubel belajar bermakna timbul jika siswa mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal itu terjadi, jika siswa belajar konsep yang ada. Akibatnya, struktur konsep/pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengalami perubahan. Namun demikian, jika pengetahuan baru tidak berhubungan dengan pengetahuan yang ada, maka pengetahuan baru itu akan dipelajari siswa melalui belajar hafalan. Artinya, siswa hanya menerima selanjutnya menghafalkan materi yang sudah diperolehnya. Hal ini disebabkan pengetahuan yang baru tidak dikembangkan dengan keadaan lain atau pengetahuan yang ada. Tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti (Sagala, 2006)

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan (Soemanto, 1998: 104-105).

Menurut Wittaker (dalam Soemanto, 1998: 104) belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Pengalaman diperoleh berkat interaksi antara indivdu dengan lingkungan.


(13)

Witherington (1952:165) yang dikutip oleh Sukmadinata dalam bukunya Landasan Pendidikan (2003:155) belajar adalah merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Belajar merupakan kegiatan integral yang melibatkan seluruh komponen termasuk siswa. Artinya keberhasilan belajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar.

Belajar dalam arti luas adalah kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Sedangkan belajar dalam arti sempit adalah penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan bagian menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Sardiman (2001; 3) mengemukakan seseorang belajar adalah untuk: 1) mengetahui suatu kepandaian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui. 2) dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat diperbuat, baik berupa tingkah laku maupun keterampilan. 3) mampu mengkombinasikan dua pengetahuan atau lebih ke dalam suatu pengetahuan baru, baik berupa keterampilan, pengetahuan, konsep, maupun tingkah laku. 4) dapat memahami atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.

Belajar adalah proses aktif dalam memberi reaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu yang sedang belajar, yang diarahkan kepada tujuan dengan melihat, mengamati, memahami sesuatu untuk mendapatkan pengalaman baru. Proses belajar akan terkait dengan bagaimana mengubah tingkah laku individu.

2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar

Diantara prinsip-prinsip belajar yang penting berkenaan dengan : 1. Perhatian dan motivasi belajar siswa


(14)

3. Keterlibatan dalam belajar 4. Pengulangan belajar

5. Tantangan semangat belajar

6. Pemberian balikan dan penguatan belajar

7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar

Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk

mencapai sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar. Motivasi dapat bersifat internal atau eksternal, maupun

intrinsik atau ekstrinsik.

Motivasi yang bersifat internal adalah motivasi yang datang dari diri sendiri. Motivasi yang bersifat eksternal adalah motivasi yang datang dari orang lain dan yang dimaksud dengan motivasi bersifat intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran disekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedang motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan untuk naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan

mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sebagai


(15)

pembimbing, fasilitator dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar berarti suatu keterlibatan langsung atau pemerolehan

pengalaman individual yang unik. Belajar tidak terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, bersinambungan, tanpa henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut menantang siswa. Belajar juga akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar. Betapapun pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, prestasi belajar akan terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat individual pembelajar.

2.1.3 Teori Belajar dan Pembelajaran

Konsep pembelajaran menurut Corey (1986) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan bagian khusus dari pendidikan.

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam disain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan


(16)

berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu: 1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir; 2) dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri (Sagala, 2006)

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran adalah modal utama penyampain bahan ajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.


(17)

Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain tapi ”dibentuk” dan ”dikonstruksi” oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektualnya.

Keberhasilan pembelajaran dicapai 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan dilakukan. Lebih lanjut dikatakan bahwa 90% masukan indra untuk otak berasal dari sumber visual. Berdasarkan pernyataan tersebut, peranan alat bantu visual dalam pembelajaran merupakan hal yang esensi dalam meningkatkan hasil belajar anak (Sailah, 2001).

2.1.4 Hakikat Prestasi Belajar

Menurut Gagne (Winkel;1976; 98) prestasi belajar siswa dapat diperoleh dari hasil belajar yang terdiri dari lima kategori belajar yang dikemukakan oleh Gagne yaitu: 1). Informasi verbal; yang dimaksud dengan informasi verbal adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk


(18)

bahasa lisan dan tulisan, atau pengetahuan yang diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa lisan atau tulisan. 2). Keterampilan intelektual; yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (angka, huruf, kata, gambar). 3). Strategi Kognitif; yaitu kemampuan dalam menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri, khususnya bila dalam belajar dan berpikir. 4). Keterampilan motorik; yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak-gerik jasmani dengan urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. 5). Sikap; yaitu kemampuan untuk bersikap menerima atau menolak suatu obyek

berdasarkan penilaian atas obyek tersebut berguna atau tidak berguna, dan baik atau tidak baik baginya.

Sudjana (1989: 5) mengemukakan empat keadaan yang memberikan ciri

terbentuknya tingkah laku sebagai hasil belajar yang ditandai dengan perubahan tingkah laku pada diri peserta didik berupa : 1) kemampuan aktual dan potensi; 2) kemampuan itu berlaku dalam waktu relatif lama dan kebutuhan potensial; 3) merupakan hasil dari pengalaman dan latihan; 4) kemampuan baru diperoleh melalui usaha.

Usman (1993: 7) menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dengan bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khusus dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus guru perlu

mengadakan tes. Setiap siswa yang mengikuti pembelajaran diharapkan dapat menguasai apa yang dipelajarinya. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dapat


(19)

dilakukan dengan mengadakan pengukuran langsung terhadap hasil usaha belajarnya. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara memberikan tes tertulis atau lisan, ulangan atau ujian pada waktu-waktu tertentu.

Menurut Sukardi (1998:51), Prestasi belajar dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas prestasi belajar menunjukkan kepada tingkat kemampuan dan sekaligus penguasaan bidang kognitif, efektif dan psikomotor. Sedangkan

pengertian sempit prestasi belajar adalah nilai-nilai yang berhasil dicapai siswa misalnya prestasi ulangan nilai 6, 7, 8 dan seterusnya.

Ahmadi, ( 1995:21 ), prestasi adalah :” hasil kegiatan yang telah dicapai dalam usaha belajar yang ditandai oleh adanya perubahan situasi yang terlihat dalam proses perkembangan diri siswa untuk mencapai tujuan”.

Surachmad, ( 1990:22 ), prestasi adalah : “ nilai-nilai belajar murid-murid dan kebanyakan orang mengartikannya adalah ulangan, dan ulangan itu untuk memperoleh suatu indeks yang menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar.

Hamalik, (2001:43), prestasi belajar adalah : “ perubahan tingkah laku yang diharapkan pada murid setelah dilaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan pengertian di atas, prestasi belajar pada dasarnya adalah tingkat keberhasilan siswa terhadap semua materi yang telah dipelajarinya yang ditunjukan dengan kemampuannya mengerjakan tes evaluasi hasil belajar yang


(20)

diberikan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap berbagai hal yang pernah diajarkan atau dilatihkan.

Menurut Djamarah (2002:157), secara psikologis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut adalah faktor minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.

a) Minat

Merupakan kemauan yang timbul dari sikap siswa. Menurut pendapat Slameto (2003:182), minat belajar yang besar terhadap sesuatu merupakan suatu modal yang besar untuk memperoleh tujuan-tujuan yang diminati. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tingi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasikan prestasi yang rendah.

Kemudian menurut Suyanto (2001:66) siswa akan aktif belajar apabila dalam dirinya tumbuh minat untuk belajar. Proses belajar akan menghasilkan sesuatu yang dapat diingat atau dipraktikan.

b) Kecerdasan

Secara umum telah mengetahui bahwa intelegensi ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang. Menurut Dalyono (1997:56) yang dikutip Djamarah (2002 :160) secara tegas bahwa seseorang yang memiliki

intelegensi baik pada umumnya mudah belajar, dan prestasinyapun cenderung baik. Sebaliknya orang yang memiliki intelegensi rendah cenderung

mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir dan prestasi belajarnyapun rendah.


(21)

Bakat merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Menurut Sunarto dan Hartono, bakat adalah bawaan yang masih perlu dikembangkan atau latihan. (Djamarah, 2002:162) d) Motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dan ikut menentukan intensitas belajar seseorang untuk mencapai prestasi belajar.

e) Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif adalah suatu kemampuan yang dituntut kepada anak didik untuk dikuasai yang meliputi persepsi, mengingat, dan berpikir. Kemampuan ini yang memjadi dasar penguasaan ilmu pengetahuan. 2.1.5 Hakikat Metematika

1) Pengertian

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai


(22)

dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang

kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.

2) Fungsi dan Tujuan

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.

Tujuan pembelajaran matematika adalah:

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah


(23)

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan

3) Ruang Lingkup

Standar Kompetensi Matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada prestasi belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam komponen kompetensi dasar beserta prestasi belajarnya, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya.

Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada aspek tersebut didasarkan menurut disiplin ilmunya atau didasarkan menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak ingin dicapai. Aspek atau ruang lingkup materi pada standar kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika.

4) Standar Kompetensi Matematika

Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA, adalah sebagai berikut:

 menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,

menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah


(24)

 memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah

 menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

 menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah

 memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Kecakapan tersebut dicapai, dengan memilih materi matematika melalui aspek berikut:

1. Bilangan

 Melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah

 Menaksir hasil operasi hitung 2. Pengukuran dan geometri

 Mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau kesebangunannya

 Melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan satuan pengukuran

 Menaksir ukuran (misal: panjang, luas, volume) dari benda atau bangun geometri


(25)

 Mengaplikasikan konsep geometri dalam menentukan posisi, jarak, sudut, dan transformasi, dalam pemecahan masalah

3. Peluang dan statistika

 Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data  Menentukan dan menafsirkan peluang suatu kejadian dan

ketidakpastian 4. Aljabar

 Melakukan operasi hitung dan manipulasi aljabar pada persamaan, pertidaksamaan, dan fungsi, yang meliputi: bentuk linear, kuadrat, , eksponen dan logaritma, barisan dan deret dalam pemecahan masalah

2.2 Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran konvensional banyak diterapkan dari sejak dulu sampai sekarang yang bercirikan yaitu memperlakukan sama kepada semua siswa dalam satu kelas yang sebenarnya mungkin memiliki banyak perbedaan bawaan. Dan juga situsi pembelajaran penuh dengan persaingan individu. Sehubungan dengan itu, maka Slavin (1994; 16)

”The critique of traditional classroom organization made by motivational theorist, is that the compentitive grading and informal reward sistem of the classroom create peer norms that oppose academic offorts”.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa para ahli teori motivasi mengkritik terhadap kelas tradisional bahwa penilaian yang kompetitif dan pemberian penghargaan kepada siswa yang menjadi juara kelas telah menciptakan norma-norma acuan


(26)

yang bertentangan dengan usaha sekolah yaitu semua peserta didik berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian model pembelajaran tradisional sekarang sudah perlu diganti dengan model pembelajaran yang sejalan dengan usaha sekolah tersebut.

Seperti telah diketahui bersama bahwa setiap lembaga pendidikan senantiasa bertujuan semua anak didiknya mencapai kemampuan minimal sama atau melampaui standar kompetensi yang telah ditetapkan melalui kurikulum yang diberlakukan. Dengan demikian, yang ada seharusnya kelompok berprestasi yaitu kelompok yang mampu mengangkat setiap anggota kelompoknya memberikan kontribusi mencapai nilai perkembangan kelompok yang paling maksimal melalui belajar kelompok.

Suatu model pembelajaran yang mengakomodir kepentingan bersama adalah model pembelajaran kooperatif. Apa sebenarnya pembelajaran kooperatif ditegaskan oleh Slavin (1994; 2) sebagai berikut.

”Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content”.

Kooperatif adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatan–ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu dengan yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan– tujuan yang secara bersama–sama diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan itu. Pemikiran tersebut hanya merupakan suatu gambaran sederhana apa yang tersirat tentang kooperatif.


(27)

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang berlandaskan konstruktivis. Konstruktivisme dalam pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Nur (2001: 3) adalah bahwa siswa mampu menemukan dan memahami konsep–konsep sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Di dalam model pembelajaran tersebut pada aspek masyarakat belajar diharapkan bahwa setiap individu dalam kelompok harus berperan agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai.

Uraian di atas memberi kejelasan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai metode pembelajaran di mana siswa bekerja di dalam kelompok kecil untuk membantu satu sama lain mempelajari materi pelajaran. Adapun penelitian secara bertahap harus berusaha meningkatkan keterampilan kooperatifnya

sehingga mampu secara optimal mencapai tujuan pembelajaran yang sudah diinformasikan.

Selanjutnya, Slavin (1994: 2) menyatakan bahwa:

“in cooperative class rooms, students are expected to help each other, to assess each other’sesudah current knowlwdge and fill in gaps in each other’sesudah understanding.”

Artinya, di dalam kelas kooperatif, para siswa ajar diharapkan untuk tolong menolong, menilai pengetahuan mereka satu sama lain dan mengisi celah dengan pemahaman masing-masing. Adapun gagasan di belakang bentuk pembelajaran kooperatif ini adalah bahwa jika para siswa ingin berhasil sebagai suatu tim, mereka akan mendukung teman satu tim mereka untuk dapat melampaui


(28)

belajar kelompok dilihat dari substansi materi yang dipelajari atau dikerjakan, Nur (2000; 38) menyatakan bahwa :

“Metode pembelajaran kooperatif dapat dibedakan atas dua kategori besar yaitu : (1) group study method atau belajar kelompok yaitu siswa bekerjasama saling membantu mempelajari informasi atau ketrampilan yang relatif telah

terdefinisikan dengan baik (2) pembelajaran atau pembelajaran berbasis proyek yaitu sesudah bekerja dalam kelompok untuk menyusun suatu laporan,

eksperimen, atau proyek yang lain. Adapun perbedaan utama bahwa pada pembelajaran berbasis proyek masalah dan tujuan belum tersusun dan terdifinisi dengan baik, dan kelompok siswa justru mencari dan merumuskan masing-masing.”

Sebagai pemula melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas maka kategori yang pertama yaitu belajar kelompok yang akan diterapkan dalam pembelajaran Matematika pada penelitian ini.

Selanjutnya, sebagai latar belakang pembentukan kelompok Slavin (1994: 51) menyatakan yang maksudnya bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu solusi ideal terhadap permasalahan yang ada dalam kelompok siswa yang berbeda suku dengan peluang cukup besar karena adanya interaksi yang kooperatif.

Kehadiran para siswa dari ras yang berbeda atau latar belakang suku yang berbda digunakan untuk meningkatkan hubungan dalam suatu kelompok. Pada persoalan Matematika banyak masalah yang sulit untuk dipecahkan sendiri-sendiri oleh siswa dan akan lebih efektif apabila didukung dengan model pembelajaran kooperatif.

Menurut Nur (2001: 2) unsur–unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.


(29)

1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama“.

2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompok disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam

mempelajari materi yang dihadapi.

3. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggungjawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.

5. Siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berperan terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

6. Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.

7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif yang kita gunakan merupakan hal baru bagi guru dan siswa karena memiliki perbedaaan–perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan model pembelajaran selama ini, di mana peranan guru sangat dominan.

Tabel 2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.

Fase Indikator Kegiatan guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pemelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif

2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara mendemon-strasikan atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasi kan siswa dalam kelompok-kelompok

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas


(30)

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok

6 Memberi penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik–teknik pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Beberapa perbedaan yang mendasar tersebut menurut Depdikbud (2000: 90) adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya


(31)

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.


(32)

Ada lima hal dasar yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik (Jonhson, 1991: 22-23), yaitu:

a. Kemandirian yang positif

Kemandirian yang positif akan berhasil dengan baik apabila setiap anggota kelompok merasa sejajar dengan anggota yang lain. Artinya satu orang tidak akan berhasil kecuali anggota yang lain merasakan juga keberhasilannya. Apapun usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk semua anggota kelompok. Kemandirian yang positif merupakan inti pembelajaran kooperatif.

b. Peningkatan interaksi

Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengenal, tolong menolong, saling bantu, saling mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas usahanya dalam belajar. Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada saat siswa diikutsertakan untuk belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam hal ini menjelaskan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang akan dikerjakan, menjelaskan pada teman sekelas dan menghubungkan dengan pelajaran yang terakhir dipelajari. c. Pertanggungjawaban individu

Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing anggota menjadi lebih kuat pengetahuannya. Siswa belajar bersama sehingga setelah itu mereka dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa masing-masing anggota lebih kuat, siswa harus membuat


(33)

pertanggungjawaban secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu akan terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya diberitahukan pada individu dan kelompok. Pertanggungjawaban individu berguna bagi setiap anggota

kelompok untuk mengetahui: siapa yang memerlukan lebih banyak bantuan, dukungan dan dorongan semangat dalam melengkapi tugas, bahwa mereka tidak hanya “membonceng” pada pekerjaan teman.

d. Interpersonal dan kemampuan grup kecil

Dalam pembelajaran kooperatif, selain materi pelajaran (tugas kerja) siswa juga harus belajar tentang kerja kelompok. Nilai lebih pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar tentang keterampilan sosial. Penempatan sosial bagi individu yang tidak terlatih, walaupun disertai penjelasan bagaimana mereka harus bekerjasama tidak menjamin bahwa mereka akan bekerja secara efektif. Agar tercapai kualitas kerjasama yang tinggi setiap anggota kelompok harus mempelajari keterampilan sosial. Kepemimpinan, membuat keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi dan keahlian menggelola konflik juga harus dipelajari seperti halnya tujuan mereka mempelajari materi pelajaran. e. Pengelolaan kelompok

Pengelolaan kelompok akan berhasil jika setiap anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka mencapai tujuan dan bagaimana mempertahankan hubungan kerja secara efektif. Kelompok perlu


(34)

membantu, selanjutnya membuat keputusan mengenai tingkah laku yang harus dilanjutkan atau diganti.

Pengelolaan kelompok ini akan berpengaruh terhadap hasil kerja kelompok. Setiap anggota kelompok akan menyumbangkan nilai perkembangannya untuk skor perkembangan kelompok.

Perhitungan skor perkembangan individu dapat mengacu menurut Slavin (1995: 80) seperti pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Perhitungan Skor Perkembangan Individupada Pembelajaran Kooperatif

Skor Tes Nilai Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 10 poin hingga 1 poin di bawah skor awal Diatas skor awal sampai 10 poin

Lebih dari 10 poin diatas skor awal

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

5 10 20 30 30

Keterangan: Skor awal adalah skor yang diperoleh siswa dari pembelajaran tepat pada pertemuan sebelumnya.

Skor perkembangan kelompok diperoleh dengan menghitung rata-rata skor perkembangan individu pada setiap kelompok. Untuk menghargai prestasi kelompok ada tiga tingkat penghargaan yang dapat diberikan terhadap prestasi kelompok. Penghargaan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:


(35)

Tabel 5. Penghargaan Prestasi Kelompok Kriteria

Skor Rata-Rata Kelompok

Penghargaan 5 ≤ x ≤ 15

15 < x ≤24 25 < x ≤30

Kelompok baik Kelompok hebat Kelompok super

2.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif yang diartikan sebagai proses pembelajaran yang mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Jigsaw adalah salah satu model

pembelajaran kooperatif, dimana siswa ditempatkan ke dalam tim beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk mempelajari meteri yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk tiap anggota (Aroson dalam Nur; 2000 : 29).

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode pembelajaran kooperatif. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,

matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan. ( Lie, 2004: 68)

Model pembelajaran Jigsaw berupa pola mengajar teman sebaya dengan

memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari suatu materi dengan baik dan pada waktu yang sama ia menjadi nara sumber bagi yang lain (Silberman, 2000 :157). Belajar dengan memerankan teman sebagai nara sumber, dikenal sebagai belajar dengan tutor sebaya. Dengan pola tutor sebaya, diharapkan ada


(36)

peluang bagi siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar lebih intensif dan efektif.

Diantara model pembelajaran kooperatif, hanya model Jigsaw yang jumlah anggotanya tidak terbatas hanya empat orang. Lebih khusus lagi bahwa dalam model pembelajan Jigsaw terdapat dua macam kegiatan yaitu di dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Pada Jigsaw tidak diterapkan sistem penghargaan

kelompok, para siswa dinilai berdasarkan hasil belajar individu masing-masing. Tipe Jigsaw model Aroson, siswa diatur dalam kelompok dengan anggota terdiri dari 4 sampai 5 orang yang heterogen. Setiap siswa diberi tanggungjawab mempelajari satu bagian topik. Kemudian setiap anggota kelompok bergabung dengan anggota kelompok yang mempelajari topik yang sama membentuk

kelompok ahli (experts group). Di dalam kelompok ahli setiap anggota kelompok membahas topik dan merancang teknik menjelaskan topik tersebut pada kelompok asalnya. Bahan ajar disusun dalam bentuk teks (Sidharta, 2004 : 17 ).

Pembelajaran model Jigsaw berorientasi pada keberhasilan kelompok, sehingga setiap siswa dapat termotivasi untuk meningkatkan aktivitas. Siswa yang menjadi ketua kelompok akan bertanggungjawab untuk membawa kelompoknya menjadi terbaik. Dalam hal ini sumber belajar tidak terbatas hanya pada bahan yang disediakan guru saja, tetapi dapat bebas dipilih bahan belajar dari sumber manapun yang sesuai. Sebagai sumber belajar dapat berupa pesan, proses,

prosedur, latar dan orang. Untuk dapat mempertahankan kualitas interaksi belajar antar kelompok, maka jumlah anggota harus diperhitungkan.


(37)

“ Dalam teknik kooperatif tipe Jigsaw, siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan belajar dibagikan kepada anggota-anggota tim. Kemudian masing-masing mempelajari bagian tugasnya dengan cara bergabung dengan anggota dari tim lain yang memiliki bahan tugas yang sama. Setelah itu mereka kembali ke dalam kelompoknya semula mengajarkan bahan belajar yang telah dipelajarinya bersama anggota tim lain kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya seluruh anggota tim dites mengenai seluruh bahan yang sudah dipelajarinya”.

Pokok bahasan yang terdiri dari banyak sub dipastikan dapat menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, akan tetapi untuk pokok bahasan yang sedikit sub topiknya kurang cocok menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw, karena bisa terjebak pada fenomena “ free rider’ (penunggang bebas) atau diffusion of responsibility (menunggang tanggungjawab), karena ada anggota kelompok yang terabaikan perannya. (Sidharta, 2004 : 15-21).

Dari uraian teori diatas maka pembelajaran tipe Jigsaw dapat dijadikan alternatif terbaik untuk meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini diperkuat oleh pendapat Slavin (1994;126) yang mengemukakan sebagai berikut:

“Jigsaw is one of the most flexible of the cooperative learning methods several modification.” Pernyataan tersebut diartikan bahwa Jigsaw adalah suatu model dari metode coopertive learning yang lebih luwes dengan melalui beberapa penyempurnaan dengan karakter yang lain, telah dikembangkan model

pembelajaran tipe Jigsaw, tipe yang lain yang disebut sebagai tipe Jigsaw II dan Jigsaw III.

Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin. Pada dasarnya Slavin mengambil struktur yang sama dengan Jigsaw Aronson, akan tetapi disederhanakan dengan cara kelompok membahas suatu topik dan setiap anggota kelompok memilih sub


(38)

topik untuk dikuasai (menjadi ahli). Setiap ahli membahas subtopiknya kepada anggota lainnya. Slavin menambahkan aspek kompetisi kelompok dan

penghargaan kelompok seperti pada STAD. Modifikasi ini berguna untuk menghadapi topik yang sedikit. Jigsaw III dikembangkan oleh Spencer Kagan (Blosser, 1992). Tipe ini khusus untuk pendidikan bilingual. Dalam Jigsaw III seluruh materi belajar disajikan dalan dua bahasa (Sidharta, 2004: 18).

Slavin (1994:122) menyatakan : “ The key to Jigsaw is independence every student depends on him and her mates to provide the informations needed to do well on the assessments ”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kunci dan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah saling ketergantungan setiap pelajar kepada teman kelompoknya dalam membuat kelengkapan informasi yang diinginkan, sebagai bahan untuk mengerjakan tes penilaian.

Menurut Lie (2004: 68) Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen dan bekerja sama, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain

Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli ( expert sheet ) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap tim yang harus dipelajari (didalami) pada saat membaca . Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topic yang sama berkumpul dalam kelompok ahli ( expert group) untuk mendikusikan topik mereka, selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk


(39)

mengajarkan kepada anggota yang lain dalam satu tim. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim. ( Wijayanti dalam Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIII : 2004 )

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang semua

anggotanya memiliki bagian materi yang berbeda-beda dan merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang mempelajari dan mendalami materi yang sama. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

Kelompok asal

Kelompok ahli

Gambar 1. Ilustrasi kelompok Jigsaw


(40)

Menurut Slavin (1994:71) rencana pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat diatur sebagai berikut.

a. Membaca: siswa memperoleh materi dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.

b. Diskusi kelompok ahli: siswa dengan materi yang sama bertemu untuk mendiskusikan materi tersebut.

c. Diskusi kelompok asal: kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan materi tersebut pada kelompoknya.

d. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencangkup semua materi.

e. Penghargaan kelompok: perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, diakhir pembelajaran, siswa diberi tes/ kuis secara individu yang mencakup materi yang telah dibahas. Selanjutnya, hasil tes siswa tersebut diberi poin peningkatan yang ditentukan berdasarkan selisih skor terdahulu (skor dasar dengan skor akhir). Tujuan dari skor dasar dan poin peningkatan individu adalah untuk meyakinkan siswa bahwa setiap siswa dapat memberikan poin maksimal pada kelompoknya. Kriteria pemberian poin perkembangan individu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Kriteria Perkembangan Individu

Skor Kuis Terakhir Poin Peningkatan Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 0 poin

10 poin – 1 poin di bawah skor dasar 10 poin Skor dasar sampai 10 poin di atasnya 20 poin Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin Nilai sempurna (tanpa memperhatikan

skor dasar)

30 poin (Slavin, 1994:80)


(41)

Setelah dilakukan perhitungan peningkatan poin individual dilaksanakan

pemberian penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada poin peningkatan kelompok.

2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah jenis pembelajaran yang lebih diminati oleh para guru karena tidak menuntut persyaratan yang rumit pada penerapannya. STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sekarang sangat populer digunakan di sekolah-sekolah, dan dikembangkan oleh Robert Slavin di John Hopkins University. Eggen & Kauchak (1996; 279 - 280) pada intinya menjelaskan bahwa ada tiga komponen mendasar dalam belajar kooperatif tipe STAD yaitu : (1) group goals; bekerja sama dalam kelompok dan membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan belajar; (2) individual

accounttability; setiap anggota kelompok diharapkan melakukan aktivitas belajar bersama sehingga menguasai dan memahami isi materi; (3) aqual opportunity for succes; setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan yang dicapainya.

Terdapat enam fase utama model pembelajaran kooperatif tipe STAD,

pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran disertai dengan memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Fase ini diikuti dengan penyampaian informasi dengan lisan atau dalam bentuk bacaan.

Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok belajarnya. Fase berikutnya bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk


(42)

kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Keenam fase pembelajaran kooperatif oleh Arends (dalam Ibrahim dkk, 2000: 10) disajikan dalam Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase

Ke Indikator Tingkah Laku Guru

Tingkah Laku Siswa 1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Menyimak penjelasan guru

2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan Mendengarkan dan memperhatikan 3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok – kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepda siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membentuk kelompok yang telah ditentukan

4

Membimbing kelompok bekerja dan

belajar

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Mengerjakan LKS

5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mempresentasi kan hasil belajar

6 Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara – cara untuk menghargai upaya atas hasil belajar individu maupun kelompok


(43)

Secara teknis pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dijelaskan oleh Ibrahim (2000; 20) sebagai berikut.

”Guru yang menggunakan STAD mengacu pada belajar kelompok siswa menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang. Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.”

Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa STAD adalah jenis pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil yang harus diawali dari pemberian materi pembelajaran baru. Adapun yang didiskusikan dengan kelompok adalah penyelesaian tugas pendalaman materi, dan dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok. Kelompok yang mengajukan pertanyaan diberi point sesuai dengan mutu pertanyaannya.

Selanjutnya, Slavin (1994; 288) menyatakan bahwa STAD merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif dan berikut ini diuraikan bagaimana pelaksanaannya dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas.

1) Pembelajaran

Tujuan utama dari pembelajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian materi ajar di kelas. Penyajian tersebut menyangkut pembukaan. Pengembangan, dan latihan terbimbing dari keseluruhan materi ajar. Penekanan dalam penyajian materi ajar adalah hal-hal sebagai berikut:


(44)

a) Pembukaan

Pertama, katakanlah pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan mengapa hal itu penting; kedua, timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. Anda dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada materi ajar tersebut. Ketiga, ulangi secara singkat keterampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak b) Pengembangan

Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Perhatikan rambu-rambu berikut: (1) pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hafalan; (2) mengontrol pemahaman peserta didik sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan; (3) memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah

c) Latihan terbimbing

Bentuk latihan terbimbing diantaranya adalah (1) menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikau; (2) memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau meyelesaikan soal, hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu siap mempersiapkan diri sebaik mungkin; dan (3) pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik.


(45)

2) Belajar Kelompok

Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah mengusai meteri yang diberikan pembelajaran dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Pada saat pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif, guru perlu mengamati kegiatan pembelajaran cara seksama. Guru juga harus melakukan hal sebagai berikut. (1) mintalah anggota kelompok memindahkan meja/bangku mereka bersama-sama dan pindah ke meja kelompok, (2) memilih nama kelompok; dan (3) kelompok manapun yang tidak dapat menyepakati nama kelompok pada saat itu boleh memilih kemudian; (4) bagikan lembar kegiatan/tugas. Selanjutnya. serahkanlah pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan kelompok. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soalnya sendirian dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan, teman satu kelompoknya bertanggung jawab menjelaskannya. Guru perlu memperhatikan hal sebagai berikut. (1) tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok semua memahami; (2) pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan; (3) ingatkan siswa bahwa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan kepada teman- teman sekelompok sebelum bertanya kepada guru. Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru


(46)

sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk medengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja, dan sebagainya . 3) Kuis/ Tes

Kuis dikerjakan oleh siswa secara madiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebgai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

4) Penghargaan Kelompok

Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikasi atau

penghargaan kelompok. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

2.2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe STAD Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pengertian tentang adanya sedikit perbedaan pada pelaksanaan Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD sebagai berikut.

Tebel 8. Perbedaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD

Pembedaan Jigsaw STAD

Penyampaian informasi

Informasi materi ajar lewat bahan tertulis

Informasi materi ajar lewat lisan, demonstrasi


(47)

Struktur tim

Setiap siswa dalam kelompok belajar heterogen dengan pola kelompok asal dan kelompok ahli

Setiap siswa dalam sebuah kelompok belajar heterogen

Tugas utama

Mempelajari materi dalam kelompok ahli dan dilanjutkan saling

membelajarkan pada kelompok asal

Menyelesaikan lembar tugas kerja

2.2.4 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

dan Tipe STAD

Keunggulan dan kelemahan yang ada pada masing-masing tipe pembelajaran kooperatif tersebut, tertuang dalam tabel berikut.

Tabel 9. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe STAD

Keunggulan/ Kelemahan

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Keunggulan

- Penyampaian informasi dari guru tertulis sehingga teori konstruktivisme lebih terakomodasi

- Setiap siswa mempunyai tanggung jawab yang sama dalam membelajarkan teman sekelompoknya

- Penyampaian informasio lisan sehingga sebelum belajar kelompok mereka sudah punya bekal dasar - Prosedur pelaksanaanya

lebih mudah

Kelemahan

- Siswa yang lemah bisa jadi tertekan oleh tanggung

- Tanggung jawab siswa tidak merata


(48)

jawabnya

- Siswa yang pandai bisa terhambat

- Siswa yang pandai bisa terhambat

2.3. Kemampuan Awal Siswa

Pada dasarnya setiap siswa yang memulai suatu pelajaran atau kegiatan belajar telah memiliki kemampuan atau keterampilan awal. Kemampuan awal (entery behavior) didefinisikan sebagai keterampilan yang harus dikuasai siswa sebelum ia memulai pembelajaran. Entery behavior or skills that must be mattered by learners from the target population before beginning instruction. (Dick and Carrey, 1990: 85).

Pengetahuan/kemampuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa tersebut dalam teori pembelajaran disebut sebagai karakteristik siswa. Menurut Seels (1991: 32), karakteristik siswa adalah masalah-masalah dan latar belakang siswa yang mempengaruhi efektivitas proses belajar. Learner characteristics are those facts of the learner’s experiental background that impact the effectiveness of a learning process.

Pengetahuan/kemampuan awal perlu diketahui oleh guru agar informasi tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk mengembangkan proses belajar mengajar selanjutnya. Sehingga tercapai tujuan instruksional yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya. Kemampuan awal menurut Gafur (1989: 57) adalah pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang telah dimiliki siswa pada saat akan mengikuti suatu program pengajaran.


(49)

Kemampua awal siswa berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki siswa agar dapat mengikuti suatu pelajaran tertentu . jika siswa tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sebaiknya tidak mengikuti suatu pelajaran tersebut karena hal itu merupakan suatu prasyarat (Suparman, 1996: 109). Dengan demikian untuk menyusun pembelajaran yang efektif, pengajar harus mampu menyusun, mengidentifikasi keterampilan dan kemampuan siswa sebagai langkah awal pada pencapaian target yang diharapkan yaitu hasil belajar yang optimal .

Reigeluth (1983) dalam Degeng (1989: 158) dengan jelas menunjukkan bahwa variable kondisional yang paling berpengaruh dalam menetapkan strategi

pengelolaan adalah karakteristik si belajar. Penampilan komponen suatu strategi pengorganisasian harus disesuaikan dengan kemampuan awal si belajar. Ausubel (1963) dan Danserud (1985) dalam Degeng (1989: 158) berpendapat bahwa pengetahuan di organisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hierarkhis. Berarti bahwa melalui pengetahuan yang lebih intensif dan abstrak yang diperoleh lebih dulu akan dapat memperoleh pengetahuan baru yang lebih rinci.

Berdasarkan pendapat di atas, kemampuan awal adalah aspek yang dimiliki siswa yang akan berpengaruh dalam pemilihan strategi pengajaran yang optimal. Kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan pengajaran yang selanjutnya memberi dampak positif dalam memudahkan proses pembelajaran. Dengan memperhatikan kemampuan awal siswa, maka proses pembelajaran dapat dicapai . dengan kata lain kemampuan awal yang dimiliki siswa merupakan titik berangkat untuk memulai pelajaran berikutnya. (Suparman, 1996: 111)


(50)

Kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum memulai pelajaran baru,

mempunyai pengaruh pada kemampuan untuk memahami suatu pelajaran yang dihadapinya. Hal ini baru terjadi jika antara kemampuan awal dan materi baru menunjukkan adanya relevansi terutama kalau kemampuan awal tersebut merupakan pengetahuan prasyarat terhadap pelajaran berikutnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal pada umumnya mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) merupakan prasyarat yang perlu ada untuk pengajaran berikutnya, 2) merupakan titik tolak untuk

mengembangkan proses belajar mengajar selanjutnya, 3) mempunyai hubungan dengan hasil belajar.

Sebagaimana telah dikatakan pada bagian sebelumnya bahwa matematika merupakan ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep-konsep

matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar didasari kepada apa yang telah diketahuinya. Karena untuk mempelajari sesuatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lau akan mempengaruhi proses terjadinya belajar matematika tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hudoyo (1988: 3) bahwa untuk mempelajari konsep B yang mendasakan kepada konsep A seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A. Tanpa konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada


(51)

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam belajar matematika perlu memahami konsep-konsep sebelumnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan konsep berikutnya.


(52)

2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telah kepustakaan yang peneliti lakukan, ditemukan beberapa hasil penelitian yang relevan dan berkaitan dengan variabel penelitian ini, antara lain: a. Penelitian yang dilakukan oleh Soeboer Santoso (2007) menyimpulkan

bahwa terdapat interaksi model pembelajaran tipe STAD dan tipe Jigsaw dengan pembentukan kelompok belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi.

b. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endah Rahmawati (2006)

menyimpulkan bahwa terdapat interaksi model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa terhadap kemampuan siswa memecahkan masalah matematika (F hitung = 11,99 > F tabel = 3,98)

c. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrisni Andayani (2004 : 89) menyimpulkan bahwa kemampuan awal matematika memberikan kontribusi yang sangat berarti terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika.

d. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2003: 68) menunjukkan

bahwa model tipe Jigsaw dalam pembelajaran Matematika kelas II melalui teknik kelompok teman sebaya, memberikan hasil rata-rata nilai yang lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan teknik konvensional. e. Penelitian Istiana (2003:59), menemukan indikasi bahwa metode

pemberian tugas pembelajaran Matematika teknik kelompok dibandingkan dengan teknik individu menunjukkan beberapa keunggulan pada teknik


(53)

kelompok, yaitu : (1) rata-rata waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan setiap tugas lebih cepat 7,8 menit untuk setiap lima soal. (2) siswa yang menggunakan teknik kelompok sebagaian besar (78,7 %) memiliki motivasi belajar dalam kategori tinggi. Sedangkan siswa yang menggunakan teknik individual 73,9 % memiliki mmotivasi belajar dalam ketegori sedang. (3) efisiensi penggunaan alat belajar pada siswa yang menggunakan teknik kelompok dapat berkesempatan saling meminjam, bahkan dapat saling mengajari cara-cara penggunaan alat belajar sesama teman.

2.5 Kerangka Berpikir

Penelitian ini melibatkan beberapa variabel sebagai berikut. Sebagai variabel bebas yaitu : (1) Pembelajaran kooperatif tipe STAD; (2) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Adapun variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa. Sebelum dilihat keterkaitan antar variabel untuk melihat model pembelajaran mana yang dipandang paling efektif maka di bawah ini akan diuraikan terlebih dahulu kedudukan masing-masing variabel dan keterkaitannya terhadap persyaratan efektivitas pembelajaran di kelas yaitu keterlibatan, tanggung jawab, dan umpan balik dari siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sedikit berbeda dari pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbedaannya terletak pada adanya tanggungjawab pada setiap anggota kelompok untuk menyampaikan informasi dan menjelaskan kepada anggota kelompoknya tentang tugas yang diberikan kepadanya. Bahan ajar di


(54)

bagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa tersebut mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari tim yang lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian yang telah dipelajari bersama-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri akhrinya, semua anggota tim diberi tes mengenai seluruh bahan pelajaran.

Langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut. Pertama, pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi untuk belajar. Kedua, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Ketiga, pada tahap ini siswa bekerja dalam suatu kelompok disebut kelompok ahli atau bukan asal untuk belajar menguasai satu unit konsep tertentu, mereka bersama menelaah materi, berdiskusi, dan kalau perlu bertanya atau meminta penjelasan pada guru. Keempat, setiap anggota kelompok bukan asal tadi kembali pada kelompok asal masing-masing dari mereka bertindak selaku tutor bergantian menjelaskan konsep yang mereka peroleh dari kelompok bukan asal tadi, sehingga mereka menguasai semua konsep. Kelima, dilakukan tes mandiri apa yang merka pelajari, serta memberi penghargan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu bagi kelompok yang paling berprestasi.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Adapun langkah yang harus dilewati dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pertama, pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi untuk belajar. Kedua, penyajian informasi oleh pembelajaran biasanya dalam bentuk verbal. Ketiga,


(55)

siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Keempat, siswa menyelesaikan tugas mereka dan diikuti pengawasan dan bimbingan guru pada saat siswa

bekerjasama. Kelima, penyajian hasil akhir kerja kelompok dan kelompok lainya berkomentar atau bertanya. Keenam, dilakukan tes mandiri apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu bagi kelompok yang paling berprestasi.

Pembelajaran kooperatif memiliki sasaran utama yaitu siswa belajar dari teman yang lebih berkemampuan dalam satu kelompok. Dengan demikian syarat utama pembentukan kelompok adalah adanya heteroginitas kemampuan, sehingga siswa akan belajar dari teman yang lebih pandai, sedangkan siswa yang lebih tersebut karena merasa dibebani sebagai tutor, maka akan termotivasi meningkatkan pemahamannya. Ada dua hal penting yang mendukung terwujudnya sasaran tersebut yaitu : (1) pemberian hadiah kepada kelompok yang paling berprestasi dan (2) skor individu menentukan skor kelompok. Adanya dua hal tersebut maka diharapkan setiap siswa akan berbuat maksimal pada kelompoknya.

Adapun pembentukan kelompok, dimana heteroginitas kelompok didasarkan pada perbedaan kemampuan akademik, perbedaan jenis kelamin, perbedaan suku/ras, dan segala jenis perbedaan yang bisa diidentifikasi.

Memperhatikan uraian di atas, selanjutnya akan dilihat keterkaitan masing-masing variabel pada hasil belajarnya dengan mempertimbangkan persyaratan efektivitas pembelajarannya di kelas. Pertama, persyaratan efektivitas pembelajaran di kelas pada pembelajaran kooperatif tipe STAD kurang optimal hal ini disebabkan: (1)


(56)

keterlibatan siswa pada proses pembelajaran kurang penuh disebabkan sebagian waktu digunakan oleh guru untuk menyampaikan informasi yang berkemungkinan siswa yang sudah mempelajari di rumah kurang tertarik memperhatikan. Selain itu, siswa yang kurang jelas tidak berani bertanya pada guru secara langsung, (2) tanggung jawab siswa pada pencapaian tujuan instruksional khusus kurang optimal karena dimungkinkan masih ada siswa menyimpan ketidaktahuannya menunggu dilaksanakan diskusi kelompok untuk ditanyakan pada teman kelompok. Ketidaktahuan sebagian siswa yang tertunda belum tentu

terselesaikan dalam kelompoknya. Hal ini dimungkinkan karena teman kelompok yang sudah paham kurang mau bersungguh-sungguh menjelaskannya, apalagi hal ini terjadi berulang-ulang. Kedua, persyaratan efektivitas pembelajaran di kelas pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk aspek keterlibatan peserta didik pada proses pembelajaran lebih optimal dibandingkan yang pertama. Hal ini dimungkinkan karena pemanfaatan waktu pembelajaran digunakan untuk diskusi, tanya jawab, dan menyampaikan informasi antar teman kelompok

Adapun aspek tanggung jawab siswa pada pencapaian tujuan instruksional khusus kurang optimal karena ketidaktahuan sebagian siswa yang tertunda belum tentu terselesaikan pada kelompoknya. Hal ini dimungkinkan karena teman kelompok yang sudah paham kurang mau bersungguh-sungguh menjelaskannya. Adapun aspek perolehan umpan balik, pada setiap perlakuan di atas memiliki peluang yang sama.


(57)

Uraian di atas tentang keterkaitan masing-masing variabel pada hasil belajarnya dengan mempertimbangkan syarat efektivitas pembelajaran di kelas dapat diwujudkan seperti pada tabel berikut.

Tabel 10. Keterkaitan Masing-masing Variabel Pada Aspek Efektivitas

Aspek efektifitas

Tipe Kooperatif

Keterlibatan Pebelajar

Tanggungjawab

Pebelajar Umpan Balik Pembelajaran tipe

STAD

Kurang Optimal Kurang Optimal Dapat diperoleh Pembelajaran tipe

Jigsaw

Optimal Kurang Optimal Dapat diperoleh

Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki aspek efektivitas lebih baik sehingga dimungkinkan memiliki dampak berupa rata-rata hasil belajar yang lebih baik. Selanjutnya, pemberian perlakuan pembelajaran diterapkan pada mata pelajaran Matematika dinyatakan dalam diagram berikut.

Gambar 1. Keterhubungan Perlakuan

Pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi Bangun ruang sisi datar

Pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi Bangun ruang sisi lengkung

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi Bangun ruang sisi datar

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi Bangun ruang sisi lengkung

Prestasi Belajar Y1

Prestasi Belajar Y2


(1)

v

Judul Tesis :

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW DAN STAD PADA SISWAKELAS IX

TAHUN 2009/2010

Nama Mahasiswa : NASIB UTOMO

NPM : 0823011108

Program Studi : Pascasarjana Teknologi Pendidikan

Fakultas : Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. CASWITA, M.Si. Drs. SUGIMAN, M.Pd.

NIP. 196710041993031004 NIP 195609061982111002

2. Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan

Prof. Dr. BAMBANG SUMITRO, M.S. NIP 194106131967051001


(2)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 10 Januari 1973, putra kelima dari Bapak Reban dan Ibu Tasilah.

Pendidikan Sekolah Dasar lulus pada tahun 1986 pada SD Negeri 4 Tanjungkarang Timur . Sekolah Menengah Pertama lulus pada tahun 1989 pada

SMPN I Tanjungkarang. Sekolah menengah Atas lulus pada tahun 1992 pada SMAN 2 Teluk Betung. Sarjana Pendidikan jurusan MIPA program studi Matematika lulus pada tahun 1997 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung.

Tahun 1998 sampai dengan 2004 menjadi guru Matematika di SMA Utama 2 Bandarlampung. Sejak tahun 2005 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagi guru Matematika di SMP Negeri 3 Banjit Kabupaten Way Kanan. Di sekolah yang sama sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini diberi tugas sebagai wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana.

Menikah dengan Metri Kurniasih A.Ma pada tahun 2001, dikaruniai dua orang anak laki-laki bernama Ahmad Raihan Annasaby dan Akif Ramadhan Annasaby dan satu orang puti bernama Rizka Aulia Rahma.


(3)

vii

DAFTAR ISI

Hlm I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Pembatasan Masalah ... 8

1.4. Rumusan Masalah ... 8

1.5. Tujuan Penelitian ... 9

1.6. Kegunaan Penelitian ... 9

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 11

2.1.1. Konsep Belajar ... 11

2.1.2. Prinsip-prinsip Belajar ... 13

2.1.3. Teori Belajar dan Pembelajaran... 15

2.1.4. Hakikat Prestasi Belajar ... 17

2.1.5. Hakikat Matematika ... 21

2.2. Pembelajaran Kooperatif ... 25

2.2.1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw ... 35

2.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 41

2.2.3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan STAD 46 2.2.4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ... . 47

2.3. Kemampuan Awal Siswa ... 48

2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 52

2.5. Kerangka Berpikir ... 53

2.6. Hipotesis ... 59

III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian …… ... 60


(4)

viii

3.2.1. Tempat Penelitian ... 61

3.2.2. Waktu Penelitian ... 61

3.2.3. Data Penelitian ... 65

3.2.4. Pengumpulan Data ... 65

3.2.4.1 Definisi Konseptual ... 65

3.2.4.2 Definisi Operasional ... 66

3.2.5. Rancangan Penelitian ... 66

3.2.6. Analisis Data dan Pengujian Hipótesis ... 67

3.2.6.1 Uji Normalitas ... 67

3.2.6.2 Uji Homogenitas ... 68

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 69

4.1.1 Deskripsi Data ... 69

4.2 Pengujian Hipotesis .. ... 70

4.2.1 Hipotesis Pertama ... 70

4.2.2 Hipotesis Kedua ... 71

4.2.3 Hipotesis Ketiga ... 72

4.2.4 Hipotesis Keempat ... 73

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 74

4.3.1 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis Pertama ... 74

4.3.2 Pembahasan Hasil Analisi Hipotesis Kedua ... 75

4.3.3 Pembahasan Hasil Analisi Hipotesis Ketiga ... 77

4.3.4 Pembahasan Hasil Analisi Hipotesis Keempat ... 78

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 80

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 81

5.2 Implikasi ... ... ... 82

5.3 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA


(5)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Presatasi belajar semester ganjil kelas IX ... 4

2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 29

2.2 Perbedaan pembelajaran kooperatif dan konvensional... 30

2.3 Perhitungan Skor perkembangan individu pada kooperatif ... 34

2.4 Penghargaan prestasi kelompok ... 35

2.5 Kriteria perkembangan individu ... 40

2.6 Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD ... 42

2.7 Perbedaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD ... 46

2.8 Keunggulan dan kelemahan model kooperatif tipe Jigsaw dan STAD .... 47

2.9 Keterkaitan masing-masing variabel pada aspek efektifitas ... 57

3.1 Desain Rancangan penelitian ... 60

3.2 Kisi-kisi instrumen pretes dan postes ... 62

3.3 Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran ... 63

3.4 Hasil uji Normalitas ... 67

3.5 Hasil uji homogenitas ... 68

4.1 Hasil pengujian hipotesis pertama ... 70

4.2 Hasil pengujian hipotesis kedua ... 71

4.3 Hasil pengujian hipotesis ketiga ... 73


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Izin Penelitian ... 88

Lampiran 2 : Hasil Tes Siswa ... 89

Lampiran 3 : Hasil Tes Awal Dan Pengelompokkan Kelas Tinggi dan Rendah ... 90

Lampiran 4 : Hasil Analisis Data ... 91

Lampiran 5 : Pemetaan Standard Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Aspek Penilaian ... 95

Lampiran 6 : Silabus ... 102

Lampiran 7 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 105

Lampiran 8 : Soal Tes 1 ... 118


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

0 6 7

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STAD

0 7 50

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS IV SDN 3 KEBAGUSAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 55

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD PADA SISWAKELAS IX TAHUN 2009/2010

0 6 82

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 8 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

0 4 10

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 WAY JEPARA

0 14 127

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR FISIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 1 TALANGPADANG

0 6 110

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW

0 0 6

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

0 0 15

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

1 2 13