ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

(1)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

Oleh Ricky Adiguna

Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara atau perekonomian negara. penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus dilaksanakan secara tegas, lugas, dan tepat berdasarkan kepada nilai keadilan dan kebenaran, bukan berdasarkan kepada suatu kepentingan. Hal ini sangat berperan penting dalam mewujudkan ketertiban, kepastian hukum dan kedamaian dalam masyarakat.Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelititn ini adalah Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dan Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 06/PID.TPK/2011/PN.TK.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian lapangan berupa wawancara dengan para responden. Pendekatan ini bertujuan memperoleh data konkrit mengenai masalah yang akan diteliti. Data yang diperoleh kemudian akan diseleksi, diklarifikasikan dan disistematiskan yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode induktif.

Hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini menunjukan bahwa pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dalam kasus Nomor :


(2)

Ricky Adiguna 06/PID.TPK/2011/PN.TK. yaitu pelaku terbukti telah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan disaat pelaku melakukan perbuatannya pelaku dalam keadaan sehat dan sadar serta tidak terganggu jiwanya oleh karena itu Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8 (delapan) bulan serta pidana denda sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) terhadap terdakwa. Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa yaitu melalui pertimbangan berdasarkan ; keterangan saksi-saksi, keterangan saksi ahli, surat dakwaan, petunjuk-petunjuk dan alat-alat bukti serta keterangan dari terdakwa. Disamping hal itu, dalam memutuskan perkara di persidangan hakim juga harus mempertimbangkan keadaan yang memberatkan maupun keadaan yang meringankan bagi terdakwa. Hal ini bertujuan untuk mencapai suatu kepastian hukum dan keadilan sejati guna hakim melaksanakan putusan pegadilan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah diharapkan dalam penegakan hukum khususnya penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi, agar Majelis Hakim sebagai pemberi putusan harus mampu adil dan benar dalam memberikan hukuman pidana kepada terdakwa. Karena tujuan pidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya saran untuk melindungi kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang lebih bermanfaat dari sekedar pembalasan yaitu bertujuan untuk membina dan membimbing seorang terdakwa untuk menjadi manusia yang lebih baik dimasa yang akan datang.


(3)

A. Latar Belakang

Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai modal dasar dalam mewujudkan pola pemerintahan dan pembangunan sebagaimana yang direncanakan. Dalam konteks pengelolaaan keuangan daerah, setiap pejabat daerah atau aparatur negara di daerah harus mampu menyelenggarakan dan mengelola keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat penting, karena bila pengelolaan keuangan tidak dilaksanakan secara baik atau bahkan terjadi penyalahgunaaan atau penyelewengan dalam penggunaannya, maka hasilnya yang dicapai dari anggaran yang dikeluarkan tidak akan dapat memperoleh hasil atau kinerja yang diharapkan. Di lain pihak penyelewengan terhadap keuangan negara oleh pejabat daerah akan menciptakan adanya pemborosan, ketidakseimbangan anggaran, sehingga akan merugikan negara secara keuangan.

Tindak pidana korupsi terhadap keuangan negara yang dilakukan oleh seorang pejabat daerah merupakan suatu tindak pidana. Seperti yang kita ketahui korupsi merupakan suatu peristiwa universal telah terjadi sejak awal perjalanan kehidupan


(4)

2

masyarakat, dan nampak dimana saja. Akhir-akhir ini sorotan terhadap korupsi di Indonesia semakin tajam. Apalagi dikaitkan dengan dana-dana pembangunan atau proyek pengadaan barang. Karena itu apapun alasannya, apakah itu disengaja ataupun tidak disengaja atau akibat adanya kesalahan prosedur atau sistem tetapi akhirnya berakibat menimbulkan kerugian terhadap negara secara finansial dapat dikatakan suatu tindakan korupsi. Bentuk-bentuk penyelewengan terhadap keuangan negara itu pula dapat bermacam–macam seperti: penambahan anggaran untuk keperluan pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada,ataupun ataupun penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga menimbulkan kerugian pada keuangan negara.1

Penerapan dan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus dilaksanakan secara tegas, lugas, dan tepat berdasarkan kepada nilai keadilan dan kebenaran, bukan berdasarkan kepada suatu kepentingan. Hal ini sangat berperan penting dalam mewujudkan ketertiban, kepastian hukum dan kedamaian dalam masyarakat. Jadi bagi setiap pejabat atau aparatur negara di daerah mana saja yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau penyelewengan terhadap anggaran keuangan negara sudah sepatutnya diberikan sanksi yang tegas berupa pidana, baik yang didasarkan atas ketentuan pada KUHP maupun berdasarkan peraturan atau ketentuan yang ditetapkan mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana

1

. Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(5)

yang telah diatur dalam Undang RI Nomor 31 tahun 1999 dan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Di era sekarang ini kegiatan pemberantasan korupsi belum berjalan baik, Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat tentang kasus-kasus yang diduga suatu tindakan korupsi tetapi proses penanganannya sangat lambat dan akhirnya kasusnya pun menghilang begitu saja tanpa jejak. Serta putusan hakim dalam tindak pidana korupsi dinilai masih terlalu ringan, jauh dari rasa keadilan dan kebenaran yang selama ini diharapkan oleh masyarakat.

Posisi seorang hakim dalam sistem penegakan hukum berada pada titik yang sangat sentral, kondisi ini mengharuskan para hakim ataupun calon hakim untuk bias membekali dirinya dengan pengetahuan yang luas dan ekstra. Mengingat legal spirit Undang-undang korupsi, sebagai usaha untuk memberantas korupsi sebagai suatu kejahatan luar biasa yang amat sulit pembuktiannya dan melibatkan pelaku-pelaku yang memegang jabatan, kekuasaan dan wewenang.

Menurut guru besar hukum pidana Undip Semarang, Barda Nawawi Arif, penjelasan Undang-undang korupsi menyatakan bahwa ”pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan yang tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan di pidana” ini berarti perbuatan melawan hukum tertuju juga pada perbuatan tercela yang berupa penyalahgunaan kewenangan atau kedudukan .2

2. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet.3 Alumni, Bandung 1992.


(6)

4

Pasal 2 dan Pasal 3 Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi menjelaskan bahwa salah satu unsur dari tindak pidana korupsi adalah dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Tidak menghapuskan tindak pidana pelaku, tindak pidana pelaku yang dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang-Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, yaitu bila pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud, pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak dapat menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Dengan demikian pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu alasan untuk meringankan hukuman saja.

Contoh kasus dari Pra Riset Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK., sebagai berikut :

Terdakwa Ir. H.A. Sauki shobier, SH Bin K.H.Shobier, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung berdasarkan SK Walikota Nomor: 821.21/01/25/2008 tanggal 28 febuari 2008 dan selaku Pengguna Anggaran berdasarkan SK Walikota Nomor: 339/02.9/HK/2008 tanggal 6 Agustus 2008, bersama-sama dengan Army Putra, ME Bin H. Abdul Moein dan Ir. Hi. Dian Nurasa Djafar Bin Djafar, yang bertempat kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung di jalan Abdi Negara No. 4 Teluk Betung Bandar Lampung, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.


(7)

Pihak BPK Kantor Perwakilan Propinsi Lampung setelah melakukan pengecekan dan pemeriksaan atas Belanja Daerah Tahun Anggran 2008, menemukan adanya kekurangan volume sebanyak 41 paket kegiatan/proyek.

Hasil temuan BPK Kantor Perwakilan Provinsi Lampung. PPK Army Putra, ME dan Ir. Dian Nurasa Djafar telah melaporkan hasil temuan Tim BPK kepada terdakwa yaitu Ir. H.A. Sauki Shobier, SH. Kemudian dari rekomendasi BPK Kantor Perwakilan Provinsi Lampung tersebut, terdakwa yang seharusnya menahan pencairan dana retensi maupun beberapa dana pelaksanaan 41 rekanan yang mana pekerjaannya ada kekurangan volume dan pekerjaan tersebut tidak bias diperbaiki sehingga pihak rekanan atau kontraktor diperintahkan untuk mengembalikan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume ke kas daerah, namun terdakwa tetap mencairkan dana retensi tersebut dan beberapa dana pelaksanaan dari 41 rekanan.

Akibat perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian negara sebesar kurang lebih RP.8.504.055.280,62 ( delapan miliar lima ratus empat juta lima puluh lima ribu dua ratus delapan puluh rupiah enam puluh dua sen) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.

Perbuatan yang dilakukan terdakwa Ir. H.A Sauki Shobier, SH tersebut telah diajukan ke pengadilan dengan tuntutan telah melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dengan nomor putusan 06/PID.TPK/2011/PN.TK sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001


(8)

6

tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tujuan penetapan putusan hakim (eksekusi) berupa pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi atau penyelewengan wewenang jabatan adalah agar dapat menjamin terwujudnya penyelenggaraan keuangaan Negara yang bersih dan berwibawa sehingga azas efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas dalam mengelolaan keuangan Negara dapat mewujudkan secara nyata. Pemidanaan terhadap pejabat daerah yang melakukan penyelewengan wewenang jabatan dan penyelewengan keuangan negara juga sangat penting untuk menjamin adanya penegakan hukum yang sama kepada semua pihak, demi terwujudnya keadilan hukum di dalam masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka penulis merasa tertarik untuk menganalisa dan menuangkannya dalam tulisan yang berbentuk skripsi dengan judul: “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK)”.


(9)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dari pelaku tindak pidana korupsi (Nomor 06/PID.TPK/2011/PN.TK)?

b) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi Nomor 06/PID.TPK/2011/PN.TK?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan dengan permasalahan diatas maka ruang lingkup penelitian penulisan skripsi ini adalah:

a. Ruang lingkup dalam skripsi ini adalah kajian substansi hukum pelaksanaan pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi

b. Ruang lingkup penelitian ini adalah tahun 2012

c. Ruang lingkup peelitian ini adalah pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung


(10)

8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah: a) Untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak

pidana korupsi Nomor.06/PID.TPK/2011/PN.TK.

b) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi Nomor.06/PID.TPK/2011/PN.TK. (Penelitian kasus pada Tahun 2012).

2. Kegunaan Penulisan

a) Kegunaan Teoritis

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Pidana mengenai putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang terhadap Tindak Pidana Korupsi.

b) Kegunaan Praktis

Kegunaan penulisan ini selain untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan masyarakat dan penulis sendiri, serta diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.


(11)

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Setiap penelitian akan ada kerangka teorotis, yang dimaksud dengan kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang dijadikan dasar untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti dalam suatu penelitian.3

Pembahasan permasalahan dalam skripsi ini didasarkan pada pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dan proses bekerjanya aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah hakim dan jaksa dalam melaksanakan putusan pengadilan terhadap suatu tindak pidana.

Pengertian pertanggungjawab pidana, yaitu diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang Pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu.4

Pertanggungjawaban Pidana menurut hukum pidana terdiri dari tiga (3) syarat, yaitu:

a) Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat pidana.

3

.Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta 1995, Hal 124-125.

4

.Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, Hal 11.


(12)

10

b) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya,yaitu: Disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai.

c) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat pidana.

Pengertian dari Putusan Pengadilan, yaitu pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas maupun lepas dari segal tuntutan dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh perundang-undangan.5

Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan terjadinya suatu tindak kriminal yang menyebabkan orang tersebut menanggung pidana atas perbuatannya, dalam mana perbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, norma hukum dan perundang-undangan yang berlaku.6

Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, atau setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan

5

.Pasal 1 butir 11 KUHAP.

6

. Kartini Kartono, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal 127.


(13)

keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001).

Menurut pendapat Sudarto sebelum hakim memutuskan perkara terlebih dahulu ada serangkaian keputusan yang harus dilakukan7, yaitu sebagai berikut:

a. Keputusan mengenai perkaranya ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

b. Keputusan mengenai hukumnya ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah dan dapat dipidana.

c. Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana.

2. Konseptual

Kerangka konseptual yaitu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang nerupakan kumpulan dari arti-arti dan istilah yang ingin atau akan diteliti.8

Konseptual ini penulis menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini ditujukan untuk memberikan kesatuan pemahaman yaitu:

a. Analisis adalah upaya penelitian dan tindakan untuk menelaah dan mengamati suatu peristiwa atau suatu masalah guna mengetahui keadaan yang

7

.Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Cet 4. Alumni, Bandung, 1986, Hal 74. 8

.Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1995, Hal 32.


(14)

12

sebenarnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hal tersebut.9

b. Pertanggungjawaban Pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang Pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu.10

c. Pelaku (Dader): Orang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan pelaku utama dalam perubahan situasi tertentu.11 Menurut hukum pidana pelaku dapat diartikan sebagai mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan.12

d. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh perundang-undangan.13

9

.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, Hal 37.

10

.Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, Hal 11.

11

.P.A. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1996, Hal 594.

12

.Pasal 55 KUHP. 13


(15)

e. Pertimbangan adalah memikirkan baik-baik untuk menentukan (memutuskan dan sebagainya) ; memintakan pertimbangan kepada ; menyerahkan sesuatu supaya dipertimbangkan.14

f. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, atau setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.15

14

.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, Hal 1056.

15

.Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(16)

14

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah dari penulisan skripsi, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab tinjauan pustaka sebagai pengantar dalam memahami pengertian umum tentang pokok-pokok bahasan yang merupakan tinjauan yang bersifat teoritis yang nantinya akan dipergunakan sebagai penunjang pembahasan yang dilakukan dan bahan studi perbandingan teori dan praktek.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menguraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yakni mengenai pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.


(17)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan bab yang menjelaskan secara lebih terperinci tentang hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah penelitian ini dengan mendasarkan pada data primer dan data sekunder terutama terhadap putusan Pengadila Negeri Tanjung Karang dalam perkara kasus Nomor : 06/PID.TPK/2011/PN.TK tentang tindak pidana korupsi.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan/pembahasan skripsi yang didalamnya memuat mengenai kesimpulan secara singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, dan juga memuat saran penulis atas dasar hasil penelitian dan permasalahan yang dibahas.


(18)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pada penelitian ini penulis melakukan dua (2) pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif maksudnya adalah pendekatan yang penulis lakukan dengan cara mencari kebenaran dengan melihat dan mempelajari azas-azas, peraturan-peraturan, teori-teori, serta konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yaitu putusan Pengadilan Negeri dalam perkara Tindak Pidana Korupsi.

2) Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu untuk mengetahui bagaimana kenyataan-kenyataan hukum dalam praktek dan dalam bentuk adanya pengaruh-pengaruh non hukum yang melatar belakangi masalah tersebut. Adapun objek penelitian ini melalui wawancara secara langsung kepada informan yakni Hakim dan Jaksa di Pengadilan Negeri Tanjung Karang berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi.


(19)

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dari penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan, sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut :

1) Jenis Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari sumber utama melalui penelitian yang dilakukan dilapangan dan hasil wawancara, yang berupa data-data, informasi atau keterangan dari pihak terkait mengenai putusan hakim Nomor.06/PID.TPK/2011/PN.TK.

2) Jenis Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka yang terdiri dari 3 macam bahan data, yaitu:

a) Bahan Hukum Primer, yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan


(20)

37

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu:

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK.

c) Bahan Hukum Tersier,yaitu:

Literatur-literatur dan dokumen-dokumen seperti vonis atau putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian, sedangkan sampel adalah objek sesungguhnya dari suatu penelitian dan jumlahnya kurang dari populasi.1

Untuk penulisan skripsi ini penulis mengambil populasi penelitian yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Hakim dan jaksa pengadilan Negeri Tinggi Tanjung Karang, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas lampung.

Untuk penentuan sampel penulis menggunakan metode pengambilan sampel berupaProportional Purposive Sampling, yaitu dalam menentukan sampel sesuai dengan wewenang atau kedudukan sampel yang dianggap telah dapat mewakili dari masalah yang hendak diteliti. Adapun responden dalam penelitian ini adalah:

1

.Koentjaranigrat, Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, Hal 89.


(21)

1. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 2 orang 3. Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang

Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui pengumpulan Data Primer dan Data Sekunder, yaitu sebagai berikut:

a) Studi Lapangan

Untuk memperoleh data primer ditempuh dengan cara melakukan wawancara untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang penulis kaji. Wawancara ditujukan kepada Hakim dan Jaksa pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

b) Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh data sekunder penulis melakukan dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari perundang-undangan yang berlaku serta literatur-literatur dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang tentang Tindak Pidana Korupsi.


(22)

39

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah keseluruhan data baik data primer maupun data sekunder terkumpul secara keseluruhan, maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Editing Data

Editing data yakni memeriksa data yang diperoleh, dan diteliti kembali kelengkapan, kejelasan dan kebenarannya sehingga terhindar dari kesalahan.

2) Evaluating Data

Evaluating data yakni memeriksa data yang masuk dan gtelah melalui proses editing, selanjutnya dievaluasi sehingga didapat gambaran yang jelas dalam rangka menjawab penelitian.

3) Sistematisasi Data

Sistematisasi data yakni melakukan pemeriksaan data yang masuk dan telah melalui proses editing dan evaluating, dan setelah dirasa cukup baik dan lengkap, maka data tersebut dikalsifikasi dan disusun secara sistematis serta diperiksa dan dipersiapkan untuk dianalisa dengan tujuan menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.

E. Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Farouk Muhammad2 menyatakan bahwa teknik analisis kualitatif

2

.Farouk Muhammad, Metodelogi Penelitian, Restu Agung, Jakarta, 2003, Hal 57.


(23)

merupakan suatu bentuk analisis data yang dilakukan dengan cara menggambarkan dan menginterpretasikan data yang diteliti dan diuraikan dalam bentuk kalimat, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis tersebut, adalah diperoleh dengan berpedoman pada cara berfikir induktif, yakni suatu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan yang didasarkan atas data-data yang bersifat khusus kemudian disimpulkan secara umum.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Pengadilan

Putusan atau pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-indang ini”.1

Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala bukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan dari penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada dakwaan itulah pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan. Dalam suatu persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan.2

1

. Pasal 1 butir 11 KUHAP.

2

.Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal 167.


(25)

Walaupun surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, tetapi hakim tidak terikat kepada surat dakwaan tersebut. Hal ini didasarkan pasa Pasal 183 KUHAP, yang menyatakan :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”.3

Dengan demikian yang menjadi syarat bagi hakim untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap suatu perkara pidana adalah :

1) Adanya alat bukti yang cukup dan sah. 2) Adanya keyakinan hakim.

Mengenai alat bukti yang sah, ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP bahwa: 1) 4Alat bukti yang sah yaitu:

a) Keterangan saksi; b) Keterangan ahli; c) Surat;

d) Keterangan terdakwa.

3

. Pasal 183 KUHAP.

4


(26)

18

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Menurut Andi Hamzah5, ada 5 (lima) hal yang menjadi tanggung jawab dari seorang hakim, yaitu:

a) Justisialis hukum

Yang dimaksud justisialis adalah mengadilkan. Jadi putusan hakim yang dalam prakteknya memperhitungkan kemanfaatan (doel matigheld) perlu diadilkan. Makna dari hukum (dezin van het recht) terletak dalam justisialisasi dari pada hukum.

b) Penjiwaan hukum

Dalam berhukum (recht doen) tidak boleh merosot menjadi sesuatu adat yang hampa dan tidak berjiwa, melainkan harus senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi hakim harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam memberi putusan.

c) Pengintegrasian hukum

Hakim perlu senantiasa sadar bahwa hukum dengan kasus tertentu merupakan ungkapan hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan hakim pada kasus tertentu tidak hanya perlu diadilkan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan kebiasaan. Perlu dijaga supaya putusan hakim dapat diintegrasikan dalam sistem hukum

5

.Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal


(27)

positif sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan kepada posisi asli (restitution in integrum).

d) Totalitas hukum

Maksudnya menempatkan hukum keputusan hakim dalam keseluruhan kenyataan. Hakim melihat dari segi hukum, dibawah ia melihat kenyataan ekonomis dan sosial sebaliknya diatas hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai kebaikan dan kesucian.

e) Personalisasi hukum

Personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan kepada personal (kepribadian) dari pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara adalah manusia sebagai pribadi yang mempunyai keluhuran. Dalam personalisasi hukum ini memuncaklah tanggung jawab hakim sebagai pengayom (pelindung) disini hakim dipanggil untuk bias memberikan pengayoman kepada manusia-manusia yang wajib dipandangnya sebagai kepribadian yang mencari keadilan.

2. Macam-Macam Putusan Hakim

Hakim dalam menjalankan tugasnya dipersidangan harus berpedoman pada regulasi yang berlaku bagi hakim, diantaranya Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, sehingga dalam menjatuhkan putusannya memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan tidak bertentangan dengan rasa keadilan. Hal di atas


(28)

20

sebagaimana tercantum di dalam Pasal 5 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman yang merumuskan tugas dan kewajiban hakim sebagai berikut:

Pasal 5 menentukan:

(4) Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;

(5) Hakim dan Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum;

(6) Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Hakim.

Pasal 10 menentukan:

(3) pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili;

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

Berdasarkan KUHAP putusan hakim dibagi menjadi beberapa macam yaitu: a) Keputusan pembebasan terdakwa.

Keputusan pembebasan terdakwa adalah keputusan hakim yang membebaskan terdakwa, atau memutuskan pembebasan bagi terdakwa. Putusan pembebasan terdakwa dijatuhkan karena peristiwa-peristiwa yang disebutkan surat dakwaan sebgaian atau seluruhnya dinyatakan oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.


(29)

Dasar hukum dijatuhkannya putusan tersebut adalah Pasal 191 ayat(1) KUHAP yang menyatakan:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atau perbuatan uang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sahdan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.6

b) Keputusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan

Keputusan pelepasan terdakwa oleh hakim merupakan keputusan hakim yang memutuskan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum, karena perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaan memang terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan kejahatan atau pelanggaran yang dapat dipidana.

Dasar hukum putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum adalah Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang menyatakan:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,

maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Alasan tidak dapat dipidananya terdakwa karena alasan pemaaf sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP; “apabila terdakwa melakukan perbuatan karena

pengaruh daya paksa”, Pasal 49 KUHP; ”apabila terdakwa melakukan

perbuatan karena untuk pembelaan yang disebabkan oleh adanya serangan

atau ancaman”, Pasal 50 KUHP; “apabila terdakwa melakukan perbuatan

6


(30)

22

untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang”, dan Pasal 51 KUHP;

“apabila terdakwa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan”.

c) Keputusan pemidanaan terdakwa

Keputusan ini adalah keputusan hakim yang memutuskan pemidanaan terhadap terdakwa, apabila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan sebagaimana yang telah didakwakan oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya dan perbuatan tersebut merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran.

Dasar hukum keputusan tersebut adalah Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyatakan :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.7

3. Pertimbangan Hakim tentang Berat Ringannya Pidana

Masalah berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa atau tersangka merupakan kewenangan dan kebebasan dari hakim dalam hal menetapkan tinggi rendahnya pidana, dimana hakim dapat menjatuhkan putusan pidana dalam batas maksimum dan minimum.

Menurut Oemar Seno Adji8mengatakan bahwa :

“dalam maksimum dan minimum tersebut, hakim pidana bebas dalam mencari

hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat. Kebebasan tersebut

7

.Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

8


(31)

tidak berarti kebebasan mutlak tetapi terbatas. Ia tidak mengandung arti dan maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan sewenang-wenang subyektif untuk menetapkan berat ringannya hukuman tersebut menurut eigen enzicht ataupun eigen goeddunken secara concrete”.

Hakim sebelum menjatuhkan putusan berupa pemidanaan sudah seharusnyalah untuk memperhitungkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Mengenai hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim dalam menetapkan apa yang dapat memberatkan dan yang meringankan pidana tidak diatur dalam KUHP Negara kita yang berlaku sekarang. Tetapi tercantum dalam memori toelichting dari W.c.s. Belanda tahun 1886, dapat dijadikan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Adapun terjemahannya adalah sebagai berikut :

“Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan objektif dan subjektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya. Hak-hak apa saja yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu? Kerugian apakah yang ditimbulkan? Bagaimanakah sepak terjang kehidupan si pembuat dulu-dulu? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah pertama ke jalan sesat ataukah perbuatan yang merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak? Batas antara maksimum dan minimum harus ditetapkan seluas-luasnya sehingga meskipun semua pertanyaan diatas itu dijawab dengan merugikan terdakwa, maksimum pidana yang biasa itu sudah memadai.9

Tugas utama hakim adalah mengadili, yaitu serangkaian tindakan untuk menerima, memeriksa dan merumuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di siding pengadilan dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.

9


(32)

24

Putusan hakim merupakan pertanggung jawaban hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, dimana pertanggung jawaban tersebut tidak hanya ditujukan kepada hukum, dirinya sendiri ataupun kepadanya masyrakat, tetapi lebih penting lagi putusan itu harus dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena hakim sebagai het lastwoord dalam mekanisme penyelesaian perkara melalui pengadilan, yang pada titik terakhir hakim adalah penjaga bagi suara batinnya sendiri, sementara penjaga yang paling tinggi bagi hakim yang tertinggi adalah Tuhan Yang Maha Esa.

B. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Korupsi

Kata Korupsi berasal dari kata latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalikkan. Secara harfiah, korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. Pengertian Korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap dan tidak bermoral.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 10, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan atau sebagainya untuk kepentingan

10

.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(33)

pribadi maupun orang lain. Sedangkan di dunia Internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya.

Pasal 435 KUHP menjelaskan korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk11. Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara dan perkenomian Negara.

2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin yaitucorruptionataucorrupt. Kemudian muncul dalam berbagai bahasa Eropa seperti Prancis yaitu corruption. Bahasa Belanda korruptie dan muncul pula dalam pembendaharaan bahasa Indonesia dengan istilah korupsi.

Arti harafiah dari kata korupsi dipakai untuk menunjukan keadaan yang buruk, kejahatan, ketidakjujuran, penyuapan, tidak bermoral, penyimpanan dari kesucian dan lain sebagainya. Kemudian arti kata korupsi telah diterima dalam

11


(34)

26

pembendaharaan bahasa Indonesia dalam kamus besar Indonesia yaitu kecurangan dalam melakukan kewajiban sebagai pejabat.12

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus karena dilakukan oleh orang yang khusus maksudnya subyek atau pelakunya khusus dan perbuatannya yang khusus akibat buruk yang ditimbulkan oleh adanya tindak pidana korupsi harus ditangani secara khusus dan serius untuk itu perlu dikembangkan peraturan-peraturan khusus sehingga dapat menjangkau semua perbuatan pidana yang merupakan tindak pidana korupsi karena hukum pidana umum tidak sanggup untuk menjangkaunya.

Tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 meliputi perbuatan yang cukup luas cakupannya. Sumber perumusan tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dapat digolongkan dalam dua golongan :

1) Perumusan yang dibuat sendiri oleh pembuat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

2) Pasal-Pasal KUHP yang ditarik ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

12

.Hamzah Ahmad dan Anando Santoso, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Fajar Mulya, Surabaya, 1996, Hal 211.


(35)

Adapun mengenai pengertian tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu:

1) Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Ayat (1)).

2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada pasanya Karena jabatan, atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).

3) Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 13).

4) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15).

5) Setiap orang diluar Wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi (Pasal 16).

Memperhatikan Pasal 2 Ayat (1) diatas maka akan ditemukan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Melawan hukum.

b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. c. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara.


(36)

28

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, unsur melawan hukum diterangkan mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil ataupun materil. Meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan dan norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

Adapun yang dimaksud dengan perbuatan memperkaya diri sendiri adalah perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih kaya lagi dengan cara yang tidak benar. Perbuatan ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa perbuatan untuk memperkaya diri sendiri tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi orang lain suatu korporasi.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

b. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.


(37)

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi

Dalam Tool Kit Anti Korupsi yang dikembangkan oleh PBB dibawah naungan Centre of International Crime Prevention (CICP) dari UN Office Drug Control And Crime Prevention (UN-ODCCP),dipublikasikan 10 bentuk tindakan korupsi, yaitu :

1. Pemberian Suap / Sogok (Bribery)

Pemberian dalam bentuk uang, barang, fasilitas dan janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang berakibat membawa untung terhadap diri sendiri atau pihak lain yang berhubungan dengan jabatan yang dipegangnya pada saat itu

2. Penggelapan (Embezzlement)

Perbuatan mengambil tanpa hak oleh seorang yang telah diberi kewenangan untuk mengawasi dan bertanggungjawab penuh terhadap barang milik Negara oleh pejabat publik maupun swasta

3. Pemalsuan (Fraud)

Suatu tindakan atau prilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi dengan maksud untuk keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain

4 . Pemerasan (extortion)

Memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk


(38)

30

berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.

5. Penyalahgunaan Jabatan/Wewenang (abuse of Discretion)

Mempergunakan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perseorangan sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya

6. Pertentangan Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri (Internal Trading) Melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi atau keluarga dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak pemerintah

7. Pilih Kasih (Favoritisme)

Memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hubungan keluarga, afiliasi partai politik, suku, agama dan golongan yang bukan kepada alasan objektif seperti kemampuan, kualitas, rendahnya harga, profesionalisme kerja.

8. Menerima Komisi (Commission)

Pejabat Publik yang menerima sesuatu yang bernilai dalam bentuk uang, saham, fasilitas, barang dll sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan pemerintah


(39)

9. Nepotisme(Nepotism)

Tindakan untuk mendahulukan sanak keluarga, kawan dekat, anggota partai politik yang sepaham, dalam penunjukan atau pengangkatan staf, panitia pelelangan atau pemilihan pemenang lelang

10. Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Ilegal Contribution)

Hal ini terjadi apabila partai politik atau pemerintah yang sedang berkuasa pada waktu itu menerima sejumlah dana sebagai suatu kontribusi dari hasil yang dibebankan kepada kontrak-kontrak pemerintah.

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) yang dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, diisyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya.13 (Moeljatno, 1993: 6).

13


(40)

32

Pertanggungjawab pidana menurut Hamzah Hatrik yaitu14 diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang Pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu

Pertanggungjawaban Pidana menurut hukum pidana terdiri dari tiga (3) syarat, yaitu:

1) Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat pidana.

2) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya, yaitu: Disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai.

3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat pidana.

Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan, unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya

14

.Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, Hal 11.


(41)

masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan baik dan yang buruk, adalah merupakan faktor akal ( intelektual factor ) yaitu dapat membedakan perbuatan yang diperbolehkan atau yang tidak diperbolehkan. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan tersebut merupakan faktor perasaan (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan. Sebagai konsekuensi dari dua hal tadi, maka tentunya orang tidak mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan jika melakukan tindak pidana, orang yang demikian itu tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidananya.

Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “ Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau

terganggu karena cacat, tidak dipidana”15. Bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda maka pasal tersebut tidak berlaku. Apabila hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah terpenuhinya 2 (dua) syarat sebagai berikut:

15


(42)

34

1) Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan (idiote), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini terus menerus. 2) Syarat psikologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si terdakwa

melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu gangguan jiwa yang timbul sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat dikenai pidana.

Dasar penghapusan pidana atau juga dapat disebut sebagai alasan-alasan menghilangkan sifat tindak pidana ini termuat di dalam buku 1 KUHP, selain itu ada juga dasar penghapus di luar KUHP, yaitu:

1) Hak mendidik orang tua atau wali terhadap anaknya atau guru terhadap muridnya.

2) Hak jabatan atau pekerjaan.

Hal yang termasuk dasar pembenar bela paksa Pasal 49 ayat (1) KUHP, keadaan darurat, pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan Pasal 50, perintah karena jabatan Pasal 51 ayat (1). Dalam dasar pemaaf ini semua unsur tindak pidana, termasuk sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana tetap adda, tetapi hal-hal khusus yang menjadikan si pelakunya tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidananya. Yang termasuk dalam dasar pemaaf yaitu: kekurangan atau penyakit dalam daya berpikir, daya paksa (overmacht), bela paksa, lampau batas (noodweerexes), perintah jabatan.


(43)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan setelah melakukan pembahasan terhadap data-data yang telah diperoleh tentang putusan No. 06/PID.TPK/2011/PN.TK dalam penelitian skripsi ini, maka dalam bab V ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dalam perkara Nomor : 06/PID.TPK/2011/PN.TK dikenakan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8 (delapan) bulan serta pidana denda sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah). Hakim menyatakan bahwa terdakwa Ir. H. A. Sauki Shobier telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yaitu menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pelaku dinyatakan oleh hakim sebagai orang yang cakap hukum dan dinilai mampu untuk mempertanggungjawabkan akibat dari segala perbuatannya tersebut.


(44)

68

2. Dasar-dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi Nomor : 06/PID.TPK/2011/PN.TK yaitu:

a. Majelis Hakim menilai bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

b. Majelis Hakim menilai bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan menyatakan bahwa terdakwa tersebut bersalah dan dapat dipidana karena terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu terdakwa telah melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Disamping hal itu, dalam memutuskan perkara di persidangan hakim juga mempertimbangkan keadaan yang memberatkan maupun keadaan yang meringankan bagi terdakwa. Hal ini bertujuan untuk mencapai suatu kepastian hukum dan keadilan sejati guna hakim melaksanakan putusan pegadilan dalam perkara tindak pidana korupsi.


(45)

B. Saran

1. Mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi, jaksa sebagai penuntut dan hakim sebagai pemutus sebaiknya mampu untuk menentukan secara teliti dan cermat hukuman dan pasal-pasal apa saja yang dianggap paling tepat untuk dijerat kepada terdakwa. Karena tujuan pidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya saran untuk melindungi kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang lebih bermanfaat dari sekedar pembalasan yaitu bertujuan untuk membina dan membimbing seorang terdakwa untuk menjadi manusia yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus mempertimbangkan berbagai keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa dan alat-alat yang dapat dijadikan bukti serta dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum di pengadilan. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan putusan pengadilan yang menyangkut perkara tindak pidana korupsi dapat berjalan secara efektif dan benar-benar dapat mewujudkan rasa keadilan dan kepastian hukum didalam masyarakat.


(46)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

(

Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.o6/PID.TPK/2011/PN.TK)

Oleh

Ricky Adiguna

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(47)

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK) (Skripsi)

Oleh

RICKY ADIGUNA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(48)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Putusan Pengadilan ... 16

1. Pengertian Putusan Pengadilan... 16

2. Macam-macam Putusan Hakim ... 19

3. Pertimbangan Hakim Tentang Berat Ringannya Pidana ... 22

B. Tindak Pidana Korupsi ... 24

1. Pengertian Korupsi ... 24

2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ... 25

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi ... 29

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 35

B. Sumber dan Jenis Data ... 36

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 37

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 38


(49)

B. Gambaran Umum Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang tentang Perkara Tindak Pidana Korupsi No.

06/PID.TPK/2011/PN.TK ... 42 C. Pertanggungjawaban Pidana Terdakwa Tindak Pidana

Korupsi Pada Kasus Nomor 06/PID.TPK/2011/PN.TK ... 48 D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pada Kasus Nomor

06/PID.TPK/2011/PN.TK ... 58

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Hamzah dan Santoso Nanda, 1996, Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Fajar Mulya. Surabaya.

Arif, Barda Nawawi. 2001. Teori-Teori Penanggulangan Kejahatan. Alumni. Bandung.

Hamzah Andi, 1986.Pengantar Hukum Acara Pidana. Liberty. Yogyakarta. Hatrik, Hamzah, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum

Pidana Indonesia. Raja Grafindo. Jakarta.

Kartono, Kartini, 2001,Patologo Sosial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Moeljatno, 1993.Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta. Jakarta.

Muhammad, Faroukh, 2003,Metodelogi Penelitian, Restu Agung. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1992.Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Cet 3. Alumni. Bandung.

Nawawi, Barda, 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Purnomo Bambang, 1993.Azas-Azas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.

Angkasa. Jakarta.

Seno Aji, Oemar. 1984.Hukum-Hukum Pidana. Erlangga. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1995, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press. Jakarta.


(51)

Balai Pustaka. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Kramer SR. 1997. Kamus Inggris-Indonesia, Penerbit PT. Ikhtiar Baru, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


(52)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamiin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

Tuhan seluruh umat manusia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta Pemberi segala pertolongan, karena rahmat dan Hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Pertanggungjawaban

Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

No. 06/PID.TPK/2011/PN.TK)” ini diajukan dalam rangka memenuhi syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Ini dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Penulisan skripsi ini tidaklah akan mungkin berhasil jika tanpa ada bantuan baik dari segi moril maupun materiil dari berbagai pihak.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Penghargaan yang sebesar-besarnya ingin penulis persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua yang penulis sayangi dan cintai, Papa Guntari Ilyas, S.Sos., dan Mama Upik Hamidah, S.H.,M.H., yang telah ikhlas mendoakan, mengorbankan tenaga dan pikiran, serta materi untuk mengasuh, mendidik, memberi dukungan, dan


(53)

diberikan kepada penulis berupa Ridho Allah SWT. Sembah sujud Penulis haturkan, seraya memohon ridho dan doa. Semoga keberhasilan ini berbuah pahala bagi mereka berdua.

2. Bapak Heryandi, S. H., M. H. selaku Dekan Fakultas Hukum Unversitas Lampung. 3. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung, serta selaku Pembimbing II yang senantiasa memberi masukan dan arahan dalam proses penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Pembimbing I yang senantiasa memberi masukan

dan arahan dalam proses penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Pembahas I atas koreksi konstruktif serta

usul, saran, dan masukan-masukan yang sangat membangun dan membantu untuk perbaikan skripsi penulis.

6. Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat dalam perbaikan skripsi penulis.

7. Bapak Armen Yasir, S. H., M. Hum., selaku Pembimbing Akademik atas segala bantuan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. 8. Bapak dan ibu (tanpa terkecuali) staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung

atas pendidikan dan ilmu yang penulis dapatkan selama berkuliah di almamater tercinta, Unila.


(54)

9. Seluruh staf dan karyawan (tanpa terkecuali) FH Unila, baik dibidang kemahasiswaan maupun akademik, atas bantuan tanpa pamrih yang telah ikhlas diberikan kepada penulis selama menempuh studi.

10. Responden-responden skripsi penulis yaitu Bapak Eddy rifai, S.H.,M.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung atas data, bantuan, kerjasama,dan kenyamanan yang telah diberikan pada saat penulis melakukan penelitian dan wawancara untuk penulisan skripsi penulis. 11. Saudara-saudaraku Yurika Witazora, S.Si., Rina Destariana, S.H., Richard Kennedy

dan Rima Varadina yang selalu memberikan keceriaan dan membuat penulis selalu tersenyum.

12. Keluarga besar penulis : Oma, Kanjang Mukhlis, Minda, Elel, Nakdin, Nakneka, Ita, Nona, Uju, Ayah lani, Abah lel, Mak atu, Ibu Asiah, Manda, Om Ian, Om Sukiman, Agung, Vika, Tik-Tik, Pupu, Tasha, Tio, Tiwi, Ndit, Viyuk, Darma, Nungkah, Ari, Doni, Deki, Reni, Wanci Yusuf, Wandang Ujang, Wan Ngah Piyan, Wan Ngah Venus, Bucik Eva, Bungah Mina, Bungah Gadis, yang selalu ada untuk memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

13. Miftahul Hidayati, S.Pd., (mitul) yang senantiasa menemani setiap hariku dan perjalananku dengan curahan perhatian,dukungan, semangat, pengertian, cinta dan kasih sayang,I do need you more than youthought…

14. Keluarga Bapak Drs. Khaidir dan (Alm) Ibu Dra. Adawiyah serta Mesyi yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

15. Sahabat-Sahabatku, Odyansyah (Bang Doy), Tomi Arafik (Sipit), Andy (Jawe), Fahery (mangpah), Naim (Mbok), Khus (Kevin), Nurkolis (kolep), Ijul (luzi), Natsir,


(55)

16. Seluruh teman-teman yang kusayangi di FH UNILA angkatan 2008, 2009, Khususnya Robin, Kadir, Kurniawan, Juanda, Fajar, Ami, Andre, Agus, Iman, Arif, Gusti, Vanca, Wahyudi, Sendy, Lazuardi, Nico, Ruchyat, Robi, Riski, Garda, dll, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

17. Almamater tercinta, Universitas Lampung. 18. You, Who are Reading My Thesis Now.

Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga orang-orang yang telah memberikan kebaikan dan bantuan kepada penulis akan mendapatkan pahala yang lebih besar, limpahan kesehatan, dibukakan pintu rezeki dan dilancarkan segala urusan oleh Allah SWT,Amiin ya robbal Alamiin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, akan tetapi sedikit banyak penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapapun yang membacanya.

Bandar Lampung, 5 Februari 2013

Penulis,


(56)

MOTTO

Berjuanglah menggapai impian

Bertahan menghadapi rintangan

Jalani kehidupan dengan senyuman

Berusaha untuk masa depan

Bersyukur atas apa yang didapatkan

(Ricky Adiguna)

Berlaku baiklah kepada teman mu untuk menjaga mereka

Dan

Berlaku baiklah kepada musuh mu untuk mengalahkan mereka

(Benjamin Franklin)

Seseorang yang pesimis

Selalu melihat kesulitan disetiap kesempatan

Seseorang yang optimis

Selalu melihat kesempatan disetiap kesulitan


(57)

No.06/PID.TPK/2011/PN.TK) Nama Mahasiswa : ✁✂✄ ☎✆✝ ✁✞ ✟✠ ✡

No. Pokok Mahasiwa : 0812011321

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Diah Gustinaiati, S.H., M.H. NIP 19631217 198803 2 003 NIP 19620817 198703 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustinaiati, S.H., M.H. NIP 19620817 198703 2 003


(58)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ……….

Sekretaris : Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ……….

Penguji

Bukan Pembimbing : Tri Andrisman, S.H., M.H. ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.H. NIP 19621109 198703 1 003


(59)

Segala Puji bagi Allah SWT, petunjuk hidup dan pemberi kekuatan hati dalam kehidupanku, dengan tulus penulis mempersembahkan kepada mereka yang terbaik, yang selalu ada dan hadir menemani dan

mewarnai kehidupan penulis. Karya sederhana ini, penulis persembahkan kepada:

Papa Guntari Ilyas, S.Sos., dan Mama Upik Hamidah, S.H., M.H., yang penulis sayangi dan hormati, atas semua curahan cinta dan kasih sayang serta airmata dalam do a dan sujud yang menjadi

semangat dalam merajut mimpi dalam kehidupan

Nenek tercinta Oma Dahroni Maryam, Saudaraku tersayang Ocha, Acik, Iting, dan Inggom terima kasih atas do a dan dukungannya, serta kasih sayang yang selalu penulis rasakan

Queen of my heart , Miftahul Hidayati, S.Pd. yang selalu senantiasa menemani setiap hariku dan perjalananku dengan curahan perhatian, dukungan, semangat, pengertian, cinta dan kasih sayang

dan


(60)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 04 Mei 1990, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Upik Hamidah, S.H., M.H, dan Guntari Ilyas. S.Sos.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi Rawalaut pada tahun 1996 selanjutnya Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawalaut pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, Penulis terdaftar sebagai Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kasui, Way Kanan.


(1)

yang selalu menghibur dikala penat menghampiriku, terima kasih atas pengertian, dukungan dan kebersamaannya.

16. Seluruh teman-teman yang kusayangi di FH UNILA angkatan 2008, 2009, Khususnya Robin, Kadir, Kurniawan, Juanda, Fajar, Ami, Andre, Agus, Iman, Arif, Gusti, Vanca, Wahyudi, Sendy, Lazuardi, Nico, Ruchyat, Robi, Riski, Garda, dll, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

17. Almamater tercinta, Universitas Lampung. 18. You, Who are Reading My Thesis Now.

Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga orang-orang yang telah memberikan kebaikan dan bantuan kepada penulis akan mendapatkan pahala yang lebih besar, limpahan kesehatan, dibukakan pintu rezeki dan dilancarkan segala urusan oleh Allah SWT,Amiin ya robbal Alamiin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, akan tetapi sedikit banyak penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapapun yang membacanya.

Bandar Lampung, 5 Februari 2013

Penulis,


(2)

MOTTO

Berjuanglah menggapai impian

Bertahan menghadapi rintangan

Jalani kehidupan dengan senyuman

Berusaha untuk masa depan

Bersyukur atas apa yang didapatkan

(Ricky Adiguna)

Berlaku baiklah kepada teman mu untuk menjaga mereka

Dan

Berlaku baiklah kepada musuh mu untuk mengalahkan mereka

(Benjamin Franklin)

Seseorang yang pesimis

Selalu melihat kesulitan disetiap kesempatan

Seseorang yang optimis

Selalu melihat kesempatan disetiap kesulitan

(Winston Churchil)


(3)

Judul Skripsi : ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

No.06/PID.TPK/2011/PN.TK)

Nama Mahasiswa : ✁✂✄ ☎✆✝ ✁✞ ✟✠ ✡ No. Pokok Mahasiwa : 0812011321

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Diah Gustinaiati, S.H., M.H.

NIP 19631217 198803 2 003 NIP 19620817 198703 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustinaiati, S.H., M.H.


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ……….

Sekretaris : Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ……….

Penguji

Bukan Pembimbing : Tri Andrisman, S.H., M.H. ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.H.

NIP 19621109 198703 1 003


(5)

PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT, petunjuk hidup dan pemberi kekuatan hati dalam kehidupanku, dengan tulus penulis mempersembahkan kepada mereka yang terbaik, yang selalu ada dan hadir menemani dan

mewarnai kehidupan penulis. Karya sederhana ini, penulis persembahkan kepada:

Papa Guntari Ilyas, S.Sos., dan Mama Upik Hamidah, S.H., M.H., yang penulis sayangi dan hormati, atas semua curahan cinta dan kasih sayang serta airmata dalam do a dan sujud yang menjadi

semangat dalam merajut mimpi dalam kehidupan

Nenek tercinta Oma Dahroni Maryam, Saudaraku tersayang Ocha, Acik, Iting, dan Inggom terima kasih atas do a dan dukungannya, serta kasih sayang yang selalu penulis rasakan

Queen of my heart , Miftahul Hidayati, S.Pd. yang selalu senantiasa menemani setiap hariku dan perjalananku dengan curahan perhatian, dukungan, semangat, pengertian, cinta dan kasih sayang

dan


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 04 Mei 1990, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Upik Hamidah, S.H., M.H, dan Guntari Ilyas. S.Sos.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi Rawalaut pada tahun 1996 selanjutnya Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawalaut pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, Penulis terdaftar sebagai Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kasui, Way Kanan.


Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor: 31/Pid.B/TPK/2010/PN. JKT. PST.)

0 9 69

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.95/Pid/B/2010/PN.TK)

1 5 34

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 199/PID.B/2011/PN.MGL )

0 12 64

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

3 17 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 505/Pid.B/2012/PN.TK)

1 19 58

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) LAMPUNG TIMUR ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 22/Pid/TPK/2011/PN.TK )

0 14 53

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

0 9 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI TENDER PERBAIKAN JALAN (Studi Putusan Nomor : 07/PID.TPK/2011/PN.TK)

0 4 49

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

4 44 70