PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

(1)

(2)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU

RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN

ATMOSFER TERMODIFIKASI

OLEH

TITO YASSIN

Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju

metabolisme pada komoditi pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi gas terhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat kemanisan dan tingkat kekerasan pisang janten yang disimpan pada dua suhu yang berbeda (suhu ruang (29 oC) dan suhu dingin (15 oC)).

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2013 di Laboratorium Bioproses Pasca Panen, Universitas Lampung. Pisang janten tua optimalyang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Kecamatan Negeri Sakti Lampung Selatan. Laju respirasi di ukur menggunakan spektrofotometer denganmengukur absorbansi CO2. Total asam ditentukan dengan metode titrasi NaOH 0,1 N. Tingkat kemanisan di ukur menggunakan alat refraktometer. Tingkat kekerasan di ukur menggunakanalat fruit hardness tester.

Hasil menunjukkan pada masing-masing komposisi laju respirasi pisang janten meningkat selama penyimpanan pada kedua suhu. Nilai total asam pisang janten terlihat menurun pada suhu ruang tetapi terlihat fluktuatif pada suhu dingin. Tingkat kemanisan pisang janten masing-masing perlakuan komposisi gas terlihat meningkat pada kedua suhu. Tingkat kekerasan masing-masing komposisi gasterlihat menurunselama penyimpanan pada kedua suhu.

Atmosfir termodifikasi dapat mempertahankan umur simpan pisang janten selama 12 hari pada suhu ruang dan 26 hari pada suhu dingin. Komposisi gas terbaik pada penyimpanan atmosfir termodifikasi untuk pisang janten yaitu 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2(dalamvolume) pada 15 oC. Pada kondisi tersebut laju respirasi meningkat dari 19 mg/kg/jam pada hari ke-2 menjadi 80,07 mg/kg/jam pada hari ke-26. Total asam terlihat fluktuatif dengan nilai total asam 1,55 % pada hari ke-2 menjadi 1,78 % pada hari ke-26. Tingkat kemanisan meningkat dari 8,6 oBrix pada hari ke-2 menjadi 19,67 oBrix pada hari ke-26. Tingkat kekerasan menurun dari 3,07 kg.s/mm pada hari ke-2 menjadi 2,81 kg.s/mm pada hari ke-26.

Kata Kunci : Atmosfer termodifikasi, komposisi gas, laju respirasi, total asam, tingkat kemanisan , tingkat kekerasan.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kegunaan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesa Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pisang ... 5

2.2. Potensi Buah Pisang Janten ... 11

2.3. Respirasi ... 12

2.4. Perilaku Buah Pisang Setelah Panen ... 18

2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

3.3. Prosedur Penelitian ... 26

3.4. Pengukuran Parameter ... 30

3.5. Analisis Data ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Laju Respirasi ... 33

4.2. Total Asam ... 39

4.3. Tingkat Kemanisan ... 45


(7)

iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh

masyarakat Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lahan pekarangan kosong dan kebun yang banyak ditanami tanaman pisang. Biaya produksi dan biaya perawatan yang tidak terlalu tinggi pada tanaman ini mendorong banyak orang terutama petani untuk

membudidayakannya.

Jika dilihat dari prospek jual buah pisang cukup menjanjikan karena sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai buah pisang baik dimakan secara langsung ataupun dijadikan produk olahan. Selain itu bertambahnya produksi olahan buah pisang oleh industri rumah tangga seperti kripik dan sale pisang juga akan

mendorong meningkatnya permintaan akan produksi buah pisang guna mencukupi kebutuhan produksi makanan olahan tersebut.

Menurut Prabawati et al.. (2008), produksi pisang di Indonesia menempati peringkat tertinggi diikuti oleh mangga pada urutan kedua dan jeruk di urutan ketiga. Pada tahun 2001 jumlah produksi pisang di Indonesia mencapai 4.300.422 ton dengan kontribusi terbesar dari Jawa Barat (1.431.941 ton), diikuti oleh Jawa Timur (700.846 ton) dan Jawa Tengah (522.261 ton). Berdasarkan data diatas makaIndonesiacukup berpotensi dalam pengembangan budidaya buah pisang.


(9)

2

Melihat hal tersebut maka pemanfaatan pisang sebagai produk olahan dan hasil sampingnya dalam bentuk olahan lain sangat diperlukan.

Buah pisang yang telah dipanen akan terus mengalami proses pematangan, penuaan, dan perusakan. Proses perusakan ini akan menjadi masalah baik pada tingkat produsen maupun konsumen. Hal ini karena buah pisang yang telah dipanen masih melakukan proses respirasi dan juga metabolisme.

Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Pisang jenis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan keripik, sale pisang, tepung pisang, dll. Dengan meningkatnya kebutuhan pisang janten sebagai bahan baku olahan maka kebutuhan akan pisang janten akan terus meningkat. Peningkatan produksi pisang janten membutuhkan penanganan pasca panen untuk mempertahankan umur simpan dari pisang janten ini. Salah satu metode penyimpanan yang dapat dilakukan selain penyimpanan pada suhu rendah adalah metode atmosfir termodifikasi.

Metode atmosfir termodifikasi merupakan metode menghambat laju respirasi menggunakan tempat atau kemasan yang mengisolasi buah terhadap kondisi udara di luar kemasan sehingga konsenterasi gas dalam kemasan dapat dirubah sehingga dapat menurunkan laju respirasi, mengurangi pertumbuhan mikroba dan juga kerusakan lain yang disebabkan pengaruh udara luar sehingga umur simpan buah akan lebih lama.

Penyimpanan buah pisang pada kondisi udara termodifikasi sudah diterapkan pada beberapa varietas pisang. Diketahui bahwa kondisi atmosfir termodifikasi yang sesuai untuk penyimpanan pisang varietas Pachbale adalah 3 % O2, 5 %


(10)

3

CO2, dan 92% N2. Pisang yang dikemas menggunakan polietilen dengan tebal 0.025 mm dan 0.037 mm dengan kondisi udara termodifikasi memberikan mutu buah pisang yang baik dan juga memperpanjang umur simpan 5 hari lebih panjang dibandingkan penyimpanan pisang tanpa kemasan (Chauhan et al., 2006).

Dengan melihat hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komposisi gas dalam kemasan dalam hal ini toples plastik terhadap laju respirasi buah pisang janten selama proses penyimpanan pada kondisi udara termodifikasi.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi gas dalam ruang penyimpananterhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat kemanisan, dan tingkat kekerasan pisang jantenselama penyimpanan suhu ruang (29 oC) dan suhu dingin (15 oC).

1.3. Kegunaan Penelitian

1) Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

2) Sebagai bahan rujukan dalam memperpanjang umur simpan dan mutu buah pisang janten.


(11)

4

1.4. Hipotesa Penelitian

Semakin rendah kandungan O2 dan semakin tinggi kandungan CO2 di udara dalam ruang penyimpananmaka laju respirasi semakin rendah dan umur simpan pisang janten akan semakin lama.


(12)

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang

Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran yang luas, hampir seluruh wilayah merupakan tempat produksi pisang, ditanam di

pekarangan maupun di ladang, dan sebagian telah membudidayakanya menjadi sebuah perkebunan. Jenis pisang yang ditanam oleh masyarakat beraneka ragam mulai dari pisang untuk olahan (plantain) sampai jenis pisang komersial (banana) yang bernilai ekonomi yang tinggi. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Prabawati et al., 2008). Gambar pisang dapat dilihat pada Gambar 1.


(14)

6

Pisang pada umumnya dipanen pada umur 12 – 15 bulan atau 4 – 6 bulan setelah berbunga. Waktu pemanen buah biasanya disesuaikan dengan waktu penjualan yang ingin dicapai. Hal ini karena apabila waktu pemanenan tidak tepat maka buah pisang cenderung akan rusak sebelum sampai ditangan konsumen. Namum pada umunya pisang dipanen pada saat tua penuh. Pemanenan dilakukan dengan memotong 1/2 – 1/3 bagian batang dengan tujuan untuk mempermudah pada proses pemanenan. Pada saat pemanenan diusahakan agar pisang tidak terluka atau memar (Uma, 2008).

Besarnya volume produksi nasional dan luas panen dibandingkan komoditi lainnya, buah pisang merupakan salah satu tanaman unggulan di Indonesia. Namun demikian pengolahan pisang masih sebatas tanaman pekarangan atau tanaman perkebunan rakyat yang kurang dikelola secara intensif. Penanaman pisang berskala besar telah dilakukan dibeberapa daerah di pulau Halmahera (Maluku Utara), Lampung, Mojokerto (Jawa Timur), dan beberapa tempat

lainnya, sehingga Indonesia pernah mengekspor pisang dengan volume mencapai 100.00 ton pada tahun 1996, tetapi pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan dengan titik terendah pada tahun 2004 yaitu hanya 27 ton. Melihat hal tersebut di atas Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk meningkatkan ekspor buah pisang pada tahun-tahun mendatang. Hal ini tentunya ditunjang oleh ketersedian lahan yang cukup luas di beberapa provinsi di

Indonesia, iklim yang mendukung, keragaman varietas pisang yang tinggi, sumber daya manusia serta inovasi teknologi untuk pengolahan tanaman pisang


(15)

7

Tanaman pisang yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk diambil beberapa manfaatnya seperti buah dan juga bongkolnya sebenarnya berasal dari jenis tanaman herba berumpun yang hidup menahun. Menurut Hotman, 2009 secara garis besar pisang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : 1. Pisang Serat (Musa Tekstilis)

Pisang Serat merupakan pisang yang tidak diambil buahnya , tetapi diambil seratnya. Pada awal abad ke-16, penduduk asli Filipina memanfaatkan serat pisang sebagai bahan baku pembuatan pakaian. Oleh karena itu, pisang ini dinamakan Musa Tekstilis.

2. Pisang Hias (Heliconia indica Lamk)

Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk diambil buahnya. Pisang jenis ini memiliki morfologi daun yang indah sehingga penggunaanya banyak digunakan sebagai tanaman hias halaman rumah atau sebagai penghias di pinggiran jalan. Berdasarkan jenisnya pisang hias terbagi menjadi dua jenis, yaitu pisang kipas dan pisang-pisangan. Disebut pisang kipas karena bentuknya mirip dengan kipas. Sedangkan pisang-pisangan memiliki batang semu berukuran kecil-kecil dan tumbuh secara berumpun sehingga indah saat dipandang.

3. Pisang Buah (Musa paradisiaca Linnaeus)

Menurut Satuhu dan Supriyadi (2000) dalam Hotman (2009), pisang buah dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang kepok, pisang susu, pisang hijau, pisang mas, pisang raja, dan pisang barangan.


(16)

8

b. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, seperti pisang tanduk, pisang uli, pisang kapas dan pisang bangkahulu.

c. Pisang yang dapat dimakan secara langsung setelah matang maupun diolah terlebih dahulu seperti pisang kepok dan pisang raja.

d. Pisang yang dapat dikonsumsi pada saat mentah, misalnya pisang klutuk atau sering disebut pisang batu untuk campuran dalam pembuatan rujak.

Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Di daerah sentra buah pisang dengan ketersediaan buah pisang dengan jumlah besar dan jenis varietas yang luas dapat membantu dalam mengatasi kerawanan pangan. Pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan pangan pokok karena

mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsim beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan pisang mentah yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk pangan, baik melalui pembuatan geplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya. Karbohidrat pada buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu yang tidak terlalu cepat (Prabawati et al., 2008).

Seiring dengan pertumbuhan buah pisang selama proses pematangan dari

perubahan warna mulai dari hijau kemudian berubah warna menjadi kuning buah pisang mengalami perubahan komposisi kimia, salah satunya kandungan pati dan kandungan gula. Kandungan pati selama proses pematangan akan cenderung berkurang sedangkan kandungan gula pada buah pisang akan terus bertambah selama proses pematangan berlangsung. Perubahan kandungan pati dan


(17)

9

kandungan gula selama proses pematangan buah pisang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan kandungan pati dan gula selama proses pematangan pisang

No Warna Kulit % pati % gula Kriteria

1 Hijau 20 0,5 Keras, belum matang

2 Hijau Kekuningan 18 2,5 Mulai terjadi pematangan 3 Hijau lebih banyak

daripada kuning

16 4,5 -

4 Kuning lebih banyak daripada hijau

13 7,5 -

5 Kuning dengan ujung berwarna hijau

7 13,5 -

6 Kuning penuh 2,5 18 Matang penuh

7 Kuning dengan penuh bercak coklat

1,5 19 Matang dengan aroma yang kuat

8 Kuning dengan bercak coklat lebih luas

1 19 Lewat matang, daging buah lunak, aroma sangat kuat

Sumber : Satuhu dan Supriyadi (2000)

Buah pisang yang akan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi syarat dan kriteria dengan kualitas yang baik. Dalam membeli pisang konsumen biasanya memperhatikan nilai kualitas pisang dari tekstur, aroma, penampilan, kekerasan/tekstur, dan tingkat keamanan. Standar kematangan pisang


(18)

10

Gambar 2. Standar kematangan pisang berdasarkan warna (Caussiol, 2001)

Dapat dilihat pada gambar di atas menerangkan tingkat kematangan buah pisang berdasarkan perubahan warna. Mulai dari warna hijau yang menunjukkan tingkat kematangan pisang masih muda hingga berwarna kuning cerah dengan bintik coklat yang menandakan tingkat kematangan pisang yang telah tinggi dan apabila dibiarkan akan menuju ke proses perusakan baik oleh mikroorganisme atau proses metabolismenya.

Penyakit pada pisang biasanya muncul pada saat pematangan dan pada saat penjualan (pasar dan toko) atau setelah sampai ditangan konsumen. Terjadinya penyakit ini banyak disebabkan oleh kurangnya penanganan yang tepat pada pisang, tempat penyimpanan yang kotor, dan penanganan pascapanen yang tidak tepat. Penyakit pada pisang ini dapat menyebabkan kerugian yang serius bagi pedagang apabila tidak ditangani secara tepat.


(19)

11

Secara umum perbandingan kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam 100 gr bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam 100 gr bahan Komposisi Mentah (%) Matang (%)

Air 71.9 75.2

Protein 1.9 1.7

Lemak 0.9 0.1

Gula 1.3 17.3

Pati 21.2 3.1

Serat 3.2 2.8

Vitamin C 18 12

Beta Carotene 0.2 0.1

Kalium 320 350

Kalsium 5 5

Sumber : Caussiol (2001)

2.2. Potensi Buah PisangJanten

Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang ada di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dijadikan produk olahan yang berbahan baku pisang. Pada umumnya pisang janten banyak dikonsumsi dengan cara direbus atau

digoreng. Dengan melihat potensi sebagai bahan baku olahan yang berbahan dasar pisang janten ini berpotensi untuk dikembangkan lagi menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di pasar Bambu Kuning Kota Bandar Lampung didapati bahwa pedagang pisang lebih banyak memilih untuk menjual jenis pisang janten lebih banyak dibandingkan jenis pisang yang lain


(20)

12

dengan kisaran 40 % pisang janten, 20% pisang kepok, 20% pisang muli, 10% pisang ambon, 10% pisang raja sere. Hal ini karena pemanfaatan pisang janten sebagai bahan olahan sangat diminati masyarakat.

Menurut pedagang, pisang janten banyak dimanfaatkan konsumen sebagai bahan baku dalam usaha penjualan pisang coklat dan pisang keju. Rasa pisang janten yang manis dan harga yang tidak terlalu tinggi dibandingkan jenis pisang lain menjadikan pisang jenis ini menjadi alternatif yang tepat untuk dijadikan usaha pisang coklat dan pisang keju tersebut. Dewasa ini penggunaan pisang janten ini mulai berkembang menjadi keripik pisang, sale pisang, dan dodol pisang. Observasi lapangan menunjukkan bahwa menurut pedagang, pisang janten berpotensi besar jika dijadikan sale pisang telah ia buktikan bahwa harga pisang janten apabila dijual dalam keadaan segar menjadi produk olahan sale dapat berkembang dari harga Rp, 140/buah menjadi Rp. 1000/buah.

Melihat hal tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa varietas pisang janten sangatlah memiliki nilai ekonomi tinggi apabila di kembangkan menjadi produk olahan. Dengan meningkatnya produk olahan dari pisang janten maka

diperkirakan tingkat produksinya akan terus meningkat oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan untuk dapat mempertahankan umur simpan pisang janten pasca panen. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan adalah penyimpanan dengan teknik atmosfir termodifikasi.

2.3. Respirasi

Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen dalam perombakan senyawa kompleks menjadi sederhana (seperti karbohidrat,


(21)

13

protein dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron. Pada umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih mengalami proses metabolisme dan respirasi hingga produk tersebut cenderung mengalami kerusakan baik secara fisik maupun kimia.

Proses pematangan buah disertai dengan perubuhan fisiologis dan kimiayang merupakan ciri khas dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan merupakan proses transformasi pectic yang menyebabkan pelunakan, perubahan warna, hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya pigmen sekunder baru, dan senyawa-senyawa lain pada buah (Millerd et al., 1952).

Reaksi kimia pada proses respirasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal

Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi dapat dijadikan petunjuk sebagai parameter daya simpan pasca panen. Laju respirasi dianggap sebagai ukuran dari laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan respirasi yang tinggi akan menurunkan umur simpan buah.

Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu respiras aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi anaerob merupakan proses respirasi yang tidak menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa tertentu seperti etanol dan asam laktat. Pada respirasi aerob berlangsung dalam tiga tahap yaitu :


(22)

14

Glikolisis, Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir CO2, air, dan energi. Sedangkan pada respirasi anaerob hanya berlangsung dalam satu tahap yaitu glikolisis yang akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas, 2011).

Pisang merupakan buah klimakterik dan juga masuk kedalam kategori buah dengan laju respirasi sedang. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan produksi gas CO2 dan gas etilen pada saat proses pematangan di dalam ruang penyimpanan sangat perlu untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan pertumbuhan padabuah klimakterik dan nonklimakterik dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 3. Grafikpola pertumbuhan dan laju respirasibuah klimakterik dan non klimakterik(Santoso, 2012).

Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada buahklimakterik mulai dari fase maturation (penuaan)sampai fase ripening (pematangan)cenderung meningkat sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju respirasi mengalami penurunan, sedangkan perbedaan laju respirasi pada buah non klimakterik terlihat pada saat fase maturation, ripening, dan senescence laju respirasi cenderung turun secara linear dan tidak mengalami peningkatan.


(23)

15

Pada penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar oksigen sangat harus

diperhatikan. Semakin rendah kandungan oksigen di dalam udara penyimpanan maka laju respirasi akan semakin menurun. Hal ini karena apabila kandungan oksigen di dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah 2% maka buah tersebut akan mengalami proses respirasi anaerob yang akan mengakibatkan timbulnya aroma yang tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).

Pengukuran laju respirasi sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui akifitas metabolisme pada produk yang sedang kita tangani. Selama proses respirasi aerob penyimpanan produk akan menghasilkan CO2, air, dan energi yang mempengaruhi pertumbuhan sel dan kualitas dari komoditi tersebut. Menurut Saltveit (2003), ada beberapa parameter untuk mengukur tingkat laju respirasi produk selama penyimpanan, diantaranya mengukur kehilangan substrat, konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, dan produksi energi.

Dalam perkembangannya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi komodit pertanian. Menurut Hotman (2009), proses respirasi

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor Internal

Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi jumlah CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, dimana pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasinya akan semakin meningkat. Laju respirasi rendah terjadi pada produk yang


(24)

16

b. Faktor Eksternal

Adapun faktor eksternal yang umum dalam mempengaruhi laju respirasi antara lain :

1. Suhu

Kenaikan suhu 100 C pada umumnya akan meningkatkan laju respirasi 2 – 2.5 kalinya.

2. Konsenterasi O2

Konsenterasi gas oksigen diudara sangat perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen di udara maka akan meningkatkan laju respirasi buah 3. Konsentrasi CO2

Kandungan CO2 di udara yang sesuai akan memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran, hal ini karena CO2 tersebut dapat

menggangu proses respirasi pada buah tersebut. 4. Etilen

Penambahan gas etilen pada tingkatan pra-klimakterik dapat meningkatkan laju respirasi pada buah klimakterik.

5. Kerusakan/Memar

Kerusakan/memar pada permukaan produk dapat meningkatnya laju

respirasi produk akibat kerusakan fisik buah tersebut sehingga umur simpan produk pasca panen akan relatif menurun.

Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh pada laju respirasi komoditi pertanian, sehingga dalam proses perkembangan atau penyimpanan faktor-faktor tersebut sangat perlu diperhatikan sehingga umur simpan komoditi pertanian pascapanen dapat didapatkan secara maksimal.


(25)

17

Komoditi pertanian berdasarkan laju respirasinya memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan jenis komoditi tersebut. Klasifikasi laju respirasi berdasarkan kecepatan respirasi komoditi tersebut digolongkan dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi dari beberapa komoditi hortikultura menurut laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifiaksi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya Kelas Produksi CO2 pada suhu 5

0 C (Mg CO2/kg.jam)

Komoditi

Sangat rendah <5 Kurma,

kacang-kacangan, buah kering

Rendah 5-10 Apel, jeruk anggur,

kentang, bawang, ubi jalar

Sedang 10-20 Apricot, pisang, kubis,

tomat, lobak

Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat

Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga potong

Sangat-sangat tinggi >60 Brokoli, asparagus, bayam, jagung manis Sumber : Weichmann (1992)dalam Hotman (2009)

Menurut Hotman (2009), proses respirasi erat hubunganya dengan produksi etilen pada saat buah disimpan. Oleh karena itu apabila produksi etilen meningkat maka laju respirasi akan meningkat peningkatan penggunaan oksigen oleh tanaman merupakan tanda aktivitas respirasi mulai meningkat. Pada tanaman klimakterik dan non klimakterik pemacuan respirasi dengan menggunakan gas etilen memiliki sifat yang berbeda. Penyerepan oksigen pada buah klimakterik tidak terlalu


(26)

18

banyak pada proses respirasinya, sedangkan buah non klimakterik makin tinggi produksi gas etilen, aktivitas respirasi akan semakin meningkat.

2.4. Perilaku Buah Pisang Setelah Panen

Selama proses perkembangan dan pematangannya, pisang seperti halnya buah-buahan lain sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, serta absorbsi air dan mineraloleh induknya. Setelah dipanen buah masih mengalami proses respirasi dan transpirasi walaupun telah dipetik atau terpisah dari induknya. Pada saat buah masih pada tangkai atau induknya kehilangan air akibat transpirasi masih

digantikan oleh aliran air yang diabsorbsikan oleh akar dan ditransalokasikan menuju buah. Sesudah buah mengalami proses panen dan terpisah dari induknya pasokan air dari akar tidak terjadi lagi maka kehilangan substrat dan air tidak dapat digantikan lagi sehingga terjadilah proses kemunduran atau deteriorasi (Meiyani, 1991). Oleh karena itu komposisi dan mutu buah pisang mengalami perubahan-perubahan, misalnya perubahan warna, perubahan kekerasan/tekstur, perubahan kandungan pati, kandungan pati, perubahan kadar air,dan perubahan berat.

a. Perubahan Warna Kulit

Perubahan warna kulit merupakan salah satu aktivitas produk pertanian yang masih berlangsung setelah panen. Perubahan warna pada pisang selama proses pematangan disebabkan oleh degredasi pigmen klorofil. Hal ini menyebabkan perubahan warna pisang yang mulanya berwarna hijau akan berubah menjadi kuning. Perubahan warna merupakan indikator yang paling baik dalam menentukan tingkat kematangan pisang (Caussiol, 2001).


(27)

19

b. Tekstur

Perubahan tekstur merupakan perubahan fisik buah yang umum dijumpai pada saat proses pematangan buah. Perubahan tekstur pada buah ini sebagian besar ditentukan oleh kadar air dan kandungan lemak, jenis dan jumlah struktur karbohidrat seperti selulosa dan pektinserta dipengaruhi oleh perubahan

kandungan protein pada saat proses pematangan. Perubahan zat-zat tersebut di dalam buah akan merubah tekstur buah dari keras akan cenderung melunak (Fellows, 2000).

c. Perubahan Kandungan Pati dan Kandungan Gula

Penurunan kandungan pati dan penambahan kandungan gula pada buah merupakan sifat yang paling menonjol pada proses pematangan buah pisang. Menurut Simmonds (1982), konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati di dalam buah yang belum masak berkisar antara 20 - 25 % dari total berat segarnya dan sekitar 2 – 5 % saja yang mampu diubah menjadi gula dan sebagianya dilepas dalam bentuk CO2 melalui proses respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula di dalam buah sangat rendah. Tetapi pada saat proses pemasakan gula dalam buah akan meningkat dengan tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa (Sumadi et al., 2004).

d. Perubahan Kadar Air

Proese perubahan kadar air pada buah dan sayur pada saat pasca panen merupakan hasil dari penguapan air di dalam bahan. Perubahan kadar air sangat

mempengaruhi dari bobot bahan, sehingga penurunan kadar air harus ditangani secara intensif agar penurunan bobot tidak turun secara signifikan lepas panen.


(28)

20

Salah satu cara untuk menurunkan penguapan bahan yaitu menyimpannya pada ruangan bersuhu rendah. Proses transpirasi atau penguapan pada suhu rendah akan lebih lambat jika dibandingkan pada suhu tinggi. Dengan tingkat transpirasi yang rendah maka susut bobot produk menjadi rendah (Paramita, 2009).

e. Perubahan Kandungan Asam

Selama proses pematangan sayur-sayuran dan buah-buahan mengalami penurunan asam-asam organik, hal ini diduga disebabkan penggunaan asam organik pada proses respirasi atau terkonversi menjadi gula. Asam-asam organik yang paling banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan asam sitrat. Selain itu terdapat asam organik tertentu pada komoditi misalnya asam tartrat pada jeruk, asam oksalat pada bayam, asam isositrat pada buah berri dan asam quinat pada buah kiwi. Pada buah pisang asam yang palin dominan adalah asam malat. Nilai pH pada buah pisang yang masih berwarna hijau yaitu 5,02 – 5,6 dan pada pisang matang berkisar antara 4,2 – 4,75 (Pujimulyani, 2009).

f. Perubahan Berat

Pengurangan berat pada komoditas pertanian terutama buah-buahan mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah gas CO2 dan air yang dikeluarkan. Proses penguapan air pada produk hortikultura merupakan proses yang terus menerus akan berlangsung pada semua jenis buah dan sayur. Hal ini merupakan penyebab kehilangan berat pada produk buah dan sayur secara langsung (Hotman, 2009).


(29)

21

2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi

Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi merupakan teknik penyimpanan komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam kondisi penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam kandungan udara normal (78.08 %,N2, 20.95 % O2, dan 0.03 % CO2). Pada umumnya proses penyimpanan komoditi pada kondisi atmosfir termodifikasi dilakukan dengan peningkatan karbondioksida (CO2) dan penurunan oksigen (O2) didalam udara ruang penyimpan. Perubahan komposisi udara dapat dilakukan menggunakan bahan atau tempat yang dapat mengisolasikan bahan dengan udara luar sehingga komposisi udara di dalam ruangan dapat diatur sesuai dengan keinginan (Sugiarto, 2005).

Menurut Zagory dan Kader (1988), kondisi udara selama penyimpanan pada ruang penyimpanan disebabkan oleh (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama proses penyimpanan, (ii) produksi karbon dioksida oleh komoditi selama proses penyimpanan, dan (iii) pertukaran gas dalam ruang penyimpanan dengan lingkungan menggunakan film kemasan.

Komposisi udara dalam atmosfir termodifikasi yang tepat pada suatu komoditi dapat menghambat laju kehilangan/degredasi klorofil. Hal ini diduga karena penghambatan proses penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin serta penurunan produksi klrofilase sebagai akibat penurunan produksi etilen dari produk. Penurunan produksi CO2 pada atmosfir termodifikasi juga dapat menurunkan produksi etilen sehingga proses penguraian klorofil akan terhambat (Zagory dan Kader, 1988).


(30)

22

Penyimpanan atmosfir termodifikasi juga dapat mengahambat proses pencoklatan (browning) yang diakibatkan dari proses oksidai, perubahan warna buah, dan penyimpangan lainnya selama proses penyimpanan (Zagory dan Kader, 1988). Kandungan karbondioksida yang rendah dapat menghambat aktifitas enzim polifenol oksidase yang akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi senyawa fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap (Sugiarto, 2005). Batas minimum O2 dan maksimum konsentrasi CO2 untuk berbagai komoditas pertanian pada saat penyimpanan atmosfir termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa komoditi Jenis buah/sayur Konsentrasi CO2 maksimum (%) Konsentrasi O2 minimum (%)

Apel 2 2

Pisang 5 -

Wortel 4 3

Brokoli 15 1

Mentimun 10 3

Kentang 10 10

Bayam 20 -

Tomat 2 3

Bunga kol 5 2

Sumber : Fellows (2000)

Menurut Jobling (2001), peningkatan kandungan CO2 diudara sebesar 2% atau lebih pada kemasan dapat menguntungkan pada proses penyimpanannya. Kenaikan CO2 dapat mengurangi sensitivitas produk terhadap etilen serta dapat memperlambat proses perombakan klorofil pada buah-buahan dan sayuran. Peningkatan CO2 juga dapat memperlambat pertumbuhan jamur yang dapat


(31)

23

merusak produk. Sedangkan apabila konsentrasi CO2di bawah batas toleransi akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada buah-buahan dan sayur-sayuran.

Komposisi yang tepat pada ruang penyimpanan produk buah-buahan dan sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini karena penghambatan penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin dan penurunan produksi klorofilase sebagai tanda penurunan produksi etilen.

Penurunan produksi CO2 juga dapat menurunkan sensitivitas terhadap produksi etilen sehingga penguraian klorofil juga akan terhambat

(Zagory dan Kader, 1988).

Teknik atmosfir termodifikasi juga dapat menurunkan laju pencoklatan pada prduk terutama buah-buahan yang diakibatkan proses oksidasi, perubahan warna atau penyimpangan dan juga pelunakan dari berbagai jenis buah. Karbondioksida pada ruang penyimpanan dapat menurunkan aktivitas enzim polifenol oksidase yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol yang akan

menghasilkan senyawa berwarna gelap (Zagory dan Kader, 1988).

Dewasa ini penyimpanan menggunakan metode atmosfir termodifikasi telah berkembang dengan sangat pesat, hal ini didukung oleh publikasi dan juga kemajuan pabrikasi jenis-jenis kemasan yang umum digunakan untuk

penyimpanan udara termodifikasi yang memiliki sifat permeabelitas yang luas serta tersedianya bahan penyerap O2, CO2, etilen dan air selama penyimpanan (Hotman, 2009).

Keterbatasan dalam dalam mengatur kondisi atmosfir termodifikasi secara pasif menyebabkan atmosfir termodifikasi lebih banyak disukai. Metode atmosfir


(32)

24

termodifikasi dapat dilakukan dengan mengeluarkan semua gas dari dalam ruang/kemasan penyimpanan kemudian mengisinya kembali dengan konsentrasi gas yangs sesuai (Hotman, 2009).

Berikut adalah beberapa produk yang disimpan pada kondisi udara termodifikasi, yang ternyata memiliki umur simpan produk lebih lama dibandingkan produk yang disimpan pada kondisi udara normal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan umur simpan produk pada udara normal dan udara termodidikasi

Produk Suhu

(0C) O2 (%) CO2 (%)

Umur simpan udara normal

(Hari)

Umur simpan atmosfir termodifikasi

(Hari) Apel Gala 0 – 2 1,5 – 2 1 – 5 120 180 Alpokat 5 – 13 3 – 10 3 – 10 42 84

Pisang 13 – 16 2 – 5 2 – 5 28 49

Buncis 4 – 8 4 – 7 4 – 7 7 14

Brokoli 0 – 1 5 – 15 5 – 15 28 46

Lettuce 0 – 1 <1 <1 21 28

Pir -1 – 1 0 – 1 0 – 1 90 180

Lada 7 – 12 2 – 5 2 – 2.5 21 28

Strawberry -0.5 – 0 15 – 20 15 – 20 14 21 Sumber : Jobling (2001).


(33)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

A. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian kali ini antara lain tempat

penyimpanan berupa toples plastik, tabung gas CO2, O2, dan N2,selang, pompa vacum, alat pemotong, suntikan,venojack, termometer,

refraktometer atago PR 201α, fruit hardness tester (5 kg KM tokyo), buret,

erlenmeyer, timbangan digital, gelas ukur, pipet tetes,kain kasa, tabung reaksi, spektrofotometer (Hitachi U2900).

B. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah pisang janten dengan kondisi tingkat kematangan hijau (tua optimal). Buah pisang janten ini diperoleh dari petani pisang janten di Kecamatan Negeri Sakti Kabupaten Lampung Selatan. Pisang diangkut ke tempat penelitian 1 hari setelah panen.


(34)

26

3.3. Prosedur Penelitian

1. Cara Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi

a. Buah pisang disortasi dengan tingkat kematangan seragam serta tidak mengalami kerusakan. Kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida sebanyak 2ml yang telah dicampurkan 1 liter air untuk menghindari tumbuhnya jamur. Setelah larutan fungisida kering, kemudian buah pisang ditimbang bobotnya dan dihitung volumenya sebagai data awal untuk mengetahui besarnya ruang kosong didalam kemasan penyimpan. Kemudian buah disimpan dalam kotak plastik dengan ukuran (33 cm x 27 cm x 7 cm) yang masing-masing berisi 15 buah. Pada atas permukaan tutup ruang penyimpan yang terbuat dari plastik diberi lubang dan dilapisi karetvenojackuntuk memasukkan gas dan mengambil sampel gas. b. Setelah itu, pada kotak plastik ditutup rapat dengan menambahkan sekat/wax

pada leher kotak plastik untuk mencegah kebocoran. Kotak plastik yang sudah diisi dengan sampel sebanyak 15 buah/kotak penyimpanan kemudian divacum menggunakan pompa vacum sampai keadaan hampa udara dengan indikator tutup kotak berbentuk cekung kedalam. Kemudian gas N2dengan komposisi tertinggi dimasukkan menggunakan selang kedalam kotak plastik sampai kotak terisi penuh oleh gas N2, kemudian kotak penyimpanan yang berisi N2dihisap kembali sejumlah volume O2dan CO2yang akan

dimasukkan. Setelah itu disusul pemasukan gas O2kemudian CO2

menggunakan selang dengan satuan ml/detik. Hal ini dilakukan pada masing-masing kotak plastik penyimpanan dengan perbandingan komposisi gas O2,


(35)

No

27

CO2, dan N2yang telah ditentukan. Perhitungan komposisi gas yang dimasukkan kedalam kotak plastik dapat dilihat pada Lampiran II.

c. Kotak plastik yang telah berisi sampel buah pisangdengan komposisi gas yang telah ditentukan disimpan dalam suhu dingin (15oC) dan suhu ruang ( 29oC).

d. Komposisi udara penyimpanan dikembalikan pada kondisi semula setiap dua harisekali pada saat pengambilan sampel bahan dan sampel gas untuk

menganalisis produksi gas CO2, total asam, tingkat kemanisan dan tingkat kekerasan pisang janten.

e. Perbandingan gas dan suhu perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6 serta tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 1. Perbandingan komposisi gas dan suhu dalam ruang penyimpanan dengan CO2awal 5 % (atas) dan O2awal 6 % (bawah)

Komposisi Gas* O2: CO2 :N2

Temperatur (°C) Perlakuan

1. 4 :5 : 91 Suhu ruang

15

2. 6 : 5 : 89 Suhu ruang

15

3. 8 : 5 : 87 Suhu ruang

AT1 AT2 BT1 BT2 CT1

No Komposisi Gas*

15 CT2

O2: CO2 :N2

Temperatur (°C) Perlakuan

1. 6 : 3 : 91 Suhu ruang

15

2. 6 : 4: 90 Suhu ruang

15

3. 6 :5 : 89 Suhu ruang

15 DT1 DT2 ET1 ET2 FT1 FT2 *) Perbandingan dalam persen (%) volume


(36)

28

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

2. Analisis Gas CO2

a. Pembuatan larutan standar

Larutan standar dibuat dengan menggunakanbromthymol blue(BTB) dan sodium bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan campuran yaitu 0,01 grambromthymol bluedengan 0,2 gram sodium bikarbonat dilarutkan dalam 1 liter air (aquades). Larutan standar

dimasukkan ke dalam 5 buah venojackmasing-masing sebanyak 4 ml dan ditutup dengan menggunakan karet penyumbat. Masing-masingvenojack


(37)

Ab sr o b a n si C O2 29

yang berisi larutan standar, diinjeksikan gas CO2murni dengan variasi volume 0 ;0,1; 0,2; 0,3; 0,4;0,5dan 1 ml. Venojackyang telah diinjeksikan gas CO2kemudian dikocok ± 2 detik sampai terjadi perubahan warna pada larutan tersebut. Larutan tersebut kemudian diukur nilai absorbansi CO2 dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 Nm. Hasil pembacaan dengan satuan absorbansi dari CO2diplotkan dalam bentuk grafik dan dihasilkan kurva standar. Kurva dan persamaan dapat dilihat pada Gambar 5. 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.346 0.252 0.15 0.122 0.104 0.087

y = 0,52x2 - 0,787x + 0,325 R² = 0,955

0.052

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

CO2Murni (ml)

Gambar 2. Kurva standar b. Penentuan konsentrasi CO2selama penyimpanan

Gas yang dihasilkan selama penyimpanan diambil sebanyak 1,5 ml dengan menggunakan suntikan kemudian diinjeksikan ke dalamvenojackberisi 4 ml larutan standar yang telah divakumkan dan ditutup rapat dengan karet

penyumbat. Absorbansi gas diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 Nm dan banyaknya gas CO2diketahui berdasarkan nilai absorbansi sampel gas setelah dikonversi dengan kurva standar. Pengambilan sampel gas dalam toples penyimpanan dilakukan setiap 2 hari sekali.


(38)

30

3.4. Pengukuran Parameter

1. Laju Respirasi (Produksi CO2)

Pengukuran laju respirasi pada buah pisang yang disimpan dalam atmosfer termodifikasi pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer (Hitachi U2900). Data aborbansi CO2tersebut

digunakanuntuk memperoleh kurva standar yang nantinya akan digunakan untuk menghitung laju respirasi buah pisang.Hasil absorbansi CO2murni kemudian dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung produksi CO2buah pisang selama penyimpanan. Persamaan kurva standar didapat dari hasil pengukuran CO2murni yang telah diplotkan kemudian diregresi maka akan didapat persamaan kurva standar yang akan digunakan dalam penentuan volume CO2 yang dihasilkan selama

penyimpanan. Tahapan dalam penentuan laju respirasi dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

a. Persamaan kurva standarY = 0,52x2- 0,787x + 0,325...(1) b. Nilai Konsentrasi CO2(% volume)

x 100%...(2)

c. Laju Produksi CO2buah pisang (mg/kg/jam)

( )


(39)

31

dimana :

m = massa bahan (kg)

bj CO2 = 1,975 (mg/ml)

t = waktu simpan (jam)

freespace = volume toples–volume buah pisang janten (ml)

x = nilai konsentrasi CO2(% volume) y = nilai absorbansi dari spektrofotometer

2. Total asam (acidity)

Pengukuran tingkat keasaman buah pisang selama penyimpanan dilakukan dengan metode titrasi. Langkah kerjanya sebagai berikut :

1. Bahan ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diekstrak. Ekstrak dari bahan tadi ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera kemudian dihomogenkan.

2. Sampel diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

3. Sampel ditambahkan indikatorPhenolftaleinuntuk uji total asam sebanyak 2 hingga 3 tetes.

4. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total asamhingga terjadi perubahan warna merah muda.

5. Mencatat volume NaOH yang terpakai

% Total Asam = x 100%...(4) dimana:

NaOH = NaOH yang terpakai (ml) (N) NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N) Fp = faktor pengenceran bahan


(40)

32

3. Tingkat Kemanisan

Pengukuran tingkat kemanisan pada buah pisang janten dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer Atago PR 201α. Pertama-tama buah pisang

dipotong pada tiga bagian yang berbeda yaitu pangkal, tengah, dan ujung setelah itu diperas sarinya menggunakan kain kasa kemudian sari tersebut diteteskan pada sensor alat refraktometer kemudian akan dilakukan pembacaan tingkat kemanisan oleh alat tersebut dengan satuanoBrix kemudian di ambil nilai rata-ratanya dari pembacaan tiga bagian tersebut.

4. Tingkat Kekerasan (kulit dan daging buah)

Tingkat kekerasan pisang jantendiukur menggunakan alat ukur kekerasan yaitu Fruit Hardness Tester (5 kg KM Tokyo). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada tiap bagian yang berbeda untuk setiap buah (pangkal, tengah dan ujung) dalam satuan kg.s/mm untuk di ambil nilai rata-ratanya. Untuk pengukurannya, ujung alat yang berupa mata jarum diletakkan pada bagian sampel yang ingin di ukur kemudian tuas ditekan sampai mata jarum masuk kedalam kulit dan daging buah, kemudian baca besarnya gaya yang dibutuhkan mata jarum untuk masuk kedalam bahan sedalam 10 mm.

3.5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan anilis statistik sederhana dengan membandingkan kurva antara perlakuan komposisi gas pada tiap-tiap parameter yang digunakan yaitu laju respirasi, total asam, tingkat kemanisan, dan tingkat kekerasan.


(41)

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh komposisi gas terhadapa laju respirasi pisang jantenini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perbandingan komposisi gas yaitu O2, CO2, dan N2serta pengaruh suhu ruang dan dingin memberikan perbedaan pada laju respirasi pisang janten selama penyimpanan meskipun pada perbandingan komposisi tidak memberikan perbedaan yang terlalu besar padamasing-masing parameter. 2. Perbandingan komposisi gas 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2adalah

perbandingan komposisi gas terbaik dalam menekan laju respirasi serta menghambat perubahan total asam, tingkat kemanisan dan juga tingkat kekerasan pisang janten selama penyimpanan.

3. Nilai total asam masing-masing komposisi gas pada penyimpanan suhu ruang (29oC) cenderung turun sampai akhir penyimpanan, sedangkan total asam pada penyimpanan dingin (15oC) cenderung terlihat fluktuatif.

4. Nilai tingkat kemanisan pisang janten baik pada suhu ruang (29oC) maupun suhu dingin (15oC) masing-masing komposisi gas terlihat maningkat dari awal sampai akhir penyimpanan, meskipun pada penyimpanan suhu ruang kenaikan tingkat kemanisan cenderung lebih besar dibandingkan suhu dingin yang lebih linear terhadap waktu simpan.


(43)

57

5. Tingkat kekerasan pisang janten pada suhu ruang (29oC) dan suhu

dingin(15oC) terlihat menurun sampai akhir masa simpan, meskipun pada penurunannya suhu ruang terlihat lebih besar penurunannya jika

dibandingkan suhu dingin.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya penelitian lanjutan tentang penyimpanan pisang janten atau komoditi lainya dalam penyimpanan atmosfir termodifikasi dengan komposisi CO2dan O2di dalam ruang penyimpanan dengan interval cukup tinggi agar dampak dari penghambatan laju respirasi antara perlakuan satu dengan lainya memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai total asam, tingkat kemanisan, tingkat kekerasan dan perubahan-perubahan fisik maupun kimia lain produk tersebut.


(44)

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Caussiol, L. 2001.Postharvest quality conventional and organically grown

Banana fruit.Master of science by Research in Postharvest

Technology. Institute of Agrriculture of Agritecnology. Cranfield

University. Silsoe, Pp 160.

Chauhan, O.P., P. S. Raju, D.K. Dasgupta and A.S. bawa. 2006. Instrumental . Textural ChangesI in Banana (var. pachabale) During Ripening Under Active and passive modified atmosphere.International journal of

Food Properties.Vol. 9 (2) : 237–253.

Deptan. 2005. Prospek dan ArahPengembangan Agribisnis Pisang. Dikutip

Dariwww.deptan.go.id. Tanggal 28 februari 2013.

Dimas, R.2011.Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 22 pp.

Dwiari, S. R,. 2008.Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan.

Direktorat Pembinaan sSekolah Menengah Kejuruan. Departemen

Pendidikan nasional. 285 pp.

Fellows, P. 2000.Food processing technology: principle and practice. 2ndEd. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Pp 591.

Hakim. A. K., K. Islam, Md. Ibrahim, Md. J. Hossain, N. A. Ara. And K. Md. F. Haque. 2012. Status of the Behavioral Pattern of Biochemical Properties of Banana in the Storage Condition.International Journal

Biosciences (IJB).Vol. 2 (8) : 83–94.

heydari, A. K., Shayesteh, N. Eghbalifam, H. Bordbar. And S. Falahatpisheh. 2010. Studies on the Respiration Rate of Banana Fruit Based on Enzyme Kinetics. International journal of agriculture and biology. Vol. 12 (1) : 145–149.

Houtman, F. S. 2009.Pengguna bahan penjerap etilen pada penyimpanan

Pisang Barangan Dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif.

Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. 87 pp.

Jobling, J, 2011. Modified Atmosphere Pack’aging : Not As Simple As It Seems.

Good Fruit and Vegetables Magazine. Pp 3.

Kartasapoetra, A. G., 1994.Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 pp.


(46)

Meiyani. 1991.Pengaruh Penundaan Kematangan Dengan System Atmosfer Termodifikasi serta Pematangan dengan Ethrel Terhadap Kualitas

Fisik dan Kimia Pisang Ambon. Skripsi. IPB–press. Bogor. 68 pp.

Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952.The Climacteric Rise In Fruit

Respiration As Controlled by Phosphorylative Coupling. University of

California, Los angeles, California.

Pantastico, ER. B,. 1989.Fisiologi Pasca Panen. Diterjemahkan oleh Kamariyani. UGM. Jogjakarta. 906 pp.

Paramita, O. 2010. Pengaruh Memar terhadap perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga Var. Gedong Gincu pada Berbagai suhu penyimpanan.Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2 (1) : 29–37.

Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. setyabudi. 2008Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengelola Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen. Pertanian. 64 pp.

Pujimulyani, D. 2009.Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.

Santosa, B. B. 2012.Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Hortikultura

Panenan. Bahan Ajar- Pasca Panen Hortikultura. Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Saltveit, M.E. 2003.Measuring respiration. University of California. California, CA, USA. Pp 5.

Sari, F.E, S. Trisnowati, S. Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar Cacl2 dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arummanis.Juranal Ilmu Pertanian. Vol 5 (1) : 21 -26. Sumadi, B., Sugiharto, suyanto, 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses

Pemasukan Buah Pisang yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda.

Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5(1) :21–26.

Sugiarto, 2005. PengemasanAtmosfer Termodifikasi Bawang Daun ( Alium

Ampelopresum) Pajangan. Tesis IPB-Press. Bogor. 92 pp.

Uma, F. J., 2008.Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permagnat

Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu.Skripsi. IPB-Press. Bogor.


(47)

Zagory, D. and A. A. Kader,. 1988. Modified Atmosphere Packaging of Fresh Produce. International Journal of Food Technology. Vol. 42. (9) : 70–77


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh komposisi gas terhadapa laju respirasi pisang jantenini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perbandingan komposisi gas yaitu O2, CO2, dan N2serta pengaruh suhu

ruang dan dingin memberikan perbedaan pada laju respirasi pisang janten selama penyimpanan meskipun pada perbandingan komposisi tidak memberikan perbedaan yang terlalu besar padamasing-masing parameter. 2. Perbandingan komposisi gas 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2adalah

perbandingan komposisi gas terbaik dalam menekan laju respirasi serta menghambat perubahan total asam, tingkat kemanisan dan juga tingkat kekerasan pisang janten selama penyimpanan.

3. Nilai total asam masing-masing komposisi gas pada penyimpanan suhu ruang (29oC) cenderung turun sampai akhir penyimpanan, sedangkan total asam pada penyimpanan dingin (15oC) cenderung terlihat fluktuatif.

4. Nilai tingkat kemanisan pisang janten baik pada suhu ruang (29oC) maupun suhu dingin (15oC) masing-masing komposisi gas terlihat maningkat dari awal sampai akhir penyimpanan, meskipun pada penyimpanan suhu ruang kenaikan tingkat kemanisan cenderung lebih besar dibandingkan suhu dingin yang lebih linear terhadap waktu simpan.


(2)

57

5. Tingkat kekerasan pisang janten pada suhu ruang (29oC) dan suhu

dingin(15oC) terlihat menurun sampai akhir masa simpan, meskipun pada penurunannya suhu ruang terlihat lebih besar penurunannya jika

dibandingkan suhu dingin.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya penelitian lanjutan tentang penyimpanan pisang janten atau komoditi lainya dalam penyimpanan atmosfir termodifikasi dengan komposisi CO2dan O2di dalam

ruang penyimpanan dengan interval cukup tinggi agar dampak dari penghambatan laju respirasi antara perlakuan satu dengan lainya memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai total asam, tingkat kemanisan, tingkat kekerasan dan perubahan-perubahan fisik maupun kimia lain produk tersebut.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Caussiol, L. 2001.Postharvest quality conventional and organically grown Banana fruit.Master of science by Research in Postharvest

Technology. Institute of Agrriculture of Agritecnology. Cranfield University. Silsoe, Pp 160.

Chauhan, O.P., P. S. Raju, D.K. Dasgupta and A.S. bawa. 2006. Instrumental . Textural ChangesI in Banana (var. pachabale) During Ripening Under Active and passive modified atmosphere.International journal of Food Properties.Vol. 9 (2) : 237–253.

Deptan. 2005. Prospek dan ArahPengembangan Agribisnis Pisang. Dikutip Dariwww.deptan.go.id. Tanggal 28 februari 2013.

Dimas, R.2011.Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 22 pp.

Dwiari, S. R,. 2008.Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan sSekolah Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan nasional. 285 pp.

Fellows, P. 2000.Food processing technology: principle and practice. 2ndEd. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Pp 591.

Hakim. A. K., K. Islam, Md. Ibrahim, Md. J. Hossain, N. A. Ara. And K. Md. F. Haque. 2012. Status of the Behavioral Pattern of Biochemical Properties of Banana in the Storage Condition.International Journal Biosciences (IJB).Vol. 2 (8) : 83–94.

heydari, A. K., Shayesteh, N. Eghbalifam, H. Bordbar. And S. Falahatpisheh. 2010. Studies on the Respiration Rate of Banana Fruit Based on Enzyme Kinetics. International journal of agriculture and biology. Vol. 12 (1) : 145–149.

Houtman, F. S. 2009.Pengguna bahan penjerap etilen pada penyimpanan Pisang Barangan Dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. 87 pp.

Jobling, J, 2011. Modified Atmosphere Pack’aging : Not As Simple As It Seems.

Good Fruit and Vegetables Magazine. Pp 3.

Kartasapoetra, A. G., 1994.Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 pp.


(5)

Meiyani. 1991.Pengaruh Penundaan Kematangan Dengan System Atmosfer Termodifikasi serta Pematangan dengan Ethrel Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Pisang Ambon. Skripsi. IPB–press. Bogor. 68 pp. Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952.The Climacteric Rise In Fruit

Respiration As Controlled by Phosphorylative Coupling. University of California, Los angeles, California.

Pantastico, ER. B,. 1989.Fisiologi Pasca Panen. Diterjemahkan oleh Kamariyani. UGM. Jogjakarta. 906 pp.

Paramita, O. 2010. Pengaruh Memar terhadap perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga Var. Gedong Gincu pada Berbagai suhu penyimpanan.Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2 (1) : 29–37.

Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. setyabudi. 2008Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengelola Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen. Pertanian. 64 pp.

Pujimulyani, D. 2009.Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.

Santosa, B. B. 2012.Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Hortikultura Panenan. Bahan Ajar- Pasca Panen Hortikultura. Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Saltveit, M.E. 2003.Measuring respiration. University of California. California, CA, USA. Pp 5.

Sari, F.E, S. Trisnowati, S. Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar Cacl2 dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arummanis.Juranal Ilmu Pertanian. Vol 5 (1) : 21 -26. Sumadi, B., Sugiharto, suyanto, 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses

Pemasukan Buah Pisang yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda.

Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5(1) :21–26.

Sugiarto, 2005. PengemasanAtmosfer Termodifikasi Bawang Daun ( Alium Ampelopresum) Pajangan. Tesis IPB-Press. Bogor. 92 pp.

Uma, F. J., 2008.Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permagnat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu.Skripsi. IPB-Press. Bogor. 54 pp.


(6)

Zagory, D. and A. A. Kader,. 1988. Modified Atmosphere Packaging of Fresh Produce. International Journal of Food Technology. Vol. 42. (9) : 70–77