LAPORAN KERJA PRAKTEK 002

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGGUNAAN KAMERA PERANGKAP UNTUK

PENELITIAN SATWA LIAR DAN LANGKA DI SUAKA

MARGASATWA BUKIT RIMBANG BUKIT BALING RIAU

OLEH :

MARYANI 1003120654 NURI ASMITA

1003133858

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU 2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGGUNAAN KAMERA PERANGKAP UNTUK PENELITIAN SATWA LIAR DAN LANGKA DI SUAKA MARGASATWA BUKIT RIMBANG

BUKIT BALING RIAU

Disusun Oleh: Maryani 1003120654 Nuri Asmita 1003133858

Disetujui oleh:

Pembimbing Jurusan Pembimbing Lapangan

Drs. Ahmad Muhammad Febri Anggriawan Widodo S.Hut NIP.131966756

Mengetahui

Koordinator KP Ketua Jurusan

Dr. Mayta Novaliza Isda M.Si Dr. rer. nat. Delita Zul M.Si NIP. 197005231997032001 NIP. 196807111993032003


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan untuk Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya bagi penulis hingga bisa menyelesaikan dan menyusun laporan kerja praktek ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :

 Drs.Ahmad Muhammad selaku pembimbing jurusan yang dengan sabar selalu memberikan bimbingan dan ilmunya untuk penulis.

 Dr. Sunarto dari WWF Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pemagangan di dari WWF Indonesia-Riau Program, khususnya dalam bidang survei mamalia besar menggunakan kamera perangkap, serta membagi pengetahuan dan pengalamannya berkaitan dengan bidang ini.

 Febri Anggriawan Widodo S.Hut dari WWF Indonesia-Riau Program selaku pembimbing lapangan yang telah menuntun penulis selama kerja praktek berlangsung dan juga penyusunan laporan ini.

 Teman dan rekan kerja di WWF Indonesia-Riau program yang telah memberikan support berupa tempat dan waktu serta bimbingan selama kerja praktek ini berlangsung.

Penulis berharap semoga laporan kerja praktek ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan rujukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian tentang satwa liar dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru,Selasa 23 April 2013


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Kompetensi Terkait Kerja Praktik... 2

II WWF INDONESIA 2.1 WWF dan Misinya ... 3

2.2. Visi dan Misi WWF Indonesia... 3

2.2 Kegiatan WWF Indonesia di Riau ... 4

III MACAN DAHAN DAN TAPIR ASIA 3.1 Macan Dahan (Neofelis diardi diardi) ... 5

3.2 Tapir Asia (Tapirus indicus) ... 6

IV TEORI PENGGUNAAN KAMERA PERANGKAP 4.2Kamera Perangkap ... 8

4.2 Disain Survei Menggunakan Kamera Perangkap ... 10

4.3 Pengelolaan dan Analisis data... 12

4.3.1. Pengelolaan data... 12


(5)

V PELAKSANAAN SURVEI MACAN DAHAN DAN TAPIR MENGGUNAKAN KAMERA PERANGKAP

5.1 Lokasi Survei ... 14

5.2 Disain Survei ... 15

5.3 Pelaksanaan Survei ... 15

5.4 Analisis Foto ... 17

5.5 Estimasi Populasi ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 20


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Macan dahan…... 5

Gambar 3.2 Tapir... 6

Gambar 4.1. Contoh kamera analog (A) dan kamera digital ... 9

Gambar 4.2. Contoh pembuatan disain survei ... 12

Gambar 5.1. Posisi SM Bukit Rimbang Bukit Baling... 14

Gambar 5.2. Contoh posisi kamera perangkap... 16

Gambar 5.3. Ketinggian kamera dari permukaan... 16


(7)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perubahan lingkungan, terutama deforestasi, telah menyebabkan banyak hilang dan terfragmentasikannya habitat berbagai spesies mamalia besar di kawasan tropis. Hal ini telah mendorong spesies-spesies tertentu ke ambang kepunahan. Di Sumatera, misalnya, hampir semua spesies mamalia berbadan besar mengalami hal ini. Macan dahan dan tapir adalah dua contoh spesies satwa liar yang saat ini sudah menjadi sangat langka di pulau ini dan populasi mereka diperkirakan akan terus menyusut dari waktu ke waktu.

WWF Indonesia adalah salah satu organisasi non-pemerintah yang berupaya membantu pelestarian satwa-satwa liar beserta habitat mereka di negara ini. Organisasi internasional yang memiliki 27 cabang di Indonesia ini antara lain memiliki kegiatan di Provinsi Riau. Diantara spesies-spesies satwa liar di provinsi ini yang menjadi perhatian WWF Indonesia adalah kedua spesies satwa tersebut di atas. Keduanya dapat dijumpai di beberapa kawasan di Riau, misalnya di SM Bukit Rimbang Bukit Baling, yang berada di perbatasan antara Provinsi Riau dan Sumatera Barat.

Dalam kegiatannya WWF Indonesia berusaha menerapkan pendekatan-pendekatan ilmiah, sebagai contoh adalah pendugaan populasi satwa liar menggunakan teknologi kamera perangkap. Teknologi ini memungkinkan dilakukannya pemantauan kehadiran spesies-spesies satwa liar yang bersifat nokturnal dan elusive (suka menyembunyikan diri) serta menghuni kawasan-kawasan yang terpencil. Sejak tahun 2005 WWF Indonesia telah aktif melakukan pemantauan dengan teknologi ini di sejumlah kawasan berhutan di Riau, termasuk di SM Bukit Rimbang Bukit Baling dengan sasaran utama macan dahan dan tapir, selain harimau Sumatera.

Teknologi kamera perangkap cenderung semakin banyak digunakan dalam berbagai survei fauna besar. Meskipun memiliki beberapa kelemahan teknologi ini dapat menghasilkan data-data yang akurat dan otentik tentang keberadaan suatu spesies satwa liar di kawasan-kawasan tertentu. Oleh karenanya, penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan teknologi ini untuk


(8)

kepentingan survei satwa liar merupakan sebuah kompetensi yang sangat berharga bagi seorang sarjana sains, khususnya di bidang biologi.

1.2Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan Kerja Praktek ini adalah:

1. Mengenal karakteristik satwa liar berupa mamalia besar yang terdapat di Sumatera secara umum dan khususnya macan dahan dan tapir. 2. Mengenal penggunaan teknologi kamera perangkap dalam survei

mamalia besar seperti macan dahan dan tapir, khususnya yang terdapat di SM Bukit Rimbang Bukit Baling.

3. Mengetahui dan memahami teknis dan manajerial pelaksanaan survei mamalia besar menggunakan kamera perangkap di SM Bukit Rimbang Bukit Baling.

1.3Kompetensi Terkait Topik Kerja Praktek

Pelaksanaan kerja praktek ini memberikan beberapa manfaat yaitu:

1. Pengetahuan tentang satwa liar berupa mamalia besar yang terdapat di Sumatera secara umum dan khususnya macan dahan dan tapir.

2. Pengalaman dan keterampilan melakukan survei mamalia besar menggunakan kamera perangkap.

3. Pengalaman dan keterampilan mengolah data hasil pengoperasian kamera perangkap.


(9)

II. WWF INDONESIA

2.1. WWF dan Misinya

WWF (World Wildlife Fund) adalah sebuah organisasi internasional non-pemerintah (NGO/LSM) di bidang konservasi alam. Organisasi ini didirikan pada tanggal 1 September 1961 oleh beberapa orang, di antaranya ahli biologi Sir Julian Huxley, Pangeran Bernhard dari Belanda, Max Nicholson dan pelukis Sir Peter Scott yang mendesain logo panda hitam-putihnya. Misi WWF adalah sebagai berikut:

(1) melindungi keanekaragaman genetis, spesies, dan ekosistem;

(2) menjaga penggunaan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan memberi keuntungan bagi semua kehidupan di bumi;

(3) mengurangi polusi lingkungan dan konsumsi sumberdaya alam yang berlebihan hingga sekecil-kecilnya.

WWF Indonesia merupakan salah satu di antara 22 cabang internasional WWF yang ada di dunia. Di negara ini WWF Indonesia memiliki 27 cabang yang tersebar di 22 provinsi.

2.2. Visi dan Misi WWF-Indonesia

Visi WWF-Indonesia adalah “Konservasi keanekaragaman hayati Indonesia untuk kesejahteraan generasi sekarang dan masa depan.” Sedangkan misinya adalah memelihara keanekaragaman hayati dan mengurangi pengaruh (negatif) manusia terhadap keanekaragaman hayati dengan cara:

(1) mendorong etika konservasi yang kuat, kesadaran dan pelaksanaan konservasi keanekaragaman hayati di kalangan masyarakat Indonesia; (2) membantu usaha-usaha berbagai pihak terkait untuk memelihara

keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregional;

(3) mendukung kebijakan, hukum, dan pelaksanaan hukum yang mendukung konservasi keanekaragaman hayati;


(10)

(4) mendorong konservasi keanekaragaman hayati untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

2.2. Kegiatan WWF Indonesia di Riau

Kegiatan WWF Indonesia di Provinsi Riau disebut WWF Indonesia-Riau Programme atau WWF Program Riau. Di provinsi ini, WWF Program Riau berkantor di JL. Cemara Kipas No. 33, Pekanbaru.

Fokus utama kegiatan di Riau adalah konservasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), yaitu dua spesies satwa liar yang diangkat sebagai spesies payung (umbrella species) bagi pelestarian berbagai spesies satwa lain beserta habitat mereka. WWF Indonesia menerapkan pendekatan pengelolaan lansekap hutan tropis sebagai habitat kedua spesies satwa tersebut. Sementara ini, kegiatan konservasi harimau yang dilakukan masih terfokus pada lansekap yang di dalamnya terdapat Taman Nasional (TN) Bukit Tigapuluh, TN Tesso Nilo dan SM Bukit Rimbang Bukit Baling.

Keberadaan harimau di dalam lansekap ini telah dipantau WWF sejak tahun 2005 menggunakan berbagai metode, termasuk dengan pengoperasian kamera perangkap. Sedangkan keberadaan gajah juga telah dipantau menggunakan berbagai macam teknik survei, seperti fecal DNA dan GPS-collar.


(11)

III. MACAN DAHAN DAN TAPIR ASIA

3.1 Macan Dahan

Macan dahan yang terdapat di Sumatera (Neofelis diardi diardi) merupakan salah satu spesies mamalia besar yang terancam kepunahan. IUCN telah memasukkan spesies satwa ini kedalam Redlist atau daftar spesies-spesies yang berada dalam bahaya kepunahan (endangered) pada tahun 2008. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah terlebih dahulu menetapkannya sebagai salah satu spesies satwa dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.

Gambar 3.1 Macan Dahan

Menurut sistematika hewan, macan dahan adalah mamalia yang termasuk ordo Carnivora, family Felidae, subfamili Pantherinae, genus Neofelis dan spesies Neofelis diardi. Dalam hal ini dikenal ada beberapa subspesies macan dahan. Subspesies yang terdapat di Sumatera adalah diardi.

Macan dahan memiliki karakteristik yang khas berupa corak tubuh yang menyerupai awan sehingga disebut juga clouded leopard. Macan dahan termasuk kedalam satwa yang memiliki sifat elusive yaitu suka menyembunyikan diri. Selain itu satwa yang hidup sendiri-sendiri (soliter) ini juga lebih banyak aktif pada malam hari (nokturnal). Ukuran tubuh macan tidak terlalu besar dengan panjang sekitar 95 cm dan berat badan tidak lebih dari 25 kg. Selain itu macan dahan memiliki gigi taring yang terpanjang dalam famili Felidae, yaitu hingga 5 cm. Macan dahan juga memiliki ekor yang panjangnya melebihi panjang


(12)

tubuhnya. Ekor yang panjang ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan selama mereka memanjat dan berada di atas pohon.

3.2. Tapir Asia

Tapir Asia (Tapirus indicus) adalah salah satu spesies mamalia besar selain gajah dan badak yang bisa ditemui di Sumatera dan merupakan salah satu dari empat jenis tapir yang ada di dunia. Tapir Asia hanya terdapat di Asia Tenggara. Penyebaran Tapir Asia terutama di Indonesia hanya sebatas di pulau Sumatera, dimana satwa ini sekarang masih bisa ditemukan di tujuh dari delapan provinsi yang terdapat di pulau ini.

Berdasarkan Redlist IUCN 2011 satwa ini merupakan satwa yang terancam punah (endangered) dan termasuk pada golongan Appendix 1 CITES. Selain itu menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, Tapir merupakan salah satu satwa yang dilindungi oleh negara.

Gambar 3.2. Tapir Asia

Tapir Asia mempunyai ciri-ciri yang khas berupa "pelana" berwarna putih yang terdapat pada sebagian tubuhnya (Gambar 3.2). Sedangkan bagian tubuh lainnya berwarna hitam kecuali ujung telinga yang berwarna putih seperti jenis tapir lain. Pola warna yang seperti ini berguna untuk kamuflase ketika berada di habitat alaminya. Seperti jenis tapir lainnya, satwa ini memiliki ekor dan belalai yang pendek dan lentur berfungsi sebagai alat yang sangat sensitif. Alat ini tidak hanya berfungsi sebagai indera penciuman melainkan juga membantu mempersepsi lingkungan sekitar, seperti membantu indera penglihatan. Jejak kaki tapir sangat mirip dengan jejak kaki badak yang membedakannya adalah kaki


(13)

depannya mempunyai empat kuku tetapi pada kaki belakangnya hanya terdapat tiga kuku saja.

Ukuran tubuh Tapir Asia merupakan yang terbesar dari tiga spesies tapir lainnya dengan panjang tubuh berkisar 1,8 m hingga 2,4 m, tinggi tubuh 90-110 cm dan berat badannya bisa mencapai 500 kg.

Tapir merupakan satwa yang sangat pemalu (elusive), suka bersembunyi dan biasanya bergerak pada malam hari (nokturnal). Meskipun binatang ini bentuknya kelihatan canggung, tetapi tapir merupakan hewan yang lincah dimana mereka adalah pendaki-pendaki yang sangat kuat.


(14)

IV. TEORI PENGGUNAAN KAMERA PERANGKAP

4.1. Kamera Perangkap

Seperti telah disebutkan di bab terdahulu bahwa konservasi satwa liar pada dasarnya merupakan upaya pelestarian populasi spesies-spesies satwa liar dalam habitat mereka. Dalam praktek, pelestarian populasi adalah upaya pengelolaan populasi. Hal ini membutuhkan data-data yang akurat tentang jumlah dan komposisi serta sebaran anggota populasi yang dimaksud.

Seringkali data-data tersebut sulit diperoleh melalui survei dengan metode-metode konvensional, seperti pengamatan secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan jejak kaki, kotoran, cakaran dan sebagainya. Metode konvensional tidak jarang juga bersifat invasif, artinya berpotensi mempengaruhi perilaku satwa liar atau bahkan mengganggu dan menyakiti mereka. Oleh karenanya diperlukan metode yang lebih canggih agar dapat diperoleh data-data yang lebih akurat dan otentik.

Salah satu diantara metode inkonvensional yang sejak tahun 1990-an dikembangkan adalah penggunaan kamera sebagai perangkap satwa liar. Metode ini pada dasarnya memanfaatkan kamera yang dapat mengambil gambar secara otomatis. Adanya sensor inframerah dalam kamera memungkinkan penangkapan setiap gerakan yang terjadi di depan kamera. Sensor ini juga mendeteksi perbedaan suhu yang diakibatkan oleh kehadiran obyek tertentu, seperti tubuh hewan yang berdarah panas. Dalam hal ini, ada kamera yang berfungsi sebagai pengambil foto saja dan ada kamera yang berfungsi sebagai pengambil video saja atau berfungsi sebagai pengambil keduanya, tergantung tujuan pemakaian.

Berdasarkan teknologi perekaman gambarnya, kamera perangkap dapat dibagi menjadi dua, yaitu kamera analog dan kamera digital. Kamera analog merekam gambar dengan film seluloid yang dapat menangkap maksimal 36 gambar. Sedangkan kamera digital merekam gambar dalam bentuk data digital dalam sebuah kartu memori. Kapasitas kartu ini biasanya cukup besar, mulai dari 2 GB hingga 16 GB. Dengan kapasitas ini, sebuah kartu dapat memuat ratusan hingga ribuan gambar. Pengoperasian kedua jenis kamera membutuhkan tenaga yang dibekalkan dalam kamera dalam bentuk baterai litium maupun baterai


(15)

alkalin. Biasanya baterai yang digunakan hanya dapat menyediakan tenaga selama tidak lebih dari 2 bulan. Untuk menghindari kekosongan tenaga maka umumnya baterai dalam kamera perangkap diganti setiap bulan sekali. Pada saat penggantian baterai biasanya juga dilakukan pemanenan data. Hal ini dilakukan, selain untuk mengosongkan kembali kartu memori yang digunakan, juga untuk mengetahui hasil sementara yang diperoleh.

Ada beberapa merk kamera perangkap yang banyak digunakan dalam survei dan pemantauan satwa liar, baik kamera analog maupun kamera digital (Gambar 4.1). Salah satu contoh merk kamera analog yang paling terkenal adalah DeercamTM, sedangkan merk kamera digital yang umum digunakan adalah Bushnell, Camtrakker, Cuddeback, Reconix, Trailmaster dan Wildview. Harga dari kamera-kamera ini sangat Pada masing-masing merk kamera ini sangat bervariasi, tergantung fitur masing-masing. Meskipun demikian, hampir semua merk kamera perangkap berharga tidak kurang dari 250 USD.

A B

Gambar 4.1. Contoh kamera analog (A) dan kamera digital (B)

Penggunaan kamera analog dalam survei dan pemantauan satwa liar sudah mulai ditinggalkan. Sekarang para peneliti lebih banyak memilih menggunakan kamera digital, karena kamera digital mampu menghasilkan jumlah foto yang jauh lebih besar dibandingkan kamera analog. Selain itu, gambar digital dapat dengan mudah segera dilihat tanpa harus mencetak film terlebih dahulu. Keunggulan lain dari kamera digital adalah kemampuannya bereaksi lebih cepat terhadap obyek yang ditangkap sensor.


(16)

Teknologi kamera perangkap yang digunakan dalam survei dan pemantauan satwa liar tidak hanya memiliki kelebihan, tetapi juga kekurangan. Kelebihan penggunaan kamera perangkap adalah:

 Alat ini dapat bekerja secara otomatis dan terus menerus, sehingga kamera dapat diletakkan di lokasi-lokasi terpencil yang sulit dijangkau.

 Pengambilan foto maupun video menggunakan kamera perangkap bersifat non-invasif, artinya dapat dianggap tidak mempengaruhi perilaku satwa atau mengganggu dan melukainya.

 Kamera perangkap dalam studi satwa liar kita tidak perlu mengganggu dan menyakiti satwa liar.

Adapun kekurangan penggunaan kamera perangkap yaitu:

 Bidikan kamera bersifat statis sehingga para peneliti harus jeli dan memahami tempat yang strategis dan berpotensial akan kehadiran satwa liar target.

 Kamera perangkap tidak atau kurang sesuai untuk jenis satwa yang terlalu besar atau terlalu kecil, dan untuk jenis hewan perairan.

 Kamera perangkap tidak atau kurang sesuai untuk habitat terbuka seperti padang rumput atau savana karena pergerakan satwa liar yang bebas sulit dideteksi kamera perangkap yang bersifat statis tersebut.

4.2. Disain Survei Menggunakan Kamera Perangkap

Survei menggunakan kamera perangkap biasanya membutuhkan persiapan yang cukup matang agar diperoleh hasil yang optimal. Karena harga satu unit kamera perangkap relatif mahal maka dalam suatu survei umumnya jumlah kamera yang bisa digunakan merupakan salah satu faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan. Keterbatasan jumlah kamera menuntut penggunaan kamera secara efisien namun efektif. Berikut ini adalah tahap-tahap dalam proses perencanaan suatu survei menggunakan kamera perangkap (Gambar 4.2):


(17)

(1) Penentuan lokasi survei

Lokasi survei biasanya adalah kawasan-kawasan yang diketahui atau diduga dihuni oleh spesies-spesies mamalia yang menjadi sasaran survei. (2) Pembuatan grid pada peta lokasi

Setelah lokasi survei ditentukan, dilakukan pembuatan grid pada peta lokasi. Grid yang dimaksud dibuat dengan bantuan program aplikasi GIS tertentu, misalnya ArcGIS.

(3) Pemilihan grid tempat pemasangan kamera perangkap

Dengan mempertimbangkan kondisi dalam masing-masing grid (berdasarkan hasil analisis GIS), dipilih grid-grid yang memiliki posisi dan kondisi sesuai dengan tujuan survei.

(4) Survei kondisi dalam grid di lapangan

Tahap yang dilakukan setelah pemilihan grid adalah melakukan survei kondisi dalam grid di lapangan dengan melihat kondisi dari grid-grid yang telah dipilih. Hal ini bertujuan untuk menganalisis potensi dari grid yang bisa mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan survei.

(5) Penentuan titik pemasangan kamera perangkap dalam grid yang dipilih Penentuan titik pemasangan kamera di dalam grid dilakukan berdasarkan hasil survei terkait kondisi grid di lapangan agar mendapatkan titik yang paling potensial dilewati satwa sasaran.

(6) Pemasangan kamera perangkap

Untuk memperbesar peluang pemotretan satwa sasaran dari kedua sisi tubuhnya, maka pada setiap grid dipasang dua kamera yang diletakkan secara berhadapan dengan jarak kurang lebih 3,5 m. Pemasangan dua kamera ini memungkinkan diperolehnya identitas satwa sasaran secara individual. Ketinggian posisi kamera tergantung pada ukuran tubuh satwa sasaran, tetapi biasanya berkisar antara 45 cm hingga 65 cm.

(7) Pemantauan dan pengumpulan data

Pemantauan kamera dilakukan berdasarkan kapasitas baterai dan kartu memori yang terpasang dalam masing-masing kamera. Umunya hal ini dilakukan setiap satu hingga dua bulan. Selama pemantauan juga


(18)

dilakukan pengumpulan data dari hasil pemotretan selama satu bulan atau dua bulan tersebut.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 4.2. Contoh pembuatan disain survei menggunakan kamera perangkap: (A) penentuan lokasi survei; (B) pembuatan grid pada peta lokasi; (C) pemilihan grid; (D) survei kondisi grid dan penentuan titik pemasangan kamera di lapangan.

4.3. Pengelolaan dan Analisis Data 4.3.1. Pengelolaan data

Pada setiap pemantauan kartu memori dari setiap kamera akan dikosongkan dan data dipindahkan ke dalam sebuah penampung data. Data dari setiap kamera dikumpulkan dalam satu folder menurut tanggal pengambilan. Selanjutnya data yang diperoleh dapat langsung diperiksa dengan menggunakan laptop atau PC. Tahap selanjutnya adalah penyortiran gambar yang diperoleh, yaitu sebagai berikut:

(1) pemilahan gambar yang mengandung spesies satwa sasaran; (2) pemilahan gambar (1) yang dapat diidentifikasi secara individual; (3) identifikasi masing-masing individu satwa sasaran yang terpotret.


(19)

Hasil identitifikasi diinputkan dalam MS-Excel dengan menyertakan waktu gambar terambil, nama grid lokasi kamera perangkap serta titik koordinat grid tersebut.

4.3.2 Analisis data

Untuk membuat sebuah estimasi populasi satwa sasaran dapat digunakan program DENSITY. Program ini merupakan sebuah alat untuk menganalisis apa yang disebut Spatially Explicit Capture-Recapture atau SECR. Dalam hal ini kepadatan populasi diperkirakan dengan model menggunakan asumsi bahwa populasi yang diperiksa merupakan sebuah populasi tertutup.

Hasil identifikasi tersebut (lihat 4.3.1.) diinputkan kedalam program DENSITY setelah terlebih dahulu dilakukan adalah penyiapan input filenya, yaitu Traps.txt, Capture.txt dan Mask. Input file dibuat dalam MS-Excel dan disimpan dalam format file text tab delimited. Setelah semua selesai, dilakukan pengiputan file kedalam program DENSITY.


(20)

V. PELAKSANAAN SURVEI MACAN DAHAN DAN TAPIR MENGGUNAKAN KAMERA PERANGKAP

5.1. Lokasi Survei

Survei macan dahan dan tapir yang telah diikuti dilaksanakan di SM Bukit Rimbang Bukit Baling (Gambar 5.1), yang termasuk salah satu kawasan dalam lansekap Tesso Nilo yang mendapat perhatian khusus dari WWF. Hal ini dikarenakan dalam kawasan ini masih terdapat banyak satwa langka, tutupan hutannya masih cukup luas dan kondisi hutannya masih cukup bagus.

Menurut data WWF dalam kawasan ini masih terdapat sekitar 50 spesies mamalia, diantaranya yang termasuk spesies satwa karismatik, yaitu harimau, macan dahan dan tapir. Disamping mamalia, dalam kawasan ini juga dapat dijumpai tidak kurang dari 150 spesies burung, termasuk spesies-spesies burung yang dilindungi, seperti rangkong, elang dan beo. Keanekaragaman flora dalam kawasan ini juga cukup mengesankan, mengingat kondisi hutannya yang relatif belum banyak mengalami kerusakan.

Gambar 5.1. Posisi SM Bukit Rimbang Bukit Baling (Sumber: WWF-Indonesia Riau Programme)


(21)

Surat Keputusan Gubernur KDH. Tk. I Riau. No. 149/V/1982 telah menetapkan wilayah seluas 136.571 ha dalam kawasan Bukit Rimbang dan Bukit Baling sebagai sebuah Suaka Margasatwa (SM), yang disebut SM Bukit Rimbang Bukit Baling. SM ini memiliki wilayah yang sebagian besar berada di barat daya Provinsi Riau, tepatnya dalam wilayah Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Kampar, dan sebagian kecil di Provinsi Sumatera Barat.

Wilayah SM ini memiliki topografi berbukit dengan kemiringan 25%-100%. Puncak Bukit Baling yang tertinggi adalah 927 m dpl dan puncak Bukit Rimbang tertinggi adalah 1.070 m dpl. Jenis tanah di dalamnya terdiri dari podsolik merah kuning dan latosol dengan bahan induk batuan beku dan endapan dengan fisiografi pegunungan patahan.

5.2.Disain Survei

Mula-mula dilakukan pembuatan grid pada peta digital kawasan Bukit Rimbang dan Bukit Baling dengan bantuan program GIS. Setiap grid yang dibuat berukuran 2 km x 2 km atau seluas 4 km2. Dari semua grid yang ada dipilih secara sistematik (berselang-seling) 20 grid diantaranya. Jarak antara grid-grid yang terpilih minimal satu grid atau 2 km.

Dalam survei yang telah dilaksanakan, semua kamera dioperasikan selama tiga bulan atau 90 malam. Selama pengoperasian ini dilakukan penggantian baterai dan pengambilan data sebanyak tiga kali, yaitu setiap 30 malam.

5.3. Pelaksanaan Survei

Berpedoman pada grid-grid yang telah dipilih, dilakukan survei ke lapangan dengan bantuan GPS. Tujuan dari survei ini adalah untuk menentukan titik-titik pemasangan kamera perangkap. Pemilihan titik-titik ini didasarkan pada tanda-tanda keberadaan satwa sasaran, yaitu macan dahan dan tapir. Tanda-tanda yang dimaksud dapat berupa jejak, kotoran dan cakaran.

Setelah titik-titik tersebut ditentukan, maka dilakukan pemasangan kamera perangkap. Dalam setiap grid dipasang dua kamera perangkap secara berhadapan. Dalam hal ini posisi kedua kamera bisa tepat berhadapan atau tidak tepat berhadapan, tergantung pada kondisi tempat pemasangan (Gambar 5.2). Di


(22)

lapangan, jarak berhadapan antar kamera berkisar antara 3-4 m, sedangkan jarak miring antar kamera berkisar antara 3-5 m.

Gambar 5.2. Contoh posisi kamera perangkap

Kamera perangkap dipasang pada pohon yang berada di tepi jalur yang diduga sering dilewati oleh satwa sasaran. Ketinggian kamera dari permukaan tanah berkisar 40-50 cm (Gambar 5.3).

Gambar 5.3. Ketinggian kamera dari permukaan tanah

Setelah pemasangan kamera selesai, maka dilakukan pengaturan fungsi kamera sesuai dengan tujuan survei. Fungsi yang dimaksud meliputi:

 Pemilihan modus operasi kamera, yaitu sebagai kamera foto atau kamera video.

 Pengaturan ukuran data gambar.  Penghidupan sensor inframerah.


(23)

Setelah pemasangan dan pengaturan kamera perangkap selesai, dilakukan uji coba terlebih dahulu untuk memastikan kamera bekerja dengan baik. Uji coba ini dilakukan dengan cara meniru gerakan satwa yang melintas di depan kamera (Gambar 5.4).

Gambar 5.4. Uji coba hasil kamera perangkap 5.4.Analisis Foto

Hasil survei selama 2 kamera x 20 grid x 90 malam atau 3600 kamera-malam berupa foto sebanyak tidak kurang dari 18.000 frame. Foto-foto ini berisi gambar beranekaragam satwa, seperti foto harimau, macan dahan, tapir, babi dan lain-lain. Dari sekian banyak foto kemudian dipilih yang berisi gambar macan dahan dan tapir saja. Selanjutnya dilakukan hal-hal sebagai berikut:

 Pemilihan foto macan dahan dan tapir yang dapat diidentifikasi secara individual berdasarkan kualitas gambar.

 Identifikasi individu-individu macan dahan dan tapir yang terpotret berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki masing-masing, seperti ukuran tubuh, jenis kelamin, pola bercak tubuh, tanda-tanda bekas luka.

 Tabulasi frekuensi dan lokasi kehadiran masing-masing spesies satwa yang dimaksud menurut nomor identitas grid.

5.5. Estimasi Populasi

Setelah melalui proses di atas, dapat dikenali sekurang-kurangnya delapan individu macan dahan dan 14 individu tapir. Macan dahan yang ditemukan tidak


(24)

dapat dikenali jenis kelamin mereka. Sedangkan tapir yang dijumpai terdiri dari lima individu jantan, lima individu betina dan empat individu yang tidak diketahui jenis kelamin mereka.

Tujuan utama survei ini selain untuk memperoleh estimasi jumlah individu minimal dari kedua spesies satwa sasaran tersebut dalam SM Bukit Rimbang Bukit Baling, juga dimaksudkan untuk memperoleh estimasi tingkat kepadatan individu dari masing-masing spesies.

Estimasi tingkat kepadatan individu ini dilakukan dengan bantuan program DENSITY. Data-data yang diinputkan kedalam program ini berupa tiga file yang masing-masing disebut Traps.txt, Capture.txt dan Mask. Traps.txt berisi informasi tentang TrapID atau nama grid tempat penempatan kamera perangkap yang hasil fotonya telah diidentifikasi dan dikenali sebagai suatu individu yang berbeda. File ini juga memuat informasi dari titik koordinat grid berupa Universal Transfer Mecator (UTM) yang merupakan koordinat berbasis jarak. Tiap baris dari file ini berisi informasi TrapID, matriks lokasi kamera perangkap dalam X-koordinat dan Y- koordinat, contohnya:

A1 2674860 5982600 111110000000000 B1 2674890 5982600 111110000000000 C1 2674920 5982600 111110000000000 D1 2674950 5982600 000001111100000 dst.

Penjelasan dari contoh di atas adalah sebagai berikut. Lokasi A1, B1 dan C1 aktif selama lima sampling occasion (waktu sampling)pertama dalam rentang 15 sampling occasion. Lokasi D1 aktif pada occasion 6-10 dan tidak aktif selama masa occasion lainnya. Angka 1 menunjukkan bahwa kamera hidup pada waktu sampling dan angka 0 menunjukkan jika kamera dalam keadaan tidak aktif atau mati saat itu.

Capture.txt berisi informasi tentang jumlah kehadiran individu yang teridentifikasi selama periode sampling dan lokasi dimana individu itu terlihat. File ini memuat informasi SessionID, AnimalID, Occasion, TrapID (dengan proyeksi yang sama seperti Traps.txt). SessionID adalah sesi pengambilan gambar. AnimalID adalah nama dari individu yang telah diidentifikasi. Occasion


(25)

adalah waktu atau saat dimana kamera itu hidup dan mengambil foto satwa tersebut. Sedangkan TrapID merupakan nama grid atau lokasi foto itu terambil dan nama ini harus sama dengan nama lokasi yang digunakan dalam file Traps.txt sebelumnya. Sebagai contoh:

1 TA_01 2 A1 1 TA_01 8 B1 1 TA_01 5 C1 1 TA_01 3 D1 1 TA_04 5 C1 1 TA_04 3 E1

Penjelasan dari contoh berikut adalah sebagai berikut. Tapir Asia 1 terekam 4 kali pada occassion 2, 3, 5 dan 8 di session 1, pada lokasi A1, B1, C1 dan D1.

Mask.txt berisi informasi tentang titik koordinat X dan Y sesuai dengan yang ada pada file Traps.txt dan Capture.txt dengan menggunakan proyeksi koordinat UTM. File ini dibuat menggunakan program ArcGIS.

Setelah semua input file dibuat, maka file-file tersebut akan diinputkan kedalam program DENSITY. Pengaturan program ini dilakukan sesuai dengan tujuan analisis. Melalui rangkaian proses yang telah dipaparkan akhirnya dapat diketahui bahwa estimasi kepadatan untuk macan dahan adalah 2,77 individu/100 km2 dengan nilai standard error (SE) 1,14. Sedangkan estimasi kepadatan tapir adalah 8,6 individu/100 km2 dengan nilai standard error (SE) 2,3.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Macan dahan pemilik taring terpanjang. URL:

http://kask.us/13710275. Di akses pada tanggal 31 Juni 2012.

Borchers DL, Efford MG 2008. Spatially explicit maximum likelihood methods for capture-recapture studies. Biometrics 64: 377-385.

Efford MG 2004. Density estimation in live-trapping studies. Oikos106: 598-610. Efford MG, Borchers DL, Byrom AE 2009. Density estimation by spatially

explicit capture-recapture: likelihood-based methods. Pp. 255-269 In: DL Efford MG, Dawson DK, Robbins CS 2004. DENSITY: software for analysing

capture-recapture data from passive detector arrays. Animal Biodiversity and Conservation 27: 217-228.

Marc Ancrenaz, Andrew J. Hearn Joanna Ross, Rahel Sollmann, and Andreas Wilting. 2012. Handbook for wildlife monitoring using camera‐traps . BBEC Publication, Malaysia


(27)

LAMPIRAN

Perjalanan mengarungi Sungai Subayang dari Desa Gema menuju SM Bukit Rimbang Bukit Baling


(28)

Diskusi di lapangan dalam rangka menentukan titik pemasangan kamera


(29)

(1)

dapat dikenali jenis kelamin mereka. Sedangkan tapir yang dijumpai terdiri dari lima individu jantan, lima individu betina dan empat individu yang tidak diketahui jenis kelamin mereka.

Tujuan utama survei ini selain untuk memperoleh estimasi jumlah individu minimal dari kedua spesies satwa sasaran tersebut dalam SM Bukit Rimbang Bukit Baling, juga dimaksudkan untuk memperoleh estimasi tingkat kepadatan individu dari masing-masing spesies.

Estimasi tingkat kepadatan individu ini dilakukan dengan bantuan program DENSITY. Data-data yang diinputkan kedalam program ini berupa tiga file yang masing-masing disebut Traps.txt, Capture.txt dan Mask. Traps.txt berisi informasi tentang TrapID atau nama grid tempat penempatan kamera perangkap yang hasil fotonya telah diidentifikasi dan dikenali sebagai suatu individu yang berbeda. File ini juga memuat informasi dari titik koordinat grid berupa Universal Transfer Mecator (UTM) yang merupakan koordinat berbasis jarak. Tiap baris dari file ini berisi informasi TrapID, matriks lokasi kamera perangkap dalam X-koordinat dan Y- koordinat, contohnya:

A1 2674860 5982600 111110000000000 B1 2674890 5982600 111110000000000 C1 2674920 5982600 111110000000000 D1 2674950 5982600 000001111100000 dst.

Penjelasan dari contoh di atas adalah sebagai berikut. Lokasi A1, B1 dan C1 aktif selama lima sampling occasion (waktu sampling) pertama dalam rentang 15 sampling occasion. Lokasi D1 aktif pada occasion 6-10 dan tidak aktif selama masa occasion lainnya. Angka 1 menunjukkan bahwa kamera hidup pada waktu sampling dan angka 0 menunjukkan jika kamera dalam keadaan tidak aktif atau mati saat itu.

Capture.txt berisi informasi tentang jumlah kehadiran individu yang teridentifikasi selama periode sampling dan lokasi dimana individu itu terlihat. File ini memuat informasi SessionID, AnimalID, Occasion, TrapID (dengan proyeksi yang sama seperti Traps.txt). SessionID adalah sesi pengambilan gambar. AnimalID adalah nama dari individu yang telah diidentifikasi. Occasion


(2)

adalah waktu atau saat dimana kamera itu hidup dan mengambil foto satwa tersebut. Sedangkan TrapID merupakan nama grid atau lokasi foto itu terambil dan nama ini harus sama dengan nama lokasi yang digunakan dalam file Traps.txt sebelumnya. Sebagai contoh:

1 TA_01 2 A1 1 TA_01 8 B1 1 TA_01 5 C1 1 TA_01 3 D1 1 TA_04 5 C1 1 TA_04 3 E1

Penjelasan dari contoh berikut adalah sebagai berikut. Tapir Asia 1 terekam 4 kali pada occassion 2, 3, 5 dan 8 di session 1, pada lokasi A1, B1, C1 dan D1.

Mask.txt berisi informasi tentang titik koordinat X dan Y sesuai dengan yang ada pada file Traps.txt dan Capture.txt dengan menggunakan proyeksi koordinat UTM. File ini dibuat menggunakan program ArcGIS.

Setelah semua input file dibuat, maka file-file tersebut akan diinputkan kedalam program DENSITY. Pengaturan program ini dilakukan sesuai dengan tujuan analisis. Melalui rangkaian proses yang telah dipaparkan akhirnya dapat diketahui bahwa estimasi kepadatan untuk macan dahan adalah 2,77 individu/100 km2 dengan nilai standard error (SE) 1,14. Sedangkan estimasi kepadatan tapir adalah 8,6 individu/100 km2 dengan nilai standard error (SE) 2,3.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Macan dahan pemilik taring terpanjang. URL:

http://kask.us/13710275. Di akses pada tanggal 31 Juni 2012.

Borchers DL, Efford MG 2008. Spatially explicit maximum likelihood methods for capture-recapture studies. Biometrics 64: 377-385.

Efford MG 2004. Density estimation in live-trapping studies. Oikos 106: 598-610. Efford MG, Borchers DL, Byrom AE 2009. Density estimation by spatially

explicit capture-recapture: likelihood-based methods. Pp. 255-269 In: DL Efford MG, Dawson DK, Robbins CS 2004. DENSITY: software for analysing

capture-recapture data from passive detector arrays. Animal Biodiversity and Conservation 27: 217-228.

Marc Ancrenaz, Andrew J. Hearn Joanna Ross, Rahel Sollmann, and Andreas Wilting. 2012. Handbook for wildlife monitoring using camera‐traps . BBEC Publication, Malaysia


(4)

LAMPIRAN

Perjalanan mengarungi Sungai Subayang dari Desa Gema menuju SM Bukit Rimbang Bukit Baling


(5)

Diskusi di lapangan dalam rangka menentukan titik pemasangan kamera


(6)