Ketidakadilan Bagi Orang Miskin

17 miskin dan tertindas. 31 Oleh karena itu, gereja-gereja di Indonesia harus berdiri di dalam solidaritas dengan si miskin dan bertekad bulat memerangi segala sesuatu yang menjadi penyebab kemiskinan maupun pemiskinan. 32 Melengkapi pandangan Gutierrez, Eka Darmaputra menyatakan bahwa gereja tidak boleh menjadi penyulut api kebencian, tetapi harus menjadi pembawa obor kesetiakawanan. Namun sekali lagi, itu tidak berarti bahwa gereja dapat bersikap netral, sama sekali tidak. Gereja mesti menegaskan diri dimana ia berdiri: di pihak si miskin. Gereja mesti menegaskan sikapnya yang pasti: menentang segala bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Dan apapun yang gereja lakukan, gereja melakukannya bukan dengan sikap ingin menjadi pahlawan, melainkan dengan sikap kerendahan hati. 33 Secara global perkembangan pemikiran tentang keadilan di kalangan gereja-gereja Protestan dapat dilihat melalui Dewan Gereja-gereja Sedunia DGD. Sejak tahun 1960-an, DGD mulai mengembangkan apa yang disebut dengan teologi pembangunan. Teologi yang memberi perhatian pada soal-soal kemiskinan, ketertindasan yang terjadi di banyak belahan dunia. Yang membahas tentang: bagaimana masyarakat miskin yang tertindas terutama secara sosial-ekonomi-politik bisa keluar dari kemiskinan dan ketertindasan, bagaimana mereka bisa hidup dengan hak-hak hidup yang layak, bagaimana supaya keadaan yang membuat mereka miskin dan tertindas mengalami pembaruan menjadi baik. Kemudian pada sidang raya DGD ke-5 di Nairobi, Gereja-gereja Protestan dan gerakan oikumene pada umumnya melakukan langkah perubahan yang sangat substansial terhadap komitmen mereka pada keadilan. Keadilan bukan lagi menjadi isu sosial-ekonomi-politik semata, melainkan jelas-jelas menjadi persoalan kemanusiaan. Keadilan menjadi perhatian yang sangat penting dan menjadi prioritas di kalangan Gereja-gereja untuk diperjuangkan. Karena itu melalui gerakan oikumenis sedunia, Gereja-gereja diajak untuk menyadarkan warganya, siapapun untuk melawan semua kekuatan yang tidak adil, menindas, yang membuat masyarakat menjadi semakin miskin dan tertindas. Juga gereja-gereja dipanggil untuk melawan kekuatan- kekuatan yang menindas itu, mendukung orang-orang yang melawan penindasan itu yang berusaha mencari akar ketidakadilan itu. Gereja ditantang bukan saja terhadap keberadaannya secara institusional, tetapi hal yang lebih mendasar, yaitu soal keimanannya. Karena Gereja- gereja tidak berada di luar konteks proses pemiskinan dan penindasan itu, tetapi justru berada di dalamnya. 34 31 Ibid., hal. 88. 32 Ibid., hal. 89. 33 Ibid., hal. 90 34 Al. Andang L. Binawan dan A. Prasetyoko Eds., Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompa s, 2004, hal. 239-240. 18 Penginjilan tidak dapat dipisahkan dari pemberitaan dan praktek keadilan. 35 Tugas dan tanggung jawab ini merupakan respon teologis Gereja-gereja, atau orang-orang Kristen terhadap keadaan nyata kemanusiaan manusia, suatu respon yang berkaitan dengan pergumulan nyata manusia terutama yang miskin, lemah, kecil dan tidak berdaya di dalam masyarakat. Mereka memerlukan pembelaan, terutama berhadapan dengan kekuasaan- kekuasaan struktur ekonomi-sosial-politik yang menindas dan melemahkan mereka. Inilah yang seharusnya terjadi bila gereja-gereja di Indonesia ingin sungguh-sungguh menjadi komunitas iman para murid Yesus. Gereja-gereja tidak mempunyai pilihan lain kecuali tetap mau berada di pihak mereka yang menjadi korban kekuasaan. Sebagai kekuatan liberatif pembebas sekaligus kekuatan yang mampu memberdayakan empowering manusia, Gereja- gereja di Indonesia memiliki potensi yang cukup untuk melakukan itu, tetapi pertanyaannya adalah : apakah gereja bersedia dan berani melakukannya? Atau, apakah selama ini Gereja- gereja melakukannya? Yesus Kristus menyebut Allah Bapa sebagai sosok yang adil 36 dan sangat menentang praktek keagamaan yang mengabaikan keadilan dan mengabaikan belas kasihan. 37 Dan Pulus juga mengingatkan jemaat Efesus untuk juga berbuah kebaikan dan keadilan dan kebenaran, karena hal seperti itulah yang berkenan kepada Tuhan. 38 Bassham dalam Bosh 2012 mengajak orang Kristen untuk ikut serta bertanggung jawab dalam masyarakat manusia, termasuk berusaha demi kesejahteraan manusia dan keadilan. 39

II.5. Gereja Kristen Jawa dan Kepedulian terhadap Pelayanan Ekonomi

GKJ Gereja Kristen Jawa dalam kehidupan bergereja, mempunyai pokok-pokok ajaran, sebagai pedoman di dalam menjalani kehidupan dan melaksanakan tugas panggilannya. Ajaran gereja GKJ diberi nama ”Pokok-pokok Ajaran GKJ” PPA GKJ. 40 PPA GKJ disusun berdasarkan Alkitab, melalui proses penafsiran Alkitab yang disesuaikan dengan konteks peradaban zaman. PPA GKJ mendefinisikan gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah. 41 35 David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta: BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 640. 36 Yohanes 17:25 37 Matius 23:23 38 Efesus 5:9-10 39 David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah. Jakarta: BPK Gunug Mulia, 2011, hal. 618. 40 Tim Revisi PPA GKJ, Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GKJ, 2005, hal. 1. 41 Ibid., hal. 29.