Mengelola Penggunaan Kartu Kredit.

“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 612 masalah masalah umum terkait keuangan keluarga, portofolio atau permasalahan pendapatan dan pengeluaran. Peserta wajib mengenali secara rinci apa, berapa dan kapan pendapatanpengeluaran yang dimiliki atau menjadi kewajibannya.

2. Memahami arti penting Dokumen. Terkait dengan portofolio tersebut, maka

keberadaan dokumen yang menyertainya harus mudah diakses ketika diperlukan, terjaga dengan baik dan aman tersimpan bagi setiap keluarga.

3. Memahami arti penting kepemilikan Asetrekening. Kepemilikan aset rumah,

tanah, mobil, surat surat berharga dll, memerlukan kesepakatan yang jelas khususnya di dalam rumah tangga, apakah atas nama yang sama atau berbeda, karena hal ini sangat terkait dengan konsekuensi atas kepemilikan itu sendiri.

4. Memahami arti penting Menabung. Menabung adalah tindakan yang dilakukan

dengan cara menyisihkan sebagian pendapatan khususnya untuk tujuan jangka panjang. Tindakan menabung tidak boleh dianggap remeh atau kurang bermanfaat.

5. Memahami arti penting Asuransi. Kehidupan yang semakin kompleks dan kondisi

yang penuh ketidakpastian mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih menggunakan asuransi atau tidak. Jika seseorang menggunakan atau membeli suatu asuransi tertentu, maka harus jelas asuransi apa yang akan dipilih ? Sesi II. Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga Setelah memahami dasar-dasar keuangan rumah tangga, maka pada sesi kedua ini akan dijelaskan bagaimana mengelola keuangan rumah tangga.

1. Mengelola Pendapatan dan Pengeluaran.

Setiap rumah tangga harus megetahui jenis, sumber dan besarnya pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga. Pengelolaan yang benar atas pendapatan dan pengeluaran sangat penting dilakukan agar keluarga bias menjadi lebih sejahtera dan tidak terlibat pada utang yang tidak terbayar.

2. Mengelola Utang.

Setiap keluarga bisa dan boleh saja menentukan memilih menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Utang seperti apa yang akan diambil dan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti apa, sangat perlu untuk ditetapkan. Persoalan penting berikutnya adalah darimana dan seberapa besar pendapatan yang dipakai untuk membayar utang-utang tersebut.

3. Mengelola Penggunaan Kartu Kredit.

Kartu kredit, terutama di daerah perkotaan mendorong perilaku konsumtif dimana keluarga dimungkinkan memiliki dan membeli barang dengan cara kredit. Penggunaan kartu kredit merupakan hal yang wajar serta sah sah saja, yang penting adalah kita harus mampu mengelola dengan baik penggunaan Kartu Kredit yang ada. Pemanfaatan kartu kredit dengan benar sangat diperlukan dalam kehidupan setiap keluarga yang menggunakan fasilitas dari lembaga keuangan ini. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 613 JADWAL PELAKSANAAN PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT Kegiatan Tanggal Keterangan Rapat 1 9 Desember 2015 Pembentukan Panitia serta Pembuatan Proposal Abmas. Rapat 2 2 Januari 2016 Koordinasi dengan GKI Pengadilan Rapat 3 4 Januari 2016 Persiapan pembuatan Modul dan Revisi Pembentukan Tim Abmas Rapat 4 10 Januari 2016 Revisi Pembuatan Modul Abmas dan komposisi Tim Abmas Rapat 5 26 Januari 2016 Persiapan Akhir Pelaksanaan Abmas Kegiatan Abmas 31 Januari 2016 Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat Minggu, 31 Januari 2016 Jam 11.30 – 15.00 Peserta 30 orang 25 tanda tangan Di Ruang Remaja dan Pemuda Lt III Rapat 6 15 Februari 2016 Rapat Evaluasi Pelaksanaan Abmas dan Penyusunan Proposal Abmas berikutnya Pembuatan Laporan 15 - 21 Februari 2016 Pembuatan Draft Laporan Abmas Penyerahan Laporan Abmas 28 Februari 2016 Laporan Selesai Evaluasi Program Pengabdian Pada Masyarakat Terdapat beberapa bagian yang dievaluasi dari program Abmas yang dilakukan, yaitu pelaksanaan, penyuluh dan sarana oleh peserta dengan kuesionair dan evaluasi oleh Tim Abmas Ukrida terhadap proses pelaksanaan dan masukan untuk kegiatan di masa mendatang. Evaluasi pelaksanaan oleh peserta Pengabdian Masyarakat diperlihatkan di dalam Gambar 1. Dari skala pengukuran 1 buruk hingga 5 memuaskan, maka diperoleh informasi beberapa hal. Dari segi tema, menurut peserta lebih dari bagus, demikian juga dari segi alat bantu, pelayanan penyelenggara, maupun kelengkapan materi yang disampaikan. Gambar 1. Evaluasi pelaksanaan Suasana dan ketepatan waktu, walaupun menurut peserta baik, akan tetapi perlu diperbaiki untuk pelaksanaan kedepannya. Waktu mulai kegiatan memang sedikit terlambat, sekitar 10 menit, hal ini dikarenakan masih menunggu peserta yang hadir di dalam pelatihan ini. Namun, secara keseluruhan, menurut peserta, pelaksanaan program pengabdian masyarkat ini dalam kategori bagus. Kepada peserta juga diminta untuk melakukan evaluasi 4,38 3,31 3,50 4,19 4,20 4,19 4,19 Tema Ketepatan Waktu Suasana Kelengkapan Materi Pelayanan Penyelenggara Alat Bantu Nilai Keseluruhan Grafik 1. Evaluasi Pelaksanaan “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 614 terhadap penyuluh di dalam kegiatan pengabdian masyarakat tersebut. Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 2. Ada beberapa aspek yang diminta untuk dinilai, yaitu penggunaan alat bantu, interaksi dengan peserta, cara penyajian, penguasaan masalah dan manfaat materi yang disampaikan. Interaksi yang dilakukan oleh penyuluh, cara penyajian dan penguasaan masalah dinilai bagus, demikian juga manfaat dari materi yang disampaikan. Gambar 2. Evaluasi fasilitator Penggunaan alat bantu yang mendekati bagus, perlu dicermati. Misalnya penggunaan alat bantu untuk berdiskusi perlu ditingkatkan penggunaan dan variasinya agar peserta terbantu di dalam mengikuti kegiatan. Walaupun demikian ketrampilan dari fasilitator secara keseluruhan dinilai bagus oleh peserta. Fasilitas pendukung kegiatan yang dievaluasi mencakup interaksi peserta, ruangan, sound system dan makanan. Secara keseluruhan, fasilitas pendukung kegiatan itu dinilai bagus oleh peserta. Gambar 3. Evaluasi pendukung SIMPULAN DAN SARAN Beberapa hal yang menjadi saran dan komentar positif atas pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini oleh peserta terkait dengan temamateri, frekuensi pelaksanaan, maupun sasaran peserta. Tema keuangan yang lebih spesifik diharapkan bisa dilaksanakan, misalnya soal asuransi dan saham. Diharapkan frekuensi pelaksanaan bisa secara reguler 4,24 4,26 4,12 4,20 3,94 4,33 Penguasaan Masalah Cara Penyajian Manfaat Materi Interaksi Dengan Peserta Penggunaan Alat Bantu Nilai Keseluruhan Grafik 2. Evaluasi Fasilitator Makanan Sound System Ruangan Interaksi dng Peserta Nilai Keseluruhan 4,00 4,08 4,00 4,08 4,38 Grafik 3. Evaluasi Pendukung “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 615 dilaksanakan, misal setiap tahun sekali atau pada saat kegiatan bulan keluarga. Peserta pelatihan diharapkan dibuat target tertentu, misalnya khusus untuk pemuda, rumah tangga muda, atau dewasa. Peserta merasakan bahwa kegiatan ini baik, untuk membangun kerjasama di dalam mengelola keuangan keluarga. Kegiatan ini juga dirasakan memberikan tambahan wawasan dalam mengelola keuangan, sehingga dirasakan belajar sesuatu yang bermanfaat. Mereka mengharapkan bisa dilakukan lagi di lain waktu karena sangat bagus dan bisa diterapkan di dalam keluarga. DAFTAR PUSTAKA Devino Rizki Arfan, http: www.devinorizki.com https:cerdaskeuangan.wordpress.com20120727manfaat-perencanaan-keuangan Panduan Pelaksanaan Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi Ix, 2013, Direktorat Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Ligwina Hananto, http:www.ayahbunda.co.id. LPPM UKRIDA. 2012. Panduan Pengajuan Proposal Pengabdian Kepada Masyarakat. Publikasi Internal. Natalia Sagita, terjemahan dari artikel asli 4 ways to avoid fights over finances karya Lynn Scoresby, http:keluarga.comkeuangan4-cara-menghindari-pertengkaran-karena- uang. Penggunaan ANGGARAN Nita Sitorus, 2015, https:www.cermati.comartikelperencana- keuangan-manfaat-dan-bagaimana-cara-memilihnya. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 616 KAJIAN EKONOMI PENENTUAN LOKASI PABRIK SMELTER Sidik Budiono Fakultas Ekonomi dan Bisnis FEB Universitas Ottow Geissler Papua, e-mail: budionobudi1gmail.com, HP: 081225784968 Abstrak This paper would like to descript about how to locate Smelter Factory for supporting raw mining product of Freeport Indonesia Ltd. Now, there are 2 two location: Gresik Regency and Mimika Regency. I have analyzed both location with economic prespective. If we would build the Smelter in Gresik Regency so we get lower cost in short time, but in the long run, the Smelter factory will built in Mimika Regency solower cost of production. The production will be same of two location between the short run and the long run. So I conclude Mimika Location would be better in future. Kata kunci: smelter, decreasing cost, increasing supply, dan economic of scale PENDAHULUAN Papua berada di ujung paling timur Indonesia selalu dikenal dengan keterbatasan fasilitas, terpencil dan harga barang dan jasa yang tinggi. Pendapat ini bisa saja benar untuk beberapa tahun yang lalu. Perkembangan pesat provinsi ini telah membuka impor barang- barang dari luar masuk ke provinsi Papua, selanjutnya dukungan dana APBD untuk tujuan- tujuan pembangunan juga telah memperbaiki kondisi. Kondisi ini memaksa menurunkan harga di daerah Papua dan menaikan harga-harga di daerah asal barang diproduksi. Krugman Obsfeld 2002, semakin terbuka suatu daerah maka harga-harga barang di daerah tersebut akan semakin murah. Sebaliknya semakin tinggi permintaan maka kondisi ini akan memaksa harga-harga di daerah asal produk akan meningkat dengan dibarengi semakin langka sumber-sumber ekonomi akibat eksploitasi itu sendiri. Pada pokoknya perdagangan akan memaksa terjadi penyamaan harga umum equalization atau terjadi konvergensi convergency antar wilayah Rivera-Batiz dan Romer, 1991. Fenomena integrasi ekonomi global juga terjadi di Wilayah Papua dari masa lalu sampai dengan sekarang. Kalau sebelumnya harga-harga di Papua kira-kira 3 – 5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan harga di luar Papua, sekarang ini harga-harga di wilayah Papua terutama daerah yang lebih dekat akses pelabuhan laut tidak akan lebih dari 2 kali lipat dibandingkan harga di luar Papua terutama Pulau Jawa. Dilain pihak sumber daya alam wilayah Papua hampir tidak terbatas sehingga memaksa harga riil barang dan jasa turun atau minimal tidak akan naik. Isu Penentuan Pabrik Smelter menjadi sangat penting pada saat Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI saat Pemerintahan SBY dan “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 617 berlanjut pada Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi. Penentuan alokasi Pabrik Smelter merupakan pertaruhan krusial bagi Pemerintah Provinsi Papua dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah saja tetapi dampak ekonomi kawasan Papua dan sekitarnya yang sedemikian besar. Di lain pihak, sudah ada Pabrik Smelter di Kabupaten Gresik Jawa Timur dengan kapasitas tertentu. Sumber permodalan sebagian besar dari PT Mitsubishi Jepang dan sebagian kecil dari PT Freeport Mc. Pabrik Smelter di Gresik Jawa Timur inilah merupakan alternatif untuk ditingkatkan kapasitas produksinya sehingga kebutuhan pemurnian mineral cukup dilakukan di Jawa Timur ini. Dengan kata lain tidak perlu lagi dibanngun pabrik yang sama di Kabupaten Mimika, Papua. Lokasi Pabrik Smelter tiidak hanya semata-mata ditentukan dengan sikap politik saja oleh Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sikap politik masing-masing pihak terutama pemerintah daerah belum dapat disetujui oleh investor pebisnis. Bagaimanapun juga investor pebisnis tetap mengambil keputusan dengan pertimbangan dominasi aspek ekonomi daripada aspek politik. Oleh karenanya analisis dan prediksi ekonomi di masa yang akan datang menjadi penting untuk menentukan lokasi pembangunan Pabrik Smelter. Aspek dari sukses pasang-surut setiap sektor makroekonomi akan memiliki pengaruh besar terhadap bisnis investasi termasuk masa depan Pabrik Smelter ini. Rumusan Masalah Penulis akan mengkaji dua lokasi pemurnian mineral smelter antara Kabupaten Mimika, Papua dan Kabupaten Gresik, Jawa Timur dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan adalah penelitian ini adalah 1. memperoleh alternatif pembiayaan yang paling efisien secara ekonomi. 2. Mengetahui prospek ekonomi cost benefit di masa yang akan datang. 3. Mengetahui dampak ekonomi bagi kawasan pembangunan pabrik Smelter Manfaat Penelitian ini adalah 1. Bagi investor, penelitian ini akan menjadi acuan kebijakan bisnis. 2. Bagi pemerintah daerah, keberadaan Pabrik Smelter akan mendukung program kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi masyarakat di kawasan sekitar pabrik smelter akan memperoleh dampak ekonomi. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 618 METODE Metode dan pelaksanaan penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif Ekonomi Mikro dan Makro. Alasan penggunaan analisis ini karena keterbatasan informasi dan data di dua alternatif lokasi permunian mineral ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Biaya Pengolahan Tambang Smelter Timika dan Gresik Kami ingin mengkaji biaya yang dikeluarkan investor untuk kedua alternatif lokasi Pabrik Smelter tersebut. Gambaran struktur biaya diperoleh dari informasi umum dan data sekunder. Sifat properties dan perilaku struktur biaya Pabrik Smelter dapat dijelaskan dengan landasan ekonomi. Pendekatan Mikroekonomi dan Pendekatan Makroekonomi digunakan secara komprehensif untuk analisis ini. Jadi fenomena mikro dan dampak fenomena ekonomi makro digunakan sebagai dasar prediksi biaya saat ini dan masa yang akan datang Agenor, 2000. Tabel 1. Perbandingan Biaya antara Semelter Papua dan Smelter Gresik dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang. No BiayaInvestasi Smelter Timika Smelter Gresik 1 Energi Listrik PLTA harus dibangun Sudah Tersedia 2 Biaya tenaga kerja termasuk biaya pelatihan, dll Mahal Murah 3 Biaya pengangkutan laut material Tidak ada Biaya no cost Mahal Timika-Gresik 4 Biaya bongkar-muat Tidak ada Ada 5 Risiko Pengangkutan Tidak ada risiko no risk Ada risiko sehingga muncul biaya asuransi pengangkutan 5 Investasi Pabrik Pengolahan Tambang Smelter dan Pembebasan Tanah Mahal Murah 6 Alokasi waktu pengolahan Cepat Lama Sumber: Hasil Analisis Ekonomi, 2015. Potensi Kapasitas Daya Listrik Kabupaten Mimika Sedangkan potensi tenaga arus air dari sungai-sungai di Mimika untuk menghasilkan pembangkit listrik tertuang dalam tabel berikut. Ada 4 Sungai besar di Kabupaten Mimika untuk mendukung pembangkit listrik power plan. Prioritas pertama pembangunan pembangkit listrik adalah PLTA Urumka dengan dukungan Sungai Urumka pada kapasitas daya maksismum sampai 336 Mega Watt. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 619 Tabel 2.Potensi Kapasitas Daya Listrik Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua No Nama Sungai lokasi Potensi Kapasitas Daya Listrik Mw 1 Digoel Boven Digoel 1.522 2 Eilanden Asmat 2.291 3 Lorentz Asmat, Jayawijaya 232 4 Cemara Mimika 237 5 Otokwa Mimika 297 6 Mimika Mimika 154 7 Siriwo Nabire, Paniai 310 8 Mamberamo Mamberamo Raya 9.932 9 Urumka Mimika 336 Jumlah 15.631 Sumber : Kanwil DPE Irja dan Dinas Pertambangan Provinsi Papua Tahun 2009 Disamping Sungai Urumka Mimika, Cadangan kapasitas daya masih tersedia padagabungan 3 tiga sungai besar lain yaitu Sungai Cemara, Sungai Otokwa, Sungai Mimika akan menghasilkan daya listrik sebesar 688 MW. Kebutuhan Energi Listrik Kabupaten Mimika Untuk mengkaji antara potensi daya listrik supply side, maka haruh diperbandingkan dengan kemungkinan kebutuhan masyarakat dan industri demand side.Tabel berikut ini menunjukan proyeksi kebutuhan energi listrik masyarakat Kabupaten Mimika menurut penggunaan oleh rumah tangga, fasilitas umum dan penerangan jalan. Tabel 3.Kebutuhan Energi Listrik Kabupaten Mimika, Provinsi Papua 2010-2031 No Jenis Penggunaan MW 2010 2015 2020 2025 2031 1 Rumah Tangga 37,31 42,15 48,72 55,93 63,67 2 Fasilitas Umum 9,33 10,54 12,18 13,98 15,92 3 Penerangan Jalan 1,87 2,11 2,44 2,80 3,18 Jumlah 48,51 54.80 63.34 72.71 82.77 Sumber : RTRW Provinsi Papua Tahun 2009 Dari prediksi kebutuhan energi listrik Rumah Tangga, Fasilitas Umum dan Penerangan Jalan di Kabupaten Mimika sampai dengan tahun 2031 ternyata tidak lebih dari 100 MW. Jadi kebutuhan listrik untuk masyarakat dan industri dapat dipenuhi hanya dengan 1 satu pembangkit yaitu PLTA Urumka yang dengan kapasitas maksimum 336 MW.Jadi dengan keberadaan PLTA Urumka, energi listrik untuk Smelterdan industri turunannya dapat dipenuhi sampai dengan lebih dari 200 MW. Sementara itu, potensi kapasitas daya listrik yang benar-benar belum dikelola masih sebesar 688 MW Sungai Cemara, Sungai Otokwa, dan Sungai Mimika di Kabupaten Mimika.Oleh karena itu, ketersediaan energi listrik di Kabupaten Mimika bisa sangat “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 620 berlebihan.Oleh karena itu ketersediaan daya listrik tidak diragukan lagi.Listrik di Kabupaten Mimika akan murah dalam jangka panjang. Namun jika harga listrik ditentukan oleh pemerintah maka investor atau perusahaan listrik akan memperoleh spread antara revenue- cost yang lebih besar dari tempat lain di luar Papua. Jadi sumber daya alam yang melimpah secara absolut akan mendorong biaya-biaya keseluruhan akan turun. Analisis Biaya Pengolahan Tambang antara Smelter Timika Papua dan Smelter Gresik Jatim Berdasarkan informasi ini maka kami dapat membuat prediksi biaya pengolahan tambang secara grafik untuk kedua alternatif lokasi pembangunan Smelter tersebut. Jika Pabrik Smelter dibangun di Gresik, Jawa Timur maka konsekuensinya akan muncul biaya pengangkutan material tambang raw material of mining dari Mimika ke Gresik, Jawa Timur. Biaya ini tidak dapat dihindari dan diasumsikan biaya pengangkutan material tambang tiap ton tidak akan turun, kemungkinan justru bisa meningkat secara riil. Peningkatan biaya pengangkutan disebabkan oleh kemungkinan peningkatan biaya pengapalan seperti lalu lintas laut yang padat kapal harus antre bongkar muatan di pelabuhan tujuan Gresik, krisis energi dunia harga BBM meningkat, investasi baru regenerasi kapal pengangkut dan lain- lain. Sumber: Penulis, Hasil Analisis 2015 Gambar 1. Biaya Pengangkutan Material Tambang per Ton Timika-Gresik Pengangkutan material tambang dari Timika ke Gresik juga menimbulkan risiko ketidakpastian yang harus ditanggung jika gagal, sehingga PTFI juga harus menanggung biaya asuransi.Perusahaan pengangkutan selalu membebankan proteksi obyek yang diangkut kepada pengirim. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 621 Diasumsikan biaya riil pengangkutan dan risiko tidak berubah tetap, biaya riil pengolahan Smelter dapat meningkat atau sedikit menurun dampak integrasi ekonomi. Faktor-faktor yang membuat biaya meningkat karena faktor produksi input yang semakin langka danatau tekanan ekonomi makro, sedangkan faktor-faktor yang mebuat biaya pengolahan tambang Smelter menurun karena prinsip perdagangan internasional internasional trade bahwa dampak perdagangan antar regional dan internasional akan menurunkan biaya faktor produksi Grossman dan Helpman, 1990. Selanjutnya investasi pabrik Smelter di Gresik. Struktur biaya pengolahan untuk setiap ton material tambang di Pabrik Smelter di Gresik sebagai berikut. Gambar 2. Struktur Biaya Pengolahan Material Tambang di Pabrik Smelter di Gresik Biaya pengolahan dan Pengangkutan untuk Pabrik Smelter di Gresik akan mengikuti alternatif sebagai berikut: 1. Biaya Pengolahan Material tambang per Tons, Gresik-1alternative-1 akan tetap atau tidak berubah dari waktu ke waktu dalam pertambahan skala produksi. Biaya sulit untuk turun karena biaya produksi di Gresik sudah cukup murah sehingga tidak memungkinkan biaya turun lagi. Selain itu masalah eksploitasi sumber-sumber ekonomi yang terjadi menyebabkan kelangkaan sumber ekonomidi Jawa Timur sehingga tekanan harga-harga mendorong ke atas. Akhirnya, kekuatan dorongan atas dan bawah diasumsikan sama sehingga biaya pengolahan tiap ton tambang tidak berubah tetap dalam skala ekonomi maupun periode waktu. 2. Biaya Pengolahan Material Tambang per Tons, Gresik-2 alternative-2 akan menurun karena penambahan skala ekonomi peningkatan kapasitas produksi atau pola biaya menurun decreasing cost mengikuti skala ekonomi economics of scale. Selanjutnya apabila Smelter dibangun di Mimika maka tidak ada biaya pengangkutan pengapalan, bongkar-muat dan biaya asuransi risiko pengangkutan. Namun Papua harus menyediakan pembangkit listrik untuk mendukung kebutuhan energi Pabrik Smelter Papua. Listrik tidak dapat didatangkan dari wilayah lain di luar Papua karena mahalnya biaya “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 622 distribusi sebagai konsekuensi jarak dan kondisi alam Indosnesia.Oleh karena itu dibutuhkan pembangkit listrik dengan daya menengah-atas sebagai investasi awal dengan nilai sangat besar ditambah dengan kondisi kemahalan di Wilayah Papua.Demikian juga, pembangunan Pabrik Smelter Timika juga memerlukan investasi besar, namun demikian prediksi perbandingan biaya proyek pembangkit listrik dan pabrik smelter tidak akan lebih dari 100 dari biaya investasi di Gresik Jawa Timur saat ini. Jadi dalam jangka pendek, pada awalnya struktur biaya pengolahan tambang pabrik Smelter di Timika sangat tinggi karena tidak dapat dihindari harus ada investasi pembangunan PLTA penyediaan pembangkit listrik, biaya pelatihan tenaga lokal dan investasi pabrik Smelter di Timika. Namun dalam jangka panjang biaya-biaya akan menurun karena dampak integrasi ekonomi dan mekanisme pasar Lewer, 2003. Perkembangan demografi Papua akan memaksa upah riil menurun untuk setiap tenaga kerja karena ada migrasi angkatan kerja terampil ke Papua, migrasi ini selalu meningkat tiap tahun. Pabrik Smelter di Papua juga mengandalkan skala ekonomi economics of scale, semakin besar skala ekonomi maka semakin murah biaya tiap ton material tambang yang diolah. Fenomena terakhir bahwa keberadaan PLTA Urumka akan mendukung industri lokal untuk berkembang dan oleh karenanya akanada temuan sumber-sumber ekonomi baru Increasing Supply. Dengan demikian atas dasar faktor-faktor penentu tersebut di atas, biaya pengolahan tambang di Timika akan lebih cepat turun dibandingkan biaya pengolahan tambang di Gresik, Jawa Timur . Secara otomatis inflasi kenaikan harga-harga umum di Papua juga akan lebih rendah dibandingkan inflasi Jawa Timur. Gambar 3. Struktur Biaya Pengolahan Material Tambang di Pabrik Smelter di Timika “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 623 Gambar 4. Analisis Biaya Jangka Pendek dan Jangka Panjang antara Smelter Gresik, Jawa Timur dan Timika, Papua  Biaya Semelter Gresik-1: Biaya Transport tetap + Biaya Pengolahan tetap  Biaya Semelter Gresik-2: Biaya Transpor tetap + Biaya Pengolahan menurun Dalam jangka panjang, skala ekonomi economic of scale bertambah sehingga biaya- biaya satuan akan menurun karena spesialisasi pekerjaan, berlakunya prinsip dari international trade bahwa akan ada penyamaan biaya produksi antar wilayah equalization of factor cost .Jadi Smelter Timika cenderung mengalami penurunan biaya decreasing cost yang cukup besar karena biaya-biaya pada awal investasi sudah sangat tinggi maka kemungkinan penurunan biaya-biaya juga akan lebih besar. Kondisi jangka pendek bisa dilalui dari 0-T 1 atau 0-T 2 , tergantung dari struktur biaya Smelter Gresik.Jika struktur biaya Smelter Gresik dan biaya pengangkutanya tetap atau tidak berubah maka periode jangka pendek terlampau sampai dengan T 1 .Namun jika struktur biaya pengolahan Smelter Gresik mengalami sedikit penurunan maka kondisi jangka pendek dicapai sampai dengan T 2 . Titik T menjelaskan bahwa biaya pengolahan tambang di kedua lokasi Gresik dan Timika adalah sama. SIMPULAN DAN SARAN Jadi dalam jangka pendek, kedua struktur biaya akanconvergen saling mendekat dan bertemu mencapai keadaan biaya yang sama, tetapi dalam jangka panjang kedua struktur biaya akan mengalami divergen saling menjauh. Sebagai kesimpulan dalam jangka panjang “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 624 biaya pengolahan tambang Smelter Timika akan lebih rendah dari Biaya Pengolahan tambang Smelter Gresik. Keberadaan PLTA Urumka dan Pabrik Smelter Timika akan mendorong perkembangan industri Papua dan memberi dampak yang luar biasa bagi perekonomian Kawasan Papua. DAFTAR PUSTAKA Agenor, Pierre-Richard. 2000. The Economics of Adjustment and Growth. San Diego Academic Press. Grossman, G. and E. Helpman, “Comparative Advantage and δong Run Growth” American Economic Review, September 1990, 80, pp. 796-815. Krugman, P. and M. Obsfeld 2002, International Economics: Theory and Politics. 6 th edition. δewer, J.J. and H. Van den Berg, “Does Trade Composition Influence Economic Growth? Time Series Evidence for 28 OECD and Developing Countries” The Journal of International Trade and Economic Development, 2003, 12, No. 1, pp. 39-96. Rivera-Batiz, L.A. and P.M. Romer 1991, Economic Integration and Endogenous Growth. Quarterly Journal of Economics 106 May. 513-55. Romer, P.ε. 1986 “Increasing Returns and δong Run Growth”, Journal of Political Economy, October 1986 pp. 1002-1037. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 625 POLA KONSUMSI PANGAN TERHADAP KETAHANAN DAN KERENTANAN RUMAHTANGGA TANI DI PROPINSI RIAU Fahmi W Kifli 1 dan Rahmady Saputri 2 1 Departement of Agribusiness, Faculty of Agriculture INSTIPER Yogyakarta, email : odone_marshallyahoo.com, Phone Number : +62 811 268175 2 Departement of Nutrition and Heath, Faculty of Medicine UGM Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kaitan pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan terhadap kerentanan rumahtangga. Metode analisis untuk mengidentifikasi pola konsumsi, ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan dengan tingkat ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga. Selanjutnya, untuk mengestimasi kaitan pola konsumsi, ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga, dilakukan analisis univariat pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan rumahtangga, analisis bivariat hubungan pola konsumsi dan ketahanan pangan rumahtangga serta hubungan variabel luar jumlah anggota rumahtangga, pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga, pendidikan dan pekerjaan ibu, akses pangan, pengeluaran keluarga, konsumsi energi dan konsumsi protein terhadap ketahanan pangan rumahtangga, analisis multivariat untuk mengetahui model yang paling dominan berpengaruh terhadap ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga. Responden akan dipilih melalui random sampling method pada daerah produsen pangan dan daerah non produsen pangan di Propinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis univariat pola konsumsi pangan adalah terdapat 64,77 pola konsumsi pangan yang tidak terpenuhi yaitu apabila salah satu dari konsumsi energi dan protein maupun dari keduanya menunjukkan kategori kurang 80 AKG, selanjutnya hasil analisis univariat ketahanan pangan rumahtangga terdapat 39,04 rumahtangga tergolong tahan pangan nilai skor ≥70, sedangkan 60,96 rumahtangga tergolong tidak tahan pangan dengan 70, hal ini diukur dari 9 item pertanyaan dalam kuision er. Berdasarkan hasil analisis bivariat hubungan pola konsumsi dan ketahanan pangan rumahtangga bahwa terdapat rumahtangga yang tidak tahan pangan dengan pola konsumsi pangan tidak terpenuhi sebesar 90,36, adapun variabel luar yang signifikan yaitu variabel jumlah anggota keluarga, akses pangan, pengeluaran keluarga, konsumsi energi dan konsumsi protein. Sedangkan hasil analisis multivariat berdasarkan model regresi logistik menunjukkan bahwa variabel pola konsumsi pangan dan konsumsi protein merupakan va riabel yang secara independen dapat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumahtangga tanpa variabel lainnya. Kata kunci : pola konsumsi, ketahanan pangan, dan kerentanan. PENDAHULUAN Ketahanan pangan menjadi isu yang penting di dunia saat ini seiring dengan cepatnya pertumbuhan penduduk. Meskipun beberapa negara mengklaim bahwa produksi pangannya meningkat, namun tetap saja hal yang berkaitan dengan bagaimana cara memberi makan 7 milyar lebih penduduk dunia menjadi trending topik dalam berbagai pertemuan para pemimpin dunia. Hal ini ditambah dengan isu perubahan iklim dan dampaknya terhadap ketahanan pangan, baik pada aras global, regional, nasional maupun rumahtangga. Untuk itu “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 626 pembangunan sektor pertanian secara sistematis dan berkelanjutan mutlak dilakukan. Beberapa ekonom, misalnya Johnston and Mellor 1961, Timmer 2002, Stringer and Pingali 2004, menyebutkan betapa penting dan strategisnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional, diantaranya sebagai penghasil pangan, baik nabati maupun hewani. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan juga meningkatnya pendapatan masyarakat, maka sektor pertanian harus mampu menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup. Hingga saat ini, peran ini tidak bisa digantikan oleh sektor lain Wiryamarta dan Mulyo, 2009. Pangan merupakan hak asasi manusia, ini berarti bahwa negara bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Pangan merupakan kebutuhan pokok individu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kekurangan ataupun kelebihan pangan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan Muchtadi, 2001. Keadaan kesehatan seseorang sangat tergantung dari tingkat konsumsi karena merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang, yang sangat ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan.Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik secara kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik- baiknya Sediaoetama, 2006. Menurut Soekirman 2000 ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis. Ketahanan pangan pada dasarnya terbagi menjadi ketersediaan pangan food availability, konsumsi pangan food consumption, stabilitas harga pangan food price stability, dan keterjangkauan pangan food accessibility. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam kuantitas dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari dalam jangka waktu yang lama Saliem et al, 2002. Menurut Suryana 2004 pemenuhan kebutuhan pangan dalam konteks ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia berkualitas yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tatanan global. Di masyarakat dikenal adanya kebiasaan makan yang berbeda antara masyarakat satu dengan yang lain, hal ini disebut dengan pola konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan yang beranekaragam diharapkan dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Masalah yang berkaitan dengan konsumsi pangan dan gizi yaitu tingkat pendapatan, ketersediaan pangan setempat, teknologi, tingkat pengetahuan, kesadaran masyarakat mengenai gizi, kesehatan, dan faktor- faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan, sikap, dan pandangan masyarakat terhadap bahan makanan Syarief Martianto, 1991. Indikator yang digunakan untuk analisis konsumsi yaitu dari pengukuran kecukupan konsumsi energi dan protein. Konsumsi energi dan protein tersebut mengacu pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X WNPG tahun 2012, yaitu kecukupan konsumsi energi yang dianjurkan sebesar 2150 kkalkapitahari dan kecukupan konsumsi protein adalah sebesar 57 gkapitahari Mahyuni, 2012. Pangan yang beraneka ragam sangat penting karena tidak ada satu jenis pangan pun yang dapat menyediakan zat gizi bagi seseorang secara lengkap. Dengan konsumsi yang beraneka ragam maka diharapkan kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi oleh pangan lainnya. Pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan yang beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan beras dapat dihindari sehingga akan mencegah ancaman dari ketahanan pangan Khomsan, 2004. Pola konsumsi pangan dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, ukuran kemiskinan, serta “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 627 perencanaan dan produksi pada setiap daerah. Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Pola Pangan Harapan PPH adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama, baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan dan konsumsi pangan Badan Ketahanan Pangan, 2013. FAO-RAPA 1989 mendefinisikan pola pangan harapan sebagai komposisi dari kelompok-kelompok pangan utama yang ketika disiapkan untuk dikonsumsi sebagai makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori akan memberikan semua zat gizi dalam jumlah yang mencukupi. Tujan utama penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan. Menurut Hanafie 2010, konsep perencanaan pangan dengan pendekatan PPH digunakan untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan pangan dalam jangka panjang dan jangka pendek. Pola konsumsi pangan ini terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai dengan cita rasa Hanafie, 2010. Pendekatan pola PPH diharapkan keadaan perencanaan, penyediaan dan konsumsi pangan penduduk tidak hanya dapat memenuhi kecukupan gizi nutritional adequacy, tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan gizi nutritional balance yang didukung oleh cita rasa patability, daya cerna digestability, daya terima masyarakat acceptability, kuantitas dan kemampuan daya beli affortability. Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga yang tercermin pada ketersediaan dan konsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi layak, aman dikonsumsi, merata, serta terjangkau oleh setiap individu Hanafie, 2010. Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar dan hak asasi setiap orang. Pemenuhan pangan tersebut tidak dapat ditunda. Pemenuhan pangan juga tidak dapat disubstitusi dengan bahan lain. Pangan merupakan komponen dasar untuk dapat mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling essensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan WNPG, 2012. Pangan adalah pilar utama bagi pembangunan nasional yang berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik. Pangan merupakan sumber zat gizi yang menjadi landasan utama manusia untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Ketahanan pangan dan gizi merupakan komponen yang sangat penting dalam pembangunan, memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimum dalam pembangunan Karsin, 2006. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Ketahanan pangan tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, dan untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan UU no. 18 tahun 2012. Ketahanan pangan adalah hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat Departemen Pertanian, 2006. Ketahanan pangan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana semua orang secara fisik dan ekonomi mampu dan mempunyai akses terhadap pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup, aman dan sehat untuk memenuhi kebutuhan dan pilihannya sehingga dapat hidup dengan aktif dan sehat Aswatini et al, 2004. Untuk itu untuk membangun ketahanan “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 628 pangan perlu menjadi perhatian khusus daerah. Kebijakan ini terkait dengan otonomi dan relevansinya dengan kebijakan pangan nasional maupun internasional Makmur, 2011. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Ketahanan pangan yang tidak hanya bergantung kepada ketersediaan pangan tetapi juga akses dan penyerapan pangan. Kapasitas penyediaan pangan menghadapi sejumlah tantangan seperti perubahan iklim global, kompetisi pemanfaatan sumberdaya lahan dan air untuk kegiatan pertanian dan non pertanian, serta degradasi lingkungan yang menurunkan kapasitas produksi pangan Ariani, 2006. Berdasarkan hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional Tahun 1996 ketahanan pangan rumahtangga didefinisikan dalam beberapa alternatif rumusan, yaitu: 1 kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumahtangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai budaya setempat dari waktu ke waktu agar hidup sehat; 2 kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari produksi sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup; 3 kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat Departemen Pertanian, 2006. Dalam pelaksanaan ketahanan pangan, pembangunan ketahanan pangan yang berkesinambungan akan terkait dengan semua sektor pembangunan nasional Badan Ketahanan Pangan, 2013. Menurut Matheson et al 2002, ketahanan pangan tingkat rumahtangga adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya dan terjangkau bagi seluruh anggota keluarga. Selain itu ketahanan pangan juga dapat berarti stabilnya penyediaan pangan yang adekuat dalam jangka waktu 12 bulan Casey et al, 2005. Ketahanan pangan pada dasarnya adalah meliputi ketersediaan pangan food availability, konsumsi pangan food consumption, stabilitas harga pangan food price stability, dan keterjangkauan pangan food accessibility. Ketersediaan pangan yang cukup berarti rata-rata jumlah dan mutu gizi pangan yang tersedia di masyarakat dan pasar dapat mencukupi kebutuhan untuk konsumsi semua rumahtangga Soekirman, 2000. Menurut Setiawan 2004, bahwa faktor yang mempengaruhi stabilitas dan ketahanan pangan adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sosial budaya, produksi pangan dan akses rumahtangga individu terhadap pangan. Komponen ketersediaan dan stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumberdaya alam, manusia, sosial dan produksi pangan. Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumahtangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumahtangga untuk meningkatkan produksi pangan dan peningkatan pendapatannya Baliwati, 2004. Beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok, yaitu : ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pangan tersebut. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan pelindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengonsumsi pangan. Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada Ketahanan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Kedaulatan Pangan. Di tingkat rumahtangga, masyarakat “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 629 berperan mengelola kebutuhan pangannya secara swadaya serta menerapkan budaya konsumsi yang hemat dan efisien. Mulyo et. Al 2009 a melakukan studi identifikasi kerawanan pangan di Kabupaten Pemalang dengan menggunakan indeks komposit tingkat ketahanan pangan. Empat aspek utama pembentuk indeks komposit tesebut, yaitu aspek ketersedian pangan, aspek akses terhadap pangan, aspek penyerapan pangan dan aspek kerentanan pangan. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa 4,50 desa sangat tahan pangan; 33,78 desa tahan pangan; 17,57 desa cukup tahan pangan; 11,71 desa agak rawan pangan; 4,05 desa rawan pangan; 9,46 desa sangat rawan pangan dan 18,92 desa tidak dapat dinyatakan tingkat ketahanan pangannya karena data yang ada tidak mencukupi. Pada studi yang lain, Mulyo et.al. 2009b meneliti tentang dampak kenaikan harga BBM terhadap ketahanan pangan rumahtangga tani dan rumahtangga industri kecil menengah menggunakan 150 sampel di Kabupaten Klaten, Bantul dan Banyumas. Ketahanan pangan tingkat rumahtangga didekati dari pangsa pengeluaran dan angka kecukupan energi. Hasil penelitian menunjukkan rumahtangga industri kecil menengah memiliki ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan rumahtangga tani, hal ini disebabkan rumahtangga industri kecil mempunyai exit strategy yang lebih baik dan memiliki keluwesan dalam menyesuaikan terhadap perubahan harga kebutuhan pangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, diduga terdapat pengaruh dan hubungan antara pola konsumsi pangan terhadap ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga tani di Propinsi Riau, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan terhadap kerentanan rumahtangga, 2. Menganalisis kaitan konsumsi pangan dan ketahanan pangan terhadap kerentanan rumahtangga serta faktor-faktor lain yang memengaruhinya, 3. Menganalisis variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga. METODE Penelitian dilaksanakan di Propinsi Riau pada tahun 2013, dengan mengambil lokasi Kabupaten Indragiri Hilir dengan karakteristik sebagai daerah penghasil pangan dan Kabupaten Kampar sebagai representasi daerah non penghasil pangan di Riau. Dari kedua kabupaten tersebut, akan diambil responden petani ± 100 orang secara acak. Dalam penelitian ini, ingin diketahui bagaimana hubungan pola konsumsi pangan terhadap ketahanan pangan dan kerentanan rumahtangga. Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei, yaitu cara pengumpulan data dengan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan terhadap suatu set persoalan tertentu di dalam suatu daerah tertentu. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan sumber online lainnya. “εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia” 630 Metode Analisis 1. Tujuan pertama tentang identifikasi pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan terhadap kerentanan rumahtangga dilakukan Analisis Univariat untuk mengetahui analisis terhadap satu variabel yang menggunakan tabel distribusi frekuensi karakteristik dan distribusi data subjek penelitian.

2. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui kaitan konsumsi pangan dan ketahanan