“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
758
Tabel 4. Uji Kointegrasi Residual
Null Hypothesis: RESID02 has a unit root Exogenous: Constant
Lag Length: 0 Automatic - based on SIC, maxlag=11 t-Statistic
Prob. Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.739762 0.0000
Test critical values: 1 level
-3.525618 5 level
-2.902953 10 level
-2.588902 MacKinnon 1996 one-sided p-values.
Dengan uji seperti itu, nilai errornya stasioner pada level dan tingkat kepercayaan 1 persen. Konsisten dengan uji Johansen, uji akar residual juga terjadi kointegrasi. Hasil uji
kointegrasi Johansen dengan asumsi dua menunjukkan bahwa terdapat satu persamaan kointegrasi dalam taraf nyata satu persen, baik berdasarkan trace test ataupun max-
eigenvalue test
. Adapun persamaan kointegrasi antar variabel-variabel tersebut adalah :
Tabel
5. Uji Kointegrasi Johansen
Sample adjusted: 2009M04 2014M12 Included observations: 69 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LMD LATMKD LKK LNTKL LAPMK INF
Lags interval in first differences: 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test Trace
Hypothesized Trace
0.05 No. of CEs
Eigenvalue Statistic
Critical Value Prob.
None 0.452221
132.4202 95.75366
0.0000 At most 1
0.438586 90.89031
69.81889 0.0004
At most 2 0.311029
51.05685 47.85613
0.0243 At most 3
0.178153 25.35048
29.79707 0.1493
At most 4 0.154229
11.81264 15.49471
0.1661 At most 5
0.003685 0.254718
3.841466 0.6138
Trace test indicates 3 cointegrating eqns at the 0.05 level denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
MacKinnon-Haug-Michelis 1999 p-values Unrestricted Cointegration Rank Test Maximum Eigenvalue
Hypothesized Max-Eigen
0.05 No. of CEs
Eigenvalue Statistic
Critical Value Prob.
None 0.452221
41.52994 40.07757
0.0341 At most 1
0.438586 39.83346
33.87687 0.0087
At most 2 0.311029
25.70638 27.58434
0.0853 At most 3
0.178153 13.53783
21.13162 0.4041
At most 4 0.154229
11.55792 14.26460
0.1284 At most 5
0.003685 0.254718
3.841466 0.6138
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqns at the 0.05 level denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
MacKinnon-Haug-Michelis 1999 p-values
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
759
Error Correction Model ECM
Error Correction Model ECM digunakan untuk mengestimasi model permintaan uang
dinamis jangka pendek dalam penelitian ini. Penggunaan ECM dikarenakan ECM mampu menggabungkan efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Adapun penyusunan model
permintaan uang dinamis di Indonesia merujuk pada model penelitian Yilmakudaz 2005, sehingga, faktor-faktor yang diduga sebagai determinan permintaan uang di Indonesia antara
lain : ATMKD, KK, NTKL, APMK dan INT.
Tabel 6. Persamaan ECM Jangka Panjang
Dependent Variable: LMD Method: Least Squares
Sample: 2009M01 2014M12 Included observations: 72
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
-10.25899 2.574620
-3.984663 0.0002
LATMKD 0.516302
0.069015 7.481047
0.0000 LKK
-0.695057 0.217410
-3.196992 0.0021
LNTKL -0.192766
0.059956 -3.215126
0.0020 LAPMK
-0.040933 0.032702
-1.251707 0.2150
INT -0.679328
0.216416 -3.138987
0.0025 R-squared
0.967137 Mean dependent var
12.55617 Adjusted R-squared
0.965175 S.D. dependent var
0.248707 S.E. of regression
0.046412 Akaike info criterion
-3.235594 Sum squared resid
0.144324 Schwarz criterion
-3.077492 Log likelihood
121.4814 Hannan-Quinn criter.
-3.172653 F-statistic
492.9453 Durbin-Watson stat
1.581975 ProbF-statistic
0.000000
Kita cek nilai F-statistic
lebih dulu, apabila sudah lebih kecil dari alpha 0.05, barulah bisa kita cek nilai signifikansi masing-masing variabel. Signifikansi masing-masing variabel
tidak harus semuanya berada di bawah 0.05, apabila di dalam suatu penelitian, hal tersebut tergantung pada kajian teorinya. Namun, apabila nilai probabilitas suatu variabel bebas
berada di bawah 0.05, maka variabel bebas tersebut dikatakan berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Dari tabel diatas, diketahui F-statistic memiliki nilai lebih kecil dari 0,05.
Sedangkan setiap variabel independen signifikan kecuali variabel APMK.
Sedangkan persamaan jangka pendek dengan var lag menambah resid-1, jika nilainya error negatif dan signifikan maka terjadi hubungan jangka pendek.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
760
Table 7. Persamaan ECM Jangka Pendek
Dependent Variable: LMD Method: Least Squares
Sample: 2009M01 2014M12 Included observations: 72
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. DATMKD
0.516302 2.77E-12
1.87E+11 0.0000
DKK -4.71E-08
2.02E-08 -2.331786
0.0228 DLNTKL
-0.762187 0.040511
-18.81454 0.0000
DLAPMK -0.060378
0.014401 -4.192197
0.0742 DINT
-0.127661 0.046959
-2.721989 0.0365
ECT -0.892333
0.167711 -5.320659
0.0000 R-squared
0.940707 Mean dependent var
12.55617 Adjusted R-squared
0.936216 S.D. dependent var
0.248707 S.E. of regression
0.062812 Akaike info criterion
-2.617672 Sum squared resid
0.260396 Schwarz criterion
-2.427950 Log likelihood
100.2362 Hannan-Quinn criter.
-2.542143 Durbin-Watson stat
1.839767
Estimasi persamaan permintaan uang dinamis, tabel 7, memberikan hasil yang menarik. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa error correction term ECM
t-1
memberikan dampak negatif dan signifikan terhadap permintaan uang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keseimbangan permintaan uang, dalam hal ini excess transaksi non
tunai yang terjadi di Indonesia melalui dampaknya terhadap excess uang akan semakin mengurangi permintaan uang di Indonesia. Namun demikian, nilai koefisien error correction
term
ECMt-1 sebesar -0,892333 menunjukkan relatif besarnya pengaruh tersebut terhadap permintaan uang tunai di Indonesia. Sebagian besar variabel-variabel signifikan yang
terdapat dalam persamaan permintaan uang tunai dinamis tersebut juga mempunyai tanda seperti yang diharapkan. Suku bunga mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap
MD pada periode saat ini. Peningkatan satu persen dari suku bunga akan meningkatkan inflasi saat ini sebesar 0,128 persen.
Pengujian Asumsi Klasik
Permasalahan multikolinieritas dapat terselesaikan dalam ECM, artinya ECM dapat menjadi solusi jika data mengalami multikolinieritas. Karena model yang dipakai dalam
penelitian ini adalah ECM maka masalah multikolinieritas tersebut dapat diatasi sehingga pengujian multikolinieritas tidak diperlukan lagi. Permasalahan hetroskedastisitas dan
autokorelasi dapat diatasi dengan metode GLS Generalized Least Square sehingga model tersebut
diberi perlakuan
white-heteroskedasticity-consistent covariance
untuk mengantisipasi data yang tidak homoskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi jika nilai R2
regesi model cross weighted lebih besar dari R2 regresi awal. Dalam tabel dibawah ini R2 adalah 94 persen sedangkan R2 cross weighted sebesar 96 persen. Uji autokorelasi dapat
dilakukan dengan melihat nilai DW stat, ketika nilainya mendekati 2 maka terdapat autokorelasi. Berdasarkan estimasi output diatas, nilai DW adalah 1,84. Nilai tersebut berada
pada interval 1,54 dan 2,46 yang artinya tidak mengindikasikan adanya autokorelasi.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
761
PEMBAHASAN
Perkembangan penggunaan sistem pembayaran elektronik akan memberikan kemudahan transaksi yang akan mendorong penurunan biaya transaksi dan pada gilirannya
dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi Dias, 2001. Penggunaan pembayaran elektronik selain meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penurunan biaya transaksi dan
penghematan waktu juga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga yang diperoleh dari dana kas yang seharusnya dibawa dalam setiap kali bertransaksi namun
ditempatkan di bank dalam bentuk tabungan. Dari sisi bank atau lembaga penerbit alat pembayaran non tunai, peningkatan penggunaan pembayaran elektronik merupakan sumber
pendapatan berbasis biaya fee base income karena nasabah pengguna pembayaran elektronik akan dikenakan biaya administrasi setiap bulannya. Selain itu, fee based juga
diperoleh dari biaya yang dikenakan untuk jenis transaksi tertentu misalnya untuk 8 transfer atau pembayaran tagihan. Khusus untuk alat pembayaran elektronik berbentuk prepaid cards
atau e-money, penerbit memperoleh pendapatan tidak hanya dari fee based income namun juga dalam bentuk pembiayaan tanpa bunga interest free debt financing sebesar saldo e-
money yang ada di penerbit.
Peningkatan penggunaan sistem pembayaran non tunai seperti APMK kartu ATM, kartu debit, kartu kredit dan uang elektronik e-money telah berdampak terhadap fungsi
permintaan uang yang dimana permintaan uang merupakan salah satu factor penting untuk bank sentral dalam menentukan kebijakan moneter. Penggunaan alat pembayaran ini secara
perlahan telah merubah pola hidup masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi. Sebagaimana diuraikan di atas, gambaran efek substitusi antara sistem pembayaran non
tunai dengan uang tunai akan semakin terlihat jelas. Sebab, kini penggunaan kartu pembayaran jenis tersebut menjadi alternatif alat transaksi masyarakat selain uang.
Bila ditinjau dari sudut ekonomi makro, apabila perekonomian secara luas menggalakkan penggunaan kartu pembayaran ini maka hal ini akan berpengaruh negatif
terhadap permintaan uang Yilmazkuday, 2006. Seiring perkembangan APMK yang terdiri dari kartu kredit, kartu ATM dan kartu debit akan berpengaruh negatif terhadap permintaan
uang kartal. Kartu kredit yang memiliki prinsip “buy now, pay later” yaitu dimana transaksi pemilik kartu ditanggung oleh penerbit kartu terlebih dahulu dan dilunasi oleh pemilik kartu
pada jatuh tempo waktu yang disesuaikan oleh kesepakatan antara pemilik kartu dan 9 penerbit kartu. Nilai koefisien NAPMK dalam persamaan sebesar Transaksi tersebut dapat
memudahkan pemilik kartu karena tidak perlu membawa uang berlebihan pada saat akan melakukan transaksi, maka kartu kredit akan memiliki hubungan yang negatif terhadap
permintaan uang kartal. Hal ini didukung oleh penelitian Sahabat 2009, bahwa transaksi kartu kredit memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan uang kartal.
Selanjutnya, kartu debit dan kartu ATM memiliki hubungan negatif terhadap permintaan uang kartal karena dalam penggunaannya dapat menunjukkan tingkat awareness
masyarakat akan kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang ditawarkan dari penggunaan kartu debit dan kartu ATM tersebut sehingga, secara perlahan namun pasti
penciptaan masyarakat less cash dapat berkembang di Indonesia dan kartu debit dapat mensubtitusi penggunaan uang kartal Sahabat, 2009. Perkembangan e-money sebagai
pengganti uang kartal dalam melakukan transaksi bernominal kecil seperti membayar tol, bensin, transportasi, dan lain-lain akan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang kartal.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
762 Isu paling sentral dalam studi mengenai alat pembayaran elektronik dewasa ini adalah
bagaimana pengaruh inovasi sistem pembayaran elektronik dengan kartu, dalam hal ini kartu ATM, kartu debit, kartu kredit dan e-money terhadap permintaan uang money demand
khususnya di masyarakat luas suatu negara. Yilmazkuday, 2006. Ditinjau dari segi makroekonomi, adanya tambahan pendapatan yang diperoleh konsumen dari penggunaan
digital money akan mendorong konsumsi dan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang pada gilirannya berpotensi mendorong aktivitas sektor riil Dias, 2001.
Dewasa ini, masyarakat sudah mulai mengurangi kebiasaan untuk membawa uang dalam jumlah yang besar di dalam dompetnya karena selain dipandang tidak aman juga
dinilai tidak praktis. Besar kecilnya uang yang dapat dibawa oleh masyarakat dalam dompet atau sakunya dapat dipertimbangkan sebagai kendala bagi masyarakat untuk melakukan
konsumsi. Kehadiran alat pembayaran non tunai berbentuk kartu menghilangkan kendala tersebut dan berpotensi untuk mendorong kenaikan tingkat konsumsi. Kemudahan dalam
berbelanja yang diberikan bagi nasabah bank yang memiliki alat pembayaran non tunai dapat mendorong kenaikan konsumsi dari nasabah tersebut. Kenaikan konsumsi pada akhirnya
akan mempengaruhi peningkatan pendapatan nasional dan dapat mendorong meningkatnya permintaan uang money demand.
Dari sisi produsen, peningkatan konsumsi yang diikuti dengan efisiensi biaya transaksi akan meningkatkan profit bagi produsen yang kemudian berpotensi untuk mendorong
aktivitas usaha dan eskpansi usaha. Semakin efisien biaya transaksi yang diperoleh dari penggunaan alat pembayaran non tunai semakin besar potensi peningkatan output. Hal ini
pada gilirannya mendorong peningkatan produksi di sektor riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pemerintah, penggalakkan penggunaan sistem pembayaran
non tunai di masyarakat dalam jangka panjang akan menghemat biaya cetak uang.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dan pembahasannya diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel proksi transaksi non tunai yaitu jumlah pemegang kartu kredit KK, nilai transaksi menggunakan kartu APMK dan nilai transaksi kliring NTKL mempunyai
nilai positif dan signifikan. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan negatif, besarnya nilai pada variabel tersebut
akan mengurangi permintaan uang tunai.
2. Variabel eksogen tingkat bunga BI rate mempunyai nilai negatif dan signifikan, besarnya tingkat bunga perbankan merupakan opportunity cost memegang uang, oleh
karena itu besarnya bunga akan semakin mengurangi permintaan uang tunai untuk berbagai macam tujuan.
3. Koefisien ECT mempunyai nilai negatif dan signifikan, koefisien ini seharusnya negatif dan kurang dari satu, besarnya nilai ECT -0,892 menunjukkan variabel yang dipilih
tepat mempengaruhi permintaan uang dalam jangka pendek.
SARAN
1. Transaksi non tunai menunjukkan beberapa keuggulan, oleh karena itu seyogyanya masyarakat semakin banyak menggunakan transaksi non tunai dalam setiap
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
763 kesempatan seperti pembayaran dan transfer. Fungsi ATM semakin dimaksimalkan,
beberapa fitur yang ditawarkan sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin. 2. Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia semakin menggencarkan sosialisasi dan
infrastruktur untuk mendukung tujuan less-cash society. 3. Semakin meningkatnya penggunaan instrumen pembayaran non tunai tentunya akan
membawa dampak ke kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia. Salah satu issue urgen yang harus sege
ra diperhatikan adalah ”perlu tidaknya redefinisi jumlah uang beredar ε1 dan ε2”. Selain itu, penting juga untuk melihat dampak
penggunaan instrumen non tunai terhadap variabel makro-moneter lainnya. Untuk itu, tim peneliti merekomendasikan pelaksanaan penelitian lanjutan yang secara khusus
menelaah hal-hal krusial tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2006. Data Base APMK. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Jakarta.
_____________. 2006. Overview Sistem Pembayaran Nasional di Indonesia. www.bi.go.idbiwebutamapublikasiuploadsistem-pembayaran.pdf.
Bolt, W, D. B.Humphrey dan R. Uittenbogaard. 2005. “The Effect of Trancation Pricing on the Adoption of Electronic Payments: A Cross-
Country Comparison”. Working Paper Research Department
Federal Reserve Bank of Philadelphia, 05-28. Global Insight. 2003. The Virtuous Circle: Electronic Payments and Economic Growth. Visa
International Global Insight, California. Gujarati, D. 1997. Ekonomometrika Dasar. Zain dan Sukarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Humphrey, D B., δ. B. Pulley, dan J. ε. Vessala. 1996. “Cash, Paper, and Electronic Payments: A Cross-
Country Analysis”. Journal of Money, Credit and Banking, 28: 914-939.
Listfield, R. dan F. Montes- Negret. 1994. “εodernizing Payment System in Emerging
Economies”. World Bank Policy Research Working Paper, 1336. Muttaqin, Z. 2006. Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu dan Variabel-Variabel Makroekonomi terhadap Permintaan Uang di Indonesia. Skripsi
. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. εcAndrews, J. 2001. “A εodel of ATε Pricing: Foreign Fees and Surcharge.” Federal Reserve
of Bank New York Working Paper .
Mishkin, F. S. 2001. The Economic of Money Banking, and Financial Markets. Sixth Edition. Addison Wesley Longman: Columbia University, Columbia.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 630PBI2004 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Pasaribu, S. H. 2003. “Eviews untuk Analisis Runtut Waktu Time Series Analysis”. Departemen Ilmu Ekonomi:Institut Pertanian Bogor, Bogor.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
764 Rinaldi, δ. 2001. “Payments Cards and εoney Demand in Belgium”. CES Discussion Paper
KULeuven . DPS 01.16.
Snellman, J, J. Vessala, dan D. Humphrey. 2000. “Substitution of Noncash Payment Instruments for
Cash in Europe”. Bank of Finland Discussion Paper. 92000. Sridawati. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Terhadap
Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik di Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat .
Skripsi . Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Sriram, S. S. 1999. “Survey of δiterature on Demand for εoney: Theoritical and Empirical Work with Special Reference to Error-
Correction εodels”. IMF Working Paper. WP9964. Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics an Introduction. Addison Wesley Longman,
England. Stix, H. 2002. “How do Debit Cards Affect Cash Demand? Survey Data Evidence”. Empirica.
312:93:115. Thornton, D. δ. 1983. “Why Does Velocity εatter?”. Federal Reserve Bank of St. Louis Working
Paper. Va
lverde, S. C, D.B. Humphrey, dan R. δopez del Paso. 2003. “Effects of ATε and Electronic Payments on Banking Costs: The Case Spanish Banking”. Documento de Trabajo.
177. Warjiyo, P. 2006. Non-Cash Payments and Monetary Policy Implications in Indonesia. Di
dalam: Bank Indonesia. Seminar Internasional “Toward Less Cash Society in
Indonesia”; Jakarta, 17 Mei 2006 – 18 Mei 2006. Jakarta: Bank Indonesia. 91 Yilmazkuday Hakan dan Yazgan, Mustafa Ege, 2009, Effects of Credit and Debit Cards on
The Currency Demand, Applied Economics, Vol.41, No 17, pp 2115-2123.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
765
GERABAH KREATIF ELEKTROPLATING MENUJU CRAFT AWARENESS DALAM PASAR GLOBAL
Arif Suharson
Institut Seni Indonesia Yogyakarta, arifkeramosyahoo.com
, 081392052852
Abstrak
Seni keramik dan gerabah tradisional pada era sekarang dituntut mampu memenuhi standar kualitas baik dari segi, bahan, teknik, bentuk, dan finishingnya.
Finishing baru pada produk keramikgerabah kreatif baik fungsional maupun non fungsional mampu menjadi solusi yang tepat untuk membantu memperindah
bentuk produk. Finishing dengan membuat centre of interest mampu menjadi unsur seni hias, sehingga dapat memenuhi keinginan pasar global. Kalangan
pengrajin tradisional banyak yang belum melakukan inovasi desain produk fungsional dan meningkatkan teknik finishing dan hanya pasrah dengan finishing
yang ada, dikarenakan minimnya pengetahuan dalam melakukan ekplorasi bentuk dan inovasi yang dianggap sulit, memerlukan biaya besar, dan membutuhkan
waktu yang lama.
Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang mengarah pada pencapaian disain produk kreatif dan mutu finishing pada produk seni keramikgerabah dalam
rangka memenangkan pasar global atau craft awareness di dunia internasional. Finishing merupakan teknik akhir dalam menyelesaikan produk agar menjadi lebih
baik, menyelaraskan dengan trend desain terkini, dan mampu mengangkat harga jual suatu produk. Penelitian ini akan menemukan komposisi finishing dengan
metode elektroplating yang ideal, mudah, dan efektif sebagai upaya memberikan pengembangan finishing produk-produk kreatif yang mampu bersaing pada pasar
global. Finishing ini juga menjadi salah satu bagian menciptakan trend desain dalam pasar keramik secara nasional maupun internasional.
Produk keramikgerabah fungsional kreatif saat ini banyak diminati oleh konsumen, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Teknik finishing dengan metode
elektroplating akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri dan mampu meningkatkan mutu produksi seni gerabah yang akan memberikan dampak
kemajuan pada seni tradisional di era pasar global. Sehingga mampu memberikan keunggulan yang berdampak pada penghasilan ekonomi kesejahteraan kepada
para pelaku keramikgerabah tradisional.
Kata kunci: finishing elektroplating, keramikgerabah, produk kreatif, pasar global
PENDAHULUAN
Finishing merupakan teknik akhir dalam menyelesaikan produk agar menjadi lebih baik, menyelaraskan dengan trend desain terkini, dan mampu mengangkat harga jual suatu
produk. Penelitian terapan ini akan menemukan komposisi finishing dengan metode elektroplating yang ideal, mudah, dan efektif sebagai upaya memberikan pengembangan
finishing produk-produk kreatif yang mampu bersaing pada pasar global. Teknik finishing dengan metode elektroplating merupakan salah satu bentuk kreatifitas yang akan menjadi
salah satu daya tarik tersendiri dan mampu meningkatkan mutu produksi seni gerabah atau keramik yang akan memberikan dampak kemajuan pada seni tradisional di era pasar global.
Sehingga mampu memberikan keunggulan yang berdampak pada penghasilan ekonomi
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
766 kesejahteraan, terutama bagi insan dunia industri kreatif pada bidang seni gerabahkeramik
tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh Tjejep Rohendi bahwa: perkembangan sosial ekonomi tersebut lebih lanjut membawa akibat barang-barang seni kerajinan bergeser
menjadi alat yang dipertukarkan Tjejep Rohendi Rohidi, 2000:197.
Pemanfaatan limbah batu baterai yang tidak terpakai masih bisa digunakan dengan mengambil unsur granitnya sebagai bahan plating. Sehingga penelitian ini dapat memberikan
solusi terhadap pemanfaatan limbah industri dengan teknologi tepat guna terbarukan yang dapat diterapkan dalam industri gerabahkeramik yang menguntungkan para pelaku keramik
di Indonesia. Ada tiga tahapan dalam proses plating yaitu: pemekaansensitisasi, senyawa ke permukaan, dan reduktor. Setelah permukaan fiberglass katalistik ia siap dielektroplating
tembaganikel baru diikuti elektro plating logam lainya. Karena yang konduktif hanya permukaannya, depositnya tipis, konduktifitas kecil, maka elektroplating harus menggunakan
rapat arus kecil terlebih dahulu agar titik-titik kontaknya tidak terbakar. Pada jaman dahulu sebelum ditemukan elektroplating dan penyepuhan untuk menghidari korosi pada logam,
maka adanya penggabungan logam seperti tembaga dengan timah menjadi perungu, tembaga dengan seng menjadi kuningan selain untuk tahan terhadap korosi juga menambah
keindahan warna Wertime,1973: 875.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk elektroplating dapat berupa unsur maupun senyawa. Anoda aktif yang digunakan merupakan unsur seperti tembaga, nikel, emas, dan
logam-logam lainnya sebagai sumber ion. Larutan elektrolit merupakan campuran senyawa dalam bentuk garam dan asam atau basa. Bahan garam merupakan persenyawaan antara
ion positif terutama ion logam dan kation dengan ion negatif anion. Tembaga sulfat, nikel klorida adalah contoh senyawa garam. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pemanfaatan bahan limbah granit serbuk batu baterai dapat dilakukan dengan teknologi tepat guna yang efektif dan efisien. Aneka logam dapat diplating untuk
menyederhanakan rangkuman, berbagai logam tersebut dikelompokan atas lima golongan: coating “tumbal”, coating dekoratif–protektif, coating logam rekayasa, logam–logam ”jarang
pakai”. Serta berbagai jenis alloy. Semua itu masing-masing mempunyai ciri khas, baik keunggulan maupun kelemahannya Anton J.Hartono, 1992.
Hasilnya plating logam dapat merekat baik pada bodi keramik, sehingga finishing dengan plating logam merupakan teknologi baru yang bisa diaplikasikan pada keramik
dengan suhu bakar di atas 1000° C. Finishing electroplating sangat tepat untuk diaplikasikan pada ornamentasi bodi keramik bukan untuk melapisi semua bodi, karena unsur senyawa
logam harganya masih dibilang masih mahal yang berdampak pada harga jual produk. Sehingga finishing plating logam sangat tepat untuk memberikan aksen yang baik pada bodi
keramik terutama pada motif-motif ornament bodi keramik.
Melihat perkembangan dan kenyataan di lapangann yang terkait langsung dengan para pelaku pengrajin gerabah tradisional, maka penonjolan ornamentasi yang kuat dan berciri
lokal batik harus dibuat sebagai penciri keramik Indonesia. Secara jelas diperlihatkan beberapa motif seni ornament daerah yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Keunikan kriya
disetiap daerah Indonesia itu, dalam perwujudannya berkaitan dengan keperluan hidup sehari-hari, dalam perwujudannya juga sesuai dengan lingkungan alam daerah setempat,
sesuai dengan kondisi-kondisi sosio kultural masyarakat pendukungnya SP. Gustami: 2008:30. Penelitian lebih difokuskan untuk membuat ornamentasi yang dapat diterapkan
pada produk-produk keramik kreatif dengan menonjolkan ciri lokal genius budaya bangsa
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
767 Indonesia. Selain itu dikembangkan desain-desain produk kreatif yang selaras dengan
perkembangan zaman dengan sentuhan finishing electroplating. Hal ini akan berdampak langsung pada peningkatan jumlah penjualan produk yang meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat pengrajin gerabah atau keramik lokal di Kasongan, Bayat dan Banjarnegara yang menjadi tempat atau sampling penelitian.
Teknologi tepat guna yang lain dalam menciptakan produk-produk kreatif akan dilakukan dengan teknik cetak reproduksi keramik berbahan gypsum. Cetakan dibuat 2
bagian atau lebih dengan membuat model, dan cetakan gips dapat menghasilkan permukaan hasil cetak lebih halus dari pada ceatakan dengan benda bisquit Ambar Astuti, 2008:60.
Cetak reproduksi keramik sangat membantu dalam proses produksi keramik yang dapat dibuat dengan bentuk yang sama, ukuran yang tepat, dan dapat dilakukan oleh siapa saja
setelah mengetahui cara kerjanya. Selain itu teknik reproduksi memudahkan para pengrajin dalam membuat produk sejenis dengan jumlah yang banyak atau sering disebut
produk massal. Sehingga cetakan bisa digandakan dan dapat dilakukan oleh lebih dari dua orang dengan bentuk yang sama.
METODE
Penelitian ini merupakan penlitian kualitatif dimana data kualitatif untuk penelitian seni rupa bisa didapatkan dari sumber tertulis, sumber lisan, artefak, peninggalan sejarah, serta
sumber-sumber rekaman Soedarsono, 1999: 157. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan mampu membantu permasalahan yang sedang dihadapi pengrajin terutama membuat
inovasi baru yaitu desain dan finishing kreatif sesuai standar kualitas pasar global. Finishing merupakan langkah akhir dari proses pembuatan produk gerabah yang sangat
menentukan, baik tidaknya suatu produk yang akan dijual kepada konsumen. Melalui proses inovasi desain dan teknik finishing yang baik, akan dapat merubah produk yang biasa
menjadi produk kreatif yang marketable dan memiliki standar kualitas pasar keramik. Finishing dengan metode elektroplating mampu membuat desain-desain baru yang lebih
menarik. Dengan mendapatkan komposisi bahan yang stabil, desain baru, serta mampu menerapkan teknik yang tepat dalam mereproduksi seni gerabah tradisional. Juga akan
diterapkan ciri lokal ragam hias Indonesia Jawa yang akan menjadi pembeda gerabah dari daerah atau Negara lain.
Penelitian yang dilakukan agar memperoleh data dan penjelasan akurat dan lengkap digunakan pendekatan multidisiplin ilmu lain seperti; ilmu kimia, teknik, dan desain. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan untuk merealisasi penelitian ini melalui beberapa tahap kegiatan yang disusun secara sistematik, meliputi tahap pengumpulan data, ekperimen bahan
tanah dan plating logam, pembuatan desain-desain ornamen baru dengan metode finishing elektroplating, analisis, dan penyusunan hasil penelitian. Langkah-langkah penelitian
tersebut meliputi:
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
768
Pengumpulan Data
Pengumpulan data awal dilakukan melalui studi pustaka, terutama untuk memperoleh data yang bersifat tekstual dan teoritik sebagai sumber tertulis. Studi Pustaka dilakukan di
perpustakaan ISI Yogyakarta, UGM Yogyakarta, majalah- majalah tentang desain modern, jurnal-jurnal ilmiah seni, dan wawancara dengan pihakorang yang kompeten dibidang
keramik yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan produk dan pengrajin-pengrajin seni gerabah tradisional di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang berpotensi untuk
meningkatkan produksi yang sesuai dengan target sampel dalam penelitian.
Eksperimen
Eksperimen dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan produk gerabah dengan membuat lempengan-lempengan tile berukuran 5x10 cm, test pieces berukuran 4x6x3 cm,
mangkok-mangkok kecil, dan produk-produk fungsional berukuran 10-30 cm dengan menggunakan teknik cetak gypsumresin. Ekperimen finishing metode elektroplating
diaplikasi dengan teknik semprotspray gun dengan bahan melamine yang menghasilkan warna glossy dan pencampuran warna-warna yang disesuaikan dengan trend desain yang
laku di pasar keramik global saat ini.
Ekperimen bahan baku tanah yang tergolong atau masuk dalam klasifikasi tanah earthenware
dan stoneware dipisah dan di uji di Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui unsur-unsur kimia yang terkandung dalam tanah, dimana
selama ini para pengrajin belum mengetahuinya. Hal ini juga dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menambah unsur yang tepat agar mutu tanah menjadi lebih baik dan
berdampak pada perbaikan kualitas bahan. Dan dari hasil ini akan diketahui jenis tanah yang mana dan bagaimana yang tepat untuk mengaplikasikan teknik finishing electroplating.
Bahan logam yang akan diterapkan pada bahan keramik juga perlu dilakukan pengujian melalui eksperimen bahan. Hal ini untuk memastikan bahan tanah yang seperti apa yang
mampu mengikat logam dengan sempurna, juga bahan logam plating mana yang tepat bisa muncul baik pada permukaan bodi gerabah yang notabene banyak mengandung pori-
pori tanah. Sehingga warna dan kekuatan daya rekatnya sesuai dengan standar finishing yang efektif dan efisien menyatu dalam bodi tanah. Karena dalam penelitian ini juga akan
menerapkan teknologi tepat guna dengan menggunakan grafit dari limbah serbuk batu baterai.
Finishing
Finishing yang diterapkan pada produk gerabah kreatif hasil dari cetak gipsum yang berukuran 20-40 cm dengan metode elektroplating dibuat tidak full pada bodi keramik, tetapi
juga ada yang dibuat hanya berbentuk ornamentasinya saja. Pembuatan ornamentasi dilakukan secara kreatif dengan berpedoman pada seni hias tradisional Jawa Indonesia
yang dipadukan dengan pewarnaan modern. Sehingga produk akan terlihat menarik dan memiliki pangsa pasar yang baik pula. Warna yang dihasilkan menggunakan bahan cat mobil
dimana kualitas warna dan capaian warna glossy sangat mudah untuk dicapai. Akan tetapi proses pencampuran warna perlu pengalaman dan banyak dilakukan ekperimen- ekperimen
bahan, sehingga hasil warna yang dicapai sesuai dengan harapan dan standar warna-warna modern yang tetap memiliki ciri local genius gerabah Indonesia.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
769
Analisis Data
Tahap ini ditempuh untuk menentukan kekuatan daya rekat komposisi logam pada bodi gerabah yang tepat dan dijadikan pedoman sebagai proses mencampur bahan baku,
sehingga mutu akan lebih terjaga. Disamping itu komposisi finishing dengan metode elektroplating yang telah ditemukan harus dapat diterapkan untuk produk gerabah berbahan
tanah earthenware dan stoneware. Data yang diperoleh dikumpulkan dan dikaji untuk dilakukan analisis data yang akurat. Selanjutnya dapat ditentukan komposisi warna-warna
sesuai trend desain dan mudah dikerjakan oleh masyarakat pengrajin seni gerabah yang langsung dapat diterapkan. Sehingga craft awareness di pasar global dapat diraih yang
berdampak pada kemajuan ekonomi masyarakat pengrajin gerabah Indonesia.
Metode Sosialisasi
Sosialisasi tersebut terutama ditujukan kepada para pengrajin seni gerabah tradisional di sentra gerabah Banjarnegara, Kasongan, dan Bayat di wilayah Jawa Tengah dan DIY
dengan wujud pelatihanworkshop finishing dengan metode elektroplating. Juga ditempuh aplikasi finising elektroplating dengan warna cat mobil, sehingga menghasilkan produk-
produk yang berbeda sesuai trend desain. Melalui forum sosialisasi ini peneliti akan memperoleh masukan-masukan baru yang diharapkan bermanfaat untuk memperbaiki hasil
penelitian dan untuk menentukan langkah pengembangan berikutnya. Juga dilakukan sosialisasi melalui jurnal yang mudah dimengerti oleh para pelaku gerabah pengrajin
maupun para pengembang keilmuan keramik yang akan berdampak pada kemajuan gerabah di Indonesia pada umumnya.
Hasil dari penelitian ini yang berupa produk-produk non silindris dengan teknik reproduksi cetak gypsum dapat terus diimplementasikan, bahkan dikembangkan sebagai
usaha industri kreatif dikalangan pengrajin gerabah di sentra Kasongan, Pagerjurang, lebih utama Banjarnegara secara bertahap dan berkesinambungan. Finishing elektroplating
yang diaplikasikan pada produk kreatif akan memberikan nilai plus dan dampak nyata perbaikan mutu produk keramik yang layak eksport dan diterima masyarakat konsumen.
Harapannya adalah hasil penelitian ini akan memberikan manfaat secara nyata yang terwujud dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan ekonomi bagi masyrakat pengrajin. Tidak
hanya itu, munculnya desain-desain baru dalam produk gerabah di sentra Banjarnegara, Kasongan, Pagerjurang akan mampu menjadi alternatif kreatifitas yang mampu pula
bersaing pada kancah indusri kreatif di pasar dunia internasional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Industri kreatif Indonesia memegang peranan penting dalam kiprahnya ikut menyumbang devisa negara. Selain itu kegiatan kreatifitas dalam kehidupan masyarakat ini
telah hidup dan terus bergeliat dengan terbukti menjadi tulang punggung untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja dari dunia kerajinan berdampak
pula pada pola hidup kreatif dan menjadi motor penggerak pembangunan di daerah. Agar tetap memiliki daya saing menghadapi persaingan global, maka masyarakat pengrajin dituntut
untuk terus berinovasi dan memiliki daya kreatifitas. Walau harus kita akui bahwa masyarakat sebagai motor penggerak kreatif dibidang inovasi desain dan finishing produk keramik belum
banyak yang melakukan. Miskinnya kreatifitas inilah yang menjadi sebab yang belum
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
770 dipahami oleh teman-teman dari kalangan pengrajin. Mereka sering mendengar kata
kreatifitas, tetapi tidak tahu seperti apa kreatifitas itu dilakukan Biranul Anas, 2011:11-12. Hasil seni kerajian berbahan tanah liat yang terdapat di tiga sentra yang menjadi pusat
penelitian yaitu sentra keramik Banjarnegara, Pagerjurang, dan Kasongan juga merupakan aset seni kerajinan rakyat yang produktif yang harus terus dilestarikan, dibina, dan
dikembangkan. Permasalahan mendasar dan yang menjadi kelemahan masyarakat pengrajin adalah pada minimnya desain-desain baru, pengembangan teknik produksi, dan
finishing produk yang sedang menjadi trend desain di masyarakat pada eranya. Penelitian ini merupakan salah satu jawaban yang dapat dilakukan dari kegiatan ilmiah yang akan
diberikan pada pengrajin, sehingga hasil penelitian dapat langsung diterapkan dalam proses produksi. Harapannya adalah akan lebih meningkatkan penghasilan ekonomi pengrajin yang
berdampak pada kemajuan kesejahteraan dengan semakin maju usaha gerabahkeramiknya.
Untuk mengetahui perjalanan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat dijelaskan dalam tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut:
Pembuatan model dari desain ke tanah model
Pembuatan model atau yang sering disebut dalam ilmu cetak mencetak sebagai master, merupakan produk yang dibuat sesuai desain gambar dan dibuat sesuai ukuran. Pembuatan
ukuran ini biasanya dilakukan dengan membuat skala perbandingan. Sehingga produk yang dibuat akan sama persis dengan desain yang telah dibuat melalui proses menggambar
bentuk, pemberian ornamentasi berkarakter Jawa batik, dan rencana warna produknya. Pembuatan model menyontoh master dari hasil penelitian tahap I dan dibuat
pengembangan kembali berdasarkan hasil olah data pasar, sosialisasi tahap 1, dan referensi yang mendukung. Yaitu studi gambar-gambar desain barucraft desain, literature
buku-buku trend disain, majalah kriya, dan media internet tentang keramik modern. Dari hasil tersebut dianalisis oleh tim penenliti untuk dibuat desain dan master yang dibuat
berukuran dengan perbandingan 1:1.
Pembuatan cetakan diawali dengan membuat desain-desain yang menuntut kreatifitas, memiliki pengetahuan tentang produk gerabahkeramik yang marketable, dan tetap memiliki
nilai fungsional praktis sebagai produk hiasan interior maupun eksterior. Bahkan juga dapat digunakan sebagai produk pakai seperti gelas, vase bunga, piring, mug, aroma therapy, dan
lain-lain. Setelah model dibuat sama persis dengan desain gambar dan sesuai ukurannya, barulah dicetak dengan menggunakan bahan gypsum. Gips dipakai untuk suatu produk
yang disebut cetakan atau mencetak model reproduksi. Cetakan ini dipakai sebagai alat penolong pada waktu membentuk keramik, baik dengan menggunakan massa plastis atau
massa tuang yang sering disebut dalam ilmu keramik dengan istilah slip castin.. Keunggulan proses teknik reproduksi keramik adalah memperoleh standar ukuran yang sama, bentuk
yang sama, dan ketebalan dinding produk yang merata. Sehingga produk gerabahkeramik yang dihasilkan dari teknik reproduksi sangat rapi dan tepat ukuran. Bahkan dari tingkat
ketebalan tanah pada produk gerabahkeramik yang dihasilkan lebih ringan dan memiliki kepadatan dinding yang lebih baik.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
771
Pengolahan bahan baku tanah
Pengolahan bahan baku tanah memegang peran utama agar produk yang dihasilkan tidak banyak terjadi retak atau rusak. Ada beberapa cara dalam memperlakukan bahan baku
dari tempat pengambilan tanah dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering dan selanjutnya dilakukan pembersihan dari kotoran-kotoran tanah seperti batu, kerikil, dan
akar-akar yang menempel pada tanah. Setelah itu tanah dibuat ukuran kecil dengan cara ditumbuk sembari membersihkan batu-batu yang masih terbawa oleh tanah. Selanjutnya
tanah diolah dengan mesin mollen tanah atau langsung bisa diproses manual. Cara yang kedua dengan cara tanah yang sudah diambil dari tempat penggalian tanah bisa langsung
direndam ke bak-bak penampungan tanah untuk memperoleh karakter tanah yang berbeda. Cara ini memang membutuhkan waktu yang agak lama, akan tetapi karakteristik tanah liat
yang didapat lebih halus.Proses penelitian tahap ke-2 ini menggunakan pengolahan tanah dengan dua proses yang berbeda yaitu proses penyaringan basah dan proses penggilingan
dengan mesin mollen. Hal ini ditempuh agar hasil penelitian dapat menghasilkan produk keramik bakaran tinggistoneware dan dapat membuat komposisi bahan untuk tanah gerabah
earthanawre.
Proses mencetak yang ditempuh dalam rangka membuat produk-produk non silindris yang akan dicapai dalam penelitian ini dengan menggunakan tanah plastis dan tanah tuang
atau disebut slip casting. Cetak tuang dengan bahan slip tanah lebih baik dilakukan dengan bahan tanah stoneware karena tanah stoneware memiliki susut kering yang baik
yaitu 11-13. Selain itu tanah yang memiliki daya tahan pembakaran tinggi 1050- 1200° C ini sangat memiliki tingkat keplastisan yang baik dan mudah dibuka dari cetakan tanpa
memberi bahan pemisah dengan cetakan gypsumnya. Berbeda dengan cetakan berbahan massa plastis yang harus memberi lapisan kapur, talc atau grog agar tanah yang dicetak
tidak lengket di gypsum dan mudah untuk dibuat. Cetak dengan teknik tekan ini lebih tepat dengan bahan tanah earthenware yang memiliki kekuatan jika produk dibuat dengan ukuran
besar yaitu di atas 30 cm.
Pengeringan produk keramik
Produk-produk gerabah atau keramik yang akan dibakar harus dikeringkan lebih dahulu, karena jika masih sedikit basah mungkin akan terjadi ledakan uap air waktu dilakukan proses
pembakaran. Mengeringkan produk-produk gerabah atau keramik berarti kita melakukan proses menghilangkan kadar air yaitu air plastis. Karena dalam bodi gerabah atau keramik
juga terdapat kadar air kimia yang hanya bisa hilang bersama proses pembakaran. Pada saat pengeringan berlangsung akan terjadi penyusutan. Penyusutan ini disebabkan karena
kehilangan kandungan airnya setelah proses pengeringan berakhir, karena itu bentuk bendanya akan menjadi lebih kecil daripada ukuran semula.
Proses pengeringan dilakukan secara perlahan-lahan agar produk yang dihasilkan tidak mengalami keretakan atau terlalu cepat terjadi perubahan yang mengakibatkan karya tersebut
retak bahkan pecah. Proses pengeringan jika dilakukan secara mendadak dan langsung terkena sinar matahari otomatis akan pecah. Pengeringan dilakukan dengan diangin-
anginkan secara perlahan-lahan, sehingga akan diperoleh kekeringan yang merata secara bersamaan pada seluruh bagian bodi. Setelah semua bodi kering barulah dilakukan
pengeringan langsung terkena sinar matahari agar kandungan air dalam bodi gerabahkeramik benar- benar habis sebelum dilakukan proses bakar.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
772
Penataan Produk Dalam Tungku dan Pembakaran
Jika pengeringan dianggap cukup proses selanjutnya adalah penataan produk di dalam tungku pembakaran. Proses ini merupakan proses yang sangat menentukan dan dibutuhkan
pengalaman yang cukup. Produk keramik disusun sedemikian rupa di dalam tungku. Penyusunan produk di dalam tungku dilakukan oleh sesorang yang telah mengetahui tingkat
keriskanan produk dan kekuatan bodi keramiknya. Proses pembakaran merupakan proses yang sangat menentukan baik tidaknya bahan, teknik yang digunakan, dan pengeringan yang
sudah dilakukan. Pengaturan suhu bakar harus dilakukan secara perlahan agar suhu dalam tungku dan bodi keramik akan merata dan tidak mendadak. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
retak atau pecah. Jika pengaturan suhu tidak dilakukan secara perlahan- lahan, maka suhu yang diterima tidak seimbang dan bagian yang menyusut akan terjadi keretakan,
kemungkinan lain kurang homogennya tanah, sehingga masih terdapat udara dalam bodi keramik.
Proses pembakaran merupakan proses yang paling kritis dan dapat dikatakan sebagai proses akhir atau proses penentuan. Hal ini disebabkan karena bila barang- barang
gerabah rusak atau pecah dalam pembakaran, maka barang tersebut tidak dapat diperbaiki lagi atau sudah tidak dapat digunakan. Kesalahan yang terjadi pada proses sebelumnya
tetapi tidak terlihat, setelah dibakar kesalahan-kesalahan tersebut akan muncul atau tampak. Pembakaran dengan pengaturan suhu yang baik akan menghasilkan bodi keramik yang baik
pula.
Finishing Produk Hasil Penelitian
Finishing elektroplating dilakukan pada kedua bodi tanah yang berbeda dengan cara dibakar suhu tinggi atau sudah diberi warna gelasir, sehingga elektro plating hanya akan
mewarna pada bodi yang belum diberi warna gelasir. Elektroplating juga diterapkan pada pembuatan inti ornamennya atau pada outline ornament yang sudah dibuat pada saat
dekorasi keramik dalam keadaan mentah. Selain itu finishing elektroplating juga diterapkan pada tanah bakaran earthenware dalam dua tahapan. Pertama bodi sengaja diberi finishing
glossy dengan cat mobil kemudian beberapa inti ornament baru diberi finishing elektroplating. Yang kedua bodi gerabah diplating terlebih dahulu baru diberi penutup warna cat mobil dan
diberi melamin.
Tahapan-tahapan di atas dilakukan untuk memperoleh komposisi warna dan penggunaan bahan logamisasi yang diterapkan pada produk keramik untuk mengukur
seberapa besar biaya yang dibutuhkan dan tingkat kesulitan penerapan electroplating yang membutuhkan waktu. Dari kalkulasi bahan, teknik, dan waktu yang diperlukan dapat diambil
kesimpulan untuk dapat ikut menentukan harga jual produk keramik tersebut dengan baik. Sehingga akan diketahui harga jual produk dan berapa keuntungan yang dapat diraih oleh
para pengrajin, jika nanti finishing ini diaplikasikan untuk produk jadi mereka. Selama ini proses penentuan harga jual produk belum menggunakan sistim perhitungan yang tepat,
sehingga untung rugi dalam membuat produk keramik tidak diketahui. Dengan demikian penelitian ini sekaligus dapat memberikan transfer knowledge yang bermanfaat dalam
menghitung kalkulasi proses yang dapat dijadikan pedoman untuk menetukan harga jual produknya. Persoalan dalam sebuah perusahaan sering menjadi kendala yang mungkin
menjadi runyam manakala tidak dilakukan system manajemen yang baik dan benar.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
773 Sebagian besar pengrajin masih berkutat pada manajemen ala kadarnya Timbul Raharjo,
2009: 11.
Ornamentasi yang telah dibuat pada saat tanah green ware tetap dipertahankan dan diberi penambahan unsur ornamen untuk penguatan desain motifnya dengan kuas.
Pemberian ornamen juga disesuaikan dengan bentuk dan desain produk yang disesuaikan pula dengan warna dasar bodinya. Sehingga warnanya akan lebih terlihat serasi dengan
ornamentasi yang diterapkan secara harmonis. Penguatan unsur warna lokal yaitu batik dari Jawa menjadi acuan utama ornamentasi yang diaplikasikan dalam penelitian ini.
Pengembangan ide-ide kreatif dari unsur tradisi budaya lokal kita perlu dilakukan guna penciptaan desain-desain baru, sehingga tidak terjadi kejenuhan atau kebosanan di kalangan
konsumen.
Dengan demikian telah ditemukan permasalahan finishing electroplating bahwa untuk aplikasi metode ini yang paling baik adalah dengan menggunakan bodi bakar dengan suhu
minimal 1000° C - 1200° C atau lebih. Dimana bodi telah menjadi keras yang sanggup
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
774 menerima kontraksi dari bahan logamisasi yang mendadak dan panas yang mendadak pula.
Melihat hasil eksperimen yang telah dilakukan dan menampakkan hasil tersebut khusus untuk platinasi logam dilakukan pada bodi yang sudah dibakar 1000° C. Setelah proses finishing
electroplating selesai produk gerabah yang difinishing dengan cat pabrikasi atau yang belum dicat kembali dilakukan finishing terakhir yaitu dengan melakukan pewarnaan.
Pewarnaan terakhir ini untuk lebih memaksimalkan karakter warna bodi maupun penambahan ornament yang lebih maksimal. Sehingga produk hasil penelitian benar-benar
selesai dan maksimal hasil finishingnya. Untuk melindungi cat pabrikasi hasil finishing atau hasil plating perlu dilakukan pelapisan dengan bahan melamin yang sangat baik melapisi bodi
keramik dan hasilnya bisa dilakukan dengan warna gilapglossy atau warna redupdop. Hasilnya keramik hasil penelitian terlihat seperti guci-guci dari Tiongkok yang telah digelasir
dan muncul wujud karya yang boleh dikatakan baru berbeda seperti yang sudah ada. Pengrajin, seniman, kriyawan berusaha mencari sesuatu yang baru dan wujud karya yang
lebih kreatif dan inovatif But Muchtar, 1991:3.
KESIMPULAN
Penelitian telah diselesaikan sesuai target penelitian, dimana telah dapat mengidentifikasi bahan tanah liat terutama di sentra Pagerjurang dan Banjarnegar secara
ilmu keramik maupun kandungan kimia dalam tanah. Teknik reproduksi keramik dengan bentuk-bentuk gerabah non silindris dapat dilakukan dengan cetak dari bahan fiberglassresin
dengan komposisi tanah yang baik. Selain itu produk dapat diproduksi sampai pada ukuran 70 cm dengan teknik cetak berbahan gipsum. Perkembangan dunia keramik modern
menuntut bentuk diversifikasi produk dimana kebutuhan akan desain-desain produk gerabah tidak hanya berbentuk silindris. Konsumen menginginkan ada sentuhan produk yang kreatif
dan inovatif selain bentuk-bentuk gerabah silindris. Maka hasil dari penelitian ini merupakan jawaban dan langkah awal dimana telah berhasil melakukan percobaan-percobaan ilmiah
dimana telah ditemukan teknik cetak reproduksi gerabah yang tepat dengan komposisi tanah yang ideal. Hal ini akan lebih memudahkan untuk mengadakan pengembangan-
pengembangan lebih lanjut terkait dengan bahan utama tanah liat yang digunakan. Teknologi tepat guna dengan memanfaatkan limbah serbuk baterai yang diambil unsur grafitnya dan
digunakan sebagai bahan finishing menjadi terobosan baru untuk meningkatkan mutu dan diversifikasi finishing yang efektif dan efisien.
Finishing merupakan teknik akhir dalam menyelesaikan produk agar menjadi lebih baik, menyelaraskan dengan trend desain terkini, dan mampu mengangkat harga jual suatu
produk. Penelitian telah menemukan komposisi finishing dengan metode elektroplating yang ideal, mudah, dan efektif sebagai upaya memberikan pengembangan finishing produk-produk
kreatif yang mampu bersaing pada pasar global. Finishing ini juga menjadi salah satu bagian menciptakan trend desain dalam pasar keramik secara nasional maupun internasional.
Produk keramikgerabah fungsional kreatif saat ini banyak diminati oleh konsumen, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Teknik finishing dengan metode elektroplating akan
menjadi salah satu daya tarik tersendiri dan mampu meningkatkan mutu produksi seni gerabah yang memberikan dampak kemajuan pada seni tradisional di era pasar global.
Sehingga mampu memberikan keunggulan yang berdampak pada penghasilan ekonomi kesejahteraan kepada para pelaku keramikgerabah tradisional.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
775 Proses finishing electroplating dilakukan dengan dua proses yang berbeda yaitu produk
keramik yang sudah digelasir dengan produk gerabah merahan. Perbedaannya adalah untuk keramik bakaran tinggi warna-warni bodi sudah diperoleh dari warna bahan gelasir. Tetapi
untuk produk bakaran rendah untuk warna-warni bodinya diperoleh dari warna cat pabrikasi warna mobil cat duco. Dipilihnya warna cat mobil karena cat ini sangat kuat menempel
pada bodi keramik dan hasil akhir warnanya bisa seperti finishing gelasir. Metode electroplating digunakan juga untuk finishing bodi tetapi khusus untuk memperkuat
warna ornament dan bodi outline ornament. Sehingga ornament tampak lebih hidup dan berkarakter. Ornamen yang diterapkan dalam penelitian ini adalah motif-motif tradisional yang
diterapkan dalam seni batik, khususnya Jawa.
Harapannya sentra gerabahkeramik yang menjadi tempat penelitian yaitu Kasongan, Bayat, dan Banjarnegara akan memiliki ciri khas ornament lokal yang kuat dan memiliki
karakter yang tidak dimiliki oleh sentra gerabahkeramik di daerah lain. Ciri yang melekat dengan ornament bermotif batik Jawa juga akan mendukung sentra tersebut lebih maju dan
berkembang dengan diversifikasi produk yang telah dihasilkan serta dengan finishing electroplating yang baru. Dengan demikian akan memberikan dampak pada kesadaran craft
awareness
dalam memenangkan pasar global di sentra gerabahkeramik Kasongan, Bayat, dan Banjarnegara dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui hasil
penelitian terapan yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Zaman, Biranul, 2011, Batik Dalam Dinamika Budaya, Situasi-Stagnasi-Potensi, Proceeding Seminar Nasional Empowering Batik Dalam Membangun Karakter
Budaya Bangsa, Jurusan Pendidikan Seni Rupa Program Studi Pendidikan Seni
Kerajinan FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Astuti, Ambar, 2008, Keramik Bahan Cara Pengerjaan Gelasir, Jurusan Kriya Fakultas
Seni Rupa ISI Yogyakarta. , 2008, Keramik: Ilmu dan Proses Pembuatannya, Jurusan Kriya, Fakultas
Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta Alexander, Brian, 2001, Kamus Keramik, Jakarta, Penerbit Milenia Populer.
Chavarria, Joaquim, 1994, The Big Book of Ceramics, New York, Watson-Guptil Publications F.A.Lowenheim, 1974, Modern Electroplating, 3
rd
ed, Wiley, New York F.A.Lowenheim, 1978, Electroplating, MacGraw-Hill, New York.
Gustami, SP, 2008, Nukilan Seni Ornamen Indonesia, Diterbitkan Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
Hartono, Anton J., 1992, Mengenal Pelapisan Logam Elektroplating, Andi Offset, Yogyakarta. Muchtar, But, 1991, Daya Cipta Bidang Kriya, dalam SENI, Jurnal Pengetahuan dan
Penciptaan Seni, VII01, BP ISI Yogyakarta.
Raharjo, Timbul, 2009, Bisnis Seni Kerajinan Bikin Londho Keranjingan, Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
776 Rohidi, Tjetjep Rohendi, 2000, Ekspresi Seni Orang Miskin: Adaptasi Simbolik Terhadap
Kemiskinan, Yayasan Adikarya IKPI dan Ford Foundation, Bandung
Soedarsono, R.M, 1999, Metodologi Penelitian Seni Rupa dan Pertunjukan, Masyarakat Seni Pertunjukan Seni Indonesia, Bandung
Wertime, 1973, Beginnings of Meatllurgy:A New Lock. Science, 182, 875-887 Yumarta, Yardini, 1981, Keramik, Bandung, Penerbit Angkasa
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
777 Beberapa Contoh Produk Hasil Penelitian
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
778
BUSANA KEPRAJURITAN DALAM MANUSKRIP BUSANA TRADISIONAL JAWA
Sri Harti Widyastuti, Anik Ghufron, Siti Mulyani dan Sukarno
Universitas Negeri Yogyakarta, email: hartiwidyastutiyahoo.co.id
Abstrak
Manuskrip mengandung harta kultural yang perlu dipelajari generasi kini dan mendatang. Makalah ini diangkat dari hasil penelitian tentang b usana tradisional
dalam manuskrip-manuskrip Jawa yang pada waktu ini memasuki tahap tahun kedua. Tujuan penulisan makalah adalah mendeskripsikan jenis, ragam, dan
atribut serta cara pemakaian busana tradisional yang terdapat dalam manuskrip - manuskrip Jawa yang tersimpan di Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan filologi modern. Sebagian hasil penelitian ini dipaparkan bahwa busana
keprajuritan didesain dan dirancang secara teliti dengan memperhatikan perbedaan tingkat sosial dan pangkat dalam kerajaan. Busana keprajuritan untuk
raja, pangeran, dan para bendara lebih mewah dibandingkan dengan busana keprajuritan untuk abdi dalem, panewu, dan bupati. Semua baju keprajuritan
memakai celana panji, baju sikepan, kuluk dan dhestar, kaos kaki hitam, sepatu hitam, dan dua buah keris, baranggah dan gayaman.
Kata kunci: manuskrip, filologi, dan busana tradisional Jawa
PENDAHULUAN
Budaya tradisi melambangkan ciri khas masyarakat penghasilnya. Dalam budaya tradisi tercermin filosofi, cita-cita, dan pandangan hidup. Rekam jejak budaya tradisi terdapat
dalam manuskrip atau manuskrip-manuskrip. Manuskrip adalah warisan budaya nenek moyang yang berupa tulisan tangan yang ditulis dengan aksara lokal, bahan untuk menulis
juga berupa bahan lokal seperti kulit kayu, lontar, daluwang, maupun kertas. Manuskrip- manuskrip Jawa berisi tentang berbagai bidang ilmu, misalnya sejarah, silsilah, hukum dan
peraturan, wayang, piwulang, suluk, agama Islam, primbon dan pawukon, bahasa, musik, tari-tarian, dan adat istiadat Behrend, 1990:V. Manuskrip merupakan salah satu objek
filologi. Filologi selama ini berkembang sangat baik, namun penelitian filologi lebih banyak mengarah pada pengungkapan isi dan perkembangan teori. Sementara itu isi yang diungkap
lebih banyak tentang ajaran moral dan piwulang. Penelitian terhadap manuskrip Jawa yang terkait dengan pengetahuan dan kearifan lokal Jawa masih belum banyak dilakukan, dalam
hal ini termasuk penelitian terhadap manuskrip yang berisi pengetahuan busana tradisional.
Busana tradisional merupakan hasil kearifan lokal yang sampai saat ini menjadi panutan bagi pengembangan busana adat. Peniruan dan pengembangan busana tradisional
masyarakat kadang-kadang dilakukan tanpa memahami sejarah busana, pakem, fungsi, dan adat pemakaiannya. Selama ini rujukan tentang sejarah, bentuk, cara pemakaian, jarang
dilakukan karena kurangnya rujukan. Padahal perkembangan busana pada masyarakat tradisi menggambarkan tingkat peradaban pemakainya Condronegara, 1995.
Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian manuskrip Jawa yang berisi busana tradisional dilakukan. Busana tradisi yang diangkat dari manuskrip berasal dari manuskrip-
manuskrip yang tersimpan di Yogyakarta. Hal itu didasarkan atas manuskrip Yogyakarta
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
779 berasal dari scriptoria tersendiri atau tempat penyalinan manuskrip yang berbeda dengan
manuskrip-manuskrip Surakarta. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa manuskrip-manuskrip dari Yogyakarta mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
manuskrip-manuskrip yang berasal dari Keraton Surakarta. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan luaran berupa buku penunjang pembelajaran yang dapat dimanfaatkan di
Jurusan Tata Busana Pendidikan Vokasi yang digunakan untuk para siswa SMK program Internasional. Hal tersebut disebabkan pada adanya kenyataan di lapangan banyak sekolah
kejuruan bertaraf internasional membuka jurusan tata busana. Sementara buku penunjang pembelajaran untuk sekolah-sekolah tersebut belum banyak. Buku penunjang yang dimaksud
akan ditulis menggunakan Bahasa Inggris. Hal tersebut sejalan dengan upaya untuk mengkomunikasikan dan menginternasionalkan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
local wisdom
. Pentingnya local wisdom yang terdapat dalam busana tradisional Jawa mendorong peneliti untuk mengkomunikasikan dalam Bahasa Internasional agar supaya
dapat digunakan untuk membuka wawasan internasional terhadap busana tradisional Jawa sebagai salah satu kearifan tradisional Jawa.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan permasalahan yang diteliti pada tahun pertama adalah bagaimana inventarisasi, deskripsi, transliterasi, dan terjemahn
manuskrip-manuskrip busana tradisional Jawa yang tersimpan di Yogyakarta, bagaimana jenis dan perangkat busana tradisional dalam manuskrip-manuskrip busana tradisional Jawa
yang tersimpan di Yogyakarta. Bagaimana cara pemakaian dan penggunaan busana tradisional dalam manuskrip-manuskrip Jawa yang tersimpan di Yogyakarta. Sementara
rumusan masalah tahun ke-2 ini adalah: 1 bagaimana perbandingan deskripsi busana tradisional keraton Surakarta abad XVIII-XIX yang terdapat pada manuskrip-manuskrip Jawa
yang tersimpan di Yogyakarta dengan busana tradisional keraton Surakarta dewasa ini, 2 bagaimana rekonstruksi busana tradisional keraton Surakarta abad XVIII-XIX.
Adapun tujuan penelitian tahun pertama adalah mengadakan inventarisasi, membuat deskripsi, transliterasi, dan terjemahan manuskrip-manuskrip busana tradisional Jawa yang
tersimpan di Yogyakarta, menemukan serta mendeskripsikan jenis perangkat busana,, pemakaian, dan penggunaan busana tradisional Jawa yang terdapat dalam manuskrip-
manuskrip busana tradisional Jawa yang tersimpan di Yogyakarta. Sementara tujuan penelitian tahun kedua adalah menyajikan perbandingan busana tradisional keraton
Surakarta abad XVIII yang terdapat pada manuskrip-manuskrip Jawa yang tersimpan di Yogyakarta dengan busana tradisional keraton Surakarta dewasa ini, menyajikan
rekonstruksi busana tradisional keraton Surakarta abad XVIII. Secara lengkap luaran penelitian ini adalah tersusunnya buku penunjang pelajaran tata busana tradisional Jawa
yang bersumber pada manuskrip Jawa yang tersimpan di Yogyakarta. Tersusunnya artikell yang dipublikasikan dalam seminar nasional maupun internasional serta tersusunnya
makalah untuk jurnal baik nasional ber-ISSN dan jurnal internasional. Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh perguruan tinggi yang membuka prodi tata
busana sehingga dapat menunjang pembelajaran busana tradisi Jawa. Bagi institusi perguruan tinggi hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan hasill
penelitian unggulan karena informasi yang terdapat pada manuskrip yang sudah cukup tua ini dapat membuka wawasan hasil kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan oleh siswa, guru,
pengamat budaya, dan perias pengantin.
Makalah ini akan menyajikan sebagian hasil penelitian yang sudah didapat pada tahap kedua penelitian busana tradisional dalam manuskrip-manuskrip busana tradisonall Jawa
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
780 yang tersimpan di Yogyakarta. Adapun permasalahan dalam makalah ini akan difokuskan
pada deskripsi, wujud, jenis, atribut, serta pemakaian busana tradisional khusus untuk busana keprajuritan. Hal itu disebabkan karena deskripsi tentang busana keprajuritan paling
banyak ditulis dalam manuskrip.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan filologi modern. Penelitian ini bersifat studi pustaka, namun demikian dilakukan pula studi lapangan
untuk melakukan verifikasi data yang terdapat di manuskrip dengan data lapangan. Untuk membuat deskripsi jenis, ragam, bentuk, dan pemakaian perlu dipandu oleh ahli dan
narasumber. Data diperoleh dari manuskrip setelah melalui langkah filologi berupa inventarisasi manuskrip, deskripsi manuskrip, transliterasi manuskrip, terjemahan, dan
pemaknaan.
Inventarisasi manuskrip dilakukan melalui studi katalog. Adapun katalog-katalog tersebut adalah Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman Ratna Saktimulya,
2005. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Behrend, 1998, Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantantara Jilid 3A-3B Fakultas
Sastra Universitas Indonesia
Behrend dan Titik Pudjiastuti, 1997, Katalog Induk Naskah- naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sonobudoyo Yogyakarta Behrend,1990,
Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta
Lindsay, 1994, Descriptive Catalogue Of The Javanese Manuscripts and Printed Books In The Main Libraries Of Surakarta and
Yogyakarta Girarded, 1983, Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java: a
Preliminary Descriptive Catalog Volume IV K. Florida, 1981, dan Javanese Literature in Surakarta Manuskripts Volume II Manuscripts of Mangkunegaran
K. Florida, 2000. Di samping itu dilakukan studi lapangan di perpustaakan Balai Bahasa dan Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, dan Museum Sanabudaya. Setelah itu, dilakukan wawancara mendalam dengan informan kunci dari
keraton Kasunanan Surakarta. Sumber data penelitian secara tekstual diambil dari manuskrip-manuskrip Jawa terdapat 5 manuskrip Jawa yang memuat busana tradisi Jawa.
Adapun manuskrip tersebut adalah Serat Angger-angger Tatakrama, Serat Tatakrama Kedhaton
, Platenalbum Yogyakarta, No. 26-29: Kleding er Staatsie Jilid I dan Jilid II, Tatacara Penganggen Abdi Dalem Karaton
, dan Bab Dodotan. Deskripsi manuskrip meliputi pendeskripsian untuk manuskrip yang terdiri dari
pendeskripsian bahan penulisan, alat tulis, penulis, penyalin, tinta, huruf, keadaan manuskrip, ukuran teks, scholia, sampul, dan keterangan penulisan yang menunjukkan umur.
Transliterasi yang digunakan menggunakan transliterasi standar. Penggunaan transliterasi tersebut didasarkan atas tujuan memudahkan pemaknaan teks. Terjemahan yang dilakukan
menggunakan terjemahan bebas dibantu dengan terjemahan kata-perkata dan terjemahan isi. Hal itu disebabkan sifat teks yang berupa puisi dan kosa kata yang banyak menggunakan
kosakata bahasa Kawi dengan aksen sesuai dengan lokal budaya penulisan. Kamus yang digunakan adalah Baoesastra Djawa Poerwadarminta, 1939, Bausastra Jawa Prawiro
Atmaja, 1990, Kamus Pepak Basa Jawa Sudaryanto, 2001, dan Kamus Jawa Kuna Marsiwarsito, 1981.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
781 Instrumen penelitian menggunakan kartu data. Untuk penelitian lapangan peneliti
merupakan instrument atau dalam hal ini menggnakan human instrument. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, klasifikasi data, display data, penafsiran, dan kategorisasi.
Teknik keabsahan data menggunakan teknik validitas dan teknik reliabilitas. Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas semantik. Validitas semantik adalah memaknai data sesuai
konteksnya. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan dan pembacaan berulang-ulang terhadap manuskrip-manuskrip Jawa sebagai sumber penelitian.
Selain itu, digunakan sumber pustaka yang relevan. Pada penelitian lapangan dilakukan wawancara mendalam, studi lapangan, dan rekonstruksi. Untuk itu dilakukan triangulasi
sumber agar mendapatkan data yang akurat dalam pengambilan data di lapangan.
HASIL PEMBAHASAN
Berdasarkan inventarisasi penelitian yang telah dilakukan pada inventarisasi manuskrip semula terdapat 9 manuskrip yang berisi busana tradisional dalam manuskrip-manuskrip
Jawa yang tersimpan di Yogyakarta .
Setelah diteliti lebih lanjut dari 9 manuskrip terdapat 5 manuskrip yang betul-betul berisi tentang busana tradisional Jawa. Kelima manuskrip
tersebut adalah Kempalan Serat-Serat Pranata Ing Surakarta, Angger-angger Tatakrama, Serat Tatakrama Kedhaton
, Platenalbum Yogyakarta, No. 26-29: Kleding er Staatsie Jilid I, Platenalbum Yogyakarta, No. 26-29: Kleding en Staatsie Jilid II, Tatacara Penganggen Abdii
Dalem Karaton , dan Bab Dodotan. Pada dekripsi manuskrip tampak bahwa manuskrip-
manuskrip merupakan manuskrip yang sengaja ditulis untuk tujuan pembelajaran busana. Oleh karena itu, keadaan manuskrip cukup terawat. Berdasarkan jati diri penulis dalam
manuskrip, tampak bahwa karya-karya tersebut dari zaman Mataram Islam. Hal itu tampak dari munculnya penulis Ranggawarsita, PB IV dan PB V, Ki Hadjar Panitra, R.T Puradipura.
Apabila dilihat dari masa pemerintahan PB IV tahun 1788-1820, masa pemerintahan PB V tahun 1820 sampai 1823. Sementara Ranggawarsita lahir 1820-1873. Sementara R.T.
Purbadipura merupakan Abdidalem Bupai Anom Gedhong Tengen di Surakarta. Oleh karena itu, dimungkinkan manuskrip-manuskrip tersebut berasal dari abad XVIII-XIX.
Dari hasil transliterasi tampak bahwa manuskrip-manuskrip menggunakan bahasa Jawa Baru seperti yang ditulis pada manuskrip-manuskrip abad XVIII-XIX. Berdasarkan
pembacaan teks, maka dideskripsikan busana yang paling banyak dibicarakan dalam manuskrip yaitu busana keprajuritan. Busana keprajuritan adalah busana yang dipakai pada
lingkungan keprajuritan untuk acara-acara di keraton. Adapun busana-busana tersebut adalah sebagai berikut:
1. Busana keprajuritan untuk raja yang dipakai pada kirab raja Busana keprajuritan ini merupakan busana keprajuritan yang didipakai oleh raja ketika
upacara kirab atau upacara mengelilingi kerajaan keraton. Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah a sabuk, b kain sapit urang, c celana panji-panji beludru hitan, d kaos
kaki hitam dan sepatu hitam, e keris 2 buah dengan sarung baranggah dan gayaman dengan hiasan intan pada sebagian sarungnya. Cara pemakaian: celana panji-panji beludru hitam
dikenakan. Selanjutnya, dililitkan kain sapit urang, kemudian diberi sabuk. Setelah itu memakai sepatu hitam, kaos kaki hitam, memakai keris 2 buah. Satu keris diselipkan di
bagian pinggang belakang sebelah kanan, yaitu dengan sarung baranggah sedangkan satu
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
782 keris dengan sarung gayaman yang menggunakan hiasan intan dibawa raja. Keris dibawa
dengan tangan kiri. 2. Busana keprajuritan untuk tuan pangeran yang dipakai untuk kirab menjemput jenderal
Busana keprajuritan ini merupakan busana keprajuritan yang dipakai oleh raja ketika upacara kirab untuk menjemput jenderal. Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah
a Iketan batik warna dasar hitam serta putih, b songkok penutup kepala laken kain tenun atau sekelat hitam beludru, c busana berwarna hitam., d Balenggen, dengan sabuk
beludru, e cindhe dan sabuk, f kain sapit urang, g kaos kaki dan sepatu, h keris 2 buah yaitu keris dengan sarung branggah dan gayaman. Keris tersebut menggunakan hiasan intan,
sarungnya dibuat dengan dasar sengkelet serta beludru hitam, diberi tempurung kuning, serta logam, dengan hiasan intan.
3. Busana keprajuritan pesisiran untuk para abdi raja dengan pangkat di atas bupati sampai di bawah bupati anom
Busana keprajuritan pesisiran ini merupakan busana keprajuritan yang digunakan oleh para abdi raja dengan pangkat di atas bupati sampai di bawah bupati anom ketika
upacara kirab raja pada saat mengarak Kanjeng Kyai Tunggul Wulung dan upacara untuk mengantarkan jenazah pada kematian raja. Adapun pemakaian busana tersebut, seperti
pemakaian busana keprajuritan pada saat kirab, hanya pada keprajuritan pesiran menggunakan 2 keris yaitu keris dengan sarung baranggah dan gayaman. Pada jenis keris
sarung gayaman tidak dihiasi intan namun memakai hiasan renda. Cara pemakaian diselipkan lebih ke belakang disebelah kanan dan posisinya agak miring.
4. Busana keprajuritan untuk bupati dan prajurit yang dipakai untuk latihan dan saat berpergian menunggang kuda
Busana keprajuritan ini dipakai oleh pada abdi raja yaitu bupati dan prajurit ketika latihan dan berpergian dengan naik kuda Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah
a kain sapit urang, b udheng-udhengan dengan penutup kepala songkok laken, yaitu kain tenun atau sekelat berwarna hitam dengan diberi pelisir renda, c busana sikepan balenggen
dasar laken hitam, c sabuk, d celana panji-panji dasar laken kain tenun atau sekelat hitam, e kaos kaki dasar hitam, f sepatu dasar hitam, g keris baranggah, dan h pedang selarakan.
Adapun cara pemakaian terlebih dahulu memakai celana panji dasar laken hitam, diberi kain sapit urang. Setelah itu memakai busana sikepan balenggen dasar laken hitam, memakai
sabuk yang dipakai diluar pakaian. Selanjutnya memakai songkok dasar laken, memakai kaos kaki dan sepatu hitam kemudian menunggang kuda dengan memakai pedang. Ketika
naik ke punggung kuda dipegangi oleh bawahannya. Selanjutnya memakai keris baranggah dengan cara pemakaian diselipkan di belakang. Untuk membetulkan posisi keris yang tidak
baik menggunakan pedang.
5. Busana keprajuritan untuk penewu mantri yang dipakai ketika berpergian Busana keprajuritan ini dipakai ketika berpergian dalam menjalankan tugas raja ke
wilayah pesisiran, mengatarkan jenazah para bangsawan, dan mengawal perjalanan raja ke gunung Lawu Dlepih dan pantai selatan. Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah
a kain sapit urang, b celana dasar hitam, atau biru dengan bahan kain yang pantas, c busana beskap hitam, d ikat kepala dengan bentuk kepala mengerucut, e sabuk turun, dan
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
783 f dua buah keris yaitu baranggah dan gayaman. Cara pemakain busana tersebut memakai
celana dasar hitam atau biru dengan bahan kain yang pantas, kemudian dilapisi jarit sapit urang. Selanjutnya, memakai busana beskap hitam, dengan memakai ikat kepala dengan
tutup kepala mengerucut, memakai sabuk yang dipakai diluar pakaian dengan posisi agak turun. Selanjutnya memakai dua jenis keris yaitu keris dengan sarung baranggah dan
gayaman.
6. Busana keprajuritan untuk abdi pangkat lurah prajurit yang dipakai ketika berpergian Busana keprajuritan ini dipakai ketika berpergian menjalankan tugas dan pada saat
menghadap raja. Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah a kampuh, b celana pendek, b kuluk hitam, c busana sikepan laken hitam, d pedang, dan e keris dengan
sarung gayaman. Cara pemakaian busana, yaitu celana pendek dipakai terlebih dahulu setelah itu kampuh dipakai kemudian memakai busana sikepan laken hitam, memakai kuluk
hitam, keris gayaman di belakang sebelah kanan dan membawa pedang.
7. Busana keprajuritan untuk abdi dalem yang berpangkat panajungan yang dipakai ketika berpergian
Busana keprajuritan ini dipakai ketika ketika berpergian menjalankan tugas yang diberikan raja. Adapun perangkat busana yang dikenakan adalah a kampuhan, b celana
pendek, c kuluk kainnya hitam, d busana sikepan lurik, e keris sarung gayaman, dan f tebak atau tombak. Cara pemakaian busana: memakai celana pendek kemudian kampuh
dipakai, kemudian memakai busana sikepan lurik, memakai kuluk hitam, keris gayaman yang diselipkan di belakang sebelah kanan membawa senjata tombak.
8. Busana keprajuritan untuk para bendara pangeran yang dipakai ketika kirab dalem dan menjemput jenderal
Busana keprajuritan ini dipakai ketika kirab dalem dan menjemput jenderal. Adapun perangkat busana a keris 2 buah yaitu baranggah dan gayaman, b anggaran atau bentuk
seperti lidah yang panjang untuk tempat keris yang dibuat dari bahan dasar laken atau beludru hitam yang diberi batokan kuning suwasa, yaitu logam campuran emas dengan
tembaga yang ditaburi dengan batu intan, c dhestar batik dasar hitam dan putih, d songkok laken hitam berbordir, e baju sikepan balenggen, f kamus border, g sabuk cinde dan bara,
h kain sapit urang, dan h kaos kaki dan sepatu. Cara pemakaian busana: memakai baju sikepan belenggen, kamus berbordir. Kamus atau semacam ikat pinggang untuk
mengeratkan lonthong, setelah itu digunakan sabuk cindhe dengan bara. Adapun kain yang dipakai adalah sapit urang, memakai dhesthar batik dasar hitam dan putih, memakai kaos
kaki, sepatu. Selanjutnya keris gayaman diselipkan di sisi bagian kanan agak miring, yang satu dipasang di anggar, menggantung dan miring ke kiri.
9. Busana keprajuritan untuk panji ketika mengantarkan sesaji Perangkat busana tersebut, terdiri dari a kampuhan, b celana pendek, c kuluk kesting
hitam, e pakaian sikepan hitam, f keris gayaman, dan g pedang. Cara pemakaian: Celana pendek dipakai kemudian dipakaikan kampuh dan baju sikepan hitam. Selanjutnya memakai
kuluk kesting hitam, keris diselipkan di belakang bagian kanan serta membawa pedang.
10. Busana keprajuritan yang digunakan untuk upacara gerebeg
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
784 Perangkat busana tersebut, terdiri dari a udheng wulung, b topi merah dengan laken
berenda, c pakaian sikepan sengkelat merah berpelisir renda, d kutang putih, e sabuk cinde, f bara, g celana sengkelat merah panji-panji, h kaos kaki putih, i sepatu hitam, f
keris baranggah dan gayaman, dan g pedang selarakan Cara pemakaian busana setelah memakai kutang putih kemudian memakai sikepan sengkelat merah yang diberi pelisir renda,
lalu diberi sabuk cinde, memakai bara dan celana sengkelat merah panji-panji. Selanjutnya, memakai kaos kaki putih, sepatu hitam, memakai udheng wulung, kemudian memakai keris
baranggah bagi prajurit yang membawa bendera. Bagi pembawa senjata pistol atau tombak, maka keris akan digantungkan di bagian belakang sisi kanan, dimasukkan di dalam anggar
kemudian ujung tombak diberi rangkaian bunga.
Berdasarkan paparan jenis busana keprajuritan di atas tampak adanya perhatian yang sangat tinggi terhadap perbedaan pangkat dan jabatan di dalam struktur pemerintahan dalam
kraton. Sebagai contoh untuk pemakaian busana bagi tuan pangeran, abdi raja dengan pangkat di atas bupati sampai di bawah bupati anom, untuk panewu mantri, untuk lurah
prajurit, panajungan, bendara pangeran, dan panji. Perbedaan pangkat tersebut ditambah dengan ketugasan yang dilakukan menentukan jenis pakaian dan atribut yang digunakan.
Sementara itu, tugas-tugas yang dilakukan oleh para prajurit yang disebutkan dalam manuskrip adalah melaksanakan upacara tradisi kraton, seperti rangkaian upacara tradisi
labuhan, upacara penjemputan tamu, upacara kirab memakamkan jenazah raja, latihan keprajuritan, berpergian menunggang kuda, berpergian dalam rangka melaksanakan tugas
raja ke wilayah pesisiran, mengantarkan jenazah para bangsawan, mengawal perjalanan raja ke gunung Lawu Dlepih dan pantai Selatan, pisowanan, mengantarkan sesaji, dan upacara
grebeg.
Busana keprajuritan yang dikenakan raja pada acara-acara di kraton mempunyai perbedaan yang khas dibanding pakaian keprajuritan untuk abdi dalem. Untuk busana raja
pada sarung keris diberi hiasan intan untuk menambah kegagahan bagi para pangeran pada busana yang dikenakan dilengkapi dengan anggar atau tempat seperti saku yang berbentuk
memanjang dari kain di dalamnya diberi logam diberi hiasan untuk tempat keris, karena keris yang dibawa para pangeran dalam acara kirab menjemput jenderal tersebut berjumlah dua
buah. Busana untuk para pangeran ini terlihat mewah, karena pada anggar diberi hiasan intan.
Berbeda dengan atribut busana yang dikenakan para abdi raja dengan pangkat di atas bupati sampai bawah bupati anom, pada sarung keris yang digunakan tidak memakai hiasan
intan, hanya diberi renda. sementara busana keprajuritan yang dipakai para bendara pangeran untuk kirab menjemput jenderal terlihat cukup mewah dan mempunyai perbedaan
mencolok dibandingkan dengan busana keprajuritan yang lain adalah penggunaan dhestar. Sementara pada busana yang lain menggunakan songkok.
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan, busana keprajuritan yang paling mewah adalah busana keprajuritan untuk pangeran, raja, dan bendara. Pada semua busana
keprajuritan menggunakan celana hitam, baju sikepan, jarit sapit urang, kaos kaki hitam, sepatu hitam, songkok dan dua buah keris yaitu baranggah dan gayaman.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
785
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa busana keprajuritan yang digunakan untuk upacara kerajaan dan menjalankan tugas kerajaan adalah
busana untuk raja, tuan pangeran, para abdi raja dengan pangkat di atas bupati sampai di bawah bupati anom, bupati dan prajurit, penewu mantra, abdi pangkat lurah prajurit, abdi
dalem yang berpangkat panajungan, para bendara pangeran, dan panji. Adapun perangkat busana yang digunakan adalah celana panji, baju sikepan, jarit sapit urang, kampuh, kaos
kaki hitam, sepatu hitam, songkok serta atribut keris, pedang, dan tombak.
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh-Baried, Siti dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta : Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas BPPF Seksi Filologi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
Behrend, T.E. 1990. Katalog Judul Naskah-naskah Nusantara Jilid I dan V Museum Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan.
___________ dan Titik Pudjiastuti. 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A- B
. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ___________. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4, Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor dan Ecole Francoise D’Extreme Orient. Condronegoro, Mari S. 1995. Busana Adat Keraton Yogyakarta. Yogyakarta : Yayasan
Pustaka Nusatama. Florida, Nancy K. 2001. Javanese Literature in Surakarta Manuskripts Volume II Manuscripts
of The Mangkunegaran Palace , New York: Southeast Asia Program Cornell
University. Girardet, Nikolaus. 1983. Descriptive Catalogue of The Javanese Manuscripts and Printed
Books in The Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta . Wiesbaden : Franz Steiner
Verlagh GMBH. Lindsay, Jennifer, RM Soetanto dan Alan Feinstein. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah
Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta . Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Mardiwarsito, L. 1981. Kamus Jawa Kuna. Ende Flores: Nusa Indah. Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa, Batavia: J.B. Wolters Uitgevers.
Maatschappij. .Soedaryanto dan Pranowo. 2001. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Badan pekerja
Konggres Bahasa Jawa.
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
786
KAJIAN ESTETIKA MOTIF BATIK SRI KUNCORO
Riska Kurnia
Universitas Islam Negeri Yogyakarta, email: kurniariska24gmail.com,
Hp. 085725790180
Abstrak
Motif batik Sri Kuncoro merupakan salah satu pengembangan dari motif batik Semen Romo. Motif batik Sri Kuncoro memiliki nilai estetika yang menarik untuk
dikaji. Hal ini menunjukkan dengan adanya motif batik yang memiliki beragam hias yang menyertainya, tetapi dalam perkembangan motif batik Semen Romo ini motif
batik Sri Kuncoro dalam perkembangannya kurang beredar dimasyarakat.
Metode penelitian dengan menggunakan penelitian kualitatif dan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data melalui sumber tertulis, pengamatan, wawancara,
dan pencatatan data. Dianalisis secara tekstual dan kontekstual dengan menggunakan teori budaya oleh Kuncoroningrat dan teori estetika oleh Agus
Sachari.
Hasil analisa pola batik Sri Kuncoro secara tekstual, pola batik Sri Kunc oro dalam perkembangannya menunjukan
kurang beredar hal ini dikarenakan oleh faktor
hasil produksi motif batik, tenaga pembuat batik, pengaruh daerah lain,
kontak pembuat dengan pemesan. Nilai Estetika motif batik Sri Kuncoro memiliki
beragam makna dalam masing – masing motif yang dihasilkan tetapi dirangkai
menjadi sebuah makna yang bernilai bahwa motif batik Sri Kuncoro memiliki makna kontekstual yaitu agar manusia tumbuh tersohor yang memiliki watak
seperti motif yang tertuang pada motif batik tersebut yaitu Motif batik Sri Kuncoro memiliki arti pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat, menjaga ketentraman,
memakmurkan rakyat, memimpin tanpa ada peperangan dengan tidak bertengkar serta memakmurkan rakyat sehingga kepemimpinannya akan tersohor yang
menunjukkan keindahan kepemimpinan yang berkualitas.
Kontribusi penelitian ini memberikan informasi bahwa motif batik Sri Kuncoro merupakan motif batik dari pengembangan motif batik Semen Romo dan motif
batik Sri Kuncoro dapat digunakan oleh masyarakat umum serta memiliki nilai estetika yang menarik. Bagi lembaga, masyarakat dan institut, penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi tambahan dalam mengkaji motif batik sehingga dalam pelestarian dan pengembangannya dapat dilakukan secara lebih luas.
Kata kunci: estetika, motif, batik Sri Kuncoro
PENDAHULUAN
Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Motif batik tradisional merupakan motif batik yang diciptakan secara turun-temurun. Salah satu motif batik tradisional yaitu motif
batik Sri Kuncoro merupakan salah satu motif batik yang berasal dari Yogyakarta. Penggolongan motif ini tergolong motif non geometris yang dalam susunan motifnya terdiri
dari motif tumbuhan, binatang yang melalui stiliran.
Dalam penggolongan motif batik terdiri atas penggolongan motif geometris, non geometris. Motif geometris tersusun secara beraturan, motif non geometris tersusun tidak
“εeneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada εasyarakat dalam εemuliakan εartabat εanusia”
787 beraturan tetapi tersusun secara harmoni. Susunan motif batik Sri Kuncoro merupakan
susunan motif non geometris dari gabungan motif tumbuh-tumbuhan dan binatang yang disusun secara harmonis. Penggolongan motif Sri Kuncoro tergolong motif batik semen atau
terdiri atas tumbuhan berupa motif bunga, daun dan juga binatang. Semen dalam bahasa Jawa diartikan semi, tumbuh atau tunas.
Motif batik Sri Kuncoro merupakan motif batik yang berasal dari lingkungan Kraton Ngayogyakarta Hadinengrat dan karena meluasnya batik dilingkungan masyarakat
Yogyakarta, maka motif batik Sri Kuncoro kurang banyak beredar di lingkungan masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa motif batik Sri Kuncoro kurang beredar
dimasyarakat dan bagaiamana dengan nilai estetis yang terdapat pada motif batik Sri Kuncoro agar dapat bertahan dan tetap eksis di masyarakat setempat yang menunjukkan
bahwa motif batik Sri Kuncoro tergolong motif batik tradisional.
Dari latar belakang tersebut terdapat rumusan masalah diantaranya: 1. Mengapa motif batik Sri Kuncoro kurang beredar di masyarakat ?
2. Bagaimana nilai Estetis yang terdapat pada motif batik Sri Kuncoro ?
METODE
Dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kasus Suwardi Endraswara, 2006. Pada penelitian ini untuk membahas mengenai motif batik Sri Kuncoro
yang kurang beredar di masyarakat. Adapun dalam penelitian ini dengan menggunakan teori pendukung yaitu teori budaya oleh Kuncoroningrat yang menyebutkan aspek budaya terdiri
atas ide, aktifitas, artefak. Landasan teori dengan menggunakan teori estetika dari buku yang berjudul Estetika, Makna, Simbol dan Daya oleh Agus Shacari tahun 2002.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Motif Batik Sri Kuncoro di Lingkungan Masyarakat
Motif batik Sri Kuncoro merupakan motif batik tradisional yang dapat digunakan oleh masyarakat umum. Motif batik Sri Kuncoro kurang beredar dimasyarakat. Terdapat beberapa
faktor mengenai hal tersebut diantaranya:
a. Hasil produksi motif batik