Suhartini modus mode sebesar dan simpangan baku sebesar 19,639.

“Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 200 STUDI LAPANGAN TENTANG SARANA PRASARANA UNTUK PEMBELAJARAN AKTIFITAS PESCEPTUAL MOTOR SISWA TAMAN KANAK-KANAK KELAS B DI KECAMATAN SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

B. Suhartini

FIK - UNY, evibudi80yahoo.co.id, bernadeta_suhartiniuny.ac .id 0811267867 087838608846 Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk melihat kelengkapan sarana prasana yang digunakan untuk proses pembelajaran yang ada di TK B, khususnya sarana prasaranga yang dapat melatih perceptual motor anak-anak TK B. Sarana dan prasarana sangatlah diperlukan dalam kegiatan belajar dan bermain untuk anak TK .Sarana prasarana di TK diharapkan memberi kesempatan untuk melatih semua unsur perkembangan motorik anak, disebabkan sarana prasarana permaianan yang dimiliki hanya bersifat untuk bisa bermaian belum mempunyai tujuan yang spesifik untuk melatih motorik anak. Penelitian ini menggunakan penelitian Kualitatif Deskriptif dengan metode survei dengan teknik tes. Target yag dicapai adalah mendapatkan informasi tentang kelengkapan sarana prasarana yang dimiliki oleh TK di kecamatan Sedayu dan apakah para guru TK mengetahui aktivitas perceptual motor. Populasi penelitian adalah TK se kecamatan Sedayu, teknik sampling secara purposive sampling dan mendapatkan 10 TK di Kecamatan Sedayu. Teknik analisis data menggunakan Miles and Huberman dimana terdapat tiga langkah dalam yaitu menganalisis data, reduksi data, kemudian mendisplay data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian dan analisis ketersediaan sarana prasarana untuk pembelajaran perceptual motor siswa taman kanak-kanak kelas B di Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta 10 TK yang sudah memiliki Luas sesuai standar minimal hanya 6 TK 60 dan 4 TK 40 masih kurang dari standar minimal. Sedangkan TK yang mempunyai sarana prasana untuk pembelajaran perceptual motor 8 TK 80 dan 2 TK 20 masih terbatas. Alat permainan yang umum banyak dimiliki yaitu papan seluncur, jungkat-jungkit, tangga majemuk, mangkok putar, berbagai macam ayunan dan papan titian. Kondisi alat masih bagus tetapi kurang terawat. Maka dapat disimpulkan bahwa dari 10 TK di Kecamatan Sedayu Bantul cukup memenuhi standar ideal sarana lahan dan prasaran pembelajaran perceptual motor . Kata Kunci: Sarana dan Prasarana Pembelajaran Perceptual Motor, Taman Kanak-kanak PENDAHULUAN Pembelajaran TK pada umumnya masih terpaku pada kurikulum. Tema dan indikator kegiatan yang ada pada kurikulum menjadi acuan pokok dalam melaksanakan pembelajaran. Kegiatan yang diberikan oleh guru belum berfariasi dan terpadu. Guru belum memperhatikan tahap kemampuan anak dalam menyusun kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terpaku pada TPPA Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak dalam kegiatan pembelajaran hampir 90 menggunakan LKA Lembar Kerja Anak baik dalam aspek sosial- emosional, nilai moral, kognitif dan bahasa. Anak diminta menyelesaikan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 201 tugas yang tercantum pada LKA, sehingga kurang memberikan stimulasi terhadap aspek kemampuan anak. Pendidikan prasekolah yang perlu diperhatikan dengan harapan dapat menunjang dan membekali pengetahuan dasar untuk anak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar. Anak-anak usia Taman Kanak-kanak merupakan generasi yang perlu dididik dan dibina dengan pendidikan dasar yang tepat, karena pada usia tersebut semua aspek perkembangan anakperceptualmotor sedang dalam tahap perkembangan. Sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 28 ayat 3 merupakan Pendidikan Anak Usia Dini ada jalur pendidikan formal yang bertujuan membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputimoral dan nilai agama, sosial, emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, fisikmotorik dan seni untuk siap memasuki sekolah dasar. Pemerintah dan para orang tua semakin sadar bahwa pendidikan Taman kanak-kanak sangatlah penting untuk mengembangkan segala potensinya. Banyaknya minat orang tua untuk memberikan pendidikan sejak dini, membuat banyak sekali lembaga-lembaga Taman Kanak-kanak bermunculan. Fenomena munculnya Taman Kanak-kanak ini menjadi perhatian pemerintah. Maka perlu diperhatikan juga tentang sarana prasarana yang ada di TK apakah memenuhi standar ideal atau tidak untuk memberi pembelajaran yang sesuai umur anak. Perkembangan perceptual motor pada masa anak TK sangat dominan maka perlu juga sara prasaran yang menunjang perkembangan perceptual motor anak. Secara umum tujuan penelitian ini sebagai studi awal untuk mengetahui apakah sarana dan prasaran yang ada di TK memenuhi standar ideal sesuai dengan aturan yang ada, dan untuk mengetahuai prasarana yang ada dapat untuk pembelajaran perceptual motor anak TK. Sarana Prasarana di Taman Kanak-kanak Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana dalam dan luar ruangan kepada Lembaga-lembaga Taman Kanak- kanak.Pada lembaga Taman Kanak-kanak yangideal seharusnya memenuhi standar sarana prasarana yang sesuai dengan acuan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan1992 sarana prasarana pendidikan mencakup1 bangunan; 2 perabotan;3alatperagaalat pelajaran; dan 4 media pendidikan. Sarana prasarana yang a da pun harus sesuai dengan persyaratan yang standar dari segi ukuran luas tanah dan lokasi. Dalam lokasi pendirianpun harus memperhatikan persyaratan lingkungan diantaranya keamanan, kebersihan, ketenangankenyamanan, penduduk dan transportasi,memiliki ruang kelas dan halaman. Keamanandan kenyamanan tempat perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh dalam proses pembelajarannya. Tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap di taman kanak-anak dapat pembantu proses pendidikan, sehingga anak-anak percepual motor berkembang dan tumbuh dengan baik. Sarana dan Prasarana outdoor pada Taman Kanak-kanakpun sangatlah di perlukan dalam kegiatan belajar dan bermain untuk anak Taman Kanak-kanak. Sarana prasarana ini merupakan tempat yang sangat menarik minat anak-anak untuk mengekplorasi dan mengekspresikan keinginan anak sesuai dengan pesepsi anak. Taman Kanak-kanak yang baik sedapat mungkin dapat menghadirkan suasana lingkungan yang memadai, sarana dan prasarana yang memadai,dimana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang. Tata letak, keamanan dan ukuran lingkungan sarana prasarana “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 202 outdoor juga sangat perlu diperhatikan sehingga anak mendapat ruang gerak yang sesuai dengan kebutuhan perkembangannya dan anak lebih bebas bereksploratif dan dapat memperkaya pengalaman anak. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjawab keadaan sesungguhnya di lapanganmengenai sarana dan Prasarana outdoor di Taman Kanak-kanak. Menurut Permendiknasnomor 58 tahun 2009 tentang standar Pendidikan Anak Usia Dini, sarana dan prasarana adalah perlengkapan untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan. Dalam penyediaan sarana dan prasarana bermain outdoor untuk anak haruslah sesuai standar yang ideal dan sesuai dengan prinsip yang ada. Seperti yang dikemukakan Baskara2011:31 menyebutkan syarat yang seharusnya dipenuhi oleh perancangan taman bermain,untuk mewujudkan taman bermain anak-anakyang sesuai dan ideal maka pengendalian terhadap perancangnya dilandaskan dengan fungsi taman bermain sebagai area pengembangan perceptual motor kreativitas, jiwa sosial indera dan pengembangan diri anak-anak sehingga dapat memperoleh kesenangan untuk itu perancangan tempat bermain. Perceptual Motor Perceptual motor pada dasarnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kognitif dan kemampuan akademik. Menurut Sugiyanto, 2007:85menyatakan bahwa perceptual motorik adalah kemampuan menginterpretasi stimulus yang diterima oleh organ indera. Kemampuan perseptual berguna untuk memahami segala sesuatu yang ada disekitar, sehingga seseorang mampu berbuat atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Misalnya ketika seseorang sedang bermain bola, ia dapat melihat bola dan memahami situasi bola,sehingga ia dapat memainkan bola sesuai dengan situasi. RusliLutan2001: 78menyatakan bahwa kualitas bergantung pada perceptual motorik. Berkaitan dengan hal tersebut,dalam pemberian atau contoh pelaksanaan tugas gerak, kemampuan anak untuk melakukan tugas yang dimaksud, bergantung pada kemampuannya memperoleh informasi danmenafsirkan makna informasi tersebut. Kemampuan menangkap informasi serta menafsirkan dengan cermat,maka pelaksanaan gerak yang serasi akan lebih bagus daripada kemampuan perseptual motorik yang kurang cermat. Perseptua lmotorik adalah sebuah proses pengorganisasian, penataan informasi yang diperoleh dan kemudian disimpan,untuk kemudian menghasilkan reaksi berupa polagerak. Lebih lanjutdapat dikatakan bahwa perseptual motorik merupakan sebuah proses perolehan dan peningkatan keterampilan dan kemampuan untuk berfungsi. Proses terjadinya perseptual motorik melewatibeberapa tahapan,yang meliputi: masuknya rangsang melalui saraf sensoris, perpaduan rangsang, penafsiran gerak,pengaktifan gerak,dan umpan balik. Proses terjadinya perseptual motorik dapat digambarkan dalam bagan berikut ini: “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 203 Gambar1. Proses Terjadinya Perseptual Motorik. Gambar diatas merupakan proses terjadinya perceptual motorik, dari gambar di atas dapat dijelaskan mengenai proses terjadinya perseptual motorik,sebagai berikut: 1 Masukan rangsang melalui saraf sensoris: aneka rangsangan yang telah ditangkap melalui saraf sensoris,seperti:penglihatan,pendengaran, perabaan, dan kinestetis. Rangsang yang telah diterima itu kemudian diteruskan kedalam otak dalam bentuk pola energy saraf. 2 Perpaduan rangsang: rangsang yang telah diperoleh kemudian dipadukan atau disimpan bersama-sama dengan rangsang yang pernah diperoleh dan disimpan dalam memori. 3 Penafsiran gerak: berdasarkan pemahaman rangsang yang telah diterima, maka akan diputuskan pola gerak. Respon ini merupakan jawaban terhadap kombinasi antara rangsang yang diterima dan informasi yang tersimpan dalam memori. 4 Pengaktifan gerak: pada tahap ini merupakan terjadinya gerak yang sesungguhnya dilaksanakan.Gerak ini dapat diamati. 5 Umpanbalik: pada tahap ini merupakan evaluasi gerak yang dilaksanakan melalui berbagai alat indra,yang selanjutnya informasi umpan balik itu, diteruskan kebeberapa sumber masukan informasi,seperti:dari pengamatan atau perasaan. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan gerak sesuai dengan koreksi yang diperoleh. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 204 Unsur-unsur perceptual motorik terdiri dari atas berbagai unsur,diantaranya: kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran arah dan kesadaran tempo,Rusli Lutan: 2001: 8. Berikut iniadalah penjelasan dari berbagai unsure perseptual motorik: 1. Kesadaran tubuh. Kesadaran tubuh merupakan kesanggupan untuk mengenali bagian-bagian tubuh dan manfaatnya bagi gerak. Kesadaran tubuh memiliki tiga kesadaran yang terkait dengan aspek pengetahuan tubuh, pengetahuan tentang apa yang dapat dilakukan bagian tubuh, dan pengetahuan tentang bagaimana bagian itu berfungsi. Contoh gerakan: Menyentuh anggota bagian tubuh satu persatu yang telah disebutkan oleh guru,serta menyebutkan fungsi anggota tubuh tersebut. Menyentuh anggota tubuh bagian kiri dengan menggunakan tangan kanan, yang telah disebutkan oleh guru, serta menyebutkan fungsi anggota tubuh tersebut. 2. Kesadaran ruang. Kesadaran ruang merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri pada posisi diantara orang lain dan objek lain dalam suatu ruang atau tempat,juga merupakan kemampuan untuk mengetahui seberapa luas ruang atau tempat yang digunakan tubuh pada saat bergerak. Contoh gerakan: Berjalan didalam lingkaran dengan teman-teman, jangan sampai bertabrakan. Berlari zig-zag melewati beberapa panjang. Menaiki tangga. 3. Kesadaran arah. Kesadaran arah merupakan pemahaman tubuh yang berkenaan dengan tempat dan arah, terdiri dari dua komponen pemahaman yaitu: 1 pemahaman internal untuk dapat menggerakkan tubuh ke samping kanan dan samping kiri laterality, dan 2 proyeksi eksternal dari laterality, komponen ini merupakan pamahaman yang memberikan dimensi ruang. Anak yang mempunyai kemampuan ini, mampu melaksanakan konsep gerak kanan- kiri, atas-bawah, depan-belakang, dan berbagai kombinasi gerak lainnya. Contoh gerakan: Bergeser ke kanan atau ke kiri, sesuai dengan perintah guru. Melangkah kedepan beberapa langkah, sesuai dengan perintah guru. Melangkah kebelakang beberapa langkah, sesuai dengan perintah guru. 4. Kesadaran tempo. Kesadaran tempo memungkinkan koordinasi gerakan atara mata dan anggota tubuh menjadi efisien. Istilah koordinasi mata dan tangan atau mata dan kaki merupakan ungkapan dari kesadaran tempo. Pengembangan kesadaran tempo berkenaan dengan proses belajar untuk menyelaraskan gerak dalam sebuah tata urut yang tepat. Lari berirama, menari, atau melakukan gerakan lainnya yang berirama sangat dibutuhkan untuk mengembangkan kesadaran tempo. Contoh gerakan: Mengayunkan kedua lengan kedepan dan kebelakang, dengan diiringi hitungan atau irama musik. Mengayunkan kaki kedepan dan kebelakang secara bergantian, dengan diiringi hitungan atau irama musik. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 205 Motorik Anak TK Masa 5 tahun pertama pertumbuhan dan perkembangan anak sering disebut sebagai masa keemasan karena pada masa itu keadaan fisik maupun segala kemampuan anak sedang berkembang cepat.Salah satu kemampuan pada anak TK yang berkembang dengan pesat adalah kemampuan fisik atau motoriknya. Proses tumbuh kembang kemampuan motorik anak berhubungan dengan proses tumbuh kembang kemampuan gerak anak. Perkembangan kemampuan motorik anak akan dapat terlihat secara jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat mereka lakukan. Motorik adalah semua gerakan yang mungkin dapat dilakukan oleh seluruh tubuh, sedangkan perkembangan motorik dapat disebut sebagai perkembangan dari unsure kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.Motorik halus adalah gerakan yang dilakukan oleh bagian – bagian tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian kecil otot tubuh.Gerakan ini tidak memerlukan tenaga, tapi perlu adanya koordinasi antara mata dan tangan.Gerak motorik halus merupakan hasil latihan dan belajar dengan memperhatikan kematangan gungsi organ motoriknya. Perkembangan motorik ini erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak.Keterampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot.Oleh sebab itu, setiap gerakan yang dilakukan anak sesederhana apapun, sebenarnya merupakan hasil pola interaksi yang kompleksi berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol otak. Aktivitas anak terjadi dibawah control otak. Secara simultan dan berkesinambungan, otak terus mengolah informasi yang ia terima. Bersamaan dengan itu, otak bersama jaringan syaraf yang membenntuk system syaraf pusat yang mencakup lima pusat control, akan mendiktekan setiap gerak anak. Dalam kaitannya dengan perkembangsn motorik anak, perkembangan motorik berhubungan dengan perkembangan kemampuan gerak anak.Gerak merupakan unsure utama dalam perkembangan motorik anak.Sedari kecil anak harus diberikan berbagai kegiatan fisik yang bervariasi yang memungkinkan mereka untuk bergerak, juka seorang anak berhasil melakukan suatu aktivitas fisik atau gerakan maka selanjutnya ia mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut kembali. Namun, sedari kecil seorang anak perlu dibiarkan menemukan sendiri kegiatan aktivitas fisik yang sesuai dan cocok dengan kemampuannya Seorang anak yang mempunyai kemampuan motorik yang baik akan mempunyai rasa percaya diri yang besar. Lingkungan teman-temannya pun akan akan menerima anak yang memiliki kemampuan motorik atau gerak lebih baik, sedangkan anak yang memiliki kemampuan gerak tertentu akan kurang diterima teman-temannya. Penerimaan teman- teman dan lingkungan nya akan menyebabkan anak mempunyai rasa percaya diri yang baik. Peran Kemampuan Motorik untuk Kognitif Anak, bermain akan meningkatkan aktifitas fisik anak. Maxim 1993 menyatakan bahwa aktifitas fisik akan meningkatkan pula rasa keingintahuan anak dan membuat anak-anak akan memperhatikan benda-benda, menangkapnya, mencobanya, melemparkannya atau menjatuhkannya, mengambil, mengocok-ngocok, dan meletakkan kembali benda-benda kedalam tempatnya. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 206 Adanya kemampuanketerampilan motorik anak juga akan menymbuhkan kreativitas dan imajinasi anak yang merupakan bagian dari perkembangan mental anak. Dengan demikian, sering pula para ahli menekankan bahwa kegiatan fisik dan juga keterampilan fisik anak akan dapat meningkatkan kemampuan intelektual anak. Belahan otak kiri akan mengatur cara berpikikr logis dan rasional, menganalisis, bicara serta berorientasi pada waktu dan hal-hal terperinci, sedangkan belahan otak kanan berperan mengatur hal-hal yang intuitif, bermusik, menari, dan kreativitas. Kemampuan motorik kasar dan halus anak taman kanak-kanak, pengembangan motorik adalah proses seorang anak belajar untuk tampil menggerakkan anggota tubuh. Seefel dalam Moelichatoen, 1999, menggolongkan tiga keterampilan motorik anak, yaitu: 1. Keterampilan lokomotorik : berjalan, berlari, meloncat, meluncur, 2. Keterampilan nonlokomotorik menggerakkan bagian tubuh dengan anak diam di tempat: menggangkat, mendorong, melengket, berayun, menarik; 3. Keterampilan memproyeksi dan menerimamenagkap benda: menangkap, melempar. Dalam mengembangkan kemampuan motoriknya, anak juga mengembangkan kemampuan mengamati, mengingat hasil pengamatannya dan pengalamannya. Anak juga harus memiliki keterampilan dasar terlebih dahulu sebelum ia mampu memadukannya dengan kegiatan motorik yang lebih kompleks. Secara umum ada dua macam gerakan motorik, yaitu gerakan motorik kasar dan gerakan motorik halus yang akan diuraikan berikut ini. Gerakan motorik kasar anak usia TK, perkembangan motorik anak terbagi menjadi dua bagian, yaitu gerakan motorik kasar dan motorik kasar dan gerakan motorik halus. Gerakan motorik kasar terbentuk saat anak mulai memiliki koordinasi sebagain besar bagian tubuh anak.Oleh karena itu, biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar.Pengembangan gerakan motorik kasar juga memerlukan koordinasi kelompok otot-otot anak yang tertentu yang dapat membuat mereka dapat meloncat, memanjat, berlari, menaiki sepeda roda tiga, serta berdiri dengan satu kaki. Untuk merangsang motorik kasar menurut anak menurut Hadis 2003 dapat dilakukan dengan melatih anak untuk meloncat, memanjat, memeras, bersiul, membuat ekspresi muka senang, sedih, gembira, berlari, berjinjit, berdiri di atas satu kaki, berjalan di titian, dan sebaginya. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot tangan, kaki, dan seluruh tubuh anak.Gerakan ini mengandalkan kematangan dalam koordinasi.Untuk melatih motorik kasar anak dapat dilakukan, misalnya dengan melatih anak berdiri di atas satu kaki.Dalam perkembangannya, motorik kasar berkembang lebih dahulu daripada motorik halus. Hal ini dapat terlihat saat anak sudah dapat menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan sebelum ia dapat mengontrol tangan dan jari- jarinya untuk menggunting dan meronce. Tahap –tahap Perkembangan Motorik Anak Usia Dini 1. Tahap Kognitif Pada tahap kognitif, anak berusaha memahami keterampilan motorik serta apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan satu gerakan tertentu. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 207 2. Tahap Asosiatif Pada tahap asosiatif, anak banyak belajar dengan caara coba – coba kemudian meralat olahan pada penampilan atau gerakan akan dikoreksi agar tidak melakukan kesalahan kembali dimasa mendatang 3. Tahap autonomous Pada tahap ini, gerakan yang ditampilkan anak merupakan respon yang lebih efisien dengan sedikit kesalahan .anak sudah menampilkan gerakan secara otomatis. Pentingnya meningkatkan Perkembangan Motorik Anak TK, pertumbuhan fisik anak diharapkan dapat terjadi secara optimal karena secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku sehari – hari. Secara langsung, pertumbuhan fisik anak akan menentukan keterampilan dalam bergerak. Secara tidak langsung pertumbuhan dan perkembangan kemampuan fisik motorik akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan orang lain. Prinsip perkembangan motorik Anak TK. Ada 5 prinsip utama perkembangan motorik menurut Malina dan Bouchard 1991 a. Kematangan Kemampuan anak melakukan gerakan motorik sangat ditentukan oleh kematangan syaraf yang mengatur gerak tersebut. b. Urutan Urutan pertama disebut perbedaan yang mencakup perkembangan secara perlahan dari gerakan motorik kasar yang belum terarah kegerakan yang lebih terarah sesuai dengan fungsi gerakan motoric. Urutan kedua adalah keterpaduan yaitu kemampuan dalam menggabungkan motorik yang saling berlawanan dalam koordinasi gerak yang baik c. Motivasi Kematangan motorik memotivasi anak untuk melakukan aktivitas motorik dalam lingkup yang luas.Motivasi yang datang dari dalam diri anak perlu didukung dengan motivasi yang datang dari luar. d. Pengalaman Latihan dan pendidikan gerak pada anak usia dini lebih ditunjukkan bagi pengayaan gerak, pemberian pengalaman yang membangkitkan rasa senang dalam suasana riang gembira anak. e. Praktik Beberapa kebutuhan anak usia dini yang nerkaitan dengan pengembangan motoriknya perlu dipraktikkan anak dengan bimbingan guru. Gerakan motorik halus anak usia, gerakan motorik halus apabila gerakan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 208 dandilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Gerakan motorik halus yang terlihat saat usia TK, antara lain adalah anak mulai dapat menyikat gigi, menyisir, membuka dan menutup retsluiting, memakai sepatu sendiri, mengancing pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Dalam melakukan gerakan motorik halus anak juga memerlukan dukungan fisik lain serta kematangan mental, misalnya keterampilan membuat gambar. Gerakan motorik halus anak sudah mulai berkembang pesat di usia kira- kira 3 tahun. Namun, saat anak berusia 4 tahun, ia sudah dapat memegang pensil warna atau crayon untuk menggambar. Perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada perkembangan motorik anak TK. Anak perempuan lebih sering melatih keterampilan yang membutuhkan keseimbangan tubuh, seperti permainan melompat tali skipping, atau melompat-lompat dengan bola besar hoping.Sedangkan anak laki-laki lebih senang melatih keterampilan melempar, menagkap dan menendang bola atau berprilaku yang mementingkan kecepatan dan kekuatan.Ada beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan gerakan motorik anak, misalnya aktivitas berjalan di atas papan, olahraga melompat tali, renang, sepak bola, bulu tangkis, senam, bersepeda, menari, atau bermain drama. Berikut adalah table daftar perkembangan motorik anak usia TK, yaitu pada usia 3-4 tahun dan 5-6 tahun. METODE Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif persentase, menggunakan metode survey dengan teknik angket. Populasi yang digunakan adalah seluruh TK B di Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta yang berjumlah 74 TK. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan mendapatkan 10 TK B di Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian. Teknik analisis data menggunakan Miles and Huberman dimana terdapat tiga langkah dalam menganalisis data, yaitu reduksi data, kemudian mendisplay data, dan penarikan kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan dari penelitian yang telahdilakukan, peneliti melakukan pembahasan dengan cara mendeskripsikan data selama penelitian berlangsung dengan melihat hasil angket, penelitian ini dilakukan pada bulan februari minggu pertama hingga maret minggu pertama di 10 kecamatan Sedayu, Bantul. Ketersediaan sarana Tabel 1. Data Hasil Penelitian Luas Lahan di TK se-Kecamatan Sedayu No Nama TK Luas Keterangan 1. TK PKK Tunas Harapan 300 m2 Tidak memenuhi 2. TK ABA Pulokadang 300m2 Memenuhi 3. TK Negeri Pembina Bantul 300m2 Memenuhi 4. TK Masyitoh Budi Lestari 300m2 Tidak memenuhi 5 TK Nurul Huda 300m2 Memenuhi “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 209 No Nama TK Luas Keterangan 6. TK PKK 04 Srontakan 300m2 Memenuhi 7. TK Aisyiah Kemusuk 300m2 Memenuhi 8. TK PKK Panggang 300m2 Memenuhi 9. TK PKK Mawar Putih 300m2 Tidak memenhi 10 TK PKK Samben 300m2 Tidak memenudi Sumber: Angket tanggal 04 April-27 Mei 2015 Tabel 2. Ketersediaan Luas Lahan di TK se-Kecamatan Sedayu No. Sarana Prasana F 1. Standar 300m2 6 60 2 Tidak standar 300m2 4 40 Jumlah 10 100 Berdasarkan penyajian data tentang luas lahan tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar TK se-Kecamatan Sedayu memiliki luas lai jumlah 10 TK ada 6 TK atau 60 yang mempunyai luas lahan 300m2 atau lebih. Ada 4 Tk atau 40 yang tidak memenuhi standar ideal, akan tetapi secara detail luas lahan yang 4 TK atau 40 peneliti tidak mengambil data luas yang sebenarnya. Ketersediaan Sarana prasarana pembelajaran Perceptual Motor Tabel 3. Data hasil penelitian Sarana prasarana untuk pemebelajaran Perceptual Motor di TK se-Kecamatan Srdayu No Nama TK Ketersediaan Keterangan 1. TK PKK Tunas Harapan Tidak ada Tidak memenuhi 2. TK ABA Pulokadang Ada Memenuhi 3. TK Negeri Pembina Bantul Ada Memenuhi 4. TK Masyitoh Budi Lestari Ada Memenuhi 5 TK Nurul Huda Ada Memenuhi 6. TK PKK 04 Srontakan Ada Memenuhi 7. TK Aisyiah Kemusuk Ada Memenuhi 8. TK PKK Panggang Ada Memenuhi 9. TK PKK Mawar Putih Tidak ada Tidak memenhi 10 TK PKK Samben Ada Memenudi Sumber: Angket tanggal 04 April-27 Mei 2015 Tabel 4. Ketersediaan prasarana pembelajaran Perceptual Motor di TK se-Kecamatan Sedayu No. Sarana Prasana F 1. Tersedia 8 80 2 Tersedia tetapi tidak memadai 2 20 Jumlah 10 100 Berdasar data dalam tabel 5, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar TK se- Kecamatan Sedayu memiliki prasaran pembelajaran untuk melatih perceptual motor, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel diatas yaitu TK yang memiliki prasarana pembelajaran perceptual motor ada 8 atau 80 dari 10 TK yang diteliti, ini dapat dikatakan cukup tersedia dan memenuhi standar ideal. Sedangkan hanya ada 2 TK atau 20 se-Kecamatan Sedayu “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 210 yang tidak memadai, sebenarnya 2 TK tersebut memiliki prasarana tersebut takan tetapi banyak yang rusak dan tidak terawat sehingga tidak bisa digunakan secara maksimal. Ketersediaan Tempat bermain out door Tabel 5. Data hasil penelitian tempat bermain out door di TK se-Kecamatan Sedayu No Nama TK Ketersediaan Keterangan 1. TK PKK Tunas Harapan Tidak ada Tidak standar 2. TK ABA Pulokadang Ada Memenuhi 3. TK Negeri Pembina Bantul Ada Memenuhi 4. TK Masyitoh Budi Lestari Tidak ada Tidak standar 5 TK Nurul Huda Tidak Ada Tidak standar 6. TK PKK 04 Srontakan Ada Memenuhi standar 7. TK Aisyiah Kemusuk Ada Memenuhi standar 8. TK PKK Panggang Ada Tidak standar 9. TK PKK Mawar Putih Tidak ada Tidak standar 10 TK PKK Samben Ada Tidak standar Sumber: Angket tanggal 04 April-27 Mei 2015 Tabel 6. Ketersediaan tempat bermain out door di TK se-Kecamatan Sedayu No. Sarana Prasana F 1. Standar 6 60 2 Tidak standar 4 40 Jumlah 10 100 Ketersediaan tempat bermain out door untuk anak usia TK seharusnya memenuhi standar dengan luas minimal 150 m2. Hasil penelitia yang dilakukan di Kecamatan Sedayu berdasar dari hasil data hanya ada 6 TK atau 60, sedangkan yang hanya punya tempat bermain di out door ada 4TK atau 40. Dengan mengacu pada tahapan perkembangan anak yang seusia TK maka hal tersebut dapat disimpulkan masih belum mencukupi, walaupun ada 60 yang memenuhi standar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis menggunakan diskriptif persentase penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasaran untuk pembelajaran aktivitas perceptual motor cukup, walaupun masih jauh dari standar ideal. Perlu ada penelitian dengan cakupan yang luas dan perlu ada perhatian khusus sarana prasarana di TK untuk memaksimalkan perkembangan perceptual motor anak usia dini terlebih untuk anak usia TK kelas B. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 211 DAFTAR PUSTAKA Anggani Sudono. 1995. Alat Permainan dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ardilla, A. Roselli. M 2002 Acalculia and Discalculia.Neuropsycholoogi review vol. 12 no.4 Arnaldi, Melani. 2011. Cognitive process to parameter assessment learning disability of children. Procedia Social and Behavioral Science. 29, 170-178. Baddeley,A.2000.The Episodic buffer: a new component of working memory. Barkley, R. A. 2001. Perceptual Motor: an Evoluntary neuropsychological prespective. Neuropsychology Review. Vol 11 1: 1-30 Cucu Eliyawati. 2005. Pemilihan dan Pengembangan Sumber Belajar untuk Anak Usia Dini . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Carter, Rita 2009 Human Brain . Dorling Kindersley limited, China Dehaene. S.2011 The Number sense.Oxford University press Douglas, V.I. 2005. Cognitive deficit in children with attention deficit hyperactivity disorder: a long term follow-up.Canadian PsychologyPsychologie cannadienne. 46:1, 23-31 Griffin S 2004. Building Number sense with number world: a Mathematics progam for young children. Early childhood research Quarterly 19 173-180 Joorman.J Golib.I.H 2010. Emotion regulation in Depression:Relation to cognitive inhibition.Cognition and Emotion 281-298 Lorch, E.P., M.B. Diener, R.P. Sanchez, R.Milich, R. Welsh, P. van den Broek. 1999. The effects of story structure on recall of stories in children with attention deficit hyperactivity disorder. Journal of Educational Psychology,912,273 - 283 Price G.R, Mazzoco M.M, Ansar D. 2013 Why Mental Arithmatic counts: Brain Activation during single digit Arithmatic Predicts High School Math Scores . DOI:10.1523JNEUROSCI.2936-12.2013 Ramachandran, VS. Hubbard, EM,2003 The phenomenology of synaesthesia, journal of consciousness studies, 10, No.8,.pp 49-57 Trends in cognitive science vol.4,No.11, November 2000. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 212 KOREKSI PEMBELAJARAN BERBASIS SISWA STUDENT CENTERED LEARNING DALAM PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR Slameto PGSD FKIP UKSW Salatiga, slametostaff.uksw.edu, 081325107010 Abstrak Latar belakang penelitian ini berangkat dari penelitian Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark 2006 yang menemukan kegagalan pedekatan student centered dalam pembelajaran; Setelah setengah abad melakukan advokasi, menemukan banyak kelemahan sehingga student centered tidak efektif; bahkan negatif. Seiring gencarnya semangat pemerintah menerapkan pembelajaran saintifik berbasis student centered, penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian sebelumnya. Selama ini rendahnya hasil belajar matemat ika dikarenakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional. Untuk itu dilakukan penelitian tindakan untuk mengatasi masalah dengan menerapkan metode kooperatif tipe Make A Match yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan langkah: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang dilaksanakan dengan dua siklus. Pada setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan yang dilakukan pada siswa kelas V SD yang berjumlah 18 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan koreksi penelitian Paul A. Kirschner, John Sw eller, Richard E. Clark 2006 yang mendapatkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make A Match sebagai salah satu bentuk student centered dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa sebesar 22,22 dalam pembelajaran remedial sekaligus pengayaan. Kata kunci: metode kooperatif tipe make a match, hasil belajar. PENDAHULUAN Setelah setengah abad melakukan advokasi terkait dengan pembelajaran menggunakan panduan minimal yang didasari aliran kunstruktif yang student centered, tampak bahwa banyak kelemahan sehingga tidak efektif; Tidak ada penelitian yang mendukung efektifitas teknik ini. Sejauh ini tidak ada bukti dari studi yang terkendali, bahwa bimbingan pembelajaran yang minimal student centered, berbasis konstruktivistik bagi siswa pendidikan dasar atau menengah yang berhasil. Bahkan untuk siswa dengan pengetahuan awal yang cukup sekalipun, tenyata sama-sama efektif dalam pembelajaran yang menerapkan bimbingan minimal student centered maupun yang dilaksanakan dengan bimbingan guru lebih banyak teacher centered. Khusus pembelajaran student centered, biasanya kurang efektif; bahkan ada juga bukti hasil yang negatif ketika siswa memperoleh pahaman yang salah, atau tidak lengkap atau tidak teratur pengetahuannya itu Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006. Banyak siswa yang belum bisa mencapai KKM Kriteria Ketuntasan Minimal untuk berbagai mata pelajaran, terutama untuk pelajaran matematika. Fitriyah dan Abu Bakar 2008μ 1, mengungkapkan “Matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi siswa “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 213 baik secara ilmu maupun secara formal. Secara ilmu kehidupan siswa sehari-hari tidak terlepas dari penggunaan matematika, seperti dalam menghitung jumlah buku yang dimiliki. Secara formal matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai oleh semua siswa mulai dari jenjang Taman Kanak- Kanak hingga Perguruan Tinggi”. Tetapi matematika merupakan momok bagi siswa. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan negatif terhadap matematika dan anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Ini membuat siswa tidak menyukai bahkan malas untuk belajar matematika. Berdasarkan observasi sementara di kelas V SD Kanisius Salatiga, pembelajaran yang dilakukan terkesan kurang efektif. Penyebabnya adalah: seharusnya belajar matematika menggunakan cara yang kreatif dan menyenangkan mengingat anak-anak usia SD mempunyai kebutuhan untuk belajar dan bermain yang dapat membawa kegembiraan, namun, sarana yang menarik untuk belajar masih kurang, guru juga jarang menggunakan alat peraga benda nyata dalam pembelajaran, dan guru masih menggunakan model k onvensional dalam mengajar bandingkan dengan Fitriyah dan Abu Bakar, 2008:2-3. Matematika adalah ilmu deduktif, asiomatik, formal, hierarkis, dan abstrak Karso, 2007: 14. Anak usia SD sedang berada pada tahap berpikir operasional konkrit membutuhkan hal yang konkrit sebagai media belajar. Kondisi ini menuntut guru untuk mempunyai kemampuan khusus untuk menjembatani antara dunia anak yang belum berpikir secara deduktif agar dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Hal ini membuat siswa kurang tertarik dengan pelajaran matematika yang pada akhirnya nilai pelajaran matematika siswa kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga rendah atau berada di bawah KKM. Solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut?, guru harus mampu menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Salah satunya dengan menggunakan model PAIKEM yang bisa meningkatkan semangat siswa untuk belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar Sugiyanto, 2009:1-2. Disini penulis menerapkan metode kooperatif tipe make a match dimana metode ini diharapkan dapat membuat anak terangsang untuk senang belajar. Dalam metode kooperatif tipe make a match ini siswa dibagi ke dalam dua kelompok, kelompok pertama memegang kartu soal dan kelompok dua memegang kartu jawaban. Siswa akan melakukan interaksi untuk mencocokkan kartu soal dan jawaban dengan benar. Make a match mempunyai karakteristik yang dapat membangkitkan kerjasama dan keingintahuan di antara siswa. Siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya sehingga dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar Sugiyanto, 2010: 37-44. Hal ini sesuai dengan tuntutan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, yang menyebutkan siswa SD harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Untuk itu guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang aktif kreatif efektif dan menyenangkan serta mampu memanfaatkan media pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa Fitriyah dan Abu Bakar, 2008: 1. Make a match merupakan bagian dari metode kooperatif yang menekankan usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan dan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 214 menimbulkan interaksi yang positif antar setiap anggota. Metode ini dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa, untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial Sugiyanto, 2010: 37-44. Dengan penerapan metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat dalam belajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa; hal ini terjadi karena make a match merupakan metode yang mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang menarik. Langkah-langkah pembelajaran make a match menurut standar proses yang dikembangkan dari Miftahul Huda 2013: 251 yaitu: Tahap Awal 1. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review. 2. Guru menyiapkan kertas karton yang berbeda warna untuk membuat kartu soal dan jawaban. 3. Kartu soal dan jawaban dipotong berbentuk segi empat. 4. Guru menuliskan pertanyaan pada kartu soal dan jawaban pada kartu jawaban. 5. Kartu soal dan kartu jawaban dibuat dalam jumlah yang sama agar dapat dipasangkan. Tahap Inti 1. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan kelompok lainnya mendapatkan kartu jawaban. 2. Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. 3. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya. 4. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokkan kartunya, kemudian saling duduk berdekatan. 5. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban, berkumpul dalam kelompok sendiri. 6. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu-kartu tersebut. 7. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, dan ditanggapi oleh siswa lain. 8. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. Tahap Akhir 1. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan materi pembelajaran. 2. Siswa yang kurang memahami materi pembelajaran diberi kesempatan untuk bertanya. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menunjuk pada pemikiran Gagne dalam Agus Suprijono, 2009: 5. Hasil belajar adalah sikap atau tingkah laku yang merupakan perubahan yang relatif “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 215 bersifat tetap sebagai akibat dari proses belajar. Salah satu hasil belajar adalah ranah kognitif, dimana disini adalah hasil belajar siswa. Siswa yang telah belajar akan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajarnya. Hasil belajar tersebut menunjukkan perubahan yang positif yaitu menuju ke arah yang lebih baik yang bisa meningkatkan prestasi belajar dari siswa. Sekalipun memiliki beberapa keterbatasan, hasil penelitian Endah Setyowati 2015 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siswa setelah mengikuti pembelajaran make a match. Penerapan pembelajaran make a match mampu mengantarkan peserta didik semakin baik hasil belajarnya karena mudah, tidak menyulitkan dan menyenangkan dalam permainan dan tidak membosankan peserta didik, sehingga mereka dapat merespon materi pembelajaran dengan baik dan akhirnya dapat memenuhi tujuan pembelajaran. METODE Penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian Annisa 2015. Penelitian Tania dilakukan di kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 20132014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 18 siswa, yang terdiri dari 7 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki. Guru kolaborator dalam penelitian ini adalah guru kelas V yang sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah. Pengumpulan data Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan, yaitu 1 perencanaan, 2 pelaksanaan dan observasi, 3 refleksi. Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan, pada pertemuan ke-3 dilakukan evaluasi dan refleksi. Instrumen pengumpulan data untuk variabel tindakan adalah lembar observasi. Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur aktivitas guru dalam menerapkan metode kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran dan respon siswa dalam menerima pembelajaran. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah tes yang terdiri dari lembar soal, kunci jawaban, pedoman penilaian dan rubrik penilaian. Untuk mengetahui validitas, instrumen terlebih dahulu diuji cobakan di kelas uji coba yaitu kelas VI SD Kanisius Cungkup Salatiga. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu soal yang digunakan dilakukan uji validitas dengan batasan minimal diperoleh skor korelasi Cronbach’s Alpha 0,20; signifikansi koefisien reliabilitasnya minimal 0,70. Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila 80 atau lebih metode kooperatif tipe make a match telah diterapkan pada kegiatan pembelajaran 80 atau lebih siswa berhasil dengan KKM pada setiap siklus 70. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tania adalah PTK 2 siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama membahas materi penjumlahan pecahan. Pertemuan kedua membahas materi pengurangan pecahan. Pertemuan ketiga dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan dilakukan pembelajaran make a match. Siswa dibagi menjadi dua kelompok kelompok soal dan kelompok jawaban. Siswa mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu. Guru mengulang pembelajaran make a match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat kartu “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 216 yang berbeda. Setelah babak ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan memberikan penguatan kepada siswa. Kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi. Siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama membahas materi perkalian pecahan. Pertemuan kedua membahas materi pembagian pecahan. Pertemuan ketiga dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan dilakukan pembelajaran make a match. Siswa dibagi menjadi dua kelompok kelompok soal dan kelompok jawaban. Siswa mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu. Guru mengulang pembelajaran make a match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat kartu yang berbeda. Setelah babak ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan memberikan penguatan kepada siswa. Kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi. Tabel 1. Hasil Observasi Siswa No. Indikator Siklus I Siklus II P-1 P-2 P-1 P-2 1. Menanggapi apersepsi yang dilakukan guru 3 3 3 3 2. Mengikuti motivasi belajar 3 3 3 3 3. Menyimak tujuan pembelajaran 1 2 2 3 4. Menyimak materi pembelajaran 2 2 3 3 5. Menyimak langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe make a match 3 3 3 3 6. Mengikuti pembagian kelompok 3 3 4 4 7. Memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang 2 2 3 4 8. Mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban 3 3 4 4 9. Siswa yang sudah menemukan pasangan kartu berdiri berdekatan 2 2 3 3 10. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartu berkumpul 2 2 3 3 11. Mempresentasikan topik yang diperoleh 2 2 3 3 12. Melakukan babak selanjutnya 3 3 3 4 13. Menyimak konfirmasi yang dilakukan guru 1 2 2 3 14. Menyimak umpan balik dan penguatan yang diberikan oleh guru 2 2 2 3 15. Melakukan refleksi 2 3 3 3 Total Skor 34 37 44 49 Persentase 57 62 73 82 Hasil observasi siswa pada siklus I pertemuan 1 menunjukkan persentase 57 cukup baik, pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 62 cukup baik. Pada siklus II, pertemuan 1 menunjukkan persentase 73 baik, pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 82 baik. Tabel 2. Hasil Observasi Guru No. Indikator Siklus I Siklus II P-1 P-2 P-1 P-2 1. Melakukan apersepsi sebelum penyampaian materi 3 3 3 4 2. Memberi motivasi belajar 1 2 3 3 3. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3 3 3 3 4. Menjelaskan materi pembelajaran 3 3 3 3 5. Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe make a match 3 4 4 4 6. Membagi siswa menjadi dua kelompok 2 3 3 4 7. Mengarahkan siswa untuk memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang 4 4 4 4 “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 217 No. Indikator Siklus I Siklus II P-1 P-2 P-1 P-2 8. Membimbing siswa dalam mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban 3 3 4 4 9. Mengarahkan siswa yang sudah menemukan pasangan kartu untuk berdiri berdekatan 2 2 3 3 10. Mengarahkan siswa yang belum dapat mencocokkan kartu untuk berkumpul 2 2 3 3 11. Membimbing siswa dalam mempresentasikan topik yang diperoleh 3 3 3 3 12. Melakukan babak selanjutnya 3 3 3 4 13. Memberikan konfirmasi mengenai kegiatan yang sudah dilakukan siswa 2 3 3 4 14. Memberi umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa 1 2 3 3 15. Melakukan refleksi 3 3 3 3 Total Skor 38 43 48 52 Persentase 63 72 80 87 Hasil observasi guru pada siklus I pertemuan 1 menunjukkan persentase 63 cukup baik, pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 72 baik. Pada siklus II, pertemuan 1 menunjukkan persentase 80 baik, pertemuan 2 menunjukkan persentase 87 baik sekali. Tabel 3. Hasil Belajar Matematika Siswa No. Kriteria Tuntas Pra-Siklus Siklus I Siklus II Jumlah Siswa Jumlah Siswa Jumlah siswa 1. Tuntas 7 38,89 12 66,67 16 88,89 2. Belum Tuntas 11 61,11 6 33,33 2 11,11 Rata-rata 60,83 69,17 79,12 Nilai Tertinggi 85 85 95,2 Nilai Terendah 35 45 61,9 Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus II kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa tiap siklus. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan. Terbukti dengan pengklasifikasian ketuntasan, setelah dilaksanakan tindakan dengan menerapkan metode kooperatif tipe make a match pada siklus I, siswa yang tuntas belajar 12 66,67, pada siklus II sebanyak 16 88,89 siswa yang tuntas atau memenuhi KKM 70. Peningkatan hasil belajar siswa juga ditunjukkan dengan perubahan nilai tertinggi pada siklus I sebesar 85 dan siklus II menjadi 95,2. Sedangkan nilai terendah yang semula pada siklus I 45 dan pada siklus II menjadi 61,9. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa juga ditunjukkan dengan perubahan nilai rata-rata siswa yang semula pada siklus I 69,17, pada siklus II menjadi 79,17. Pembahasan Metode kooperatif tipe make a match yang diterapkan Annisa 2015 dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai tipe make a match menuntut siswa untuk “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 218 aktif dan berinteraksi dengan siswa lain dalam mencocokkan kartu yang dipegang masing- masing, sampai menemukan pasangan yang cocok antara kartu soal dan kartu jawaban. Pembelajaran make a match dapat membangkitkan kerjasama dan keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Make a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya. Pembelajaran yang PAIKEM seperti ini dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat dalam belajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah Setyowati 2015 yang menunjukkan bahwa melalui metode kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian penelitian ini sejalan dan sesuai dengan pendapat Sugiyanto 2010: 37-44 bahwa make a match merupakan bagian dari metode kooperatif yang menekankan usaha berorientasi tujuan, tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan dan menimbulkan interaksi yang positif antar setiap anggota. Kelebihan-kelebihan penerapan metode kooperatif tipe make a match ini berorientasi pada pembelajaran berbasis siswa: siswa menjadi termotivasi dalam proses pembelajaran; langkah-langkah pembelajaran yang menarik sehingga siswa terlibat aktif, pembelajaran menjadi menyenangkan. Pembelajaran make a match dapat membangkitkan kerjasama dan keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan dan semangat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan penerapan metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya. Penelitian ini menyanggah temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006; penelitian mereka telah menunjukkan bahwa dalam pembelajaran konstruktif yang student Centered mengalami kegagalan sehingga tidak efektif. Metode Make a match sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa ini bisa berhasil pada pembelajaran pendalaman materireview karena siswa sudah menguasai pengetahuan awal yang diprasyaratkan serta materi pelajaran terkait yang akan direview, siswa memahami dengan benar langkah-langkah yang harus diterapkan dalam make a match, dengan disertai pengawasan guru secara bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan tugas belajar dengan baik sesuai perannya masing-masing. Sehingga wajar jika terjadi peningkatan 22,22. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: penerapan metode kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar matematika si swa kelas V SD sebesar 22,22. Penerapan metode make a match yang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dilaksanakan se suai dengan langkah-langkah untuk kepentingan review materi pelajaran yang sudah pernah disampaikan guru sebelumnya. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 219 Tidak seperti halnya temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark 2006, kerena penerapan pembelajaran konstruktif yang student Centered ini berhasil dengan tingkat efektifitas 22,22. Metode Make a match sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa ini berhasil pada pembelajaran pendalaman materireview karena siswa sudah menguasai pengetahuan awal yang diprasyaratkan serta materi pelajaran terkait yang akan direview, siswa memahami dengan benar langkah-langkah yang harus diterapkan dalam make a match , dengan disertai pengawasan guru secara bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan tugas belajar dengan baik sesuai perannya masing-masing. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan. Keberhasilan metode ini karena sesuai karakteristiknya yang dapat membangkitkan kerjasama dan keingintahuan siswa, merangsang keinginan siswa untuk aktif belajar dan berinteraksi dengan siswa lain, menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran bagi guru: hendaknya dapat menerapkan metode kooperatif tipe make a match digunakan sebagai pembelajaran remedial sekaligus pengayaan; hendaknya siswa menguasai pengetahuanmateri awal dan pemahaman yang benar tentang langkah-langkah make a match; pantaulah selama proses pembelajaran berlangsung, dan segera bimbing siswa yang mengalami kesulitan. Untuk keberlanjutannya, kedua hal diatas hendaknya menjadi fokus kepala sekolah dan pengawas sekolah menjadi strategi supervisi akademik demi peningkatan kualitas pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Annisa, Tania Chandra. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Metode Kooperatif Tipe Make A Match pada Pelajaran Matematika Kelas V Sd Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 20132014. Skripsi. PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Endah Setyowati, 2015. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Nilai Tempat Fitriyah dan Abu Bakar. 2008. Cara Asyik Belajar Matematika. Semarang: Ghyas Putra. Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rodakarya. Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Belajar. Karso, dkk. 2007. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Depdiknas. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 220 Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006. Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching. Educational Psychologist, 412, 75 –86 Priyatno, Dwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media. Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ratusan, Puluhan Dan Satuan Melalui Model Make A Match Pada Siswa Kelas II MI Taufiqiyyah Tegalkangkung Semarang 20142015. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Yogyakarta: Andi. Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 221 ANALISIS PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM LANDASAN FILOSOFI KURIKULUM 2013 HASIL INTERPRETASI Mardiana Universitas Muhammadiyah Lampung, e-mail: mardhiyana.rahmayahoo.com , Hp. 085840615425. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pokok pemikiran filsafat pendidikan yang terkandung dalam landasan filosofi kurikulum 2013. Penelitian ini merupakan penelitian literatur atau teks, yaitu teks landasan filosofi kurikulum 2013. Metode penelitian menggunakan metode interpretasi. Ada enam pokok pemikiran yang terdapat dalam landasan filosofi kurikulum 2013, yaitu: 1pengembangan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa atau karakter bangsa; 2pengembangan kurikulum bersumber dan sesuai dengan budaya bangsa; 3pendidikan adalah proses pengembangan potensi peserta didik; 4pendidikan berdasarkan pada budaya dan pengalaman pada masa lampau; 5pendidikan menjadi dasar keberlanjutan kehidupan bangsa; 6pendidikan disesuaikan dengan kehidupan peserta didik sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara. Simpulan dari penelitian ini adalah, berdasarkan keenam pokok pemikiran di atas terdapat lima pemikiran filsafat pendidikan didalamnya, yaitu: 1perrenialisme; 2essensialisme; 3eksistensialisme; 4progresivisme; 5rekonstr uksionisme. Kata kunci: Pemikiran Filsafat, Landasan Filosofi Kurikulum 2013 PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia dalam penyelenggaraannya berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan. Meliputi delapan standar pendidikan yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar penilaian, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pembiayaan, Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan, Standar Pengelolaan. Pencapaian tujuan pendidikan, menggunakan kurikulum sebagai salah satu alat. Kurikulum menurut Seel Dijkstra 2004: “a curriculum may be defined as a plan for a sustained process of teaching and learning”, kurikulum sebagai sebuah rancangan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Kurikulum dapat diartikan sebagai seluruh proses pembelajaran termasuk didalamnya dokumen-dokumen yang dipergunakan dalam pembelajaran. Kurikulum terdiri dari empat komponen yaitu, tujuan, isi, metode dan evaluasi. Perkembangan atau perubahan kurikulum yang dilakukan oleh Pemerintah, tentunya didasarkan atas kebutuhan dan tuntutan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman. TeopferAlessi 1986 mengutarakan μ “Curriculum development leads to the creation of resource units, unit plans, course outlines, and other curriculum guides that teachers and learner may use to facilitate the learning process ”, kurikulum perlu pengembangan untuk mempermudah dan memfasilitasi pembelajaran . Di Indonesia kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan, mulai dari kurikulum 1947, 1952, 1962, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan 2013. Khusus untuk kurikulum 2013, menurut data yang didapatkan dari kemendikbud elemen perubahan terdapat pada beberapa bagian dalam empat standar pendidikan seperti tergambar dalam bagan dibawah ini: “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 222 Gambar 1. Elemen Perubahan Kurikulum Sumber: Kemendikbud tahun 2013 Perubahan terdapat pada Standar Kompetensi Lulusan SKL, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian. Perubahan SKL, adanya peningkatan keseimbangan antara softskill dan hardskill yang meliputi aspek kompetensi sikap keagamaan, sikap sosial, aspek pengetahuan dan ketrampilan. Untuk Standar Isi, mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi dan pengurangan jumlah mata pelajaran. Proses pembelajaran berpusat kepada peserta didik, serta sistem penilaian kognitif, afektif, psikomotor, dan portofolio. Pengembangan kurikulum, mencakup segala aspek dan yang merupakan inti penyusunan kurikulum adalah landasan filosofi. Menurut Ornstein Hunkins 2004: “philosophy is central to curriculum because the philosophy advocated or reflected by a particular school and its officials influences the goals or aims and content, as well as the organization of its curriculum ”. Filosofi yang mendasari kurikulum adalah sesuatu yang penting, karena menyangkut segala hal yang akan dijabarkan dalam pembelajaran di lembaga pendidikan. Landasan filosofi ini dimunculkan dari budaya dan karakteristik bangsa, merupakan landasan dalam menentukan tujuan pendidikan. Sebagai pedoman untuk menentukan materi pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Karakteristik bangsa inilah yang nantinya diharapkan dapat membentuk watak atau karakter bangsa melalui pendidikan yang diselenggarakan. Selanjutnya landasan filosofi kurikulum, memberikan makna kemana pendidikan itu akan diarahkan dan bagaimana cara mencapainya. Ada empat pertanyaan filsafat yang dapat membantu dunia pendidikan, seperti yang diutarakan oleh Knight 2008: ” 1 Metafisika atau kajian pertanyaan yang berkenaan dengan hakekat realitas; 2 Epistemologi atau kajian tentang hakekat kebenaran dan pengetahuan, serta kajian tentang kebenaran dan pengetahuan itu diperoleh; 3 Aksiologi atau kajian tentang persoalan nilai”. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kajian ilmu filsafat pendidikan. Kajian Filsafat mengenai realita yang ada, kebenaran, dan pembentukan nilai inilah yang dapat membantu dalam memahami persoalan-persoalan yang ada dalam pendidikan. Apakah sebuah kurikulum yang dirancang dapat menghantarkan pendidikan mencapai tujuan yang diinginkan, kurikulum tersebut harus mempunyai landasan filosofi yang tepat. Ornstein Hunkins 2004 menjelaskan bahwa ada empat aliran filsafat pendidikan yaitu “Perennialism, essentialism, progressivism, reconstructionism”. perenialisme didasari oleh pemikiran realisme, essentialisme didasari oleh pemikiran idealisme dan realisme, Elemen Perubahan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 223 progressivisme didasari oleh pemikiran pragmatisme dan reconstructionism didasari oleh pemikiran pragmatisme. Pola pemikiran pragmatism mengedepankan empiris dan mengutamakan kebutuhan. Lebih lanjut, apabila dilihat dari permasalahan- permasalahan yang muncul dan melibatkan anak usia sekolah, seperti dipaparkan dalam Renstra Kemendikbud 2015-2019 2015, ada gejala memudarnya karakter siswa dan jati diri bangsa. Contoh adanya tawuran antar pelajar, terjerat dalam dunia narkotika dan kriminalitas, serta adanya rasa kurang percaya diri menggunakan produk dalam negeri. Ini merupakan indikasi memudarnya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai luhur bangsa, atau memang belum adanya pemahaman yang tepat. Sepintas masih terdapat permasalahan penting yang harus dipecahkan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu analisis landasan filosofi kurikulum 2013 dalam menjawab semua pertanyaan pendidikan dipandang perlu, dengan merunut pada pemikiran filsafat yang mendasarinya. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan adalah : Bagaimana interpretasi landasan filosofi kurikulum 2013, dirunut dari pemikiran filsafat pendidikan yang mendasarinya. Tujuannya untuk menginterpretasikan landasan filosofi kurikulum 2013. Manfaatnya sebagai sumbangan pemikiran, tentang filsafat pendidikan yang mendasari landasan filosofi kurikulum 2013, diharapkan bermanfaat sebagai rujukan guna penyempurnaan kurikulum 2013. METODE Penelitian ini merupakan sebuah analisis teks, dan metode yang digunakan adalah hermeneutik atau interpretasi. Menurut noddings 2007μ “hermeneutics has long been associated with the interpretation ”. Hermeneutik merupakan seni dalam menginterpretasikan hasil karya, baik berupa karya seni ataupun teks. Alasan menggunakan metode hermeneutika dalam penelitian ini karena metode hermeneutika adalah metode yang dapat mengungkapkan pemikiran seseorang melalui tulisan atau teks yang dibuatnya dan metode ini membuat sesuatu yang lama menjadi baru kembali dengan bahasa sendiri. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi tentang pokok pemikiran dan merunut pemikiran filsafat pendidikan yang ada dalam landasan filosofi kurikulum 2013, dengan cara menginterpretasikan landasan filosofi kurikulum 2013. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Teks yang dipergunakan adalah teks landasan fiosofi kurikulum 2013, seperti tertera berikut ini: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 224 manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia. Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini. Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 225 kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa mendatang. Berdasarkan teks di atas, dapat disimpulkan bahwa ada enam pokok pemikiran yang didapatkan yaitu: 1. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa atau karakter bangsa. 2. Pengembangan kurikulum bersumber dan sesuai dengan budaya bangsa. 3. Pendidikan adalah proses pengembangan potensi peserta didik. 4. Pendidikan berdasarkan pada budaya dan pengalaman pada masa lampau 5. Pendidikan menjadi dasar keberlanjutan kehidupan bangsa, 6. Pendidikan disesuaikan dengan kehidupan peserta didik sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara. Pembahasan Pengembangan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa atau karakter bangsa. Pemikiran essensialisme terdapat dalam pokok pemikiran di atas, bila dilihat dari ciri- ciri pewarisan budaya menjadi hal yang sangat penting. Berorientasi pada pewarisan budaya masa lalu sebagai bekal peserta didik. Pencapaian pembentukan watak dan karakter merupakan salah satu hal utama yang ingin diraih, dan harus ditanamkan dalam pribadi setiap peserta didik. Pembentukan watak ini dilakukan melalui proses, yang terjadi terus menerus dalam diri peserta didik. Meliputi proses pengembangan pengetahuan yang telah didapat, dan budaya yang ada dilingkungan masyarakat peserta didik. Proses pembentukan watak atau karakter diperoleh dari interaksi peserta didik dengan lingkungannya yang meliputi keluarga dan masyarakat, sehingga penanaman nilai-nilai ini menjadi karakter pada setiap peserta didik dan menjadi karakter bangsa pada umumnya. Pembentukan watak atau karakter dalam kurikulum 2013 tercermin dalam kompetensi inti keagamaan KI-1 dan kompetensi inti sosial KI-2. KI-1 merupakan kompetensi sikap keagamaan dengan dua indikator yaitu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI-2 merupakan kompetensi sikap sosial yang meliputi pengembangan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro aktif. Pengembangan kurikulum bersumber dari budaya bangsa. Ada dua pemikiran filsafat yang mendasari dari point kedua ini, yaitu pemikiran perrenialisme dan essensialisme. Pemikiran perrenialisme terdapat didalam pokok pemikiran ini, budaya sebagai sumber pengembangan kurikulum. Budaya yang tertanam dalam masyarakat merupakan hal yang telah teruji dan berkembang secara turun temurun. Semakin ke depan semenjak kemerdekaan sampai dengan sekarang, kurikulum disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan jaman yang ada. Era globalisasi dan informasi yang “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 226 terus berkembang menuntut sekolah menyesuaikan kurikulum. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan budaya yang ada serta tuntutan globalisasi. Lembaga pendidikan dapat mengembangkan kurikulum yang ada disetiap satuan pendidikan, dengan bersumber pada budaya daerah setempat atau dalam kurikulum disebut dengan muatan lokal. Pengembangan budaya daerah melalui proses pendidikan merupakan salah satu cara agar supaya peserta didik mengenal dan memahami budaya yang berkembang dilingkungannya. Sehingga kurikulum yang dikembangkan di lembaga pendidikan, mampu mengantarkan peserta didik sebagai sosok yang cinta akan budaya daerah masing-masing sebagai aset dari kebudayaan nasional. Pemaparan di atas, kurikulum merupakan sebuah perangkat yang dipergunakan untuk menata pembelajaran. Pengembangan kurikulum dianggap suatu hal yang penting, karena selalu disesuaikan dengan budaya. Kurikulum berisikan materi-materi yang dipergunakan dalam pembelajaran. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa adanya pemikiran essensialism, kurikulum yang didalamnya materi pelajaran masih diperlukan. Pendidikan adalah proses pengembangan potensi peserta didik. Pemikiran eksistensialisme dan progresivisme. Eksistensialisme turut mendasari pokok pemikiran ini, karena peserta didik sebagai sumber utama. Pendidikan dikembangkan untuk menggali potensi yang ada pada peserta didik, baik kemampuan intelektual, sikap maupun ketrampilan. Proses penggalian potensi atau bakat peserta didik, dilakukan dengan memberikan motivasi terhadap perkembangan pemikiran kearah kreatifitas. Interaksi pembelajaran, guru merupakan fasilitator dan mediator yaitu memfasilitasi pembelajaran dan peserta didik sebagai pusat dari pembelajaran. Dikembangkan juga metode pembelajaran yang memberikan kebebasan berkreatifitas bagi peserta didik, yaitu pembelajaran saintifik yang memacu peserta didik untuk aktif dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan. Pembelajaran saintifik membiasakan peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi dan mengolah cara berpikir untuk dapat mengembangkan ide-ide kreatif secara sistematis. Pengamatan yang dilakukan peserta didik terhadap suatu objek, tentunya memberikan rangsangan untuk mengetahui lebih lanjut tentang objek tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul, memicu peserta didik untuk dapat membuat sebuah hipotesis tentang hal tersebut. Kesemuanya dirangkai dalam sebuah dialog yang dapat dikomunikasi. Sehingga penggalian bakat dan potensi peserta didik dapat dilakukan secara optimal. Penjabaran ini, menunjukkan bahwa terdapat juga pemahaman progresivisme dalam filosofi kurikulum 2013. Pendidikan didasarkan pada budaya dan pengalaman masa lampau. Budaya dan pengalaman bangsa pada masa lalu menjadi pijakan dalam merancang pendidikan, pemikiran filsafat tradisional yaitu perrenialisme dan essensialisme ada didalamnya. Pemikiran essensialisme terdapat pada pendidikan dipengaruhi oleh budaya yang berkembang di masyarakat. Budaya dan pengalaman yang telah dilalui dari jaman sebelum kemerdekaan sampai dengan sekarang. Secara bertahap, diharapkan mampu menggerakkan generasi untuk mengembangkan budaya yang ada melalui pendidikan. Sehingga budaya yang ada pada masa lampau tetap dipelajari, dan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 227 dikembangkan serta disesuaikan untuk pengembangan budaya masa kini. Budaya yang ada sekarang ini, dikembangkan untuk pijakan budaya bangsa dimasa depan . Pemikiran perrenialisme terdapat pada pengalaman bangsa di masa lampau, telah teruji dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya. Perjuangan bangsa dalam mempertahankan kedaulatan dan jati diri merupakan pengalaman yang perlu ditanamkan kepada setiap peserta didik. Sehingga tumbuh rasa cinta dan kesadaran untuk tetap menjaga jati diri bangsa. Kelahiran Pancasila merupakan sebuah bentuk nyata dari jati diri bangsa yang bersumber dari budaya dan tradisi bangsa. Terujinya Pancasila merupakan sebuah pengalaman dan perjuangan bangsa, sangat penting untuk dipelajari. Melalui proses pendidikan, pengalaman perjuangan bangsa dan budaya yang berkembang termasuk didalamnya jiwa Pancasila dapat dipelajari dan ditanamkan pada jiwa peserta didik Pendidikan menjadi dasar keberlanjutan kehidupan bangsa. Terdapat pemikiran rekonstruksionisme dalam pemikiran ini, dijabarkan sebagai berikut, pendidikan yang diberikan ke peserta didik merupakan usaha yang berkelanjutan, untuk masa seterusnya. Berisikan tentang kejayaan masa lampau, bagaimana perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, politik, dan ekonomi pada masa itu, yang berguna bagi pengetahuan dan pengalaman yang harus dipelajari oleh peserta didik. Pengetahuan yang didapat di masa lampau ini menjadi acuan untuk mengembangkan pengetahuan dimasa kini, tentu saja hal ini juga disesuaikan dengan keadaan yang ada di masa kini. Disesuaikan dengan budaya, dan perkembangan teknologi, perkembangan sosial masyarakat yang ada saat ini. Usaha berkelanjutan ini, tentunya melihat berbagai aspek yang ada. Tuntutan teknologi misalnya menjadi hal yang sangat perlu, untuk dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Keberlanjutan dalam pemahaman tidak tertinggal dengan perkembangan dunia. Penggunaan teknologi sebagai salah satu ciri masyarakat modern, merupakan salah satu tantangan bagi lembaga pendidikan untuk dapat mewujudkannya. Khususnya untuk peserta didik dalam pembelajaran, dimana pembelajaran dalam arus globalisasi menuntut hal ini dapat diterapkan. Tidak hanya materi pelajaran yang dapat diakses, melainkan juga perkembangan dunia luas. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan dunia, oleh karena itu pengetahuan yang didapatkan peserta didik diharapkan bermanfaat bagi dirinya dikemusian hari. Pencapaian target dalam kurikulum 2013 diharapkan peserta didik dapat bersaing dimasa yang akan datang, setelah peserta didik menyelesaikan pendidikannya. Selain itu, gambaran pendidikan yang berjalan sekarang ini dengan pola pembelajaran menggunakan multimedia, dapat dibuat perencanaan pendidikan untuk masa yang akan datang. Prediksi solusi dari permasalahan pendidikan kedepan dikaitkan dengan keadaan budaya, sosial, politik dan masyarakat dimasa yang akan datang. Sehingga pendidikan mampu menjadi dasar berkelanjutan bagi kehidupan bangsa dimasa datang. Selanjutnya, kualitas pendidikan saat ini sebagai dasar atau tolak ukur kemajuan bangsa disaat ini, dan ikut menentukan kualitas karakter bangsa pada masa yang akan datang. Gambaran pendidikan yang berjalan sekarang ini dengan pola pembelajaran menggunakan multimedia, dapat dibuat perencanaan pendidikan untuk masa yang akan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 228 datang. Prediksi solusi dari permasalahan pendidikan kedepan dikaitkan dengan keadaan budaya, sosial, politik dan masyarakat dimasa yang akan datang. Sehingga pendidikan mampu menjadi dasar berkelanjutan bagi kehidupan bangsa dimasa datang. Selanjutnya, kualitas pendidikan saat ini sebagai dasar atau tolak ukur kemajuan bangsa disaat ini, dan ikut menentukan kualitas karakter bangsa pada masa yang akan datang. Hal di atas menunjukkan bahwa, sektor pendidikan adalah bagian yang sangat penting. Pendidikan diharapkan mampu memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa, melalui peningkatan sumber daya manusia yang lebih baik. Adanya kompetensi bagi setiap peserta didik, merupakan hal yang menjadi tujuan dalam pembelajaran. Seperti penguasaan setiap kompetensi, kompetensi inti sikap keagamaan KI- 1, kompetensi inti sikap sosial KI-2, kompetensi inti pengetahuanKI-3, dan kompetensi inti keterampilan KI-4. Hal ini tentunya memberikan dampak yang positif terhadap kemampuan bagi setiap peserta didik, apabila semua yang menjadi kompetensi dapat tercapai. Mencakup sikap, intelektual dan keterampilan, ketiga hal ini menjadi dasar pembentukan pribadi yang lebih baik. Pendidikan disesuaikan dengan kehidupan peserta didik sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara. Pokok pemikiran di atas mengarah kepada pemahaman pragmatis, yang dijabarkan lebih lanjut kearah progresivisme yaitu sesuai dengan kebutuhan peserta didik sekarang ini dan masa yang akan datang. Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik pada setiap jenjang pendidikan, disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang digariskan dalam kompetensi lulusan yang hendak dicapai. Artinya dengan kompetensi lulusan dalam setiap jenjang yang berkesinambungan pada jenjang pendidikan berikutnya. Diharapkan setelah peserta didik dapat menyelesaikan pendidikannya, peserta didik mampu mengaplikasikan ilmu yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Mampu berinteraksi dengan masyarakat luas, aplikasi untuk kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat maupun sebagai warga negara secara luas atau menyeluruh. Kebutuhan peserta didik dimasa depan, tentunya menjadi tolak ukur pemberian bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan. Struktur kurikulum, memberikan cakupan tentang susunan mata pelajaran dan alokasi waktu. Susunan mata pelajaran dan alokasi waktu, dijabarkan berdasarkan kompetensi inti pada setiap jenjang pendidikan. Struktur kurikulum memberikan arah konsep apasaja yang harus dimiliki peserta didik, lengkap dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu yang didapatkan menjadi bekal bagi peserta didik, artinya selama mengikuti pendidikan peserta didik mendapatkan kemampuan yang dibutuhkannya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat dua simpulan dari hasil analisis di atas yaitu: 1. Enam pokok pemikiran yang dapat diambil dari landasan filosofi kurikulum 2013, yaitu: “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 229 a. Pengembangan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa atau karakter bangsa. b. Pengembangan kurikulum bersumber dan sesuai dengan budaya bangsa. c. Pendidikan adalah proses pengembangan potensi peserta didik. d. Pendidikan berdasarkan pada budaya dan pengalaman pada masa lampau e. Pendidikan menjadi dasar keberlanjutan kehidupan bangsa, f. Pendidikan disesuaikan dengan kehidupan peserta didik sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara. 2. Terdapat beberapa pemikiran filsafat pendidikan dalam landasan filosofi kurikulum 2013, yaitu: g. Perrenialisme h. Essensialisme i. Eksistensialisme j. Progresivisme k. Rekonstruksionisme. Saran Pemikiran filsafat pendidikan dapat membantu dunia pendidikan, oleh karena itu tentunya hal ini penting untuk dipelajari. Baik oleh penyelenggaran pendidikan maupun oleh guru sebagai pengguna langsung dari kurikulum yang dirumuskan oleh Pemerintah. Lebih lanjut hal yang juga menjadi sangat penting, yaitu aplikasi dari penjabaran pemahaman yang ada dalam teks ke dalam pembelajaran di kelas. Sehingga nilai-nilai serta tujuan pendidikan yang diinginkan dapat terwujud. Seperti transfer ilmu dan budaya dari generasi ke generasi berikutnya dapat menjadi karakter yang tertanam dalam jati diri peserta didik. Hal ini tentunya tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai landasan falsafah negara yaitu Pancasila. DAFTAR PUSTAKA George R. Knight. 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media. James A. Beane, Conrad F. Jr. Toepfer Samuel J. Jr. Alessi. 1986. Curriculum Planning and Development. California: AllynBacon. Kemendikbud. 2015. Renstra Kemendikbud 2015-2019. Louis O. Kattsoff. 1986. Sebuah buku pengantar untuk mengenal filsafat, pengantar filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Nell Noddings. 2007. Philosophy of education. Cambridge: Westview Press. Oinstein AC Hunkin FP. 2004. Curriculum foundation, principles and issues. Boston: Pearson. Seel, M. N Dijkstra S. Ed.. 2004. Curriculum, plans, and processes in intructional design, international perspectives . London: LEA Publishers. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 230 TANGGAPAN SISWA TERHADAP TUNGKU PELEBUR ALUMINIUM SEBAGAI MEDIA PRAKTIK PENGECORAN LOGAM DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA Kalimin dan Arianto Leman S. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY, Kalimin25yahoo.com, +6285359430016 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap tungku pelebur aluminium berbahan bakar LPG yang dilengkapi economizer sebagai media praktik pengecoran logam. Penelitian deskriptif ini dilaksanakan di SMK PIRI 1 Yogyakarta dengan sampel 36 orang siswa kelas X TP 1, kompetensi keahlian Teknik Pemesinan. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50 siswa menyatakan tungku pelebur sangat layak digunakan dan 50 lainnya menyatakan tungku layak digunakan untuk mendukung pembelajaran praktik pengecoran.Tanggapan terhadap tungku meliputi konstruksi, komponen-komponennya, fungsi, kinerja, keamanan dan ketahanan tungku. Kata kunci: tanggapan siswa, tungku pelebur aluminium, media praktik, pengecoran PENDAHULUAN Proses pengecoran logam merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh lulusan SMK. Hal tersebut termaktub di dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan nomor: 7013DKP2013 tentang spektrum keahlian pendidikan menengah kejuruan yang menyatakan bahwa Teknik Pengecoran Logam merupakan salah satu paket keahlian yang harus dimiliki oleh lulusan SMK Program Keahlian Teknik Mesin. Faktanya, di hampir semua SMK yang menyelenggarakan Program Keahlian Teknik Mesin, kompetensi dasar pengecoran hanya diberikan sebatas teori saja, sehingga hampir semua siswa-siswa SMK kurang dalam memperoleh kompetensi dan ketrampilan di bidang pengecoran logam. Minimnya sarana praktik pengecoran mengakibatkan munculnya keengganan guru- guru untuk mempelajari proses pengecoran yang berimbas kepada minimnya kompetensi guru-guru program studi Teknik Mesin di bidang pengecoran. Dampak dari kondisi adalah sulit untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta ketrampilan siswa di bidang pengecoran. Kesenjangan ini telah dijembatani oleh Arianto, dkk. 2014 dengan mengembangkan sebuah tungku pelebur aluminium berbahan bakar LPG di SMK Muhammadiyah Prambanan. Tungku ini telah diaplikasikan untuk praktik pengecoran di SMK Muhammadiyah Prambanan bahkan Ngatiman 2016 telah mengembangkan modul untuk praktik pengecoran aluminium. Arianto, dkk., 2014b telah meningkatkan efisiensi Tungku pelebur aluminium berbahan bakar LPG dengan menambahkan economizer. Tungku ditujukan untuk mendukung praktik pengecoran aluminium di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 231 Proses belajar dan pembelajaran adalah suatu istilah yang memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Oleh karena itu, harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan maka guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Perbedaan antara belajar dan pembelajaran terletak pada penekanannya. Belajar menekankan pada bahasan tentang siswa dan proses yang menyertai dalam rangka perubahan. Adapun pembelajaran cenderung menekankan pada guru dan upaya untuk membuat siswa belajar. Menurut Sugihartono dkk 2007:74 belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dwi Siswoyo, dkk. 2007: 137 berpendapat bahwa alat pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu 1 alat pendidikan yang bersifat tindakan, dan 2 alat pendidikan yang berupa kebendaan alat bantu. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran adalah satu alat pendidikan berupa alat bantu kebendaan yang berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Ketidakjelasan materi ajar yang diajarkan dapat diperjelas dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan, baik melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan materi ajar dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan Demikian siswa lebih mudah mencerna materi ajar yang dipelajarinya. Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat, jika penggunaanya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Seperti diketahui bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu sendiri dapat berupa pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Dale ’s Cone of Experience Gambar 1 adalah acuan yang paling banyak digunakan dalam penerapan media pendidikan dalam proses belajar. Tampak bahwa pengalaman langsung merupakan metode belajar yang paling konkrit sehingga paling mudah dipahami oleh siswa. Fungsi media pendidikan secara ringkas menurut Oemar Hamalik 1986: 15-16 adalah: 1 Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi “verbalisme”; 2 Memperbesar perhatian siswa; 3 Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, membuat pelajaran lebih mantap; 4 Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu; 5 Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu perkembangan berbahasa; 6 Memberi pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 232 Gambar 1. Kerucut pengalaman Edgar Dale Azhar Arsyad, 1997: 11 Pengalaman langsung hand on experience adalah pengalaman yang diperoleh seseorang sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Seseorang berhubungan langsung dengan objek yang dipelajari tanpa menggunakan perantara. Maka ada kecendrungan hasil yang diperoleh menjadi konkrit sehingga lebih menetap. Pengalaman langsung sangat efektif digunakan dalam pembelajaran karena mempermudah siswa memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit dan secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Menurut Arends 1997 pengalaman langsung adalah model pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan yang dapat diajarkan langkah demi langkah. Berdasarkan uraian di atas dapat di nyatakan bahwa materi pengecoran logam di SMK yang menyelenggarakan program keahlian Teknik Mesin adalah kurang tepat jika di sajikan hanya sebatas teori saja. Pembelajaran praktik pengecoran logam akan memberi pengalaman langsung kepada siswa sehingga pembelajaran lebih konkrit. Perubahan perilaku siswa lebih permananen dan kesalahan persepsi yang minim. Dengan demikian, adalah sangat penting mengembangkan sarana dan prasarana pendukung praktik pengecoran aluminium di SMK untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa. SMK PIRI 1 Yogyakarta yang beralamat di Jl Kemuning 14 Baciro Yogyakarta adalah salah satu SMK swasta yang menyelenggarakan Program Keahlian Teknik Pemesinan. Sama dengan kondisi sebagian besar SMK lainnya, materi pengecoran logam hanya disampaikan sebatas teori saja dalam mata diklat Teknologi Mekanik. Namun, pada tahun 2015, SMK PIRI 1 Yogyakarta telah memiliki sarana prasarana pendukung praktik pengecoran logam aluminium Arianto, dkk., 2015. Sarana dan prasarana tersebut meliputi: Tungku pelebur aluminium, pasir cetak, perangkat pembuat cetakan pasir dan pola sederhana. Bagaimanapun, tungku pelebur aluminium berbahan bakar LPG yang merupakan sarana utama pada praktik pengecoran logam aluminium belum teruji kelayakannya sebagai media pembelajaran. Penelitian ini bertujuan menguji kelayakan tungku pelebur aluminium berbahan bakar LPG dengan economizer untuk mendukung praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Hasil “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 233 uji kelayakan tungku pelebur aluminium akan menguatkan pelaksanaan praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Dampak yang diharapkan adalah berkembangnya pembelajaran praktik pengecoran khususnya di SMK PIRI 1 Yogyakarta dan di SMK-SMK yang menyelenggarakan program keahlian Teknik Mesin umumnya. METODE Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan di SMK PIRI 1 Yogyakarta program keahlian Teknik Pemesinan. Observasi dilaksanakan pada bulan November 2015 sedangkan pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Prosedur penelitian, pertama penjelasan teori tentang tungku peleburan aluminium dan dilanjutkan demonstrasi tungku peleburan aluminium, Penelitian ini bersubyek pada 36 siswa kelas X TP 1 Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan. Siswa diminta memberi tanggapan tentang tungku pelebur aluminium dengan mengisi angket kuesioner. Data yang diperoleh dari angket kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK PIRI 1 Yogyakarta, 18 siswa, menyatakan bahwa tungku pelebur aluminium sangat layak digunakan untuk praktik pengecoran, sedang 18 siswa lainnya menyatakan bahwa tungku layak digunakan untuk praktik pengecoran Tabel 1. Hasil ini juga tampak dari benda hasil praktik pegecoran yang memanfaatkan tungku pelebur aluminium untuk mencairkan aluminium. Gambar 1 memperlihatkan hasil praktik pengecoran aluminium di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Tampak bahwa hasil pengecoran sudah cukup bagus untuk siswa-siswa yang baru pertama kali melakukan proses pengecoran untuk membuat sebuah benda. Hal ini membuktikan bahwa tungku pelebur aluminium layak digunakan untuk mendukung praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Tabel 1. Tanggapan siswa terhadap kelayakan tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 69-84 18 50 Sangat Layak 2 53-68 18 50 Layak 3 38-52 Tidak Layak 4 21-37 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 234 Gambar 1. Hasil praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta Secara rinci, tanggapan siswa terhadap kelayakan tungku pelebur aluminium ini meliputi: konstruksi, komponen-komponen, fungsi dan kinerja, keamanan dan ketahanan tungku. Tanggapan siswa terhadap konstruksi tungku pelebur aluminium secara ringkas disajikan pada Tabel 2. Sebanyak 19 siswa menyatakan bahwa kontruksi tungku pelebur aluminium dalam kategori sangat layak, sedang 17 siswa lainnya menyatakan kontruksi tungku pelebur aluminium dalam kategori layak. Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi tungku pelebur aluminium dipandang sesuai dengan kebutuhan untuk praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Tungku pelebur aluminium terdiri dari dua unit utama, yaitu: tungku yang ditemptkan pada sebuah rangka dari besi profil siku dan gas burner sistem yang ditempatkan pada sebuah rangka tersendiri terpisah dari rangka tungku. Konstruksi yang terpisah ini memudahkan dalam penyimpanan saat tidak digunakan. Kondisi ini sangat sesuai dengan luasan ruang untuk praktik. Pada dasarnya SMK PIRI 1 Yogyakarta tidak memiliki ruangan khusus untuk praktik pengecoran karena memang pada awalnya praktik pengecoran logam memang tidak dirancang di dalam silabus. Keberadaan tungku pelebur aluminium memungkinkan praktik pengecoran logam dilaksanakan. Namun, praktik pengecoran dilksanakan di bengkel pengelasan. Oleh karenanya, konstruksi yang di desain agar dapat dipidahtempatkan menjadikan tungku pelebur aluminium lebih mudah disesuaikan dengan kondisi di SMK PIRI 1 Yogykarta. Tabel 2. Tanggapan siswa terhadap konstruksi tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 10-12 19 52,7 Sangat Layak 2 8-9 17 47,2 Layak 3 6-7 Tidak Layak 4 3-5 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 Selanjutnya Tabel 3 menyajikan tanggapan siswa terhadap komponen-komponen yang terdapat pada tungku pelebur aluminium. Sebanyak 16 siswa, menyatakan bahwa “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 235 komponen-komponen tungku pelebur aluminium sangat layak, sedang 20 siswa lainnya menyatakan komponen-komponen tungku peleburan aluminium layak. Tabel 3. Tanggapan siswa terhadap komponen-komponen tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 10-12 16 44,4 Sangat Layak 2 8-9 20 55,5 Layak 3 6-7 Tidak Layak 4 3-5 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 Tabel 3 ini menunjukkan bahwa menurut siswa, komponen-komponen tungku layak digunakan. Komponen-komponen utama tungku meliputi antara lain: kowi, gas burner, pressure gauge , high pressure gas regulator, rangka penopang dan saluran pembuangan sisa pembakaran gas sebagai economizer. Gambar 2. Menurut siswa kowi yang dibuat dari besi cor layak digunakan karena mampu menahan panas yang dihasilkan oleh gas burner. Selain itu, dimensi kowi yang cukup besar dengan kapassitas lebih kurang 30 kg aluminium cair dipandang memadai untuk melayani praktik pengecoran untuk satu kelaspraktik. Gambar 2. Tungku pelebur aluminium Siswa memandang bahwa gas burner layak digunakan karena mampu menghasilkan panas yang cukup untuk mencairkan aluminum dalam jumlah cukup banyak. Gas burner memiliki blower yang cukup untuk menyemburkan panas hasil pembakaran gas. Lebih jauh, gas burner dihubungkan ke tabung LPG yang dipasangkan high pressure regulator melalui selang gas yang padanya terpasang pressure gauge dan gas regulator. High pressure regulator pada tabung LPG mampu mengalirkan gas dengan tekanan tinggi. Pressure gauge pada high pressure regulator yang menunjukkan jumlah gas di dalam tabung layak digunakan. Dua buah pressure gauge pada gas burner sistem Bar pressure gauge dan mBar pressure gauge layak digunakan karena mampu menunjukkn tekanan gas yang mengalir dari tabung gas ke gas burner . Sebuah regulator pada sistem gas burner juga dipandang layak digunakan karena mampu mengatur aliran gas dari tabung LPG. mBar Pressure gauge Bar Pressure gauge Tungk u Econo mizer Gas burner sistem Regul ator Sarin gan Gas burner “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 236 Rangka penopang tungku dan gas burner sistem yang mampu menahan bobot tungku maupun gas burner sistem, dipandang oleh siswa layak digunakan. Sedang economizer layak digunakan karena dapat meningkatkan efisiensi tungku yang dibuktikan oleh waktu peleburan yang berkisar 30 menit. Selanjutnya ringkasan tanggapan siswa terhadap fungsi tungku dapat di lihat pada Tabel 4. Sebanyak 28 siswa, menyatakan bahwa tungku pelebur dapat berfungsi dengan sangat layak, sedang 8 siswa lainnya menyatakan bahwa tungku dapat berfungsi dengan layak. Lebih jauh, Tabel 5 menggambarkan tanggapan siswa terhadap kinerja tungku. Sebanyak 30 siswa, menyatakan bahwa kinerja tungku pelebur aluminium sangat baik, sedang 5 siswa menyatakan bahwa kinerja tungku peleburan aluminium baik. Namun 1 siswa, menyatakan bahwa kinerja tungku peleburan aluminium tidak baik. Tabel 4. Tanggapan siswa terhadap fungsi tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 16-20 28 77,7 Sangat Baik 2 12-16 8 22,2 Baik 3 8-12 Tidak Baik 4 5-8 Sangat Tidak Baik Jumlah 36 100 Tabel 5. Tanggapan siswa terhadap kinerja tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 9-12 30 83,3 Sangat Layak 2 7-9 5 13,8 Layak 3 5-7 1 2,7 Tidak Layak 4 3-5 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 Data pada Tabel 4 dan 5, memberi gambaran tentang pendapat siswa bahwa secara keseluruhan terhadap fungsi dan kinerja tungku untuk mendukung praktik pengecoran. Sesuai uraian pada Tabel 3, komponen-komponen tungku berfungsi serta menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tampak saat praktik pengecoran, gas burner menghasilkan energi panas yang cukup untuk meleburkan aluminium. Demikian pula halnya dengan semua pressure gauge juga berfungsi dan memperlihatkan kinerja yang baik, yaitu menunjukkan tekanan gas dalam tabung LPG serta mengontrol aliran gas dari tabung gas. Lebih jauh, saluran pembuangan sisa pembakaran gas yang juga dimanfaatkan sebagai economizer, telah berfungsi dan menampakkan kinerja yang baik dalam meningkatkan efisiensi panas tungku. Saluran pembuangan yang di buat memanjang dan berbelok bertujuan agar panas yang dihasilkan gas burner tidak langsung terbuang bersama sisa pembakaran gas. Inovasi ini telah terdaftar pada kantor Kemenkumham dengan nomor paten sederhana P00201507632. Diameter saluran pembuangan dibuat sama dengan diameter saluran input panas agar tungku tidak menerima tekanan gas yang berlebihan. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 237 Tanggapan siswa terhadap keamanan dan ketahanan tungku berturu-turut disajikan pada Tabel 6 dan 7. Tampak pada Tabel 6 bahwa 15 siswa menyatakan tungku pelebur aluminium sangat aman dan 19 siswa menyatakan bahwa tungku pelebur aluminium aman. Namun, 2 siswa menyatakan bahwa tungku pelebur tidak aman. Tabel 6. Tanggapan siswa terhadap keamanan tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 10-12 15 41,6 Sangat Layak 2 8-9 19 52,7 Layak 3 6-7 2 5,5 Tidak Layak 4 3-5 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 Tabel 6 menunjukkan bahwa menurut siswa tungku pelebur aluminium aman digunakan untuk menunjang praktik pengecoran. Hal ini dibuktikan pada saat proses praktik pengecoran di SMK PIRI 1 Yogyakarta yang secara langsung melibatkan 36 siswa. Tanggapan siswa terhadap keamanan tungku ini meliputi: 1 Tutup tungku yang mampu menahan panas dengan baik karena selimut keramik mampu mencegah kebocoran panas pada celah antara tutup dan badan tungku; 2 Suhu luar badan tungku masih dalam batas toleransi karena batu tahan api dibagian dalam tungku mampu menahan panas tinggi; 3 Kowi berfungsi dengan baik sebagai wadah pencairan aluminium dan mampu menahan panas serta tidak mudah pecah. Lebih jauh, untuk menjaga keamanan, pada saat pengoperasian tungku, operator disarankan menggunakan alat pelindung diri APD lengkap yang terdiri dari Wearpack, sepatu, sarung tangan, kacamata, dan helm untuk melindungi dari suhu yang tinggi. Bagaimanapun, economizer yang merupakan saluran pembuangan sisa gas pembakaran LPG harus di waspadai. Sebab pada bagian ini tidak terdapat isolator panas sehingga saat digunakan untuk praktik pengecoran, siswa harus di ingatkan agar berhati-hati pada zona economizer . Tabel 7. Tanggapan siswa terhadap ketahanan tungku No Interval Jumlah Persentase Kategori 1 13-16 18 50 Sangat Layak 2 10-14 17 47,2 Layak 3 7-10 1 2,7 Tidak Layak 4 4-7 Sangat Tidak Layak Jumlah 36 100 Tanggapan siswa yang tampak pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 18 siswa menyatakan ketahanan tungku peleburan aluminium dalam kategori sangat layak, 17 siswa menyatakan dalam kategori layak, sedang 1 siswa menyatakan ketahanan tungku peleburan aluminium tidak layak. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tungku dapat beroperasi dengan baik selama proses peleburan tanpa kendala. Gas burner mampu beroperasi secara kontinyu dengan baik selama proses peleburan. Pressure gauge mampu menunjukkan tekanan gas dengan akurat, meskipun terletak didekat tungku yang panas. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan isolator panas pada tungku yang mampu menahan suhu “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 238 tinggi di dalam tungku. Lebih jauh, isolator tungku yang merupakan kombinasi dari selimut keramik dan bata tahan api yang direkatkan menggunakan air setting mortar mampu bertahan tanpa mengalami penurunan fungsi. Bagaimanapun juga, jika pengoperasian tungku cukup lama sehingga suhu menjdi terlalu tinggi, tutup tungku dapat mengalami sedikit deformasi. Hal ini dikarenakan isolator panas pada tutup tungku hanya lapisan castable setebal kurang lebih 1 cm. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut siswa, tungku pelebur aluminium layak digunakan untuk mendukung pembelajaran praktik pengecoran aluminium di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Tanggapan terhadap kelayakan tungku ini meliputi: konstruksi, komponen- komponennya, fungsi, kinerja, keamanan dan ketahanan tungku. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan implikasinya, diberikan saran sebagai berikut: 1. Pihak sekolah diharapkan mampu mengembangkan dan melihat potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa khususnya di bidang pengecoran logam. 2. Pihak sekolah diharapkan mampu mengembangkan bermacam-macam pola dalam praktik pengecoran dan menjadikan sebuah kompetensi keahlian bagi siswa. 3. Siswa diharapkan mampu menggunakan tungku peleburan aluminium dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I., 1997, Classroom Instruction and Management, New York: Mc Graw Hill Companies. Arianto L.S., Tiwan, dan Mujiyono, 2014a Pengembangan Tungku Peleburan Aluminium untuk Mendukung Kompetensi Pengecoran di SMK Program Studi Keahlian Teknik Mesin, Inotek, 18 1, 80 –94. Arianto L.S., Tiwan, dan Mujiyono, 2014b, Tungku Pelebur Alumnium untuk Mendukung Praktik Pengecoran di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY, Laporan Penelitian Unggulan UNY , tidak dipublikasikan, LPPM UNY, Yogyakarta. Arianto L.S., Tiwan, dan Mujiyono, 2015, Tungku Peleburan Aluminium untuk Mendukung Kompetensi Bidang Pengecoran di SMK Program Studi Keahlian Teknik Mesin di Yogyakarta, Laporan IbM, tidak dupublikasikan, LPPM UNY, Yogyakarta. Azhar Arsyad, 1997, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dwi Siswoyo, dkk. 2007: 137 Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 239 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, SK Dirjen Pendidikan Menengah nomor: 7013D KP2013 tanggal 4 Desember 2013 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan Ngatiman, 2016, Pengembangan Modul Pengecoran Logam Aluminium Di SMK Muhammadiyah Prambanan Sleman, Skripsi, tidak dipublikasikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Oemar Hamalik. 1986 Media Pendidikan. Bandung: Penerbit Alumni. Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 240 PENGUJIAN PROTOTYPE CNC TURNING SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN CNC Bambang Setiyo Hari Purwoko Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY, bambang_shpuny.ac.id bambang_shpyahoo.co.id Abstrak Pengujian hasil rekayasa CNC Turning bertujuan ingin mengetahui kinerja prototype CNC Turning sebagai media dan sumber belajar dalam pembelajaran pemrograman CNC. Pengujian produk merupakan salah satu tahapan dalam proses rekayasa yang dilakukan mengikuti prosedur Research and Development RD yang dikemukakan Borg dan Gall, yaitu membuat dan menguji kinerja produk develop. Sebagai acuan untuk pengujian adalah tujuan dan materi pembelajaran pemrograman CNC. Pengujian yang dilakukan mencakup pengujian fungsional dan keakurasian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa prototype CNC Turning dapat digunakan sebagai media dan sumber pembelajaran yang mampu; 1 memeragakan kode-kode perintah yang merupakan bahan utama dalam pembelajaran CNC; 2 memeragakan proses bekerjanya mesin CNC seperti pemasukan program NC, ekskusi program NC dalam bentuk grafik lintasan pahat dan proses pemesinan benda kerja; 3menyediakan pengalaman mengoperasikan mesin CNC yang tidak menimbulkan rasa takut karena berukuran relatif kecil mini. Kata kunci: pengujian media, pemrograman CNC, CNC turning PENDAHULUAN Isu sangat penting terkait dengan pendidikan sekarang ini adalah mengenai relevansi pendidikan, khususnya relevansi eksternal. Hal itu terutama dipicu oleh fenomena semakin meningkatnya pengangguran tenaga terdidik yang secara agregat kecenderungannya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yang salah satu dari sekian penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara kualifikasi yang dimiliki lulusan perguruan tinggi dan kualifikasi yang diminta dunia usahaindustri. Fenomena pengangguran terdidik terjadi juga di industri permesinan. Di industri permesinan, penggunaan mesin CNC telah berkembang luas, sehingga permintaan akan tenaga kerja yang memiliki keahlian kompetensi CNC terus mengalami peningkatan. Merespon tingginya permintaan tenaga kerja dengan kualifikasi CNC, CNC kemudian dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Namun demikian, meskipun CNC telah masuk dalam kurikulum, dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi jurusan teknik mesin belum sepenuhnya mampu menyediakan lulusan yang memiliki keahlian bidang CNC ini secara memadai. Hal itu antara lain disebabkan banyak perguruan tinggi jurusan teknik mesin belum memiliki mesin CNC sebagai sarana pembelajaran pemrograman maupun praktik pengoperasian CNC dalam jumlah dan jenis yang memadai. Harga mesin CNC yang masih relatif mahal menjadi salah satu faktor penyebabnya, di samping ketergantungan perawatan “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 241 dan perbaikan mesin CNC pada tenaga ahli dari pabrik pembuat mesinnya. Hal ini mengakibatkan biaya perawatan mesin CNC menjadi mahal dan berdampak pada sustainability kesiapan mesin sehingga semakin banyak lagi pembelajaran CNC yang dilakukan tanpa sarana mesin CNC. Pembelajaran CNC tanpa menggunakan sarana yang memadai mesin CNC tidak akan mampu mencapai standar kompetensi CNC yang menjadi tujuan pembelajaran. Juga, ketergantungan perawatan dan perbaikan CNC pada tenaga ahli dari pabrik mesin akan menjadi kendala keberlanjutan pengoperasian CNC sebagai sarana pembelajaran. Berlatar belakang demikian peneliti terdorong mengembangkan satu CNC Turning sebagai media pembelajaran CNC. Keberhasilan penelitian untuk pengembangan CNC Turning sebagai Media Pembelajaran CNC, kendala sarana dalam proses pembelajaran CNC dapat teratasi, dan proses alih teknologi untuk mendukung perawatan CNC sedikit demi sedikit dapat dilakukan. Dengan media CNC Turning diharapkan beberapa tugas dosen seperti mendemonstrasikan gerakan operasi mesin akan dapat diperagakan, baik dengan gambar lintasan alat potong dua dimensi plotter yang dapat dilakukan sewaktu-waktu pada media CNC Turning, maupun diperagakan dengan gerakan pembubutan secara langsung oleh CNC Turning . Sebagai media pembelajaran, CNC Turning mampu merangsang mahasiswa belajar mandiri. Aplikasi teorikonsep pemrograman yang tersusun menjadi suatu program CNC, dapat diperagakan disimulasikan oleh CNC Turning. Apabila terjadi kesalahan aplikasi konsep dalam suatu program CNC, dapat langsung diketahui, karena CNC Turning akan menunjukkan kesalahan tersebut, gerakan hasil ekskusi program akan tidak sesuai dengan gerakan alat potong yang seharusnya. Pembelajaran menjadi lebih kaya dan nyata karena mendorong mahasiswa belajar memecahkan masalah yang timbul berkaitan dengan upaya perbaikan dan penyempurnaan program NC. Permasalahan dalam pengujian prototype CNC Turning dapat dirumuskan sebagai berikut; 1 Bagaimanakah kualitas fungsional dari produk hasil rekayasa CNC Turning sebagai media pembelajaran pemrograman CNC; 2 Bagaimanakah keakurasian fungsi produk hasil rekayasa prototype CNC Turning untuk dapat menjadi substitusi mesin bubut CNC Menurut Heinich 1989:6, dan Smaldino 2012:7, media pembelajaran adalah segala apapun yang membawa pesan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan media pembelajaran adalah memfasilitasi untuk memudahkan komunikasi dan belajar. Media mempunyai peran sangat penting dalam pembelajaran, Media dalam pembelajaran adalah semua hal yang dapat membuat seseorang menjadi belajar. Media dalam pengertian ini, di dalamnya tidak saja hanya mengenai peralatan, akan tetapi mencakup hal yang lebih luas, yaitu semua hal yang merupakan sumber informasi atau sumber belajar. Media dan peralatan dalam pembelajaran terutama digunakan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan strategi pembelajaran, dan orientasi layanan pendidikan. Wen 2003:67 mengatakan bahwa orientasi pendidikan harus terus berubah demi menyesuaikan perkembangan zaman. Menurut Wen, pada saat ini, zaman telah berkembang dari zaman industri ke zaman informasi. Di era informasi ini, pembelajaran seyogyanya mengalami penyesuaian, salah satu di antaranya dari pembelajaran bersama-sama menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan. Media dan peralatan belajar yang mempunyai peran “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 242 sangat penting dalam proses pembelajaran, dengan demikian harus dirancang dapat dugunakan dalam pembelajaran bersama maupun untuk individual. Penggunaan media dan peralatan pembelajaran harus mengacu pada materi-materi atau bahan ajar yang telah disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan. Menurut Gagne 1992 pemilihan media dan peralatan pembelajaran yang baik adalah media dan alat pembelajaran yang telah melalui proses seleksi dan digunakan sebagai bagian integral dari strategi pembelajaran. Sedangkan proses seleksi, dan penggunaan media dan peralatan pembelajaran menurut Smaldino 2012 diusulkan menggunakan model ASSURE yang merupakan akronim dari : a analyze learners, b state objectives, c select media and materials , d ulitilize materials, e require learners performance, dan f evaluaterevise. Menurut Smaldino, pentingnya media dalam pembelajaran dapat diketahui dengan memahami bahwa kegiatan pembelajaran itu berlangsung di sepanjang garis kontinum mulai dari pengalaman konkrit dan nyata hingga ke pengalaman yang sangat abstrak. Keputusan mengenai pertukaran antara kekonkretan pengalaman belajar dan batasan-batasan waktu harus terus dilakukan oleh guru. Edgar Dale dalam salah satu tulisannya Cone of Experience Smaldino, 2012:10 mengusulkan agar kita memulai pembelajaran dengan melibatkan peserta didik dengan suatu pengalaman aktual, kemudian beralih peserta didik sebagai pengamat kejadian aktual, terus ke peserta didik sebagai pengamat kejadian yang disajikan melalui perantara, dan akhirnya ke peserta didik yang mengamati simbol yang mewakili sebuah kejadian Menurut Joyce dkk, 2009:434-435, pembelajaran dapat dilakukan dengan metode simulasi menggunakan media simulator. Simulasi menyederhanakan bagian-bagian yang kompleks di dunia nyata, disajikan dalam sebuah bentuk yang dapat diformat di dalam ruang kelas. Usaha ini dilakukan dalam rangka menciptakan kondisi serealistis mungkin sehingga konsep yang dipelajari dan solusi yang dikembangkan dapat benar-benar dipraktikkan di dunia nyata. Di dalam tugas simulasi ini peserta didik harus mampu mengembangkan konsep dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kemudian dipraktikkan. Peserta didik disini belajar dari konsekuensi tindakan yang mereka ambil. Simulasi digunakan pada banyak konteks, termasuk pemodelan dari sistem manusia atau sistem alami dalam rangka memperoleh pengertian yang mendalam mengenai fungsikemampuan sistem. Dalam konteks yang lain teknologi simulasi dapat digunakan untuk melihat optimisasi capaian, keselamatan kerja, pengujian, pelatihan dan pendidikan. Dalam proses pembelajaran, khususnya sain dan teknologi, simulasi mendorong siswa untuk bekerja dan belajar serta guru membantu perkembangan kreativitas dan penemuan. Siswa difasilitasi dengan membuat suasana pembelajaran dalam tekanan rendah dan memungkinkan anak berkonsentrasi pada penyelesaian masalah mereka sendiri Umi Rochayati, 2012:90. Simulasi dapat digunakan untuk menunjukkan efek nyata dari kondisi-kondisi alternatif dari variabel yang diberikan. Simulasi sangat baik digunakan pada situasi pelatihan dalam rangka: 1 mengijinkan orang untuk mengantisipasi situasi tertentu dan melakukan reaksi dengan baik; 2 lingkungan pengambilan keputusan, untuk menguji dan memilih alternatif ber-dasar pada beberapa kriteria; 3 konteks riset ilmiah untuk meneliti dan menginter- pretasikan data, 4 memahami dan membuat ramalan perilaku dari sistem alami, seperti studi mengenai evolusi bintang atau kondisi luar angkasa. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 243 Mesin CNC Computer Numerical Control adalah suatu mesin yang proses pengoperasiannya dikendalikan oleh sistem CNC, yaitu suatu sistem kontrol yang dalam proses kerja pengontrolannya dilakukan menggunakan perintah berupa kode-kode huruf dan angka alpha-numeric-code. Susunan perintah dalam kode huruf dan angka yang tersusun sedemikian rupa dan digunakan untuk mengatur operasi mesin dalam rangka pembuatan suatu produk, disebut program CNC. Gambar 1. Sistem Kontrol CNC pada Mesin Perkakas Fiorellino, P. 1986 Sistem pengontrolan system mekanik penggerak sumbu pada mesin perkakas CNC dapat dilihat pada Gambar 1. Sistem pengontrolan system mekanik penggerak sumbu pada mesin perkakas CNC dikelompokkan menjadi dua, 1 gerakan dengan sistem kontrol terbuka, dan 2 gerakan dengan sistem kontrol tertutup. Gambar skema untuk kedua jenis sistem pengontrolan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 244 Sistem penggerak kontrol terbuka Open Loop Control System adalah sistem kontrol penggerak yang biasanya menggunakan motor step stepper motor sebagai sumber tenaga penggerak yang dipasang pada masing-masing sumbu. Dikatakan terbuka karena dalam sistemnya tidak memakai alat pengumpan sinyal balik feed back signal seperti resolver atau pun tachogenerators sebagai pembanding comparison antara posisi pergeseran perkakas slide tool yang sebenarnya dengan posisi yang diinginkan atau diprogramkan Gambar 2. Gambar 2. Sistem Penggerak Kontrol Terbuka Fiorellino, P. 1986 Sistem penggerak kontrol tertutup Closed Loop System dalam proses kerja pengontrolannya menggunakan perangkat pengontrol posisi yang memberikan sinyal umpan balik feed back device sebagai pengontrolpembanding antara jarakukuran aktual dengan jarak yang telah diprogram. Diagram sistem kontrol tertutup dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Sistem Penggerak Kontrol Tertutup Fiorellino, P. 1986 “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 245 METODE Rekayasa ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan, yang langkah- langkahnya mengikuti model RD Research and Development yang dikemukakan Walter R. Borg, dan Meredith D. Gall. Rekayasa mengikuti langkah sebagai berikut. Gambar 4. Tahapan Rekayasa CNC Turning Rekayasa CNC Turning meliputi; 1 pembuatan dan perakitan sistem mekanik Turning Machine ; 2 koneksi antara sistem mekanik turning dan modul rangkaian elektronik sistem pengendali; dan 3 pengujian hasil rakitan sistem mekanik Turning dan 4 pengujian hasil koneksi sistem mekanik Turning dengan modul-modul sistem kontrol pengendali. Pengujian yang dilakukan mencakup pengujian geometris, dan pengujian kelayakan untuk dapat menjadi substitusi CNC Turning. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian adalah lembar pengujian geometris, vernier caliper jangka sorong, dan dial indicator jam ukur. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 246 HASIL DAN PEMBAHASAN Target luaran dari rekayasa ini adalah menghasilkan prototype CNC Turning yang dapat menjadi substitusi mesin CNC sebagai media pembelajaran pemrograman CNC. Produk prototype CNC Turning merupakan penggabungan antara sistem mekanik mesin bubut Turning Machine dan modul sistem kontrol berbasis CNC. Sumber penggerak sumbu utama mesin bubut adalah motor listrik AC single phase dengan daya listrik 1 PK, jarak antar-senter 530 mm, dan tinggi senter terhadap alas mesin bubut adalah 80 mm. Sistem kontrol menggunakan sumber tenaga listrik DC 24 volt, sedangkan sebagai tenaga penggerak sumbu adalah motor step stepper motor yang dikendalikan dengan rangkaian sistem kontrol terbuka open loop. Bentuk akhir dari prototype CNC Turning yang merupakan penggabungan sistem mekanik mesin bubut Turning Machine dan sistem kontrol berbasis CNC dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Prototype CNC Turning Pengujian terhadap Prototype CNC Turning dilakukan dalam dua hal, pengujian statis dan pengujian dinamis. Pengujian statis mencakup; 1 pengujian geometris, dan 2 pengujian hasil koneksi. Pengujian geometris, mencakup pengujian terhadap kesejajaran sumbu utama dengan alas mesin bubut baik pada arah harisontal maupun arah vertikal, pengujian penyimpangan putaran round-out spindel utama mesin, dan pengujian ketegak- lurusan gerakan sumbu melintang sumbu X dengan sumbu spindel utama mesin bubut. Pengujian geometris dimaksudkan untuk memperoleh data kualitas geometris sistem mekanik CNC Turning. Pengujian geometris terhadap penyimpangan putaran kesenteran spindel utama mesin bubut menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan putaran spindel arah radial sebesar 0,05mm, dan penyimpangan arah aksial sebesar 0,1 mm. Pengujian geometris terhadap kesejajaran sumbu spindel utama pada arah vertikal menunjukkan penyimpangan kesejajaran +0,02mm pada jarak pergeseran 0 sampai 50mm, dan +0,04mm “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 247 pada pergeseran 50mm sampai dengan 100mm. Pada arah harisontal, terdapat penyimpangan -0,13mm pada jarak pergeseran dari 0 sampai dengan 50mm, dan -0,26mm pada jarak pergeseran dari 50mm sampai dengan 100mm. Hasil pengujian geometris dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengujian Kesejajaran Sumbu Spindel Utama Pengujian Penyimpangan Vertikal Penyimpangan Harisontal Jarak 0 sampai 50 mm +0,2 mm -0,13 mm Jarak 50 sampai 100 mm +0,4 mm -0,26 mm Pengujian koneksi sistem mekanik mesin bubut dengan sistem kontrol CNC adalah pengujian terhadap ketepatan respon sistem mekanik atas setiap masukan input yang diberikan oleh sistem kontrol. Pengujian koneksi dilakukan dengan menguji hasil inisiasi atas masukan input yang diberikan melalui cara menekan tombol-tombol penggerak sumbu. Inisiasi atas perintah yang diberikan dengan menekan tombol “X+”, “X-“, ‘X+”, “Z-“ menghasilkan keluaran berupa putaran motor steper pada arah, jumlah, dan kecepatan tertentu. Putaran motor steper ini digunakan sebagai tenaga penggerak sistem mekanik penggerak sumbu pada prototype CNC Turning. Gerakan sumbu mesin teridentifikasi dalam bentuk gerakan translasi alat potong pada arah, jarak dan kecepatan tertentu pula. Pengujian koneksi terutama dilakukan terhadap ketepatan arah putaran spindel utama jika saklar spindel utama pada posisi ”ON”, dan ketepatan arah gerakan pahat bubut jika diberi perintah masukan bergerak maju mendekati benda kerja tombol ”X-”, bergerak ke kiri mendekati benda kerja tombol ”Z-”, bergerak mundur menjauhi benda kerja tombol ”X+”, dan bergerak ke kanan menjauhi benda kerja ”Z+”. Pengujian koneksi sistem kontrol CNC mencakup dua hal, yaitu ketepatan respon gerak dan keakuratan jarak lintasan gerak. Proses pengujian dilakukan mengikuti langkah sebagai berikut. Posisi sebelum digerakkan sebelum tombol ditekan, tampilan angka diatur ulang reset sehingga menunjukkan angka “0” nol. Apabila salah satu tombol misalnya “Z- “ ditekan terus, tampilan angka akan terus berubah, dan akan berhenti ketika tombol dilepas. Angka yang tertera pada display ketika tombol “Z-“ dilepas, merupakan masukanperintah input yang artinya agar alat potong bergerak pada arah sesuai tombol yang ditekan “Z-“, dengan jarak pergerakan sesuai dengan angka yang tertera di display monitor. Hasil pengujian terhadap respon atas masukan yang diberikan dengan menekan tombol yang mencakup ketepatan arah dan keakuratan jarak gerakan yang dihasilkan output menunjukkan prototype CNC Turning dapat memberi respon dan menjalankan masukanperintah dengan benar, meskipun jarak pergeserannya belum sepenuhnya akurat. Untuk masukan gerak maju ”X-”, mundur ”X+”, ke kiri ”Z-”, dan ke kanan ”Z+”, sepanjang atau sejauh 20mm, gerak aktualnya adalah 19,90mm yang berarti terdapat penyimpangan sebesar 0,10mm. Sedangkan untuk masukan perintah gerak yang sama sepanjang 50mm gerak “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 248 aktualnya adalah 49,8mm. Data selengkapnya hasil pengujian respon dan pergerakan aktual atas setiap masukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ketepatan Jarak Gerakan Tanpa Beban Berdasarkan Masukan No Tombol Masukan Keluaran Aktual 1 “ X- “ Gerak Maju 20 mm 19,9 mm 2 “ X+ “ Gerak Mundur 20 mm 19,9 mm 3 “ Z- “ Gerak Ke Kiri 50 mm 49,8 mm 4 “ Z+ “ Gerak Ke Kanan 50 mm 49,8 mm 5 Gerakan Siklus; X-2000 Z-5000 X+2000 Z+5000 Di samping dilakukan pengujian keakurasian jarak gerakan aktual tanpa beban, terhadap Prototype CNC Turning juga dilakukan pengujian keakurasian jarak gerakan dengan beban pembubutan pengujian dinamis. Pengujian dinamis dilakukan dengan pemberian beban pada proses pembubutan memanjang dan bertingkat. Sebagai bahan pengujian bahan untuk dibubut adalah alumunium diameter 28 mm, panjang 150 milimeter. Pahat bubut yang digunakan adalah Pahat Rata Kanan right hand tool dari bahan HSS. Putaran spindle utamabenda kerja sekitar 800 rpm, kedalaman penyayatan 0,5mm, dan kecepatan gerak pemakanan 50mikronputaran. Bentuk, ukuran benda kerja yang akan dihasilkan melalui pengujian dinamis adalah poros bertingkat dengan diameter 21mm sepanjang 12mm, diameter 24 mm sepanjang 12mm, dan diameter 27 sepanjang 12mm. Penggeseran alat potong pahat bubut dalam pengujian dinamis dilakukan otomatis, berdasarkan pemberian masukan input berupa program NC yang di dalamnya berisi perintah siklus pembubutan memanjang dan bertingkat. Gambar kerja sebagai panduan dalam pengujian dinamis, proses pengujian dinamis dan benda kerja hasil pengujian dinamis dapat dilihat pada Gambar 6. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 249 6a. 6b. 6c. Gambar 6. Gambar Panduan, Proses dan Benda Kerja Hasil Pengujian Dinamis Program NC sebagai inputmasukan setelah diekskusi menghasilkan benda kerja dengan geometri aktual sebagai berikut; diameter 21mm sepanjang 11,90 mm dari ujung benda kerja, diameter 24,10mm sepanjang 23,90mm dari ujung benda kerja, dan diameter 27mm sepanjang 35,90mm dari ujung benda kerja. Berdasarkan ukuran aktual hasil pengujian dinamis dapat diketahui, bahwa, pemberian inputdata masukan berupa perintah pahat bergeser ke kiri 12mm dari ujung benda kerja Z-12,00, jarak pergeseran aktualnya adalah 11,90mm; masukan Z-24,00, jarak pergeseran aktualnya 23,90mm; dan pada masukan Z-36,00, jarak pergeseran aktualnya 35,90 mm. Data tentang dimensi aktual benda kerja hasil pengujian dinamis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Akurasi Jarak Output Gerakan dengan Beban Pembubutan No Masukan X Keluaran X Masukan Z Keluaran Z Diameter Benda Kerja 1 00 mm 00 mm 00 mm 00 mm 28,00mm 2 0,50 mm 0,45 mm 36,00 mm 35,90mm 27,10mm 3 2,00 mm 1,95 mm 24,00 mm 23,90mm 24,10mm 4 3,50 mm 3,45 mm 12,00 mm 11,90mm 21,10mm Berdasarkan hasil pengujian dinamis dengan beban pembubutan, terlihat bahwa Prototype CNC Turning memiliki kinerja fungsional sangat baik, artinya mampu merespon perintah dengan tepat dan mampu memperlihatkan proses bekerjanya mesin bubut ketika digunakan untuk pembubutan suatu produk dengan inputmasukan berupa program NC. Kinerja yang berhasil dicapai Prototype CNC Turning ini sudah sesuai dengan spesifikasi rancangan yang ditetapkan. Spesifikasi rancangan disusun berdasarkan hasil dari analisis kebutuhan akan CNC Turning sebagai media pembelajaran pemrograman CNC yang menyatakan produk hasil rekayasa mampu menyimulasikan jalannya operasi pembubutan suatu produk, dan juga mampu menyimulasikan jalannya ekskusi suatu program NC. Produk hasil rekayasa yaitu Prototype CNC Turning adalah sebuah sistem mekanik mesin bubut turning machine yang dikoneksikan dengan modul-modul sistem kontrol “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 250 berbasis CNC. Fungsi sistem mekanik ini adalah menyimulasikan jalannya gerak operasi proses pembubutan seperti yang dilakukan oleh suatu mesin bubut CNC CNC Turning, yaitu berputarnya spindle utama yang memutarkan benda kerja, dan pergerakan pahat bubut pada Sumbu X atau Sumbu Z, yang membuat terjadinya proses penyayatan. Gerak proses penyayatan dalam operasi pembubutan ini dikendalikan dengan masukan berupa program NC. Berdasarkan data hasil pengujian diketahui bahwa koneksi antara dua perangkat, yaitu sistem mekanik mesin bubut Turning Machine, dan unit kontrol mesin Sistem Kontrol berbasis CNC dapat dilakukan dengan baik. Hasil koneksi dari kedua perangkat tersebut, adalah terhubungkannya secara fisik antara dua perangkat seperti yang terlihat pada Gambar 5. Keberhasilan dalam koneksi data dari sistem kontrol ke sistem mekanik mesin bubut ini dapat dimaknai bahwa penelitian telah berhasil mengembangkan produk berupa CNC Turning yang telah siap dilakukan pengujian lebih lanjut dengan pengujian kelayakan sebagai media pembelajaran CNC. Hasil koneksi sistem kontrol berbasis CNC dengan sistem mekanik mesin bubut telah dapat berlangsung baik, akan tetapi realisasi ekskusi dalam bentuk gerakan mekanik mesin bubut masih terdapat kekurangan. Memperhatikan data pengujian, tampak bahwa realisasi ekskusi atau hasil penerjemahan data masukan berupa perintah bergerak, misalnya gerak maju mendekati sumbu benda kerja dengan menekan tombol “X-“, oleh sistem mekanik mesin bubut perintah masukan tersebut dapat diterjemahkan dengan tepat, yaitu bergerak maju mendekati sumbu benda kerja, akan tetapi jarak dari realisasi gerak maju mendekati sumbu benda kerja yang dilakukan tersebut tidak selalu akurat. Ketidak-akuratan tersebut d isebabkan oleh beberapa hal, di antaranya 1 kualitas geometris dimensi, posisi, dan permukaan komponen yang dibuat sendiri di bengkel belum memadai, 2 ketelitian perakitan antar-komponen yang disusun menjadi sistem mekanik mesin bubut belum memenuhi standar perakitan komponen yang dianjurkan. Akibat dari kualitas geometris komponen yang kurang memadai menyebabkan proses perakitan menjadi kesulitan untuk dapat mencapai standar perakitan yang dianjurkan. Kualitas geometri komponen yang kurang baik sering menyebabkan hasil perakitan ball- screw tidak segaris atau tidak satu sumbu yang salah satunya mengakibatkan terjadi bending momen bengkok yang menimbulkan gaya gesek cukup besar dan menghambat proses pergeseran komponen. Besarnya gesekan yang terjadi ini tidak sama atau tidak merata di sepanjang poros ball-screw, dan di setiap sistem mekanik penggerak, sehingga gerakan antar-sistem memiliki akselerasi yang juga tidak sama, dan hal ini berpengaruh pada ketelitian gerakan antar komponen yang terakit dalam sistem mekanik. Gerakan sistem mekanik CNC Turning dengan beban pembubutan, memperlihatkan bahwa gerakan sistem mekanik memiliki atau mampu mencapai ketelitian 0,1 mm per 12 mm, artinya bahwa, setiap pergeseran 12 mm akan terjadi penyimpangan atau ketidaktepatan pergeseran sebesar 0,1 mm. Sedangkan dalam hal kesejajaran sumbu mesin, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem mekanik mesin bubut memiliki kesejajaran sumbu sangat baik. Hal itu ditunjukkan dari hasil pembubutan diameter 28 mm, 27,10 mm, 24,10 mm, dan 21,10 mm pada benda di setiap sepanjang 12 mm, yang di kedua ujung tiap diameter tersebut ternyata tidah terdapat selisih ukuran. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 251 Oleh karena sistem mekanik CNC Turning telah dapat menyimulasikan gerakan pahat bubut pada masing-masing sumbu, dan juga menyimulasikan putaran spindel menjadi suatu bentuk proses pembubutan, maka produk ini dapat digunakan sebagai sarana atau substitusi peralatan praktik yang dapat memeragakan sistem kerja mesin bubut CNC, dan mekanisme proses pembubutan benda kerja pada mesin bubut CNC. Gerakan pahat bubut pada CNC Turning sepanjang sumbu Z dan sumbu X dapat dideteksi menggunakan pantograf. Gerakan sumbu Z terdeteksi dalam bentuk garis yang sejajar dengan alas mesin bubut, sedangkan sumbu X berupa garis melintang tegak lurus alas mesin bubut. Garis-garis yang terbentuk oleh pantograf tersebut merupakan titik-titik lintasan yang dilalui pahat, sehingga bentuk, pola, arah, dan panjangnya mengikuti atau tergantung dari pola gerakan pahat bubut yang dikendalikan dengan program NC. Gerakan pantograf sepenuhnya merupakan representasi dari gerakan pahat bubut pada sumbu Z dan sumbu X, baik yang dikendalikan secara manual maupun dengan program NC pada system control berbasis CNC. Gerakan pahat bubut sepanjang sumbu X dan sumbu Z pada CNC Turning yang lintasannya terlihat sebagai garis-garis yang dibuat panthograf tersebut, dapat merupakan hasil dari proses ekskusi suatu program NC. Dengan demikian, garis-garis lintasan pahat bubut pada panthograf ini merupakan media untuk mengetahui hasil dari ekskusi suatu program NC, dan berdasarkan garis-garis yang terbentuk pada panthograf tersebut dapat diketahui apakah terdapat kesalahan lintasan pahat, sekaligus dapat dideteksi apakah terdapat kesalahan perintah pada suatu program NC yang telah selesai disusun. Gerakan pahat bubut dapat dilakukan secara langsung dengan memberi masukan melalui cara menekan tombol penggerak sumbu, atau dengan memberi masukan berupa program NC yang ditulis melalui tombol-tombol penulisan program NC pada papan ketik. Hasil ekskusi dari penekanan tombol penggerak sumbu sehingga pahat bergerak pada arah dan jarak tertentu, dan hasil ekskusi dari penekanan tombol-tombol untuk penulisan program NC sehingga tersusun suatu program NC, menunjukkan bahwa tombol-tombol pada prototype CNC Turning telah dapat memenuhi fungsi sebagaimana fungsi yang dapat dilakukan oleh tombol pada suatu mesin bubut CNC. Hasil ekskusi demikian memperlihatkan tombol-tombol pada prototype CNC Turning telah dapat menyimulasikan fungsi pengoperasian mesin CNC dan penulisan program NC pada suatu mesin CNC. Oleh karena itu prototype CNC Turning ini telah dapat digunakan sebagai media pembelajaran pemrograman CNC, khususnya dalam penulisan program NC secara manual Manual Data Input, MDI, media pembelajaran yang menyimulasikan jalannya ekskusi program NC berupa garis-garis lintasan gerakan pahat mesin bubut CNC, dan media pembelajaran CNC yang menyimulasikan proses bekerjanya mesin bubut CNC dalam proses pembubutan suatu produk. Pengujian kelayakan produk Prototype CNC Turning sebagai media pembelajaran dilakukan untuk menjaring pendapat pengguna mengenai produk Prototype CNC Turning, terutama dalam hal; 1 kemampuan produk menjelaskan atau mendemonstrasikan arti dari kode-kode perintah dalam program NC, 2 kemampuan menciptakan interaksi pengguna dengan produk, 3 kemampuan menarik perhatian dan minat untuk menggunakan produk, 4 kemampuan produk sebagai sarana untuk melakukan evaluasi, 5 kelengkapan elemen- “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 252 elemen produk untuk menjadi sumber belajar, 6 keserasian bentuk fisik, 7 kemudahan dalam pengoperasian produk, dan 8 keamanan dalam pengoperasian produk. Pengujian kelayakan dilakukan oleh pengguna terbatas, yang secara keseluruhan berjumlah 8 orang, terdiri dari 2 dosen pengajar CNC, dan 6 orang mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah CNC Dasar. Hasil pengujian kelayakan produk sebagai media pembelajaran CNC berupa persepsi pengguna, yang diperoleh melalui pengisian angket kelayakan produk sebagai media, setelah pengguna mencoba mengoperasikan Prototype CNC Turning . Persepsi pengguna terhadap kelayakan Prototype CNC Turning sebagai media pembelajaran CNC disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Persepsi Pengguna Prototype CNC Turning sebagai Media Pembelajaran No Kelayakan sebagai Media Pembelajaran Rerata Skor Katagori 1 Kemudahan pengoperasian 4,25 Sangat Baik 2 Keserasian bentuk fisik 4,00 Sangat Baik 3 Kelengkapan tombol pengoperasian 3,88 Baik 4 Menarik perhatian dan minat 3,25 Baik 5 Interaksi pengguna dengan media 4,13 Sangat Baik 6 Mampu memperjelas konsep 4,00 Sangat Baik 7 Memiliki unsur evaluasi 4,25 Sangat Baik 8 Keamanan pengoperasian 3,75 Baik Syarat sebagai media pembelajaran yang baik sedikitnya ada tiga, yaitu; 1 mampu menarik perhatian pengguna, 2 memperjelas konsep bahan ajar, dan 3 memiliki unsur evaluasi. Berdasarkan data hasil angket kepada pengguna, yang persepsinya sebagai media pembelajaran terangkum pada Tabel 3, menunjukkan bahwa dari delapan orang pengguna, setelah mencoba mengoperasikan Prototype CNC Turning, persepsi terhadap produk yang dapat merepresentasikan sistem bekerjanya mesin bubut, CNC rerata skor- nya adalah 3,87, atau pada katagori Baik. Sedangkan persepsi dalam hal kemampuan produk untuk memperjelas konsep bahanmateri pembelajaran rerata skornya adalah 4,05, yaitu berada pada katagori Sangat Baik. Untuk penilaian terkait dengan adanya unsur evaluasi dalam produk, rerata skor penilaian atau persepsi pengguna adalah 4,18, yaitu berada pada katagori Sangat Baik. SIMPULAN 1. Produk hasil rekayasa yang dirancang sebagai media pembelajaran pemrograman NC memiliki sistem mekanik dengan ketelitian gerak cukup baik, mampu memberi respon dalam bentuk gerak sesuai masukan yang diberikan. Produk dapat mendemonstrasikan fungsi operasional suatu mesin bubut CNC, baik fungsi manual “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 253 maupun fungsi CNC. Jika fungsi manual diaktifkan, Tombol “X-“, “X+”, Z-“, dan “Z+” dapat melaksanakan fungsi sebagai tombol penggerak pahat secara manual dengan baik. Menggerakkan pahat dilakukan dengan menekan tombol-tombol yang bersangkutan. Apabila fungsi CNC diaktifkan, tombol-tombol pada papan ketik keypad dapat melaksanakan fungsi sebagai tombol penulisan program NC dengan baik. Fungsi CNC dapat melakukan fungsi ekskusi program NC dengan baik. Proses ekskusi pembacaan program terutama dalam hal fungsi pembubutan dengan gerak lurus dan interpolasi G01, pembubutan dengan gerak interpolasi radius G02G03, dan fungsi pembubutan dengan gerakan siklus G84. Fungsi gerakan pahat tersebut dilakukan tanpa maupun dengan beban pembubutan, dengan penyimpangan 0,10mm untuk gerak sepanjang 12mm. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa Prototype CNC Turning mampu menjadi substitusi mesin CNC meskipun belum mencakup semua fungsi mesin. 2. Produk Prototype CNC Turning hasil rekayasa layak menjadi substitusi menggantikan fungsi mesin bubut CNC sebagai alatmediasumber pembelajaran pemrograman NC, terutama alat untuk menyimulasikan dan mendemonstrasikan fungsi bekerjanya mesin bubut CNC seperti; a proses penulisan dan perbaikan program NC program editing pada mesin, b proses ekskusi running program NC dalam bentuk grafik lintasan pahat, c proses dan teknik penempatan pahat pada posisi awal jalan setting tool, dan d proses ekskusi jalannya pembacaan program NC dalam bentuk proses pembubutan benda kerja. Beberapa hal memang masih harus ditingkatkan, terutama dari segi respon gerak. Respon gerak terkait dengan kelonggaran antar-komponen penggerak yang masih perlu untuk dilakukan perubahan rancangan, penyetelan dan perakitan kembali komponen. DAFTAR PUSTAKA Sadiman, A.S. 1993. Media pendidikan, pengertian, pengembangan dan peman-faatan. Jakarta: CV Rajawali Bourden, P.R. 1998. Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon. Borg, W.R., Gall, M.D. 1983. Educational research, an introduction. Fourth Edition. New York: Longman, Inc. Meier, E. 1992. Manual programing CNC TU-2A. Austria: Emco Meier. Fiorellino, P. 1986. Introductory course in the CNC of machine tools. Le Locle: Aciera AG. Groover, M.P., Zimmers, Jr.E.W. 1998. CADCAM: Computer-aided design and manufacturing. PrenticeHall International Inc. Heinich, R., Molenda, M., and Russell, J.D. 1989. Instructional media, and the new technologies of instruction. Third Edition. New York: Macmilan Publishing Company. Joyce, B., Weil, M., and Calhoun, E. 2009. Models of teaching, model-model pengajaran. New Jersey: Pearson Education, Inc. Edisi Bahasa dalam Indonesia: Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Rochim, T. 1993. Teori dan teknologi proses pemesinan. Jakata: Higher Education Development Support Project. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 254 Smaldino, S.E., Lowther, D.L., and Russel, J.D. 2012. Instructional technology media for learning. New York: Pearson Education, Inc. Umi Rochayati, Sri Waluyanti, dan Djoko Santoso. 2012. “Inovasi Media Pembelajaran Sain Teknologi di SMP Berbasis Mikrokontroler”, Jurnal Kependidikan. XXXXII 1, 89-98. Wen, S. 2003. The future education. Jakarta: Grasindo. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 255 PENGEMBANGAN SOAL PILIHAN GANDA SISTEMIK PADA MATA PELAJARAN KIMIA SMAMA KELAS XI SEMESTER 2 Erfan Priyambodo dan Marfuatun Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, erfanuny.ac.id Abstrak Pada setiap proses evaluasi pembelajaran, tidak terkecuali pada pembelajaran kimia, pendidik menggunakan berbagai alat evaluasi yang berupa soal untuk mengukur prestasi belajar peserta didik. Salah satu bentuk soal yang lazim digunakan adalah soal pilihan ganda, dimana mempunyai kelemahan yaitu kurang mampu mengungkap konsep-konsep kimia secara komprehensif. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, dikembangkan suatu model soal pilihan ganda sistemik untuk mata pelajaran kimia SMAMA Kelas XI Semester 2. Soal yang dikembangkan dibatasi pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam sejumlah 30 butir soal. Soal divalidasi oleh 5 ahli materi kemudian dilakukan penilaian kualitas kepada 15 guru kimia SMAMA. Dari hasil penilaian reviewer, soal pilihan ganda sistemik mempunyai kriteria sangat baik ditinjau dari aspek bahasa, materi dn konstruk. Dari hasil ujicoba kepada 164 siswa SMAMA, 29 butir soal dinyatakan valid dengan reliabilitas sangat bagus. Kata Kunci: soal pilihan ganda sistemik PENDAHULUAN Kimia merupakan salah satu mata pelajaran di SMAMA khususnya pada peminatan IPA. Sebagaimana mata pelajaran yang lain, pada mata pelajaran kimia juga dilakukan proses evaluasi. Proses evaluasi merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Sistem evaluasi yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi yang belajar yang tepat untuk peserta didik, sehingga motivasi peserta didik untuk belajar akan menjadi lebih baik Djemari Mardapi, 2008 : 5. Evaluasi digunakan untuk membuat keputusan mengenai peringkat dan penempatan peserta didik, kebutuhan-kebutuhan instruksional, dan rencana pembelajaran Chiheb, dkk, 2011. Pada setiap proses evaluasi, pendidik menggunakan berbagai alat evaluasi yang berupa soal untuk mengukur prestasi belajar peserta didik. Adapun soal yang digunakan oleh guru antara lain tipe soal pilihan ganda, soal menjodohkan, soal essay, dan lain-lain. Secara umum, soal-soal tersebut dikategorikan menjadi 2 tipe, yaitu paper based question dan computer based question . Salah satu bentuk soal untuk mengukur hasil belajar siswa adalah soal pilihan ganda. Soal tipe ini mencakup 2 hal pokok, yaitu soal problem dan sejumlah alternatif jawaban Zimmaro, 2004. Soal pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur berbagai tingkatan pengetahuan kognitif taksonomi Bloom, yaitu dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat evaluasi. Soal pilihan ganda mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan Zimmaro, 2004. Kelebihan dari soal pilihan ganda antara lain: “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 256 1. Dapat mengukur hasil pembelajaran dari tingkatan yang sederhana sampai ke tingkat yang kompleks pengetahuan sampai dengan evaluasi 2. Lebih sistemik dibandingkan bentuk soal yang lain, dan memuat tugas-tugas yang jelas 3. Dapat digunakan untuk mengukur suatu sampel dalam jumlah yang besar 4. Alternatif-alternatif jawaban yang salah dapat digunakan sebagai informasi untuk tes diagnostik 5. Skor tidak terlalu terpengaruh oleh “terkaan” peserta didikdibandingkan dengan soal jawaban benar-salah 6. Skor lebih reliabel dibandingkan soal essay 7. Memudah untuk proses pemberian skor 8. Dapat mencakup materi pembelajaran yang cukup banyak Adapun kelemahan dari soal pilihan ganda adalah: 1. Pada penyusunan yang dilakukan secara baik, membutuhkan waktu yang banyak 2. Seringkali susah untuk menyusun jawaban pengecoh yang masuk akal 3. Tidak efektif untuk mengukur pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem solving , kemampuan peserta didikuntuk mengorganisasi, dan mengemukakan ide- idenya. 4. Skor dapat dipengaruhi oleh kemampuan peserta didikuntuk membaca soal 5. Terkadang mengandung lebih dari satu jawaban yang benar. Soal pilihan ganda yang selama ini digunakan belum mampu mengungkap konsep- konsep kimia secara komprehensif. Umumnya, soal-soal tersebut hanya mengkondisikan peserta didik untuk mengingat kembali pengetahuan yang sesuai dengan topik yang diujikan dan mengaplikasikan pernyataan-pernyataan yang ada Fahmy dan Lagowski, 2006. Hal ini menyebabkan peserta didik tidak mampu berfikir secara konstruktif, sehingga peserta didik cenderung melupakan konsep-konsep dasar kimia yang telah mereka pelajari sebelumnya. Secara jangka panjang, hal ini tidak baik untuk peserta didik. Jika mereka mudah melupakan konsep-kosep dasar kimia, maka tidak tercapai tujuan pembelajaran kimia. Soal pilihan ganda sistemik merupakan salah satu pengembangan pendekatan pembelajaran sistemik yang dicetuskan oleh Lagowski 2008. Sistemik yang dimaksud adalah penyusunan konsep-konsep pembelajaran yang saling berhubungan di dalam suatu bagan siklis. Pada soal pilihan ganda sistemik, setiap pilihan jawaban dapat memuat tiga sampai lima konsep-konsep kimia yang saling berhubungan. Pada soal pilihan ganda sistemik, setiap pilihan jawaban merepresentasikan hubungan tiga atau lebih antara konsep-konsep kimia. Soal pilihan ganda sistemik ini dapat mengevaluasi cakupan materi yang cukup luas, karena mampu menyajikan konsep-konsep kimia secara komprehensif. Oleh karena itu, pengembangan soal pilihan ganda ini sesuai untuk dikembangkan pada mata pelajaran kimia di SMA, karena di SMA cakupan materi kimia sangat banyak dengan topik yang berbeda namun sebenarnya saling berkaitan. Melalui pengembangan alat evaluasi ini, diharapkan peserta didik lebih termotivasi dan terkondisikan untuk berfikir secara konstruktif dan komprehensif. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 257 METODE Pengembangan soal evaluasi pembelajaran kimia berbasis pendekatan sistemik mengadaptasi prosedur pengembangan Gall, et al 2003, yaitu : 1. Research analysis, needs assessment, and proof of concept 2. Product planning and design 3. Preliminary product development 4. Preliminary field testing 5. Product revision 6. Main field testing 7. The final product revision Pada penelitian ini, soal pilihan ganda sistemik dibatasi pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam. Kualitas soal pilihan ganda sitemik dilakukan melalui analisis terhadap angket penilaian kualitas soal pilihan ganda sitemik yang telah dinilai oleh responden 15 guru kimia SMAMA. Analisis data kualitas soal pilihan ganda sitemik dilakukan secara deskriptif. Data juga diperoleh dari skor siswa mengerjakan soal evaluasi berbasis pendekatan sistemik yang di analisis validitas butir soal, dan reliabilitas soal evaluasi menggunakan model aplikasi Rasch Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso, 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dihasilkan 30 butir soal pilihan ganda sistemik pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam. Soal pilihan ganda berbasis pendekatan sistemik berisikan 5 buah alternatif jawaban, dimana masing-masing alternatif jawaban memuat 3 konsep kimia yang saling berkaitan. Soal pilihan ganda sistemik maupun instrumen yang telah disusun diujikan kepada 5 dosen ahli materi untuk di-review. Hasil dari review, digunakan untuk memeperbaiki beberapa kesalahan yang masih muncul di soal ataupun instrumen untuk menilai soal. Setelah direvisi, soal dinilai oleh 15 guru kimia SMAMA untuk mengetahui kualitas soal yang disusun. Adapun contoh soal pilihan ganda sistemik yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 258 Gambar 1. Contoh soal pilihan ganda sistemik yang dikembangkan Soal yang sudah divalidasi oleh ahli materi kemudian dinilaikan kepada 15 guru kimia untuk mengetahui kualitasnya. Hasil penilaian tersebut tersaji pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kualitas persentase keidealan soal pilihan ganda sistemik berdasar penilaian reviewer Aspek Persentase Keidealan Bahasa 86,20 Materi 84,94 Konstruk 84,66 Rerata 85,27 Kategori Sangat Baik Berikut ulasan mengenai masing – masing aspek yang terdapat di dalam angket yang digunakan sebagai instrumen penilaian soal berbasis pendekatan sistemik. Aspek bahasa Aspek bahasa dalam soal evaluasi ini meliputi tiga butir indikator, yaitu kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa yang komunikatif, dan bahasa yang tidak menimbulkan persepsi ganda. Secara keseluruhan penilaian kualitas soal evaluasi aspek bahasa sangat baik. Beberapa guru hanya menyarankan untuk memperbaiki beberapa narasi pada pertanyaan dalam soal sehingga mudah dipahami oleh siswa. Aspek materi Aspek materi dalam soal evaluasi belajar ini meliputi tujuh butir indikator, yaitu kesesuaian dengan Kompetensi Dasar, kemampuan soal dalam melatih siswa berfikir “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 259 konstruktif , muatan konsep kimia yang benar, soal memilki satu pilihan jawaban yang benar, soal memiliki tingkat kesulitan yang beragam, pilihan jawaban bersifat homogen dan logis, dan pilihan jawaban memuat konsep yang saling berkaitan. Secara keseluruhan penilaian kualitas soal evaluasi aspek materi sangat baik. Namun, pada beberapa butir soal perlu diteliti kembali konsep kimia yang benar sesuai dengan saran dan masukan yang diberikan oleh reviewer. Aspek Konstruk Aspek konstruk dalam soal evaluasi belajar ini meliputi sepuluh butir indikator, yaitu pokok soal dirumuskan secara jelas, rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan, pokok soal memberi petunjuk ke arah pilihan jawaban yang benar, pokok soal sebagian besar tidak mengandung pernyataan yang bermakna ganda, panjang rumusan pilihan jawaban pada masing-masing pokok soal relatif sama, soal tidak mengandung pernyataan “semua pernyataan jawaban benar” atau “semua pernyataan jawaban salah”, gambar, tabel, dan grafik relevan dengan pokok soal, setiap pokok soal yang dibuat tidak bergantung dari pilihan jawaban soal sebelumnya, jenis huruf dapat dibaca dengan jelas, ukuran huruf dapat dibaca dengan jelas. Secara keseluruhan penilaian kualitas soal evaluasi aspek konstruk sangat baik. Namun, pada beberapa butir soal perlu diperbaiki beberapa pilihan jawabannya sesuai dengan saran dan masukan yang diberikan oleh reviewer. Soal pilihan ganda berbasis pendekatan sistemik merupakan alat evaluasi yang baru dikembangkan. Menurut Wand da Brown dalam Wina Sanjawa 2008 : 335, evaluasi sebagai “...refer to act or process to determining the value of something” atau evaluasi mengacu kepada suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu yang dievaluasi . Dalam hal ini proses pembelajaran kimia yang akan dievaluasi dengan model evaluasi yang baru yaitu menggunakan soal yang pilihan jawabannya menggunakan diagram sikilk yang memuat beberapa konsep pembelajaran kimia yang telah dipelajari sebelumnya. Pada penelitian ini, soal yang telah diuji ke siswa dinilai dengan skor dikotomi asli yaitu skor satu 1 untuk jawaban yang benar dan skor nol 0 untuk jawaban yang salah. Jumlah siswa yang terlibat dalam ujicoba ini sejumlah 164 siswa kelas XI. Selanjutnya yang akan dianalisis adalah validitas dan reliabitas. Data hasil uji coba dianalisis menggunakan aplikasi Winsteps dengan model analisis Rasch. Validitas Validitas suatu instrumen evaluasi adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak di ukur Sukardi, 2011:31. Pada penelitian ini untuk mengatahui validitas butir soal menggunakan aplikasi Winstep dengan model analisis Rasch. Contoh hasil validitas butir soal untuk kelas XI tersaji pada Tabel 2. Untuk mengetahui apakah suatu item valid, maka harus memenuhi salah satu dari kriteria MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Coor seperti yang sudah disebutkan pada metode penelitian. Kriteria yang berwarna hijau pada Tabel 2 menandakan bahwa item tersebut memenuhi syarat kriteria yang ditentukan. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 260 Tabel 2. Validitas butir soal kelas XI Berdasarkan tabel terlihat bahwa tidak semua item memenuhi ketiga kategori yang disyaratkan agar item tersebut valid, berikut uraiannya: l. Pada item soal nomor 7 dan nomor 9 hanya memenuhi kriteria ZSTD. m. Pada item soal nomor 24 hanya memenuhi kriteria MNSQ dan Pt Mean Coor. n. Pada item soal nomor 13, 27, 21, 12, 29, 4, 16, 11, 3, 19, 17, 10, 20, 2, 22, 25, 18, 23, 30, 1, 6, dan 8 hanya memenuhi kriteria MNSQ dan ZSTD. o. Pada item soal nomor 5, 26, 15, dan 28 memenuhi kriteria MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Coor. Meskipun hanya 4 item yang memenuhi ketiga kategori yang disyaratkan, item lainnya yang hanya memenuhi satu atau dua kategori tetap dikatakan valid. Sehingga dari 30 soal terdapat 29 soal yang valid dan satu butir soal yang tidak valid yaitu nomor 14, hal ini dikarenakan nilai dari MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Coor tidak ada yang memenuhi kriteria. Reliabilitas Reliabilitas adalah sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen evaluasi dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur Sukardi, 2011: 29. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 261 Analisa reliabilitas soal dengan menggunakan aplikasi Winsteps dengan model analisis Rasch. Pada soal pilihan ganda dengan pendekatan sistemik kelas XI, data soal nomor 14 dihapus karena soal tersebut tidak valid. Sehingga data yang digunakan untuk menentukan nilai reliabilitas soal hanya berdasarkan 29 soal yang valid. Tabel 3. Reliabilitas soal kimia Kelas XI Tabel 3 menunjukkan tabel ringkasan mengenai responden siswa pada bagian atas dan tabel ringkasan mengenai item soal pada bagian bawah. Berdasarkan tabel di tersebut, untuk soal kelas XI reliabilitas responden dapat diketahui dari nilai person reliability sebesar 0,62 atau 62 yang menunjukkan bahwa reliabilitas responden lemah dengan kata lain dari 164 peserta didik yang mengerjakan soal kesalahan menjawab setiap peserta didik pada soal yang berbeda meskipun jumlah skor mereka sama. Reliabilitas butir soal dapat diketahui dari nilai item reliability sebesar 0,93 atau 93 yang menunjukkan bahwa reliabilitas butir soal bagus sekali dengan kata lain soal dapat mengukur kemampuan siswa dengan baik. Menurut Oemar Hamalik 1989: 37 tes yang baik jika memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, dan objektifitas. Berdasarkan uji validitas, reliabilitas dan tingkat kesukaran bahwa soal evaluasi berbasis pendekatan sistemik yang telah dikembangkan dapat digunakan sebagai alat evaluasi dan merupakan alat evaluasi yang baik. Soal evaluasi berbasis pendekatan sistemik yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki kelebihan antara lain : “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 262 1. Materi yang digunakan sesuai dengan kurikulum 2013. 2. Soal evaluasi ini dapat membantu peserta didik berfikir kontruktif yaitu mengingat kembali materi yang telah dipelajarinya. 3. Soal evaluasi ini dapat digunakan oleh guru sebagai ulangan harian. 4. Soal evaluasi ini telah diujikan kepada peserta didik kelas XI dan hasil yang diperoleh sangat baik. SIMPULAN 1. Telah berhasil dikembangkan suatu alat evaluasi pembelajaran kimia berupa soal pilihan ganda sistemik yang berkualitas sangat baik berdasarkan penialain reviewer. 2. Hasil ujicoba soal menunjukkan bahwa soal yang dikembangkan valid dan mempunyai reliabilitas bagus sekali. DAFTAR PUSTAKA Bambang Sumintono dan Wahyu Widhiarso. 2014. Aplikasi Model Rasch. Jakarta: Trim Komunikasi Publishing House Chiheb, Raddouan., Faizi, Rdouan., Afia, Abdellatif El. 2011. Using Objective Online Testing Tools To Assess Students’ Learningμ Potential and Limitation. Journal of Theoritical and Applied Information Technology Ed. 8, Vol. 24 1, p. 69-72 Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Jogjakarta: Mitra Cendikia Fahmy, A.F.M. dan Lagowski, J.J. 2006. Systematic Multiple Choice Question in Chemistry. 19th ICCE Proceeding , Seoul, Aug. 12-17 2006 Gall, J., Borg, W. Gall, M. 2003. Educational Research: An Introduction 7 th ed . Boston:Pearson Education Lagowski, J.J. 2008. SATL, Learning Theory, and the Physiology of Learning. 20th ICCE Proceeding, Mauritius, Aug.3-8 2008. Oemar Hamalik. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Mandar Maju Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan Prinsip Operasional. Jakarta : Bumi Aksara Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media Group. Zimmaro, Dawn M. 2004. Writing Good Multiple Choice-Exam. Austin: DIIA The University of Texas at Austin. “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 263 MENENTUKAN BOBOT KRITERIA PENILAIAN HASIL SKETSA PERANCANGAN SEPATU DENGAN METODE ENTROPY Jamila dan Banuharli Politeknik ATK Yogyakarta, dhaksa05gmail.com, 081578727290 Abstract This study aims to provide a criteria weight model for an assessment towards shoe design sketch result. Entropy model is proposed because the heigher variations between the data of the criteria the more important criteria weight will be . Data used in this study are the students assignment result, i.e. shoe design sketches. In the previous assessment, the lecturer has already had hisher own criteria weight artistics=0.1; line smoothness=0.2; creativity=0.3 and shape conformity=0.4. The 4 criteria used for the assesment result in entropy weight artistics=0.3176; line smoothness=0.2432; creativity=0.2308 and shape conformity=0.2084. Entropy weight places artistic as the most important criteria, since the result of assesment to this criteria has the highest variants value, compared to others. After the initial weight is calculated with entropy weight, the result becomes final entropy weight artistics=0.1363; line smoothness=0.2087; creativity=0.2972 and shape conformity=0.3578. The final entropy weight shows that shape conformity is the most important criteria in the assesment of shoe design sketches. Keywords: entropy methode, criteria weight, sketch Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memberikan model bobot kriteria untuk penilaian terhadap hasil sketsa perancangan sepatu. Model entropy diusulkan karena semakin tinggi variasi antar data pada kriteria maka bobot kriteria tersebut makin tinggi atau semakin penting. Model ini juga sekaligus dapat mengakomodasi subyektifitas dari pengambil keputusan dosen yaitu bobot awal diberikan secara bersama dengan bobot entropy dan menghasilkan bobot entropy akhir. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tugas mahasiswa berupa sketsa perancangan sepatu. Pada penilaian sebelumnya, dosen telah memiliki bobot kriteria sendiri artistik=0,1; kelancaran garis=0,2; kreativitas=0,3 dan kesesuaian bentuk=0,4. Dari 4 kriteria yang digunakan dalam penilaian menghasilkan nilai bobot entropy yaitu artistik=0,3176; kelancaran garis=0,2432; krea tivitas=0,2308 dan kesesuaian bentuk=0,2084. Bobot entropy menghasilkan kriteria artistik menjadi kriteria yang paling penting utama, hal ini dikarenakan hasil penilaian pada kriteria artistik memiliki nilai varians paling tinggi dibanding kriteria yang lain. Setelah bobot awal dihitung bersama dengan bobot entropy, maka dihasilkan bobot entropy akhir bobot yang sebenarnya yaitu artistik=0,1363; kelancaran garis=0,2087; kreativitas=0,2972 dan kesesuaian bentuk=0,3578. Hasil penelitian yaitu mendapatkan nilai bobot kriteria dan kriteria kesesuaian bentuk menjadi kriteria yang paling penting pada penilaian sketsa perancangan sepatu. Kata kunci: metode entropy, bobot kriteria, sketsa “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 264 PENDAHULUAN Ada dua aspek penting dalam kegiatan menggambar yaitu skill dan ekspresi. Aspek skill ketrampilan penguasaan teknis adalah penguasaan cara menggambar yang memadai dari seseorang yang diharapkan mampu atau menguasai ketrampilan menyusun atau mengorganisasi elemen-elemen seni rupa antara lain garis, bidang, ruang, tekstur dan warna. Sedangkan Ekspresi adalah menuangkan dorongan perasaan yang bersifat estetik dan individual. Sketsa tidak perlu menggambarkan bentuk secara nyata tetapi cukup garis besarnya saja yang dapat mewakili bentuk-bentuk yang dimaksudkan. Gambar merupakan kelanjutan dari sketa dalam proses menggambar hadir sebagai karya utuh dan memiliki tujuan secara artistik untuk menghasilkan sebuah seni yang detail dan mendalam. Melalui gambar hal tersebut dapat dipresentasikan dengan baik. Dalam pengembangan desain sepatu, sketsa dapat berperan dalam menggali dan mewujudkan kreasi pengembangan model sepatu karena sketsa diyakini dalam aktivitas mendesain sebagai cara berfikir secara visual Banuharli, 2014. Sketsa dapat digunakan untuk menggali ide bentuk, mengolah tata rupa dan selanjutnya siap untuk ditindak lanjuti menjadi gambar rancangan dari sejak ditemukannya ide atau gagasan bentuk yang diperoleh dari tema atau topik yang masih berupa konsep yang dibentuk dari berbagai informasi yang kemudian diolah atau dianalisis sehingga dapat disimpulkan menjadi gagasan bentuk benda yang ingin diwujudkan Palgunadi, 2008. Saat ini, salah satu tugas yang harus diselesaikan pada mata kuliah Pengembangan Desain Sepatu pada program studi Teknologi Pengolahan Produk Kulit TPPK, konsentrasi Desain Teknologi Sepatu DTS pada Politeknik ATK Yogyakarta adalah membuat sketsa perancangan sepatu. Selama ini, kriteria yang digunakan dosen dalam penilaian hasil sketsa tersebut terdiri dari kriteria Artistik, Kelancaran Garis, Kreativitas dan Kesesuaian Bentuk. Bobot kepentingan terhadap masing-masing kriteria juga diberikan berdasarkan preferensi subyektif dari pengambil keputusan dalam hal ini adalah dosen pengampu mata kuliah tersebut. Dalam penelitian ini, metode entropy diusulkan karena dapat menghitung bobot kriteria berdasarkan karakteristik data pada kriteria yang digunakan, dan semakin tinggi variasi antar data pada kriteria maka bobot kriteria tersebut makin tinggi atau semakin penting. Penggunaan metode entropy sangat fleksibel, jika bobot yang dihasilkan dari metode entropy belum dapat digunakan sebagai bobot kriteria untuk pengambilan keputusan maka subyektifitas dari pengambil keputusan dapat diberikan bersama-sama dengan bobot entropy . Hasil penggabungan bobot awal dan bobot entropy akan menghasilkan bobot kriteria yang sebenarnya Jamila dan Hartati, 2012. Model penentuan bobot ini diharapkan dapat mewakili penilaian subyektifitas dosen pengampu dan berdasarkan data nilai pada masing- masing kriteria tanpa melihat kepentingan pada salah satu kriteria. Rumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana menentukan bobot pada kriteria yang digunakan dalam penilaian sketsa perancangan sepatu berdasarkan data nilai pada masing-masing kriteria tanpa melihat kepentingan pada salah satu kriteria. Batasan Masalah 1. Data yang digunakan pada proses pengujian adalah data hasil tugas sketsa perancangan sepatu pada mata kuliah Pengembangan Desain Sepatu Prodi TPPK “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia” 265 Konsentrasi DTS. 2. Kriteria yang digunakan dalam penilaian terdiri dari Artistik, Kelancaran Garis, Kreativitas dan Kesesuaian Bentuk. 3. Bobot kriteria diberikan berdasarkan preferensi pengambil keputusan sebagai bobot awal dan berdasarkan hasil dari metode Entropy sehingga hasil keduanya bisa dibandingkan. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan bobot kriteria penilaian hasil sketsa perancangan sepatu yang mewakili penilaian subyektifitas dosen dan berdasarkan data nilai yang ada pada kriteria 2. Mendapatkan kriteria yang paling penting dalam penilaian sketsa perancangan sepatu METODE Alat dan Bahan 1. Hasil Sketsa mahasiswa pada mata kuliah Pengembangan Desain 2. Kertas dan pensil 3. Microsoft Excel 2007 for Windows 1. 2. Metode Penelitian 1. Kriteria Penilaian Sketsa Sepatu Data penelitian yaitu hasil sketsa perancangan sepatu pada mata kuliah Pengembangan Desain Sepatu dengan kriteria penilaian terdiri dari :

p. Artistik : sebuah karya pasti memiliki nilai artistik yang menyebabkan suatu karya