PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR DAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang)
(Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang)
THE INFLUENCE OF AUDITOR’S EXPERIENCE, ETHIC OF PROFESSION AND PERSONALITY TOWARD AUDITOR’S PROFESSIONAL SKEPTICISM AND AUDITOR’S CAPABILITY ON
FRAUD DETECTION
(Empirical Study on Public Accountant Office in Yogyakarta, Solo and Semarang)
Oleh
CHOIRUNNISA NUR OKPIANTI 20130420482
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
THE INFLUENCE OF AUDITOR’S EXPERIENCE, ETHIC OF PROFESSION AND PERSONALITY TOWARD AUDITOR’S PROFESSIONAL SKEPTICISM AND AUDITOR’S CAPABILITY ON
FRAUD DETECTION
(Empirical Study on Public Accountant Office in Yogyakarta, Solo and Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakuktas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
CHOIRUNNISA NUR OKPIANTI 20130420482
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
Nama : Choirunnisa Nur Okpianti
Nomor mahasiswa : 20130420482
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH
PENGALAMAN AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR DAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 2 November 2016
Materai, 6.000,-
(4)
And ALLAH Knows, while you know not”.
“ALLAH SWT drives me into the best places.
There is nothing I can do except always be grateful; then say Alhamdulillahirabbal’alamin”.
Persembahan
My minithesis is for...
Special for my beloved parents whom I really love
For me myself
For my beloved brothers
For my beloved little sister
For my family
For my alma mater
For my kindest supervisor that had always gave me many solutions
For my great lecturer that had taught me in three years more
For my foolish accounting friends in same generation
(5)
dan rahmat dalam penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengalaman Auditor, Etika Profesi dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi auditor dalam mengembangkan kemampuannya untuk mendeteksi kecurangan dan memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.
2. Bapak Wahyu Manuhara Putra, SE., M.Si., Akt, yang dalam kesibukannya sedang melanjutkan studi Doktor di Malang namun meluangkan waktu untuk saya yang terlalu rajin dan sangat banyak pertanyaan tetapi beliau selalu sabar membimbing dan memberi saya solusi dalam proses bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Hafiez Sofyani, SE., M.Sc, yang banyak meluangkan waktu dalam memberi saya wawasan dan arahan mengenai kuesioner dan olah data dalam proses skripsi ini.
4. Bapak Dr. Suryo Pratolo SE., M.Si., Akt, Bapak Emile Satia Darma, SE., M.Si., Ak, Ibu Dr. Evi Rahmawati, SE., M.Acc., Ak, Ibu Erni Suryandari, SE., M.Si, dan Ibu Dr. Harjanti Widiastuti SE., M.Si., Akt, yang telah memberi saya bantuan dalam memberikan masukan atas proses pembuatan skripsi ini.
(6)
6. Kak Yadi, Kak Abi, Kak Rudi dan Syifa saudara/i saya yang sangat saya sayangi.
7. Kodok-Bebek yaitu sebutan untuk teman-teman Sekolah Menengah Pertama saya yaitu: Leda, Ulun, Empang, Peboy, Alien, Herjul, Kiting, Poet, Cek, Ndom, Upeh dan Ncim.
8. Kece yaitu sebutan untuk teman-teman Sekolah Menengah Atas saya yaitu: Ami, Ayu, Tyas dan Uci.
9. GGS yaitu sebutan untuk teman-teman seperjuangan dari mataf sampai lulus kuliah yaitu Pipin, Lita Lili, Mamay dan Tiara.
10.Rempongs yaitu sebutan untuk teman-teman seperjuangan selama di Yogyakarta yaitu: Fijar, Hana, Inang, Intan, Najla, Nina dan Mansyur.
11.Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Bandar Lampung (GARIS ALAM) yang dipertemukan di Yogyakarta dan menjadi keluarga rantau saya selama di Yogyakarta.
12.Accounting-L teman-teman seperjuangan dari mahasiswa baru dan teman jalan-jalan di Yogyakarta dan sekitarnya.
13.Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Sebagai kata akhir, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran, dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik ini.
Yogyakarta, 02 Desember 2016
(7)
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
INTISARI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10
1. Teori fraud triangle ... 10
2. Theory of planned behaviour ... 10
3. Teori kepribadian ... 12
4. Pengalaman auditor ... 13
5. Etika Profesi ... 14
6. Skeptisisme profesional auditor ... 16
(8)
D. Model Penelitian ... 37
BAB III METODA PENELITIAN A. Subyek Penelitian ... 38
B. Jenis Data ... 39
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 39
D. Teknik Pengumpulan Data ... 40
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40
F. Uji Kualitas Instrumen ... 47
G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 52
B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 56
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 63
D. Pembahasan (interpretasi) ... 75
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Simpulan ... 90
B. Saran ... 92
C. Keterbatasan Penelitian ... 93 DAFTAR PUSTAKA
(9)
3.1. Daftar Kantor Akuntan Publik ... 38
3.2. Operasionalisasi variabel ... 45
4.1. Daftar Kantor Akuntan Publik ... 51
4.2. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 52
4.3. Data Statistik Responden ... 53
4.4. Statistik Deskriptif ... 56
4.5. Outer Loadings ... 58
4.6. Average Variance Extracted (AVE) ... 59
4.7. Discriminant Validity kolom Cross Loadings ... 60
4.8. Composite Reliability ... 61
4.9. Cronbachs Alpha ... 62
4.10. R square ... 63
4.11. Path Coefficients ... 64
4.12. Path Coefficients ... 66
4.13. Indirect Effects ... 68
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Auditor, Etika Profesi dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan". Subyek dalam penelitian ini adalah auditor yang telah menemukan gejala-gejala kecurangan dalam melaksanakan profesinya di 12 Kantor Akuntan Publik (KAP) Yogyakarta, Solo dan Semarang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 53 responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan Partial Least Square sebagai alat analisis penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, Skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap keamampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Pengalaman auditor dan tipe kepribadian tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan baik secara langsung maupun melalui skeptisisme profesional auditor. Etika profesi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan baik secara langsung maupun melalui skeptisisme profesional auditor.
Kata Kunci: Pengalaman Auditor, Etika Profesi, Tipe Kepribadian, Skeptisisme Profesional Auditor, Kemampuan Auditor, Pendeteksian Kecurangan.
ABSTRACT
This research has purpose on analyzing “The Influence of Auditor’s Experience, Ethic of Profession and Personality Toward Auditor’s Professional Skepticism and Auditor’s Capability on Fraud Detection”. Auditors that have found fraud symptoms over their work at 12 Public Accountant Office in Yogyakarta, Solo and Semarang were the subjects of this research. The number of samples on this research were 53 respondents that have been chosen by using purposive sampling method. This research was using Partial Least Square as research analysis tools. Based on the result, auditor’s professional skepticism has positive significant effect directly toward auditor’s capability on fraud detection. Auditor’s experience and personality did not have significant effect toward auditor’s capability on fraud detection either directly or through auditor’s professional skepticism. Ethic of profession has positive significant effect toward auditor’s capability on fraud detection neither directly nor through auditor’s professional skepticism.
Keywords: Auditor’s Experience, Ethic of Profession, Personality, Auditor’s Professional Skepticism, Auditor’s Capability, Fraud Detection.
(15)
1
A. Latar Belakang Penelitian
Kemampuan auditor dibutuhkan untuk menunjang sikap-sikap yang
seharusnya dimiliki oleh auditor dalam menghadapi permasalahan yang
ditemukan auditor pada saat melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan
auditor diperlukan atas dasar munculnya kasus-kasus atas kegagalan dan
ketidakmampuan auditor dalam menghadapi masalah di dalam
menjalankan profesinya. Permasalahan yang sedang marak terjadi terkait
kegagalan dan ketidakmampuan auditor adalah dalam mendeteksi suatu
kecurangan maupun indikasi kecurangan. Penelitian Beasley et al. (2001)
dalam Noviyanti (2008) mengemukakan bahwa Securities and Exchange
Commission (SEC) selama 11 periode (Januari 1987-Desember 1997)
menemukan salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi
kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional auditor.
Maraknya kasus-kasus kecurangan yang terjadi saat ini banyak
melibatkan auditor dikarenakan rendahnya sikap skeptis yang dimiliki. Hal
ini dapat berpengaruh terhadap pendapat publik yang mempertanyakan
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Noviyanti (2008)
menyatakan kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan berdampak
pada kerugian kantor akuntan publik secara ekonomis, juga kehilangan
(16)
Hackenbrack (1992) menunjukkan adanya efek dilusi dalam
pertimbangan auditor. Adanya informasi yang tidak relevan disebut juga
bukti non diagnostik yang bercampur dengan informasi relevan yaitu bukti
diagnostik atau red flag dalam pendeteksian kecurangan akan
mengakibatkan penilaian risiko kecurangan oleh auditor menjadi kurang
ekstrim. Informasi yang tidak relevan akibat bukti yang tidak terevaluasi
secara kritis akibat kurangnya penerapan sikap skeptisisme profesional
auditor ini menyebabkan auditor menjadi tidak skeptis. Sikap skeptisisme
profesional auditor mencakup sikap kewaspadaan dan kehati-hatian
terhadap pelaksanaan dan pemeriksaan tugasnya. Oleh karena itu, auditor
yang lebih skeptis dinilai lebih mendukung dalam mendeteksi kecurangan.
Mui (2010) dalam Nasution dan Fitriany (2012) berpendapat bahwa
tugas pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak terstruktur
yang menghendaki auditor agar dapat menghasilkan metode-metode
alternatif dan mencari informasi-informasi tambahan dari berbagai
sumber. Dalam melakukan pendeteksian kecurangan auditor diharuskan
memiliki beberapa kemampuan atau keterampilan yang dapat
mendukungnya dalam melakukan tugas pendeteksian. Pencarian informasi
dan bukti-bukti yang dimaksud adalah bagian dari sikap skeptisisme
profesional auditor. Pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP),
Standar Audit (SA) 230 dikenal istilah “Skeptisisme Profesional”.
Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap hal-hal terkait
(17)
audit, dan informasi yang digunakan sebagai bukti audit. Jadi, jika seorang
auditor telah memahami kewajiban penerapan dan makna skeptisisme
profesional namun dengan sengaja mengabaikan sikap tersebut mungkin
karena adanya indikasi ataupun gejala penyimpangan yang mempengaruhi
sikap baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan
adanya kasus WorldCom yang memalsukan pendapatannya sebanyak 3,8
miliar dolar US. Melalui situs resmi Security and Exchange Commission
(SEC) Washington D. C mengarsipkan report of investigation atas KAP
Arthur Andersen yang gagal mendeteksi penyimpangan akuntansi karena
ada kecacatan dalam aplikasi Andersen atas pendekatan berbasis audit
kontrol. Andersen menyimpulkan keliru dalam hal-hal ini, tahun demi
tahun, risiko penipuan sangat minim dan dengan demikian Andersen tidak
pernah merancang prosedur audit yang cukup untuk mengatasi risiko
tersebut.
Kasus terkait kegagalan ataupun ketidakmampuan auditor dan
penyimpangan sikap skeptisisme profesional auditor berdampak pada
asumsi masyarakat terhadap profesi auditor. Masyarakat beranggapan
bahwa seharusnya sebagai seseorang yang berprofesi sebagai auditor dapat
mempertahankan dan menjunjung tinggi kepercayaan yang di berikan
masyarakat atas penggunaan jasa keuangan, investasi, dan assurance yang
disediakan oleh auditor. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan atas jasa
(18)
Kasus WorldCom dan sejumlah kasus-kasus kegagalan ataupun
ketidakmampuan dan rendahnya sikap skeptis auditor menjadikan
kesenjangan antara sikap auditor yang seharusnya berkemampuan dan
memiliki sikap skeptis yang tinggi untuk selalu berhati-hati dan waspada
dalam mendeteksi kecurangan. Seharusnya sebagai auditor dapat
menerapkan sikap skeptisisme profesionalnya yang akan mendukung
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan agar dapat menghadapi
permasalahan dalam pekerjaannya. Pernyataan ini didukung Carpenter,
Durtschi dan Gaynor (2002) mengungkapkan bahwa auditor bersikap lebih
skeptis, mereka akan mampu lebih menaksir keberadaan kecurangan pada
tahap perencanaan audit, yang akhirnya akan mengarahkan auditor untuk
meningkatkan pendeteksian kecurangan pada tahap-tahap berikutnya.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Nasution dan Fitriany
(2012) yang menguji beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian
terhadap skeptisisme profesional dan kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Peneliti menambahkan variabel etika profesi dan
pengalaman auditor yang dinilai menjadi variabel yang berpotensi untuk
menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan sikap
skeptisisme profesional auditor dan peningkatan kemampuan auditor
dalam mendeteksi gejala-gejala dan fenomena kecurangan. Penelitian ini
dilakukan atas dasar penelitian mengenai kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan dan penelitian akan masalah kecurangan (fraud)
(19)
yang melibatkan auditor di Indonesia. Penelitian mengenai kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan merupakan adaptasi dari penelitian
diluar negara Indonesia yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan
keadaan di Indonesia, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat kesamaan hasil penelitian karena karakter dan budaya di
Indonesia lebih beragam. Islam mengajarkan bahwa tindakan kecurangan
dan pemalsuan merupakan sesuatu yang ditentang berdasarkan Q.S.
An-Nahl ayat 105 berikut ini:
ﱠ ﺑ ﻜْﻟ ﻫ ﻚ ﻟ ﱠﷲ ﺕ ﻳ ﺑ ْ ﻳ ﻻ ﻳ ﱠﻟ ﻜْﻟ ﻱﺮﺘْﻔﻳ )
105 (
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah pembohong”.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
pengalaman auditor, etika profesi dan tipe kepribadian terhadap berbagai
sikap skeptisisme profesional auditor dan kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul
“Pengaruh Pengalaman Auditor, Etika Profesi dan Tipe Kepribadian
Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan kemampuan Auditor dalam
mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan
(20)
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang di bahas pada latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan?
2. Apakah etika profesi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan?
3. Apakah tipe kepribadian berpengaruh terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan?
4. Apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?
5. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional auditor?
6. Apakah etika profesi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional auditor?
7. Apakah tipe kepribadian berpengaruh terhadap kemampuan auditor
(21)
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji mengenai pengaruh pengalaman auditor terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
2. Untuk menguji mengenai pengaruh etika profesi terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan.
3. Untuk menguji mengenai pengaruh tipe kepribadian terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
4. Untuk menguji mengenai pengaruh skeptisisme profesional auditor
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
5. Untuk menguji mengenai pengaruh pengalaman auditor terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme
profesional auditor.
6. Untuk menguji mengenai pengaruh etika profesi terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional
auditor.
7. Untuk menguji mengenai pengaruh tipe kepribadian terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme
(22)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis.
a. Akademisi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk akademisi yang ingin menambah wawasan mengenai pengaruh
pengalaman auditor, etika profesi, dan tipe kepribadian terhadap
skeptisisme profesional auditor dan kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan yang akan membantu dalam pembelajaran
para akademisi.
b. Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
pengetahuan yang digunakan untuk penelitian lanjutan dan
pengembangan mengenai kajian skeptisisme profesional auditor
(23)
2. Manfaat praktis.
a. Praktisi.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam penerapan
praktik bagi para akuntan untuk dapat menerapkan sikap
skeptisisme profesional auditor dan dalam upaya meningkatkan
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
b. Regulator.
Penelitian ini diharapkan berguna bagi para regulator untuk
membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan kasus-kasus yang
terjadi dalam praktik akuntansi agar dapat memberikan standar dan
hukum atas pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan kode etik dan
(24)
10
A. Landasan Teori
1. Teori fraud triangle.
Boynton (2006) mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor
pendorong terjadinya fraud, yang lebih dikenal dengan “fraud
triangle” yaitu opportunity, pressure dan rationalization. Opportunity
(kesempatan) untuk melakukan fraud tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek fraud. Kesempatan untuk melakukan fraud
selalu ada pada setiap kedudukan, hanya ada kesempatan besar dan
kesempatan kecil. Kesempatan adalah kondisi yang paling mudah
dikendalikan. Pressure (tekanan) untuk melakukan fraud lebih banyak
tergantung pada kondisi individu seperti masalah keuangan maupun
tekanan non finansial. Rationalization (rasionalisasi) terjadi apabila
seseorang membangun pembenaran atas fraud yang dilakukannya.
2. Theory of planned behavior.
Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kreshastuti (2014) Theory of
Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of
Reasoned Action (TRA). Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang
(25)
the behavior dan subjective norms, sedangkan dalam TPB
ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral
control (Ajzen, 1991).
Pertama, teori attitude toward the behavior merupakan sikap
terhadap perilaku yang seharusnya dilakukan. Berdasarkan teori ini,
auditor seharusnya memiliki sikap atau kepribadian yang sesuai
dengan apa yang harus ia lakukan sebagai auditor terlebih dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.
Kedua, subjective norms menurut Suryani (2015) adalah persepsi
seseorang terhadap perilaku yang bersifat normatif (sesuai dengan
norma yang dapat diterima orang lain) akan membentuk suatu norma
subjektif dalam diri seseorang. Berdasarkan teori ini, auditor
diharapkan melaksanakan norma atau etika profesinya agar dapat
mendukung kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan.
Ketiga, perceived behavioral control menurut Achmat (2010),
faktor ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi
seseorang mengenai seberapa sulit untuk melakukan suatu perilaku
tertentu. Berdasarkan teori ini, auditor mendapatkan pengalaman
melalui tugas-tugasnya dan kesulitannya dalam melaksanakan
pekerjaannya yang nantinya dapat mendukung auditor dalam
(26)
3. Teori kepribadian.
Allport (1961) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamik dalam sistem psikofisiologik yang menentukan model
penyesuaiannya yang unik dengan lingkungan. Dalam lingkungan
profesi sebagai auditor, tipe kepribadian dapat mendukung karier
dalam mencapai kemampuan auditor. Tipe kepribadian pemikir
(thinking) dinilai lebih mendukung kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan karena bersifat lebih objektif dalam
melaksanakan tugasnya sebagai auditor.
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah
dirancang untuk mengukur preferensi
melihat dunia dan membuat keputusan. Cara mengukur kepribadian
berdasarkan MBTI ini dinilai cocok untuk menilai kemampuan dan
memahami karakteristik yang spesifik yang dapat dicocokkan dengan
pekerjaan. Penilaian tipe kepribadian ini dapat menunjukkan tipe
kepribadian mana yang lebih mendukung kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, penelitian ini akan
menggunakan tipe kepribadian dikelompokkan berdasarkan
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)
dikembangkan oleh Katharine Cook Briggs dan putrinya bernama
Isabel Briggs Myers berdasarkan teori kepribadian Carlv Gustav Jung.
(27)
menjadi 4 pasang preferensi ringkasan cara pengukuran tipe
kepribadian Myers-Briggs yaitu ST, NT, SF dan NF.
4. Pengalaman auditor.
Menurut Purnamasari (2005), seorang karyawan yang memiliki
pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam
mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab
munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi
pengembangan keahlian dalam suatu profesi. Berbagai macam
pengalaman yang dimiliki individu akan berpengaruh dalam
pelaksanaan suatu tugas. Winantyadi dan Waluyo (2014) mengatakan
bahwa semakin banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan
laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat Skeptisisme
Profesional Auditor yang dimiliki. Pengalaman kerja sebagai auditor
akan memberikan dukungan yang besar bagi auditor untuk melakukan
tugas dan pekerjaan sehingga menambah auditor semakin bersikap
skeptis.
Pengalaman auditor adalah pengalaman yang diperoleh auditor
selama melakukan proses audit laporan keuangan baik dari segi
lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani
(Suraida, 2005). Atas proses dalam melaksanakan tugas tersebut
auditor akan lebih memiliki wawasan yang dapat mendukung
(28)
banyak mengalami proses dan melaksanakan tugas maupun
pemeriksaan dengan lebih akurat dan teliti, sehingga auditor dapat
menambah kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan yang
mungkin terjadi.
Libby dan Frederick (1990) juga berpendapat bahwa auditor yang
telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki
kemampuan untuk menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan
(fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam laporan keuangan tetapi
juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat
terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih
dengan sedikit pengalaman. Dengan kata lain, auditor yang
berpengalaman dinilai lebih memiliki kemampuan yang baik dalam
mendeteksi kecurangan dibandingkan dengan auditor yang belum
berpengalaman. Hal ini terjadi karena auditor yang berpengalaman
telah banyak menemui permasalahan dan gejala-gejala terkait
kecurangan dari banyaknya tugas dan pekerjaan yang telah ia lakukan
dalam melaksanakan profesinya sebagai auditor.
5. Etika profesi.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional
baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Untuk
profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan
(29)
tersebut kemudian dijabarkan dalam Interprestasi Aturan Etika oleh
Pengurus Kompartemen Akuntan Publik. Menurut Mulyadi (2002:53),
kode Etik IAI terdiri dari empat bagian, yaitu: Prinsip Etika, Aturan
Etika, Interpretasi Aturan Etika dan Tanya dan Jawab. Prinsip Etika
Profesi Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari: Tanggung Jawab
Profesi, Kepentingan Publik, Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional dan
Standar Teknis. Perumusan etika profesi yang dituangkan dalam kode
etik IAI dilakukan agar dapat mendukung pelaksanaan dari sikap
akuntan sehingga dalam menemukan masalah terkait kecurangan,
akuntan dapat bersikap dengan tuntunan etika profesi.
Sudarmo et.al. (2009) dalam Suryani (2015) mengatakan bahwa
kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan
bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas
akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik
menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya.
Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat,
organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar,
(30)
6. Skeptisisme profesional auditor.
Auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen adalah tidak
jujur, namun juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran
manajemen tidak dipertanyakan lagi. Auditor juga tidak boleh merasa
puas dengan bukti-bukti yang kurang persuasif karena keyakinan atas
kejujuran manajemen (Nasution dan Fitriany, 2012). Sikap tersebut
harus dimiliki auditor dalam rangka menunjukkan bahwa auditor
memiliki kemampuan dalam mendeteksi kecurangan. Auditor dengan
sikap kehati-hatian dan kecurigaannya akan lebih waspada terkait
gejala-gejala kecurangan yang mungkin ditemui dalam praktik
profesinya.
Gusti dan Ali (2008) dalam Kushasyandita (2012) mengatakan
bahwa skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya keahlian, pengalaman, situasi audit yang
dihadapi, dan etika. Semakin auditor berpengalaman maka auditor
akan cenderung bersikap hati-hati dan waspada dalam menangani
setiap tugasnya. Banyaknya pemeriksaan yang dilakukan auditor
memberikan pengalaman auditor sehingga berdampak pada semakin
meningkatnya skeptisisme profesional auditor.
Hurtt, Eining, dan Plumlee (2003) dalam Fullerton dan Durtschi
(2005) telah membangun sebuah model yang dapat menguraikan
masalah skeptisisme profesional dalam konteks audit laporan
(31)
skeptisisme profesional auditor terdiri dari 6 karakteristik, yaitu:
Pikiran selalu bertanya-tanya (questioning mind), tidak cepat
mengambil keputusan (the suspension of judgment), selalu mencari
tahu (search of knowledge), mengerti antar-perorangan (interpersonal
understanding), percaya diri (self confidence), dan memiliki keteguhan
hati (self determination).
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Tahun 2001, Standar
Audit (SA) 230 dikenal istilah “Skeptisisme Profesional”. Skeptisisme
profesional mencakup kewaspadaan terhadap hal-hal berikut ini:
a. Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang
diperoleh.
b. Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.
c. Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur yang disyaratkan
oleh SA (Standar Audit).
d. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan
dokumen dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang
digunakan sebagai bukti audit.
7. Kecurangan (fraud).
Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah
apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah
saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau
(32)
(2001:316.2) menyatakan bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan
dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas
laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari
kecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul
dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Putra dan
Stiyaningtyas (2016) juga menyatakan bahwa kecurangan (Fraud)
keuangan atau korupsi selalu berkaitan dengan lemahnya sistem dan
pengendalian di suatu perusahaan. Kelemahan pengendalian meliputi
struktur kepemimpinan, corporate governance, kinerja keuangan,
nilai-nilai perusahaan dan didukung oleh motivasi internal pelaku
tindak kecurangan tersebut.
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau
Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi
profesional bergerak di bidang pemeriksaan kecurangan yang
berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk
memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam tiga
kelompok berdasarkan perbuatan, yaitu:
a. Penyimpangan atas Asset (Asset Misappropriation).
Penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau
pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung
(33)
b. Pernyataan Palsu atau Salah Pernyataan (Fraudulent Statement).
Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu
perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
(financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya
untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan
dengan istilah window dressing.
c. Korupsi (Corruption).
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut
kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Fraud jenis
ini yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang
penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan. Korupsi sering kali tidak dapat dideteksi karena
para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan. Termasuk di
dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi
(34)
8. Kemampuan mendeteksi kecurangan.
Mui (2010) dalam Nasution dan Fitriany (2012) mengemukakan
bahwa tugas pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak
terstruktur yang menghendaki auditor untuk menghasilkan
metode-metode alternatif dan mencari informasi-informasi tambahan dari
berbagai sumber. Dalam melakukan pendeteksian kecurangan auditor
diharuskan memiliki beberapa kemampuan atau keterampilan yang
dapat mendukungnya dalam melakukan tugas pendeteksian, seperti:
a. Keterampilan teknis (technical skills) yang meliputi kompetensi
audit, teknologi informasi dan keahlian investigasi.
b. Keahlian atau kemampuan untuk dapat bekerja dalam sebuah tim,
auditor harus dapat menerima ide-ide, pengetahuan dan keahlian
orang lain dengan komunikasi dan berpandangan terbuka.
c. Kemampuan menasihati (mentoring skills), kemampuan ini harus
dapat dimiliki oleh auditor senior dimana seorang senior harus
dapat menuntun para juniornya selama proses investigasi.
Surtiana (2014) mengatakan bahwa teknik-teknik yang digunakan
untuk mendeteksi kecurangan (fraud) adalah analytical review yang
berguna dalam hal mereviu berbagai akun yang menunjukkan
ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan,
statistical sampling yang berguna dalam hal metode pengujian dengan
cara menyampel persediaan dan dokumen untuk menentukan
(35)
mengobservasi secara langsung ke lokasi untuk mengungkap ada
tidaknya pengendalian internal, dan vendor or outsider complaints
yang berguna dalam hal mengetahui ketika terdapat komplain dari
(36)
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun)
Judul Variabel Metode Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Noviyanti (2008) Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Variabel Independen: Kepercayaan, Penaksiran Risiko Kecurangan dan Tipe Kepribadian. Variabel Dependen: Skeptisme Profesional. Variabel
Independen: Tipe Kepribadian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan subyek dari berbagai kalangan auditor di KAP Jakarta. 2. Nasution
dan Fitriany (2012) Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Variabel Eksogen: Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian dan Skeptisme Profesional Auditor. Variabel Edogen: Skeptisme Profesional Auditor dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Variabel Eksogen: Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian dan Skeptisme Profesional Auditor. Variabel Edogen: Skeptisme Profesional Auditor dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Metode Penelitian: pengumpulan data menggunakan kuesioner. Penelitian ini menggunakan responden auditor pada BPK RI Jakarta.
3. Widiyastuti dan Pamudji (2009) Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud).
Variabel Independen: Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme. Variabel Dependen: Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Variabel Dependen: Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Metode Penelitian: pengumpulan data menggunakan kuesioner. Responden pada penelitian ini adalah auditor BPK RI Jakarta.
4. Anggriawan (2014) Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud
Variabel Independen:. Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional dan Tekanan Waktu. Variabel Dependen: Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud.
Variabel Independen: Pengalaman Kerja dan Skeptisme Profesional. Variabel Dependen: Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud.
Metode Penelitian: pengumpulan data menggunakan kuesioner. Model penelitian dan variabel tekanan waktu.
(37)
No Peneliti (Tahun)
Judul Variabel Metode Penelitian
Persamaan Perbedaan
5. Suryani (2015) Pengaruh Pengalaman dan Etika Terhadap Kemampuan Auditor Internal Dalam Mendeteksi Fraud melalui Skeptisisme Profesional. Variabel Independen: Pengalaman dan Etika. Variabel Intervening: Skeptisisme Profesional. Variabel Dependen: Kemampuan Auditor Internal Dalam Mendeteksi Fraud. Variabel Independen: Pengalaman dan Etika. Variabel Intervening: Skeptisisme Profesional. Metode Penelitian: pengumpulan data menggunakan kuesioner. Responden adalah auditor internal yang bekerja pada Kantor Inspektorat Kab/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan.
(38)
C. Hipotesis
1. Pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
Perceived behavioral control menurut Achmat (2010), faktor ini
berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan persepsi seseorang
mengenai seberapa sulit untuk melakukan suatu perilaku tertentu.
Berdasarkan teori ini, auditor mendapatkan pengalaman melalui
tugas-tugasnya dan kesulitannya dalam melaksanakan pekerjaannya yang
nantinya dapat mendukung auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Purnamasari (2005) juga berpendapat bahwa seorang karyawan yang
memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan
dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari
penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi
pengembangan keahlian dalam suatu profesi. Berbagai macam
pengalaman yang dimiliki individu akan berpengaruh dalam
pelaksanaan suatu tugas.
Pengalaman auditor adalah pengalaman yang diperoleh auditor
selama melakukan proses audit laporan keuangan baik dari segi
lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani
(Suraida, 2005). Atas proses dalam melaksanakan tugas tersebut
auditor akan lebih memiliki wawasan yang dapat mendukung
kemampuannya. Berdasarkan pengalaman maka auditor akan lebih
(39)
pemeriksaan dengan lebih akurat dan teliti, sehingga auditor dapat
menambah kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan yang
mungkin terjadi.
Hasil penelitian Nasution dan Fitriany (2012), Aulia (2013) dan
Anggriawan (2014) menemukan bukti bahwa auditor yang
berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan
kecurangan yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan kinerja
yang lebih baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan
dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Sebaliknya,
penelitian Supriyanto (2014) dan Rahayu dan Gudono (2016)
menemukan bahwa pengalaman auditor tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
H1: Terdapat pengaruh positif pengalaman auditor terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
2. Pengaruh etika profesi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional
baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Untuk
profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan
(40)
tersebut kemudian dijabarkan dalam Interpretasi Aturan Etika oleh
Pengurus Kompartemen Akuntan Publik. Menurut Mulyadi (2002:53),
kode Etik IAI terdiri dari empat bagian, yaitu: Prinsip Etika, Aturan
Etika, Interpretasi Aturan Etika dan Tanya dan Jawab. Prinsip Etika
Profesi Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari: Tanggung Jawab
Profesi, Kepentingan Publik, Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional dan
Standar Teknis. Perumusan etika profesi yang dituangkan dalam kode
etik IAI dilakukan agar dapat mendukung pelaksanaan dari sikap
akuntan sehingga dalam menemukan masalah terkait kecurangan,
akuntan dapat bersikap dengan tuntunan etika profesi.
Sudarmo et.al. (2009) dalam Suryani (2015) mengatakan bahwa
kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan
bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas
akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik
menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya.
Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat,
organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar,
teratur dan terukur. Seseorang auditor yang beretika akan bersikap
lebih teratur dan tidak menyimpang dari peraturan dan kode etik. Etika
Profesi yang dimiliki auditor akan memberi sensitivitas terhadap sikap
auditor yang menjadikan auditor lebih waspada dan berhati-hati dalam
(41)
Penelitian Hasanah (2010), Oktaviani (2015) dan Nurwiyati (2015)
menemukan bukti bahwa etika profesi berpengaruh terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Sebaliknya,
Suryani (2015) menemukan bukti bahwa etika profesi tidak
berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Rafael (2013) menemukan bukti bahwa etika tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi fraud.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
H2: Terdapat pengaruh positif etika profesi terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan.
3. Pengaruh tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
Allport (1961) menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamik dalam sistem psikofisiologik yang menentukan model
penyesuaiannya yang unik dengan lingkungan. Dalam lingkungan
profesi sebagai auditor, tipe kepribadian dapat mendukung karier
dalam mencapai kemampuan auditor. Tipe kepribadian pemikir
(thinking) dinilai lebih mendukung kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan karena bersifat lebih objektif dalam
(42)
Penelitian yang dilakukan Nasution dan Fitriany (2012)
menggunakan teori tipe kepribadian Myers-Brigss yang menyatakan
bahwa auditor dengan tipe kepribadian kombinasi ST (Sensing,
Thinking) dan NT (Intuition, Thinking) akan cenderung lebih berpikir
logis dalam membuat keputusan serta akan mempertimbangkan semua
fakta-fakta yang ada untuk mendukung keputusannya tersebut. Auditor
dengan tipe kepribadian ST dan NT akan lebih dapat meningkatkan
kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan jika dihadapkan dengan
fenomena-fenomena adanya indikasi kecurangan dibandingkan dengan
auditor tipe kepribadian lainnya.
Noviyanti (2008) menemukan bukti bahwa terdapat perbedaan
dalam meningkatkan kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan antara auditor yang memiliki kepribadian ST dan NT
dengan tipe lainnya. Fa’ati dan Sukirman (2014) dan Indriyani (2015)
juga menemukan bahwa tipe kepribadian NT memiliki pengaruh
signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Sebaliknya, Penelitian Supriyanto (2014) menemukan bukti bahwa tipe
kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Ismail (2015) juga menemukan bukti bahwa
tipe kepribadian tidak berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian
(43)
H3: Terdapat pengaruh positif tipe kepribadian auditor yang memiliki
tipe kepribadian kombinasi ST dan NT terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan dibandingkan dengan tipe kepribadian
lainnya.
4. Pengaruh sikap skeptisisme profesional auditor terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Dalam mendeteksi kecurangan auditor harus memiliki kemampuan
yang memadai didukung dengan sikap auditor dalam berpikir kritis
dan dapat menelaah bukti-bukti dan informasi secara berhati-hati agar
relevan. Carpenter, Durtschi dan Gaynor (2002), Fullerton dan
Durtschi (2005) dan Nasution dan Fitriany (2012) menyatakan bahwa
auditor bersikap lebih skeptis, mereka akan mampu lebih menaksir
keberadaan kecurangan pada tahap perencanaan audit, yang akhirnya
akan mengarahkan auditor untuk meningkatkan pendeteksian
kecurangan pada tahap-tahap berikutnya.
Seorang auditor dalam melakukan audit dapat menentukan sikap
mengenai masalah kecurangan dengan melakukan komparasi bukti
audit yang saling bertentangan. Auditor juga harus mengidentifikasi
setiap keadaan yang janggal terkait adanya kemungkinan kecurangan.
Dalam suatu kondisi tertentu, auditor disarankan agar melakukan
prosedur yang disyaratkan oleh Standar Audit (SA). Bukti audit
(44)
menghadapi masalah yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan
dokumen dan tanggapan terhadap permintaan keterangan. Argumen
tersebut berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP),
Standar Audit (SA) 230 dikenal istilah “Skeptisisme Profesional”.
Standar Audit tersebut dibuat agar semakin auditor bersikap
skeptisisme profesional maka semakin mendukung kemampuan
auditor untuk mendeteksi kecurangan.
Nasution dan Fitriany (2012), Anggriawan (2014) dan Wusqo
(2016) menemukan bukti bahwa skeptisisme profesional auditor
berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Sebaliknya, Lovita (2016) menemukan bahwa skeptisisme
profesional auditor berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan. Wardhani (2014) juga menemukan
bahwa skeptisme profesional tidak berpengaruh terhadap pencegahan
fraud. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
H4: Terdapat pengaruh positif skeptisisme profesional auditor terhadap
(45)
5. Pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional auditor.
Gusti dan Ali (2008) dalam Kushasyandita (2012) mengatakan
bahwa skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya keahlian, pengalaman, situasi audit yang
dihadapi, dan etika. Semakin auditor berpengalaman maka auditor
akan cenderung bersikap hati-hati dan waspada dalam menangani
setiap tugasnya. Banyaknya pemeriksaan yang dilakukan auditor
memberikan pengalaman auditor sehingga berdampak pada semakin
meningkatnya skeptisisme profesional auditor. Argumen ini didukung
atas pernyataan Winantyadi dan Waluyo (2014), bahwa semakin
banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan laporan keuangan,
maka semakin tinggi tingkat Skeptisisme Profesional Auditor yang
dimiliki. Semakin skeptis auditor maka akan membantu auditor dalam
menemukan gejala kecurangan.
Nasution dan Fitriany (2012) mengemukakan bahwa skeptisme
profesional adalah faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang
auditor dalam menilai secara kritis bukti-bukti audit. Pengalaman
auditor akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan skeptisisme
profesional dan peningkatan kemampuan auditor karena dengan
adanya pengalaman maka auditor sudah lebih terbiasa banyak
menemukan permasalahan dan telah melewati
(46)
pengalaman auditor tersebut. Libby dan Frederick (1990) juga
berpendapat bahwa auditor yang telah memiliki banyak pengalaman
tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan
(error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam
laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan
penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut
dibandingkan dengan auditor yang masih dengan sedikit pengalaman.
Nasution dan Fitriany (2012), Suryani (2015), dan Faradina (2016)
telah menemukan bukti bahwa pengalaman auditor berpengaruh secara
tidak langsung terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan melalui skeptisisme profesional auditor. Attamimi dan
Riduwan (2015) juga menemukan bahwa pengalaman menunjukkan
hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap skeptisme
profesional auditor. Sebaliknya, Badjuri (2011) dan Kushasyandita
(2012) menemukan bukti bahwa pengalaman tidak berpengaruh
terhadap kemampuan auditor melalui skeptisisme. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
H5: Terdapat pengaruh positif pengalaman auditor terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme
(47)
6. Pengaruh etika profesi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan melalui sikap skeptisisme profesional auditor.
Sikap skeptisisme profesional auditor dapat didukung dari etika
profesi yang dilaksanakan auditor. Etika profesi yang dilaksanakan
auditor dapat mendukung dalam meningkatkan skeptisisme profesional
auditor. Hal ini dinyatakan juga oleh Gusti dan Ali (2008) dalam
Kushasyandita (2012) bahwa skeptisisme profesional auditor dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya keahlian, pengalaman,
situasi audit yang dihadapi, dan etika. Sebagai auditor, etika profesi
dapat mendukung sikap auditor dalam mengalami permasalahan
dilema etika agar auditor berpegang teguh pada etika profesi yang
dirumuskan IAI dalam kode etik profesional. Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional baru yang diberi nama
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Menurut Mulyadi (2002:53),
kode Etik IAI terdiri dari empat bagian, yaitu: (1) Prinsip Etika, (2)
Aturan Etika, (3) Interpretasi Aturan Etika dan (4) Tanya dan Jawab.
Dengan dibuatnya kode etik tersebut agar auditor dapat
menerapkan pelaksanaan dan pemahaman beretika dalam menjalankan
profesinya agar menjadikan auditor dapat bersikap lebih skeptis dan
memahami tindakan yang tidak pantas atau merujuk ke dalam dilema
etika yang mengarah kepada kesempatan untuk melaksanakan
kecurangan. Boynton (2006) mengemukakan salah satu penyebab
(48)
kesempatan untuk melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan,
hanya ada kesempatan besar dan kesempatan kecil.
Hasil penelitian Suryani (2015) menemukan bukti bahwa etika
mempunyai pengaruh signifikan yang tidak langsung terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme
profesional auditor. Suraida (2005) dan Mustafa (2016) menemukan
bukti bahwa etika berpengaruh tidak langsung melalui skeptisme
profesional auditor. Sebaliknya, Kushasyandita (2012) menemukan
bukti bahwa etika tidak berpengaruh langsung terhadap kemampuan
auditor mendeteksi kecurangan. Justiana (2010) juga menemukan bukti
bahwa etika tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor
mendeteksi kecurangan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
H6: Terdapat pengaruh positif etika profesi terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional
auditor.
7. Pengaruh tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan melalui sikap skeptisisme profesional auditor.
Nasution dan Fitriany (2012) dalam penelitiannya telah
membuktikan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT
adalah auditor yang memiliki skeptisme profesional yang lebih tinggi
(49)
kepribadian yang memiliki skeptisisme lebih tinggi dapat
mempengaruhi sikap yang dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan
tugas dan kemampuan auditor menghadapi permasalahan. Larimbi dan
Rosidi (2013) juga mengatakan bahwa tipe kepribadian auditor juga
dapat berpengaruh terhadap skeptisisme profesional yang dimilikinya.
Faradina (2016) mengatakan bahwa ketika sikap skeptisme
profesional auditor tinggi, itu akan membuat auditor lebih mudah
untuk mendeteksi kecurangan. Hal ini mengindikasikan, ketika auditor
memiliki tipe kepribadian yang mendukung agar lebih skeptis sehingga
auditor memiliki skeptisisme profesional yang tinggi maka auditor
akan melaksanakan tugasnya dengan hati-hati agar menemukan bukti
dan informasi terkait kejanggalan situasi yang akan memudahkan
untuk menemukan gejala kecurangan.
Nasution dan Fitriany (2012) dan Faradina (2016) menemukan
bukti bahwa tipe kepribadian signifikan mempengaruhi secara tidak
langsung terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan melalui
skeptisisme profesional auditor. Larimibi dan Rosidi (2013)
menemukan bukti bahwa tipe kepribadian berpengaruh positif terhadap
skeptisme profesional auditor. Sebaliknya, Nurutami (2014)
menemukan bukti bahwa tipe kepribadian auditor tidak berpengaruh
signifikan terhadap kemampuan auditor melalui skeptisisme
profesional auditor. Penelitian Rahman (2014) juga menemukan bukti
(50)
profesional auditor. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
H7: Terdapat pengaruh positif tipe kepribadian auditor yang memiliki
tipe kepribadian kombinasi ST dan NT dibandingkan dengan tipe
kepribadian lainnya terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
(51)
D. Model Penelitian
Pada penelitian ini menguji pengaruh langsung variabel eksogenus
independen terhadap variabel endogenus dependen yaitu pengalaman
auditor, etika profesi dan tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan. Kemudian, pengaruh tidak langsung
variabel eksogenus independen terhadap variabel endogenus dependen
melalui variabel endogenus independen yaitu pengalaman auditor, etika
profesi dan tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan melalui skeptisisme profesional auditor. Dengan
model yang akan dijelaskan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Model Penelitian
Pengalaman Auditor
Etika Profesi
Tipe Kepribadian
Skeptisisme Profesional Auditor
Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan
H5 + H1 +
H6 + H2 +
H7 +
H3 +
(52)
38
A. Obyek dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta, Solo dan Semarang yang
meliputi KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang. Sampel yang diperoleh
merupakan bagian dari populasi auditor yang representatif sesuai dengan
tujuan penelitian. Menurut Sugiyono (2008:115), “Populasi adalah
wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulan”. Sugiyono (2008:116) juga menyebutkan
bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Sampel yang dipilih dari populasi adalah auditor
yang bekerja di KAP Yogyakarta, Solo dan Semarang. Responden dalam
penelitian ini adalah auditor yunior dan senior. Berikut adalah daftar KAP
yang menjadi obyek penelitian:
Tabel 3.1.
Daftar Kantor Akuntan Publik
No Nama Kantor Akuntan Publik Alamat
1. KAP Drs. Henry & Sugeng Jl. Gadjah Mada No. 22, Yogyakarta
2. KAP Drs. Soeroso Donosapoetro
Jl. Beo No. 49, Yogyakarta
3. KAP Kumalahadi, Kuncara, Sugeng Pamudji & Rekan
Jl. Godean Km. 5 No. 104, Yogyakarta
4. KAP HLB Hadori Sugiarto Adi & Rekan
Jl. Prof. Dr. Sardjito No. 9, Yogyakarta
(53)
No Nama Kantor Akuntan Publik Alamat
5. KAP Drs. Hadiono Jl. Kusbini No. 27, Yogyakarta
6. KAP Indarto Waluyo Jl. Ringroad Timur No. 33,
Yogyakarta
7. KAP Wartono & Rekan Graha Nino, Jl. Ahmad Yani No. 335, Solo
8. KAP Rachmad Wahyudi Jl. Cipto Mangunkusumo No.
3A, Solo 9. KAP Benny, Tony, Frans &
Daniel
Jl. Puri Anjasmoro Blok EE1 No. 6, Semarang
10. KAP Ruchendi, Mardjito, Rushandi & Rekan
Jl. Beruang Raya No. 48, Semarang
11. KAP Tri Bowo Yulianti Jl. MT. Haryono No. 548,
Semarang
12. KAP KKSP & Rekan Jl. Bukit Agung Blok AA No.
1-2, Semarang 13. KAP Bayudi, Yohana, Suzy &
Arie
Jl. Mangga V No. 6, Semarang
Sumber: Data KAP OJK 2015 & Google Maps
B. Jenis Data
Penelitian ini menganalisa data kuantitatif yang digunakan dalam
meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang berupa data primer. Data
primer merupakan data yang peneliti peroleh secara langsung dalam
penelitian ini didapatkan melalui data dari kuesioner yang berisi
pernyataan untuk mengetahui tanggapan responden yang disebarkan lalu
diberikan kepada responden yang representatif.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan non probability sampling yang tidak
memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur
(54)
digunakan adalah purposive sampling karena pengambilan sampling
dilakukan dengan memperhatikan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian
yang ada di dalam populasi yang ditentukan. Kriteria yang ditetapkan pada
penelitian ini adalah auditor yang pernah menemukan gejala-gejala
kecurangan yang telah dilampirkan pada halaman identitas responden di
kuesioner yang disebarkan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei kuesioner yang
diberikan secara langsung ke Kantor akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta,
Solo dan semarang. Kuesioner diberikan secara langsung kepada
responden agar segera mendapatkan respon langsung dari pernyataan yang
dilampirkan pada kuesioner. Menurut Sugiyono (2008;199) “Angket atau
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab”.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Definisi variabel penelitian.
a. Kemampuan mendeteksi kecurangan (AA).
Kemampuan mendeteksi kecurangan yang terdapat dalam
penelitian ini diukur dari pertanyaan mengenai gejala-gejala
(55)
dan Durtschi (2004) dalam Nasution dan Fitriany (2012) yang
terdiri dari gejala kecurangan terkait dengan lingkungan
perusahaan (corporate environment) dan gejala kecurangan terkait
praktik akuntansi (financial records and accounting practice).
Variabel kemampuan mendeteksi kecurangan menggunakan dua
dimensi yaitu corporate environment yang diberi notasi CE dan
financial records and accounting practice yang diberi notasi
FRAP.
Dimensi corporate environment (CE) dalam penelitian ini
memiliki 3 variabel teramati yaitu AA1 sampai dengan AA3.
Sedangkan, Variabel financial records and accounting practice
(FRAP) dalam penelitian ini memiliki 3 variabel teramati yaitu
AA4 sampai dengan AA6. Kedua dimensi corporate environment
(CE) dan financial records and accounting practice (FRAP) dari
variabel kemampuan mendeteksi kecurangan (AA) diukur dengan
skala ordinal menggunakan modifikasi skala Likert, yaitu Sangat
Banyak (SB) diberi skor 4, Banyak (B) diberi skor 3, Sedikit (S)
diberi skor 2 dan Sama Sekali Tidak (SST) diberi skor 1.
b. Skeptisisme profesional auditor (APS).
Pengukuran variabel skeptisisme profesional auditor
menggunakan model Hurtt, Eining, dan Plumlee (HEP) yang telah
(56)
Noviyanti (2008), Quadackers (2009) dan Nasution dan Fitriany
(2012). Pengukuran skeptisisme profesional dengan model HEP
berdasarkan enam karakteristik yaitu: questioning mind,
suspension of judgment, search for knowledge, interpersonal
understanding, self-confidence, dan self-determination.
Pada penelitian ini variabel skeptisisme profesional (APS)
menggunakan enam komponen yaitu questioning mind (QM)
dengan 1 variabel teramati, suspension of judgment (SJ) dengan 1
variabel teramati, search for knowledge (SK) dengan 1 variabel
teramati, interpersonal understanding (IU) dengan 1 variabel
teramati, self confidence (SC) dengan 1 variabel teramati, dan
self-determination (SD) dengan 1 variabel teramati. Komponen
questioning mind (QM), suspension of judgment (SJ), search for
knowledge (SK), interpersonal understanding (IU), self confidence
(SC), dan self-determination (SD) dari variabel SKEP diukur
dengan skala ordinal menggunakan modifikasi skala Likert, yaitu
Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak
Setuju (TS) diberi skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 1.
c. Etika profesi (EP).
Pengukuran variabel etika profesi (EP) dalam penelitian ini
(57)
telah digunakan Kusuma (2012) menjadi pernyataan mengenai
etika profesi. Variabel etika profesi (EP) dalam penelitian ini
menggunakan indikator pelaksanaan kode etik dengan 2 variabel
teramati dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik dengan 3
variabel teramati. Dari kedua indikator pelaksanaan kode etik dan
penafsiran dan penyempurnaan kode etik dari variabel EP diukur
dengan skala ordinal menggunakan modifikasi skala Likert, yaitu
Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak
Setuju (TS) diberi skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor 1 sedangkan nilai akan sebaliknya untuk pernyataan negatif
pada EP2 yang merupakan pernyataan negatif.
d. Pengalaman auditor (AR).
Pengukuran variabel pengalaman Auditor (AR) dalam
penelitian ini didapat dari pemodifikasian pernyataan mengenai
pengalaman audit yang telah digunakan Justiana (2010) menjadi
pernyataan mengenai pengalaman auditor. Variabel pengalaman
auditor (AR) dalam penelitian ini menggunakan indikator
pengalaman auditor dengan tingkatan tugas dengan 1 variabel
teramati dan lamanya bekerja dengan 4 variabel teramati. Variabel
pengalaman auditor (AR) dalam penelitian ini menggunakan
indikator pengalaman auditor yang diukur dengan skala ordinal
(58)
diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi
skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1.
e. Tipe kepribadian (PR).
Noviyanti (2008) dalam Nasution dan Fitriany (2012) dalam
penelitiannya mengklasifikasikan tipe kepribadian dalam dua
kelompok yaitu: tipe kepribadian ST (Sensing-Thinking) dan tipe
kepribadian NT (Intuition-Thinking). Dalam penelitian ini
penilaian tipe kepribadian menggunakan myers-Briggs Type
Indicator. Auditor dengan tipe kepribadian ST (Sensing-Thinking)
dan tipe kepribadian NT (Intuition-Thinking) diberi nilai 1 dan
auditor dengan tipe kepribadian selain tipe kepribadian ST
(Sensing-Thinking) dan tipe kepribadian NT (Intuition-Thinking)
diberi nilai 0.
Tipe kepribadian dinotasikan dengan PR. Indikator untuk
pengukuran variabel tipe kepribadian terdiri dari 40 item
pernyataan yang dikembangkan oleh Mudrika (2011). Dari 40 item
pernyataan yang terdapat dalam kuesioner, 5 item pernyataan
menggambarkan preferensi extraversion, 5 item pernyataan
menggambarkan preferensi introversion, 5 item pernyataan
menggambarkan preferensi sensing, 5 item pernyataan
menggambarkan preferensi intuition, 5 pernyataan
(59)
preferensi feeling, 5 item pernyataan menggambarkan preferensi
judging, dan 5 item pernyataan menggambarkan preferensi
perceiving.
2. Operasionalisasi variabel.
Tabel 3.2.
Operasionalisasi Variabel
Variabel Utama
Dimensi Indikator Skala Pengu kuran Jenis Data Sumber Pengalaman Auditor (X1) Lamanya Bekerja • Pemahaman kekeliruan • Memprediksi masalah • Mendeteksi masalah • Pencapaian kompetensi
Likert Ordinal Justiana (2010)
Tingkatan tugas Rutinitas tugas Etika Profesi
(X2)
Pelaksanaan Kode Etik
• Penggunaan kode etik saat memeriksa LK
• Keteguhan hati
Likert Ordinal Kusuma (2012) Penafsiran dan Penyempurnaan Kode Etik • Keinginan pribadi
• Ke-Expert-an Kode Etik
• Penafsiran profesional
(60)
Variabel Utama
Dimensi Indikator Skala Pengu kuran Jenis Data Sumber Tipe Kepribadian (X3) Tipe Kepribadian kombinasi ST ( Sensing-Thinking) dan NT ( Intuition-Thinking) • Extraversion • Interversion • Sensing • Intiution • Thinking • Judging • Perceiving
Likert Rasio Noviyanti (2008); Mudrika (2011); Nasution dan Fitriany (2012) Tipe Kepribadian kombinasi SF ( Sensing-Feeling) dan NF (Intuition- Feeling) • Extraversion • Interversion • Sensing • Intiution • Feeling • Judging • Perceiving Skeptisisme Profesional Auditor (Y1) Questioning Mind Penolakan Informasi
Likert Ordinal Fullerton dan Durtschi (2004); Noviyanti (2008); Quadackers (2009); Nasution dan Fitriany (2012) Suspension of Judgment Pertimbangan informasi Search for Knowledge Finding information Interpersonal Understanding Pemahaman atas alasan berperilaku
Self-Confidence Percaya diri
Self-Determination
Pengaruh orang lain Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y2) Lingkungan perusahaan (Corporate Environment) • Perebutan posisi/ jabatan • Pergantian Kantor Hukum
• Pergantian KAP tak terduga
Likert Ordinal Fullerton dan Durtschi (2004); Nasution dan Fitriany (2012) Gejala kecurangan terkait praktik akuntansi (Financial Records and Accounting Practice) • Pembuatan jurnal penyesuaian sebelum pengecekan pihak eksternal • Penyesuaian besar-besaran atas akun LK
• Kejanggalan jumlah piutang
(61)
F. Uji Kualitas Instrumen
Penelitian ini menggunakan SmartPLS 3.0 untuk mengevaluasi
kualitas instrumen dari outer model yang menspesifikasikan hubungan
antar variabel laten dengan indikator-indikatornya yang meliputi:
1. Uji validitas.
a. Validitas konstruk.
Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah pernyataan
instrumen kuesioner telah mampu dan akurat (valid) dalam
melakukan pengukuran pada variabel-variabel penelitian. Dalam
menilai indikator terhadap konstruk dengan melihat nilai loading
factor, jika nilai loading factor diatas 0,5 maka indikator tersebut
dinyatakan valid terhadap konstruk yang dituju.
b. Validitas konvergen.
Pengujian ini dilakukan untuk menyaring instrumen yang
mempunyai hubungan erat antar variabel dengan variabel lainnya
yang secara teori memang seharusnya saling berhubungan.
Indikator dinyatakan valid jika nilai outer loading pada variabel
laten dengan indikator-indikatornya diatas 0,6 dan dapat pula
dilihat melalui nilai Average Variance Extracted (AVE) yang diatas
(62)
c. Validitas diskriminan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur instrumen yang tidak
mempunyai hubungan erat (diskriminan) antar variabel dengan
variabel lainnya yang tetap didasarkan pada teori. Pengujian ini
dilihat dari nilai pada cross loading factor. Suatu indikator
dinyatakan valid jika mempunyai loading factor tertinggi kepada
konstruk yang dituju dibandingkan loading factor kepada konstruk
yang lain.
2. Uji reliabilitas instrumen.
a. Reliabilitas komposit.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur konstruk dari blok
indikator dengan melihat nilai composite reliability yang dapat
menunjukkan seberapa reliabel konstruk pada penelitian. Konstruk
dikatakan reliabel jika memiliki nilai composite reliability diatas
0,7.
b. Cronbach Alpha
Pengujian ini dilakukan untuk memperkuat dan mendukung nilai
reliabilitas komposit pada penelitian. Konstruk yang memiliki nilai
(63)
G. Uji Hipotesis dan Analisisa Data
Setelah model yang diestimasi memenuhi kriteria outer
model, selanjutnya dilakukan pengujian model struktural (inner model)
yang dilakukan menggunakan SmartPLS 3.0 untuk melihat hubungan
antar konstruk laten yang meliputi:
1. Uji R-Square.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
konstruk-konstruk eksogen dapat menjelaskan keragaman konstruk
endogen secara serentak. Nilai R-Square adalah koefisien determinasi
pada konstruk endogen. Menurut Chin (1998) dalam Ghozali
(2015:81), nilai R-Square sebesar 0.67 dinyatakan kuat, 0.33
dinyatakan moderat dan 0.19 dinyatakan lemah.
2. Uji Hipotesis.
a. Uji signifikansi.
Pengujian ini dilakukan untuk menilai signifikansi yang di nilai
melalui T-Statistik apabila α=5%, t= > 1,65 maka hasil dapat dikatakan signifikan. Hasil dapat dilihat melalui bootstrapping >>
final result >> path coefficient >> mean, STDEV, T-Values,
(64)
b. Uji penentuan arah hipotesis.
Hasil dapat dilihat melalui bootstrapping >> final result >>
path coefficient >> mean, STDEV, T-Values, P-Values. Pengujian
arah penentuan hipotesis dapat dilihat pada nilai original sample
(O) yang bernilai positif ataupun negatif. Nilai original sample (O)
yang bernilai positif menunjukkan arah hipotesis yang positif
sebaliknya nilai original sample (O) yang negatif menunjukkan
arah hipotesis yang negatif.
c. Uji efek mediasi.
Hasil dapat dilihat pertama melalui bootstrapping >> final
result >> indirect effects >> mean, STDEV, T-Values, P-Values
lalu untuk mengetahui full mediasi ataupun mediasi semu
bootstrapping >> final result >> total effects >> mean, STDEV,
T-Values, P-Values. Pengujian efek mediasi untuk menguji efek
langsung variabel independen ke variabel dependen juga menguji
hubungan tidak langsung variabel independen dengan dependen.
Pengujian efek mediasi dapat melihat efek total prediksi (direct
maupun indirect effect). Pengujian efek mediasi menurut kaidah
Baron dan Kenney (1968) dalam Jogiyanto dan Abdilah
(2014:120), yaitu pengujian efek mediasi dapat dilakukan jika efek
(65)
dependen) adalah signifikan. Nilai T-statistic >1,65 menunjukkan
(66)
52
A. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di
wilayah Yogyakarta, Solo dan Semarang dengan subyek penelitian adalah
auditor. Auditor yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi auditor
senior dan yunior yang melaksanakan pekerjaan di bidang audit dan telah
menemukan gejala-gejala kecurangan. Data penelitian diperoleh melalui
penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada responden yang
dimulai dari 23 Juni 2016 sampai dengan 28 September 2016. Sampel
penelitian ini diperoleh dari tiga wilayah penelitian sebanyak 13 Kantor
Akuntan Publik sebagai berikut:
TABEL 4.1.
Daftar Kantor Akuntan Publik
No Nama Kantor Akuntan Publik Alamat
1. KAP Drs. Henry & Sugeng Jl. Gadjah Mada No. 22, Yogyakarta
2. KAP Drs. Soeroso Donosapoetro
Jl. Beo No. 49, Yogyakarta
3. KAP Kumalahadi, Kuncara, Sugeng Pamudji & Rekan
Jl. Godean Km. 5 No. 104, Yogyakarta
4. KAP HLB Hadori Sugiarto Adi & Rekan
Jl. Prof. Dr. Sardjito No. 9, Yogyakarta
5. KAP Drs. Hadiono Jl. Kusbini No. 27, Yogyakarta
6. KAP Indarto Waluyo Jl. Ringroad Timur No. 33,
Yogyakarta
7. KAP Wartono & Rekan Graha Nino, Jl. Ahmad Yani No. 335, Solo
8. KAP Rachmad Wahyudi Jl. Cipto Mangunkusumo No.
(67)
No Nama Kantor Akuntan Publik Alamat
9. KAP Benny, Tony, Frans & Daniel
Jl. Puri Anjasmoro Blok EE1 No. 6, Semarang
10. KAP Ruchendi, Mardjito, Rushandi & Rekan
Jl. Beruang Raya No. 48, Semarang
11. KAP Tri Bowo Yulianti Jl. MT. Haryono No. 548,
Semarang
12. KAP KKSP & Rekan Jl. Bukit Agung Blok AA No.
1-2, Semarang 13. KAP Bayudi, Yohana, Suzy &
Arie
Jl. Mangga V No. 6, Semarang
Sumber: Data KAP OJK 2015 & Google Maps
Tabel 4.1 menunjukkan dari ke 13 Kantor Akuntan Publik hanya 12
kantor yang mengembalikan kuesioner. Kuesioner yang disebar di KAP
Rachmad Wahyudi di Solo tidak kembali. Oleh karena itu, berikut ini
adalah data presentase sampel dan tingkat pengembalian kuesioner yang
telah disebar:
TABEL 4.2.
Tingkat Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah Presentase
Jumlah Kuesioner yang disebar 65 100%
Jumlah Kuesioner yang kembali 60 92,3%
Jumlah Kuesiner yang tidak kembali 5 7,7%
Jumlah Kuesioner yang tidak dapat diolah 7 10,7%
Total Kuesioner yang dapat diolah 53 81,6%
Sumber: Data primer yang di olah
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa kuesioner yang kembali yaitu sejumlah
60 atau sebesar 92,3% namun terdapat 7 atau sebesar 10,7% kuesioner
yang tidak dapat diolah karena tidak memenuhi kriteria sampel yaitu
responden tidak pernah menemukan gejala-gejala kecurangan. Sehingga
(68)
TABEL 4.3.
Data Statistik Responden
Keterangan Jumlah Presentase
Jumlah responden 53 100%
Jenis kelamin:
Pria 25 47,2%
Wanita 28 52,8%
Umur:
20-25 tahun 24 45,3%
25-30 tahun 21 39,6%
>30 tahun 8 15,1%
Pendidikan terakhir:
D3 1 1,9%
S1 39 73,6%
S2 13 24,5%
Jabatan:
Senior 22 41,5%
Yunior 31 58,5%
Pengalaman kerja:
1-3 tahun 33 62,3%
4-10 tahun 12 22,6%
>10 tahun 8 15,1%
Sumber: Data primer yang di olah
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian adalah
wanita, yakni sejumlah 28 orang atau sebesar 52,8% sedangkan pria
sejumlah 25 orang atau sebesar 47,2%. Usia rata-rata responden yaitu
berusia 20-25 tahun sejumlah 24 orang atau sebesar 45,3% sedangkan
untuk usia 25-30 tahun sejumlah 21 orang atau sebesar 39,6% dan sisanya
usia >30 tahun sejumlah 8 orang atau sebesar 15,1%. Mayoritas
pendidikan terakhir responden adalah S1 sejumlah 39 atau sebesar 73,6%
sisanya S2 sejumlah 13 atau sebesar 24,5% dan D3 sejumlah 1 atau
sebesar 1,9%. Responden penelitian kebanyakan adalah auditor yunior
(69)
22 orang atau sebesar 41,5%. Rata-rata pengalaman kerja auditor adalah
1-3 tahun sejumlah 1-31-3 orang atau sebesar 62,1-3% sedangkan untuk 4-10
tahun sejumlah 12 orang atau 22,6% dan sisanya untuk >10 tahun
(1)
Average Variance Extracted (AVE)
AVE
AA 0,626
APS 0,595
AR 0,638
EP 0,622
PR 1,000
Composite Reliability
Composite Reliability
AA 0,909
APS 0,898
AR 0,898
EP 0,868
(2)
Cronbachs Alpha
Cronbachs Alpha
AA 0,879
APS 0,863
AR 0,859
EP 0,797
PR 1,000
Discriminant Validity
Fornell-Larcker Criterium
AA APS AR EP PR
AA 0,791
APS 0,644 0,772
AR 0,472 0,545 0,799
EP 0,498 0,593 0,465 0,789 PR 0,204 0,134 0,093 0,066 1,000
Cross Loadings
AA APS AR EP PR
AA1 0,893 0,599 0,558 0,494 0,162
AA2 0,790 0,516 0,377 0,531 0,195
AA3 0,702 0,358 0,278 0,224 -0,051
AA4 0,689 0,405 0,374 0,298 0,243
AA5 0,814 0,650 0,255 0,403 0,150
AA6 0,838 0,444 0,357 0,318 0,217
APS1 0,597 0,810 0,438 0,470 0,193 APS2 0,544 0,852 0,411 0,565 0,146 APS3 0,438 0,666 0,281 0,379 -0,031 APS4 0,459 0,730 0,508 0,422 0,131 APS5 0,445 0,763 0,406 0,455 0,055 APS6 0,480 0,795 0,464 0,437 0,083
(3)
AR2 0,253 0,449 0,769 0,396 0,032
AR3 0,289 0,368 0,786 0,293 0,080
AR4 0,432 0,472 0,815 0,362 0,047
AR5 0,436 0,511 0,812 0,411 0,129
EP1 0,499 0,447 0,463 0,801 0,082
EP2 0,315 0,312 0,212 0,685 0,016
EP3 0,355 0,537 0,345 0,861 0,086
EP4 0,385 0,538 0,404 0,799 0,014
PR 0,204 0,134 0,093 0,066 1,000
Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)
AA APS AR EP PR
AA
APS 0,716
AR 0,522 0,622
EP 0,565 0,699 0,541
(4)
2.
Bootsrapping
Final Results
Path Coefficients
Mean, STDEV, T-Values, P-Values
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
P Values
APS -> AA 0,464 0,438 0,186 2,488 0,008
AR -> AA 0,138 0,134 0,155 0,893 0,188
AR -> APS 0,338 0,321 0,132 2,548 0,007
EP -> AA 0,151 0,179 0,126 1,200 0,118
EP -> APS 0,431 0,456 0,141 3,052 0,002
PR -> AA 0,119 0,137 0,088 1,351 0,091
PR -> APS 0,074 0,092 0,105 0,703 0,242
Indirect Effects
Mean, STDEV, T-Values, P-Values
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
P Values
APS -> AA
AR -> AA 0,157 0,148 0,102 1,538 0,065
AR -> APS
EP -> AA 0,200 0,188 0,088 2,269 0,014
EP -> APS
PR -> AA 0,034 0,041 0,053 0,647 0,260
(5)
Total Effects
Mean, STDEV, T-Values, P-Values Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) P Values
APS -> AA 0,464 0,438 0,186 2,488 0,008
AR -> AA 0,295 0,282 0,141 2,090 0,021
AR -> APS 0,338 0,321 0,132 2,548 0,007
EP -> AA 0,351 0,367 0,143 2,459 0,009
EP -> APS 0,431 0,456 0,141 3,052 0,002
PR -> AA 0,153 0,178 0,118 1,306 0,099
PR -> APS 0,074 0,092 0,105 0,703 0,242
Quality Criteria
R Square
Mean, STDEV, T-Values, P-Values Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) P Values
AA 0,463 0,520 0,131 3,531 0,000
APS 0,449 0,506 0,129 3,488 0,000
R Square Adjusted
Mean, STDEV, T-Values, P-Values Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) P Values
AA 0,418 0,480 0,142 2,944 0,002
APS 0,416 0,475 0,137 3,040 0,002
Average Variance Extracted (AVE)
Mean, STDEV, T-Values, P-Values Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) P Values
AA 0,626 0,637 0,039 15,900 0,000
APS 0,595 0,601 0,035 16,939 0,000
AR 0,638 0,655 0,055 11,643 0,000
EP 0,622 0,608 0,054 11,499 0,000
PR 1,000 1,000 0,000
Composite Reliability
Mean, STDEV, T-Values, P-Values Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) P Values
AA 0,909 0,911 0,014 63,326 0,000
APS 0,898 0,899 0,014 66,352 0,000
AR 0,898 0,903 0,022 41,254 0,000
EP 0,868 0,858 0,030 28,649 0,000
(6)
Cronbachs Alpha
Mean, STDEV, T-Values, P-Values
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
P Values
AA 0,879 0,882 0,021 41,506 0,000
APS 0,863 0,864 0,021 42,080 0,000
AR 0,859 0,867 0,032 26,457 0,000
EP 0,797 0,782 0,051 15,489 0,000
PR 1,000 1,000
Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)
Mean, STDEV, T-Values, P-Values
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
P Values
APS -> AA 0,716 0,710 0,133 5,401 0,000
AR -> AA 0,522 0,509 0,138 3,777 0,000
AR -> APS 0,622 0,602 0,137 4,553 0,000
EP -> AA 0,565 0,563 0,152 3,724 0,000
EP -> APS 0,699 0,715 0,147 4,757 0,000
EP -> AR 0,541 0,516 0,146 3,709 0,000
PR -> AA 0,206 0,242 0,138 1,492 0,071
PR -> APS 0,134 0,170 0,144 0,935 0,177
PR -> AR 0,098 0,114 0,149 0,660 0,256