Gambar 2.4. Anatomi Hidung Netter, 2011
2.3. Anatomi Pembuluh Darah Hidung
Hidung diperdarahi oleh arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Bagian atas rongga hidung diperdarahi oleh arteri etmoidalis anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dan arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung diperdarahi oleh cabang arteri maksilaris interna, diantaranya yaitu
ujung arteri palatina mayor dan arteri sphenopalatina. Bagian depan hidung diperdarahi oleh cabang dari arteri fasialis.
Pleksus Kiesselbach merupakan anastomosis dari arteri etmoidalis anterior, arteri palatina mayor, arteri sphenopalatina, dan arteri labialis superior yang terletak
di anterior rongga hidung. Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan tidak
Universitas Sumatera Utara
terlindungi sehingga mudah cedera karena trauma. Lebih dari 90 kasus epistaksis terjadi akibat perdarahan di pleksus Kiesselbach atau sering disebut
Little’s area di septum nasal.
Perdarahan posterior berasal dari pleksus Woodruff yang terletak di rongga hidung bagian belakang atas atau konka media yang merupakan anastomosis dari
arteri sphenopalatina dan arteri etmoidalis posteriorGifford Orlandi, 2008.
Gambar 2.5. Anatomi perdarahan hidung Probst, 2004
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Plexus Kiesselbach dan Plexus Woodruff Santos Lepore, 2001
2.4. Penyebab Epistaksis
Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya. Epistaksis dapat disebabkan oleh Mangunkusumo Wardhani, 2007 :
Trauma Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, misalnya mengorek
hidung, benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat dari trauma yang lebih hebat seperti pukulan, jatuh
atau kecelakaan lalu lintas. Kelainan pembuluh darah
Sering merupakan masalah kongenital. Pembuluh darah lebih tipis, lebar, jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit.
Universitas Sumatera Utara
Infeksi lokal Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti
rhinitis atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra.
Tumor Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Pada
angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus
dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan dapat berakibat fatal.
Kelainan darah Kelainan
darah penyebab
epistaksis antara
lain leukemia,
trombositopenia, anemia dan hemophilia. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis hemoragik herediterOsler-Rendu-Weber disease. Juga
dapat di temukan pada Von Willerband disease. Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarahdengue hemorrhagic fever. Demam tifoid, influenza dan morbili juga dapat
disertai dengan epistaksis. Perubahan udara
Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan
adanya zat-zat kimia di tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.
Universitas Sumatera Utara
Gangguan hormonal Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena
pengaruh perubahan hormonal. Obat-obatan
Obat topikal hidung seperti antihistamin dan kortikosteroid dapat menyebabkan iritasi mukosa, terutama bila diaplikasikan langsung
pada septum nasal.
2.5. Tipe-tipe Epistaksis