LANDASAN TEORI PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760

commit to user 29 29

BAB II LANDASAN TEORI

1. Tinjauan Pustaka

1. Mesin Bubut Konvensional Mesin bubut turning machine adalah suatu jenis mesin perkakas yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat tools sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut. Mesin bubut merupakan salah satu mesin proses produksi yang dipakai untuk membentuk benda kerja yang berbentuk silindris. Pada prosesnya benda kerja terlebih dahulu dipasang pada chuck pencekam yang terpasang pada spindel mesin, kemudian spindel dan benda kerja diputar dengan kecepatan sesuai perhitungan. Alat potong pahat yang dipakai untuk membentuk benda kerja akan disayatkan pada benda kerja yang berputar. Pada perkembangannya ada jenis mesin bubut yang berputar alat potongnya, sedangkan benda kerjanya diam. Dalam kecepatan putar sesuai perhitungan, alat potong akan mudah memotong benda kerja sehingga benda kerja mudah dibentuk sesuai yang diinginkan. Mesin bubut manual dikatakan konvensional untuk membedakan dengan mesin-mesin yang dikontrol dengan komputer Computer Numerically Controlled ataupun kontrol numerik Numerical Control . Wirawan Sumbodo, 2008 : 227 Gambar 2.1. Mesin Bubut commit to user 30 2. Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional a. Motor Utama Motor utama adalah motor penggerak cekam chuck untuk memutar benda kerja. Motor ini adalah motor jenis arus searah DC dengan kecepatan putar yang variabel. b. Eretan Eretan carriage terdiri atas eretan memanjang longitudinal carriage yang bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang cross carriage yang bergerak melintang alas mesin dan eretan atas top carriage , yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan di atas eretan melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur menurut kehendak operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya. Perlu diketahui bahwa semua eretan dapat dijalankan secara otomatis ataupun manual. Wirawan Sumbodo, 2008 : 239 Gambar 2.2. Eretan c. Kepala Lepas Tail Stock Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai pendukung benda kerja pada saat pembubutan, dudukan bor tangkai tirus dan cekam bor sebagai menjepit bor. Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang tirus, sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala lepas sama dengan tinggi senter tetap. Kepala lepas ini terdiri dari terdapat dua bagian yaitu alas dan badan, yang diikat dengan dua baut pengikat A commit to user 31 yang terpasang pada kedua sisi alas kepala lepas sekaligus berfungsi untuk pengatur pergeseran badan kepala lepas untuk keperluan agar dudukan senter putar sepusat dengan senter tetap atau sumbu mesin, atau tidak sepusat yaitu pada waktu membubut tirus di antara dua senter. Selain roda pemutar B, kepala lepas juga terdapat dua lagi lengan pengikat yang satu C dihubungkan dengan alas yang dipasang mur, dimana fungsinya untuk mengikat kepala lepas terhadap alas mesin agar tidak terjadi pergerakan kepala lepas dari kedudukannya. Lengan pengikat yang satunya D dipasang pada sisi tabung luncurrumah senter putar, bila dikencangkan berfungsi agar tidak terjadi pergerakan longitudinal sewaktu membubut. Wirawan Sumbodo, 2008 : 240 Gambar 2.3. Kepala Lepas Keterangan gambar : A : Buat pengikat B : Roda pemutar C : Lengan pengikat D : Lengan pengikat d. Penjepit Pahat Tool Post Penjepit pahat digunakan untuk menjepit atau memegang pahat, yang bentuknya ada beberapa macam di antaranya seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Jenis ini sangat praktis dan dapat menjepit 4 empat buah pahat sekaligus, sehingga dalam suatu pengerjaan bila commit to user 32 memerlukan 4 empat macam pahat dapat dipasang dan disetel sekaligus. Wirawan Sumbodo, 2008 : 243 Gambar 2. 4. Tool Post e. Kran pendingin Kran pendingin digunakan untuk menyalurkan pendingin collant kepada benda kerja yang sedang dibubut dengan tujuan untuk mendinginkan pahat pada waktu penyayatan, sehingga dapat menjaga pahat tetap tajam dan panjang umurnya. Hasil bubutannyapun halus. Wirawan Sumbodo, 2008 : 244 Gambar 2.5. Kran Pendingin f. Cekam Chuck Cekam adalah sebuah alat yang digunakan untuk menjepit benda kerja. Jenisnya ada yang berahang tiga sepusat self centering chuck yang dapat dilihat pada gambar 2.6, dan ada juga yang berahang tiga dan empat tidak sepusat independenc chuck . Cekam rahang tiga sepusat, digunakan untuk benda-benda silindris, dimana gerakan rahang bersama-sama pada saat dikencangkan atau dibuka. Cekam commit to user 33 dengan rahang tiga dan empat tidak sepusat, setiap rahang dapat bergerak sendiri tanpa diikuti oleh rahang yang lain, maka jenis ini biasanya untuk mencekam benda-benda yang tidak silindris atau digunakan pada saat pembubutan eksentrik. Wirawan Sumbodo, 2008 : 247 Gambar 2.6. Cekam 3. Gerak Pemakanan Mesin Bubut Konvensional Gerak pemakanan, f feed , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali gambar 2.7., sehingga satuan f adalah mmputaran. Gerak pemakanan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak pemakanan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak pemakanan tersebut berharga sekitar 1 3 sampai 1 20 a, atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki. Windarto, 2008 :146 Gambar 2.7. Gerak Pemakanan Keterangan gambar : a = kedalaman potong f = gerak pemakanan commit to user 34 Semakin besar gerak pemakanan pahat maka lebih tebal beram yang terbentuk. Penampang beram adalah penampang yang dihasilkan setelah satu putaran benda kerja, pada setiap pemutaran terkelupas sebuah cincin. Semakin besar penampang beram maka semakin kasar permukaan benda kerja. Luas penampang beram adalah hasil perkalian antara gerak pemakanan f dan kedalaman potong a. A = f . a ……. mm 2 . George Love, 1986 : 182 Gerak pemakanan ini juga digunakan untuk menghitung kecepatan gerak pemakanan. Kecepatan gerak pemakanan ini dihitung dengan tujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan pahat untuk bergeser menyayat benda kerja tiap putaran per menit, dengan diketahuinya kecepatan gerak pemakanan ini waktu produksi bisa direncanakan. Rumus kecepatan gerak pemakanan sebagai berikut : Gerak pemakanan ini biasanya disediakan dalam daftar spesifikasi yang dicantumkan pada mesin bubut bersangkutan. Untuk memperoleh gerak pemakanan yang kita inginkan kita bisa mengatur tuas pengatur gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut. Tabel 2.1Gerak Pemakanan pada Mesin Bubut Sumber : Manual Mesin Bubut konvensional Krisbow KW15-486 Dimana : V = Kecepatan gerak pemakanan f = gerak pemakanan n = putaranbenda kerja radmin V = f . n commit to user 35 4. Media Pendingin Pendingin adalah cairan yang digunakan dalam proses produksi yang fungsinya untuk pendinginan panas yang tinggi akibat gesekan dua benda Bambang Priambodo, 1992 : 87. Cairan pendingin mempunyai kegunaan yang khusus dalam proses pemesinan. Selain untuk memperpanjang umur pahat, cairan pendingin dalam beberapa kasus, mampu menurunkan gaya dan memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Selain itu, cairan pendingin juga berfungsi sebagai pembersihpembawa beram terutama dalam proses gerinda dan melumasi elemen pembimbing ways mesin perkakas serta melindungi benda kerja dan komponen mesin dari korosi . Cairan pendingin bekerja pada daerah kontak antara beram dengan pahat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran utama cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi Windarto, 2008 : 299. Cairan pendingin yang biasa dipakai dalam proses pemesinan dapat dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu : 1. Straight oils minyak murni Minyak murni straight oils adalah minyak yang tidak dapat diemulsikan dan digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk sudah diencerkan. Minyak ini terdiri dari bahan minyak mineral dasar atau minyak bumi, dan kadang mengandung pelumas yang lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain itu bisa juga ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti chlorine, sulphur, dan phosporus . Minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari minyak bumi naphthenic, paraffinic , minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya dapat bermacam-macam dari yang encer sampai yang kental tergantung dari pemakaian. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan wetting action sehingga memperbaiki daya lumas. Penambahan unsur lain seperti chlorine, sulphur, atau phosporu EP additives menaikkan daya lumas pada temperatur dan tekanan tinggi. Minyak murni menghasilkan pelumasan terbaik, akan tetapi sifat pendinginannya paling jelek di antara cairan pendingin yang lain. commit to user 36 2. Soluble oils Soluble oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air. Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi untuk menstabilkan emulsi. Minyak ini digunakan dalam bentuk sudah diencerkan biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10 dan unjuk kerja pelumasan dan penghantaran panasnya bagus. Minyak ini digunakan luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih murah di antara cairan pendingin yang lain. 3. Synthetic fluids cairan sintetis. Minyak sintetik synthetic fluids tidak mengandung minyak bumi atau minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran organik dan anorganik alkaline bersama-sama dengan bahan penambah additive untuk penangkal korosi. Minyak ini biasanya digunakan dalam bentuk sudah diencerkan biasanya dengan rasio 3 sampai 10. Minyak sintetik menghasilkan unjuk kerja pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin. Cairan ini merupakan larutan murni true solutions atau larutan permukaan aktif surface active . Pada larutan murni, unsur yang dilarutkan terbesar di antara molekul air dan tegangan permukaan surface tension hampir tidak berubah. Larutan murni ini tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi. Sementara itu dengan penambahan unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi jenis cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya baik. 4. Semisynthetic fluids cairan semi sintetis Cairan semi sintetik semi-synthetic fluids adalah kombinasi antara minyak sintetik A dan soluble oil B dan memiliki karakteristik kedua minyak pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran panasnya terletak antara dua buah cairan pembentuknya tersebut. Jenis cairan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Kandungan minyaknya lebih sedikit 10 sampai 45 tipe B commit to user 37 b. Kandungan pengemulsinya molekul penurun tegangan permukaan lebih banyak dari tipe A Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh “ super-fatted ” atau jenis EP Extreme Pressure . Windarto, 2008 :300 Pada saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat, sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas Arief Darmawan, 19891990 : 6. Keuntungan penggunaan media pendingin pada proses pembubutan : 1. Mengurangi biaya alat potong. Media pendingin mengurangi keausan alat potong, jika umur pahat makin panjang dan menghemat waktu untuk mengasahmenajamkan kembali alat potong. 2. Meningkatkan kecepatan produksi. Media pendingin mengurangi gesekan dan panas yang terjadi, maka kecepatan potong dapat ditingkatkan. 3. Menghemat energi. Gesekan yang terjadi kecil, maka energi yang diperlukan untuk penggerak mesinpun kecil. 4. Permukaan hasil pemotongan lebih baik. Karena sisi tajam alat potong tidak cepat tumpul dan tidak mudah rusak, maka mampu menghasilkan permukaan sesuai dengan yang direncanakan. Arief Darmawan, 19891990 : 7 5. Material Baja HQ 760 Material yang digunakan sebagai spesimen uji dalam penelitian adalah baja HQ 760 dengan komposisi kimia dapat diihat pada tabel 2.1. commit to user 38 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Bahan HQ 760 Unsur Prosentasi C 0,42 – 0,50 Mn 0,50 – 0,80 Si max 0,40 S 0,020 Cr + Mo + Ni max 0,.63 Sumber : PT Tira Andalan Steel 6. Kekasaran Permukaan Permukaan adalah batas yang memisahkan antara benda padat dengan sekelilingnya. Jika ditinjau dengan skala kecil pada dasarnya konfigurasi permukaan merupakan suatu karakteristik geometri golongan mikrogeometri. Sementara itu yang tergolong makrogeometri adalah permukaan secara keseluruhan yang membuat bentuk atau rupa yang spesifik misalnya permukaan poros, lubang, sisi dan lain-lain yang tercakup pada elemen geometri ukuran, bentuk, dan posisi. Taufiq Rochim, 2001 : 52 Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam perancangan komponen mesin atau peralatan. Banyak hal di mana karakteristik permukaan perlu dinyatakan dengan jelas misalnya dalam kaitannya dengan gesekan, keausan, pelumasan ketahanan lelah, perekatan dua atau lebih komponen mesin dan sebagainya. Konfigurasi permukaan yang kita lihat dengan mata sebenarnya tidaklah serapi yang terlihat. Apabila profil permukaan kita lihat dari penampang melintang benda kita akan melihat ketidakteraturan dari profil permukaan suatu benda. Ketidakteraturan konfigurasi suatu permukaan bila ditinjau dari profilnya dapat diuraikan menjadi beberapa tingkat seperti yang terlihat pada tabel 2.2. Tingkat pertama merupakan ketidakteraturan makrogeometri yaitu keseluruhan permukaan yang membuat bentuk. Tingkat kedua yaitu yang disebut dengan gelombang waviness , merupakan ketidakteraturan yang periodik dengan panjang gelombang yang jelas lebih besar dari kedalamannya amplitude . Tingkat ketiga commit to user 39 yaitu alur groove dan tingkat keempat adalah serpihan flaw dan keduanya lebih dikenal dengan istilah kekasaran roughness . Taufiq Rochim, 2001 : 54 Tabel 2.3 Ketidakteraturan Suatu Profil Konfigurasi Penampang Permukaan Tingkat Profil Terukur Bentuk Grafik Hasil Pengukuran Istilah Contoh Tingkat Kemungkinan Penyebabnya 1 Kesalahan bentuk form error Kesalahan bidang pembimbing mesin perkakas dan benda kerja, kesalahan pencekaman benda kerja. 2 Gelombang waviness Kesalahan bentuk perkakas, penyenteran perkakas, getaran dalam proses permesinan 3 Alur grove Jejak atau bekas pemotongan bentuk ujung pahat, gerak makan 4 Serpihan flakes Proses pembentukan beram 5 Kekasaran permukaan surface roughness Kombinasi ketidakteraturan tingkat 1 sampai 4 Sumber : Taufik Rochim, 2001 : 55 Istilah kekasaran permukaan digunakan secara luas di industri dan biasanya digunakan untuk mengukur kehalusan dari suatu permukaan benda. Standard Amerika B46.1-1947 mendefinisikan mengenai kekasaran permukaan, permukaan yang digambarkan dari konsep permukaan metrologi dan terminologi yang telah ada pada standar sebelumnya. commit to user 40 Kekasaran terdiri dari ketidakteraturan dari tekstur permukaan, yang pada umumnya mencakup ketidakteraturan yang diakibatkan oleh perlakuan selama proses produksi. Contoh bentuk tekstur permukaan benda kerja dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8. Tekstur Permukaan Jarak kekasaran roughness width adalah jarak paralel pada permukaan yang nominal antara punggung bukitbubungan atau puncak berurutan terhadap pola ajuan utama dari kekasaran permukaan. Penggalan jarak kekasaran roughness width off cut adalah pengukuran rata-rata tingginya kekasaran yang menandakan pengaturan jarak yang terbesar dari ketidakteraturan permukaan berulang. Nilai penggalan jarak kekasaran dinilai dalam perseribu dari suatu inci. Tabel standar untuk nilai-nilai penggalan jarak kekasaran 0,003; 0,10; 0,030; 0,100; dan 1,000 inci. Jika tidak ada nilai, maka ditetapkan suatu asumsi penilaianbeban maksimum 0,030 inci. Waviness yaitu meliputi semua ketidakteraturan yang terjadi pada permukaan. Waviness height adalah jarak puncak tertinggi terhadap lembah. Waviness width adalah pengaturan jarak dari gelombanglambaian berurutan mencapai puncak atau lembah gelombanglambaian berurutan lain. Lay adalah arah dari pola acuan permukaan utama, secara normal ditentukan oleh metode produksi. Flaws adalah kesalahan tak disengaja, tak diduga, dan gangguan tak dikehendaki di dalam topografi yang khas dari suatu permukaan benda. commit to user 41 Untuk mereproduksi profil suatu permukaan, sensor arau peraba harus digerakkan mengikuti lintasan yang berupa garis lurus dengan panjang pengukuran transversing length ; lg yang telah ditentukan. Reproduksi yang dihasilkan oleh alat ukur kekasaran akan terlihat seperti gambar 2.9. Gambar 2.9. Profil Permukaan Taufik Rochim, 2001 : 5 Profil geometrik ideal ialah profil pemukaan yang sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung, atau busur. Profil terukur measured profil , merupakan profil permukaan terukur. Profil referensi adalah profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil akaralas yaitu profil referensi yang digeserkan ke bawah, sehingga menyinggung titik terrendah profil terukur. Profil tengah adalah profil yang digeserkan ke bawah sedemikian rupa, sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah di atas profil tengah sampai profil terukur adalah sama dengan jumlah luas daerah-daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur. Berdasarkan profil-profil yang diterangkan di atas, dapat didefinisikan beberapa parameter permukaan, yaitu yang berhubungan dengan dimensi pada arah tegak dan arah memanjang. Untuk dimensi arah tegak dikenal beberapa parameter yaitu: 1. Kekasaran total peak to valley height total height , Rt µm adalah jarak antara profil referensi dengan profil alas. commit to user 42 2. Kekasaran perataan depth of surface smoothness peak to mean line , Rp µm adalah jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil terukur yang nilainya sama dengan jarak antara profil referensi dengan profil tengah. 3. Kekasaran rata-rata aritmetik mean roughness index center line average , CLA, Ra µm adalah harga rata-rata aritmetik bagi harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan profil tengah. 4. Kekasaran rata-rata kuadratik root mean square height , Rq µm adalah akar bagi jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah. 5. Kekasaran total rata-rata, Rz µm, merupakan jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima lembah terrendah. Harga kekasaran rata-rata Ra maksimal yang diijinkan ditulis di atas simbol segitiga. Satuan yang digunakan harus sesuai dengan satuan panjang yang digunakan dalam gambar teknik metrik atau inci. Jika angka kekasaran Ra minimum diperlukan dapat dituliskan di bawah angka kekasaran maksimum. Angka kekasaran dapat diklarifikasikan menjadi 12 angka kelas kekasaran seperti yang terlihat pada tabel 2.3. commit to user 43 Tabel 2.4 Standarisasi Simbol Nilai Kekasaran Harga Kekasaran, Ra µm Angka Kelas Kekasaran Panjang Sampel m 50 25 N12 N11 8 12,5 6,3 N10 N9 2,5 3,2 1,6 0,8 0,4 N8 N7 N6 N5 0,8 0,2 0,1 0,005 N4 N3 N2 0,25 0,025 N1 0,08 Sumber : Taufik Rochim, 2001 : 62 Angka kekasaran ISO numb er dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan interpretasi atas satuan harga kekasaran. Jadi spesifikasi kekasaran dapat langsung dituliskan nilainya atau dengan menuliskan angka kekasaran ISO. Panjang sampel pengukuran disesuaikan dengan angka kekasaran yang dimiliki oleh suatu permukaan. Apabila panjang sampel tidak dicantumkan di dalam penulisan simbol berat, maka panjang sampel 0,8 mm bila diperkirakan proses permesinannya halus sampai sedang dan 2,5 mm bila diperkirakan proses permesinannya kasar. Taufiq Rochim, 2001 : 55-63

2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang akan dilakukan ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Yusuf Cahyo Wibowo 2006 meneliti tentang pengaruh kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran logam paduan aluminium Al 5005 . Pada proses pembubutan dengan spesimen Al 5005 dilakukan variasi commit to user 44 kecepatan spindel 460 rpm, 755 rpm, dan 1255 rpm. Variasi kedalaman pemakanan juga menggunakan tiga variasi yaitu 0,5 mm; 1 mm; dan 1,5 mm. Spesimen yang digunakan berjumlah 9 buah dengan panjang 60 mm dan diameternya 25,4 mm. Pengukuran kekasaran permukaan dilakukan dengan menggunakan Mitutoyo Surftest . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variasi kecepatan spindel terhadap tingkat kekasaran permukaan logam paduan aluminium. Semakin besar kecepatan spindel yang digunakan, semakin kecil tingkat kekasaran permukaan benda kerja. Ada pengaruh kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran permukaan logam. Kedalaman pemakanan yang semakin kecil akan menghasilkan tingkat kekasaran permukaan yang semakin kecil. Tidak ada interaksi yang positif dan signifikan antara variasi kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran permukaan logam paduan aluminium. Simpulan penelitian bahwa kekasaran permukaan yang paling kecil dihasilkan pada kecepatan spindel 1255 rpm dengan kedalaman pemakanan 0,5 mm dan yang paling besar pada kecepatan spindel 460 rpm dan kedalaman pemakanan 1,5 mm. Ali Mursit 2006 meneliti tentang pengaruh sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dengan variasi sudut potong utama, yaitu : 50 , 60 , 70 . Variasi penggunaan media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, coolant , dan oli SAE 40. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sudut potong utama terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Ada pengaruh yang signifikan antara variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Ada pengaruh yang signifikan antara sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Didapat kekasaran permukaan yang minimal dari hasil pembubutan baja EMS 45 yaitu 6,233 µm pada proses perlakuan sudut potong utama 70 dan penggunaan media pendingin oli SAE 40. commit to user 45 Ninuk Jonoadji dan Joni Dewanto 1999 meneliti tentang pengaruh parameter potong dan geometri pahat terhadap kekasaran permukaan pada proses bubut. Proses pemesinan dilakukan pada pada material baja S45C dengan menggunakan pahat coated carbide . Kondisi pemesinan menggunakan variasi kecepatan potong 150 mmnt, 175 mmnt, 200mmnt. Gerak makan divariasi 0,1 mmrev; 0,15 mmrev; dan 1,2 mm rev. Kedalaman potong 1 mm. Percobaan dilakukan berdasarkan desain eksperimen dan analisis regresi. Dari hasil percobaan didapatkan gerak pemakanan memberikan pengaruh yang paling besar dan kecepatan potong memberikan pengaruh paling kecil terhadap kekasaran permukaan. Gambar 2.10. Grafik Prediksi Kekasaran terhadap Gerak Pemakanan dengan Kecepatan Potong Bervariasi. Ninuk Jonoadji dan Joni Dewanto, 1999 : 82 – 88 b. Nose radius 0,8 mm a. Nose radius 0,4 mm c. Nose radius 1,2 mm commit to user 46 Dari gambar 2.10 terlihat bahwa dengan bertambahnya nilai dari gerak pemakanan akan memperbesar nilai Ra pada semua nilai kecepatan potong pada tiap radius. Pada nilai gerak pemakanan yang sama, memperbesar kecepatan potong akan menurunkan nilai Ra. Isdaryanto Iskandar 1995 meneliti tentang variabilitas kualitas permukaan baja AISI 1060 yang dihasilkan dengan proses bubut dengan menggunakan pahat karbida terhadap lama pemotongan pada berbagai kecepatan potong, tanpa dan menggunakan media pendingin. Kondisi pemesinan menggunakan variasi kecepatan potong 300 mmnt, 240 mmnt, 180 mmnt, 140 mmnt, 110 mmnt. Pemotongan dilakukan tanpa menggunakan media pendingin dan menggunakan media pendingin dromus. Kedalaman potong 1 mm. Gerak pemakanan 0,1 mmrev. Hasil penelitian menunjukkan dalam kondisi tanpa media pendingin, hasil terbaik tingkat kekasaran N7 dihasilkan pada kecepatan potong 300 mmnt. Pada kecepatan potong 240 mmnt masih berada pada tingkat kekasaran N7, pada kecepatan lainnya yang lebih rendah memiliki tingkat kekasaran N8. Pemotongan dalam kondisi menggunakan pendingin hasil terbaik tingkat kekasaran N7 dihasilkan pada kecepatan potong 300 mmnt. Pada kecepatan potong 240 mmnt, 180 mmnt, 140 mmnt masih berada pada tingkat kekasaran N7, pada kecepatan lain 110 mmnt memiliki tingkat kekasaran N8. Grafik hubungan antara penggunaan media pendingin dan kekasaran permukaan pada berbagai kecepatan potong, yaitu : commit to user 47 a Pemotongan tanpa menggunakan media pendingin b Pemotongan dengan menggunakan media pendingin Gambar 2.11 Variability Ra terhadap Lama Pemotongan pada Berbagai Kecepatan Potong Isdaryanto Iskandar, 1995 : 96 commit to user 48

3. Kerangka Pemikiran

Kekasaran permukaan produk hasil pengerjaan pada mesin-mesin merupakan salah satu bagian yang harus diperhitungkan sebagai upaya bengkel pemesinan dalam meningkatkan kualitas produk. Selain itu, diperlukan cara agar mesin perkakas tersebut menghasilkan produk dengan jumlah banyak dalam waktu singkat, sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah-rendahnya. Produk yang berkualitas diperoleh dari adanya proses pemesinan yang baik. Kekasaran permukaan adalah salah satu keadaan yang disebabkan oleh kondisi pemotongan dari proses pemesinan. Dari penelitian sebelumnya kekasaran produk dari mesin bubut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : gerak pemakanan, kedalaman potong, kecepatan potong, sudut potong utama, geometri pahat, material pahat, media pendingin dan material benda kerja. 1. Pengaruh Gerak Pemakanan terhadap Kekasaran Permukaan Pada penelitian sebelumnya telah diteliti mengenai pengaruh kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran logam, juga pengaruh parameter potong dan geometri pahat terhadap kekasaran permukaan pada proses bubut. Dari kedua penelitian diatas parameter potong memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan. Hasil penelitian menunjukan gerak pemakanan memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kekasaran permukaan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang proses pembubutan menggunakan mesin CNC, pada penelitian ini menggunakan mesin bubut konvensional. Gerak pemakanan, f feed , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali. Semakin panjang jarak penyayatan pahat satu kali benda kerja berputar semakin tebal penampang beram yang terbentuk, ketebalan penampang beram yang dihasilkan akan mempengaruhi kekasaran permukaan, semakin tebal penampang beram yang dihasilkan pahat sekali benda kerja berputar semakin kasar permukaan benda kerja. Dengan demikian diduga ada pengaruh gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan. commit to user 49 2. Pengaruh Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Sebelum penelitian ini telah ada penelitian mengenai pengaruh sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan dengan variasi media pendingin yang digunakan air, coolant , dan oli SAE 40. Pada penelitian mengenai variabilitas kualitas permukaan baja yang dihasilkan dengan proses bubut dengan menggunakan pahat karbida terhadap lama pemotongan pada berbagai kecepatan potong, tanpa menggunakan media pendingin dan menggunakan media pendingin, media pendingin yang digunakan adalah dromus. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam, maka divariasikanlah penggunaan media yang memiliki sifat melumasi, media pendingin yang memiliki sifat mendinginkan dan menggunakan media pendingin udara atau pembubutan kering. Pada saat pemotongan, apabila gaya gesek yang terjadi antara muka pahat dan beram lebih kecil dibandingkan dengan gaya yang dibutuhkan untuk menggeser material beram dari muka pahat, seluruh beram akan mengalir meninggalkan muka pahat. Apabila yang terjadi sebaliknya, material akan menempel pada muka pahat. Gejala ini dikenal dengan seizure. Bilamana penumpukan ini terjadi berlapis-lapis, fenomena ini dikenal sebagai built up edge. Apabila pada muka pahat terjadi built up edge sedangkan temperatur pada tempat tersebut berada di bawah temperatur rekristalisasi, kekerasan built up edge cukup besar dan mampu untuk menjadi mata potong kedua. Karena adanya mata potong kedua, pada benda kerja akan timbul bidang kerja baru yang tidak stabil. Akibat dari hal tersebut di atas, adalah kualitas permukaan benda kerja yang dihasilkan akan menurun atau berfluktuasi. Saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan commit to user 50 penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas. Dengan demikian diduga ada pengaruh media pendingin terhadap kekasaran permukaan. 3. Pengaruh Gerak Pemakanan dan Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Dari teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diketahui gerak pemakan mempengaruhi kekasaran permukaan, sama halnya dengan media pendingin juga memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan, dengan demikian diduga ada pengaruh gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan. Pada penelitian ini digunakan benda kerja bahan baja HQ 760. Proses pembubutannya menggunakan mesin bubut konvensional. Gerak pemakanan pada penelitian ini akan divariasikan yaitu 3,16 mmrev; 4,10 mmrev; dan 5,16 mmrev. Media pendinginnya juga divariasi yaitu menggunakan dromus, oli SAE 40, dan udara. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya pengaruh gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil proses bubut konvensional pada material baja HQ 760, maka dilakukan pengukuran kekasaran permukaannya menggunakan Fowler Surfcoder SE 1700 Surface roughness measuring instrument . Berdasarkan uraian tersebut dapat ditentukan paradigma penelitian sebagai berikut : Gambar 2.12. Kerangka Pemikiran B A X A 3 A 1 B 2 B 1 B 3 A 2 Keterangan : A = Variasi Gerakan Pemakanan B = Variasi Media Pendingin X = Kekasaran Permukaan commit to user 51

4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan analisa kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut : 1. Ada pengaruh gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. 2. Ada pengaruh media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. 3. Ada pengaruh secara bersama gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. 4. Ada interaksi gerak pemakanan dan media pendingin yang menghasilkan kekasaran permukaan paling kecil hasil pembubutan pada material baja HQ 760. commit to user 52 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN