Menurut Saptarini et al. 2001, atonik biasanya digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar tanaman, meningkatkan daya serap daun, keluarnya bunga,
pembentukan buah, dan meningkatkan jumlah dan bobot buah.
Sedangkan berdasarkan data kultur hidup pada perlakuan A B
1
memiliki jumlah kultur hidup yang paling sedikit yaitu 16,67. Hal ini menunjukkan bahwa,
kombinasi perlakuan atonik 0 mll dan BAP 1 mgl kurang cocok untuk pertumbuhan kultur pucuk andaliman. Menurut Pierik 1987, zat pengatur tumbuh auksin dan
sitokinin mampu menginduksi kalus apabila digunakan pada konsentrasi tinggi yaitu berkisar 2-10 mgl, tetapi pada penggunaan konsentrasi tinggi mampu menghambat
pembentukan akar. Golongan sitokinin yang umum digunakan adalah BAP karena telah diketahui lebih tahan terhadap kerusakan. Dan pada perbanyakan buah naga
penggunaan atonik 4 mll mampu memacu pertumbuhan tunas.
Menurut Gunawan 1995 Yusnita 2003, jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh ZPT juga menentukan keberhasilan kultur jaringan. Menurut
Heddy 1983, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan yang penting terhadap pembelahan sel dan diferensiasi sel mulai perkembangan endosperm sampai
perkecambahan biji pada fase vegetatif dan reproduktif. Penggunaan zat pengatur tumbuh adalah untuk menambah kadar yang ada
guna mempercepat pertumbuhan tanaman dengan harapan agar diperoleh hasil yang lebih cepat dan mungkin lebih besar Kusumo, 1990. Pada kultur embrio,
keberhasilan perkecambahan in vitro juga ditentukan oleh media dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media untuk menggantikan peran endosperma
Kosmiatin Mariska, 2005.
4.3 Berat Basah Kultur g
Hasil analisis sidik ragam pada pengamatan berat basah kalus menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi atonik dan BAP memiliki pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap peningkatan berat basah kalus Lampiran B halaman 35. Walaupun secara statistik berat basah kultur memiliki pengaruh yang tidak nyata,
namun pada kombinasi perlakuan terdapat perbedaan antara A
1
B dan A
B
1,
dimana
Universitas Sumatera Utara
pada kombinasi perlakuan yang memiliki berat basah kalus yang tertinggi pada A
1
B dan kombinasi perlakuan yang memiliki berat kalus yang terendah pada A
B
1.
Hasil rataan berat basah kalus dapat dilihat pada Tabel 4.3.1.
Tabel 4.3.1 Rata-rata Berat Basah Kalus g Pada Perlakuan Konsentrasi Atonik dan BAP
Konsentrasi Atonik
BAP Rataan
B B
B
1
B
2 3
A 2,45
0,22 1,70
1,57 1,49
A 3,03
1
1,63 1,32
1,77 1,94
A 2,82
2
1,22 3,02
0,47 1,88
A 0,78
3
1,82 1,60
1,30 1,38
Rataan 2,27
1,22 1,91
1,28 1,67
Keterangan : Konsentrasi Atonik A 0 mll, A
1
1 mll, A
2
2 mll, A
3
Konsentrasi BAP B 3 mll
0 mgl, B
1
1 mgl, B
2
2 mgl, B
3
3 mgl
Dari Tabel 4.3.1 diperoleh hasil bahwa perlakuan A
1
B memiliki rataan berat
basah kalus tertinggi yaitu sebesar 3,03 g, sedangkan pada perlakuan A B
1
memiliki rataan berat basah kalus terendah sebesar 0,22 g. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kombinasi perlakuan A
1
B konsentrasi atonik 1 mll dan BAP 0 mgl merupakan
kombinasi yang paling baik untuk pertumbuhan pada eksplan pucuk andaliman, ini ditandai dengan peningkatan berat basah kalus. Sedangkan kombinasi perlakuan A
B
1
konsentrasi atonik 0 mll dan BAP 1 mgl merupakan kombinasi yang kurang baik untuk pertumbuhan pada eksplan pucuk andaliman. Hal ini dapat diperjelas pada
Gambar 4.3.2.
Dari Gambar 4.3.2 dapat dilihat bahwa hubungan antara perlakuan kombinasi pemberian ZPT atonik dan BAP dengan berat basah kultur bersifat fluktuatif.
Perlakuan A
1
B memberikan hasil tertinggi terhadap berat basah kultur, sedangkan
perlakuan A B
1
menunjukkan berat basah terendah. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan atonik dan BAP memberikan pengaruh terhadap berat basah
kultur pucuk andaliman. Menurut Salisbury Ross 1995, zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam jumlah yang tepat dapat memberikan pengaruh baik terhadap berat
basah kultur.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3.2 Hubungan rata-rata berat basah kalus dengan kombinasi ZPT
Keterangan : Konsentrasi Atonik A 0 mll, A
1
1 mll, A
2
2 mll, A
3
Konsentrasi BAP B 3 mll
0 mgl, B
1
1 mgl, B
2
2 mgl, B
3
3 mgl
Menurut Hutami Ragapadmi 2003, selain hara makro dan mikro dalam kultur in vitro zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin berperan dalam pertumbuhan
dan morfogenesis. Keseimbangan zat pengatur tumbuh tersebut sangat berperan dalam pembentukan kalus. Sudarmaji 2003 melakukan penelitian terhadap tanaman kapas,
dari penelitian dihasilkan bahwa penggunaan BAP 2 mgl menghasilkan berat basah kalus tertinggi. Sedangkan Saptarini et al. 2001, atonik biasanya digunakan untuk
merangsang pertumbuhan akar tanaman, meningkatkan daya serap daun, keluarnya bunga, pembentukan buah, dan meningkatkan jumlah dan bobot buah.
Menurut Pierik 1987, zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin mampu menginduksi kalus apabila digunakan pada konsentrasi tinggi yaitu berkisar 2-10
mgl, tetapi pada penggunaan konsentrasi tinggi mampu menghambat pembentukan akar. Golongan Sitokinin yang umum digunakan adalah BAP karena telah diketahui
lebih tahan terhadap kerusakan. Dan pada perbanyakan buah naga penggunaan atonik 4 mll mampu memacu pertumbuhan tunas.
4.4 Warna Kalus