Seleksi berdasarkan indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti

dan 5 pada seleksi tunggal, dan urutan ke-2, 1, 3, dan 4 pada indeks seleksi terboboti, sedangkan berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti menempati peringkat ke-1, 17, 2, dan 4 Tabel 10, 11, 12, dan 13. 57 Tabel 12 Hasil seleksi 17 aksesi pegagan berdasarkan indeks seleksi terboboti weighted standardized selection index Peringkat Aksesi terseleksi Panjang tangkai daun 0.24 Diameter tangkai daun -0.22 Jumlah daun induk helai daun 0.13 Panjang daun -0.02 Lebar daun -0.33 Luas daun -0.61 Tebal daun -0.09 Jumlah tulang daun 1.26 Jumlah sulur 0.33 Panjang ruas pada sulur terpanjang 0.14 Bobot terna kering 1 Kadar asiati kosida 1 WINDEX 1 Casi 003 0.88 2.23 -2.41 1.61 0.87 2.77 -0.90 3.02 -2.07 -0.60 3.30 0.84 4.66 2 Casi 016 1.13 -0.08 0.26 -0.02 -0.08 -0.05 -0.77 -0.43 1.62 -0.14 -0.20 1.43 1.65 3 Casi 008 -0.32 -0.25 0.63 -0.33 -0.46 -0.23 1.94 -0.05 0.15 1.48 -0.04 0.65 0.99 4 Casi 002 0.80 0.01 0.38 0.13 0.26 0.18 0.39 -0.11 -0.01 0.46 0.26 0.39 0.59 5 Casi 001 0.43 -0.01 0.38 0.32 0.33 -0.20 0.13 -0.16 1.39 -0.19 0.17 -0.09 0.46 6 Casi 017 0.15 -0.10 0.50 -0.20 -0.22 0.003 -0.13 -0.05 0.58 0.35 -0.59 0.20 -0.01 7 Casi 015 8.85 0.46 0.08 -0.07 -0.01 -0.26 -0.65 -0.13 0.63 0.28 -0.23 -0.20 -0.22 8 Casi 019 -1.73 -1.13 -0.29 -1.03 -0.95 -1.77 -0.52 -0.54 -1.14 -0.49 -1.35 0.90 -0.32 9 Casi 018 -0.78 -0.78 -0.49 -0.32 -0.67 -0.26 0.13 -0.24 0.18 0.65 -0.65 0.15 -0.35 10 Casi 007 0.38 0.40 1.38 0.10 0.30 0.07 0.26 0.04 -0.35 -0.12 -0.16 -0.36 -0.63 11 Casi 005 -0.11 0.19 -0.31 -0.17 -0.12 -0.28 0.00 0.06 -0.35 -0.35 -0.35 -0.34 -0.67 12 Casi 010 -0.34 -0.05 0.28 0.11 0.10 0.20 0.00 -0.19 -0.33 -0.33 0.45 -0.63 -0.76 13 Casi 006 0.12 0.21 -0.19 0.59 0.74 0.39 0.13 -0.19 -0.01 0.84 0.51 -0.71 -0.86 14 Casi 013 0.59 -0.06 0.28 0.22 0.47 0.24 0.13 -0.16 -0.01 -0.44 -0.13 -0.39 -0.91 15 Casi 009 -0.57 -0.64 -0.31 -0.77 -0.81 -0.43 -0.13 -0.40 0.27 -0.65 -0.27 -0.74 -0.99 16 Casi 012 -0.92 -0.65 0.11 -0.59 -0.29 -0.52 -0.13 -0.27 -0.38 -0.75 -0.53 -0.36 -1.08 17 Casi 011 0.29 0.26 -0.31 0.41 0.55 0.17 0.13 -0.16 -0.16 0.02 -0.21 -0.74 -1.53 Keterangan: Faktor pembobot 58 Tabel 13 Hasil seleksi 17 aksesi pegagan berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti unweighted standardized selection index Peringkat Aksesi terseleksi Panjang tangkai daun Diameter tangkai daun Jumlah daun induk helai daun Panjang daun Lebar daun Luas daun Tebal daun Jumlah tulang daun Jumlah sulur Panjang ruas pada sulur terpanjang Bobot terna kering Kadar asiati kosida UNWINDEX 1 Casi 016 1.13 -0.08 0.26 -0.02 -0.08 -0.05 0.28 -0.43 1.62 0.93 -0.20 1.43 7.31 2 Casi 008 -0.32 -0.25 0.63 -0.33 -0.46 -0.23 0.28 -0.05 0.15 2.58 -0.04 0.65 7.13 3 Casi 017 0.15 -0.10 0.50 -0.20 -0.22 0.003 0.28 -0.05 0.58 1.44 -0.59 0.20 5.05 4 Casi 002 0.80 0.01 0.38 0.13 0.26 0.18 0.23 -0.11 -0.01 1.55 0.26 0.39 4.99 5 Casi 001 0.43 -0.01 0.38 0.32 0.33 -0.20 0.30 -0.16 1.39 0.89 0.17 -0.09 4.89 6 Casi 018 -0.78 -0.78 -0.49 -0.32 -0.67 -0.26 0.22 -0.24 0.18 1.74 -0.65 0.15 4.25 7 Casi 015 8.85 0.46 0.08 -0.07 -0.01 -0.26 0.27 -0.13 0.63 1.36 -0.23 -0.20 3.72 8 Casi 019 -1.72 -1.13 -0.29 -1.03 -0.95 -1.77 0.28 -0.54 -1.14 0.58 -1.34 0.90 3.64 9 Casi 009 -0.57 -0.64 -0.31 -0.77 -0.81 -0.43 0.28 -0.40 0.27 0.42 -0.27 -0.74 3.38 10 Casi 007 0.38 0.40 1.38 0.10 0.30 0.07 0.21 0.004 -0.35 0.96 -0.16 -0.36 3.29 11 Casi 012 -0.92 -0.65 0.11 -0.59 -0.29 -0.53 0.26 -0.27 -0.38 0.33 -0.53 -0.36 2.35 12 Casi 013 0.59 -0.06 0.28 0.22 0.47 0.24 0.27 -0.16 -0.01 0.63 -0.13 -0.39 2.25 13 Casi 005 -0.11 0.19 -0.31 -0.17 -0.12 -0.28 0.26 0.06 -0.35 0.72 -0.35 -0.34 2.03 14 Casi 010 -0.34 -0.05 0.28 0.11 0.10 0.20 0.29 -0.19 -0.33 0.74 0.45 -0.63 1.95 15 Casi 006 0.12 0.21 -0.19 0.59 0.74 0.39 0.42 -0.19 -0.01 1.93 0.51 -0.71 1.85 16 Casi 011 0.29 0.26 -0.31 0.41 0.55 0.17 0.20 -0.16 -0.16 1.10 -0.21 -0.74 0.74 17 Casi 003 0.88 2.23 -2.41 1.61 0.87 2.77 0.28 3.02 -2.07 0.47 3.30 0.84 -1.11 KESIMPULAN Keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi ditunjukkan oleh karakter jumlah, panjang, lebar, dan luas daun induk serta jumlah tulang daun, dan panjang ruas pada sulur terpanjang. Untuk keragaman genetik sempit dan heritabilitas rendah terdapat pada karakter tebal daun, jumlah sulur, kadar dan produksi asiatikosida. Dari 10 karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kadar asiatikosida. Seleksi langsung terhadap produksi terna kering dapat dilakukan melalui seleksi luas daun. Hasil seleksi berdasarkan kadar asiatikosida dan bobot terna kering terpilih 4 aksesi pegagan, yaitu Casi 016 lokal Boyolali, Casi 003 introduksi, Casi 008 lokal Ciwidey, dan Casi 002 lokal Bengkulu. Aksesi terseleksi pada seleksi berdasarkan kadar asiatikosida dan bobot terna kering tidak selalu terseleksi pada seleksi tunggal, indeks seleksi terboboti dan tidak terboboti. Tidak ada satupun aksesi yang terseleksi sama berdasarkan ketiga metode seleksi. KERAGAMAN PLASMA NUTFAH PEGAGAN Centella asiatica L. Urban BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI, MOLEKULER, DAN GABUNGAN ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi jarak kedekatan genetik 17 aksesi pegagan berdasarkan penanda morfologi, penanda RAPD, dan data gabungan. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2007-Pebruari 2008 di Kebun Percobaan Cimanggu Balittro, sedangkan untuk analisis RAPD dilakukan di Laboratorium RGCI, Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB. Peubah yang diamati menggunakan penanda morfologi adalah 11 karakter kuantitatif. Sebanyak tujuh primer OPE-15, OPE-19, OPE-20, OPH-05, OPH-19, OPM-12, dan OPM- 24 digunakan dalam analisis RAPD untuk proses amplifikasi DNA. Hasil analisis similaritas menunjukkan jarak koefisien kemiripan antar aksesi berbeda. Koefisien kemiripan dengan penanda morfologi berada antara 0.00-0.64, dimana nilai koefisien tertinggi ditemukan pada Casi 002-Casi 001 dan Casi 013-Casi 010, sedangkan nilai terendah terdapat pada Casi 003 dengan aksesi lainnya. Koefisien kemiripan RAPD berada antara 0.28-0.98, nilai koefisien tertinggi ditemukan pada Casi 011-Casi 009, sedangkan nilai terendah terdapat pada Casi 013-Casi 005. Data gabungan menunjukkan koefisien kemiripan berada antara 0.36-0.95, dengan nilai koefisien tertinggi terdapat pada Casi 011-Casi 005, sedangkan nilai koefisien terendah terdapat pada Casi 008-Casi 003. Hasil analisis clustering dengan penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan, koefisien kemiripan dari masing-masing penanda berada antara 0.02-0.64, 0.48-0.97, dan 0.49-0.95. Pengelompokan aksesi pegagan berdasarkan penanda morfologi dan gabungan membagi 17 aksesi kedalam 4 kelompok utama, pada koefisien kemiripan 33 dan 72. Pengelompokan berdasarkan RAPD, pada koefisien kemiripan 73 dibentuk menjadi 5 kelompok utama. Analisis Komponen Utama AKU menunjukkan bahwa akumulasi keragaman minimum 70 pada data morfologi diperoleh pada dua komponen utama, sedangkan pada data RAPD dan gabungan tidak memenuhi batas minimum 70 untuk tiga komponen utama. Analisis komparasi antara matriks koefisien kemiripan penanda morfologi dan RAPD diperoleh nilai korelasi r = -0.003 yang dikategorikan sebagai korelasi yang sangat tidak sesuai. Kata kunci: Centella asiatica L. Urban, kemiripan, morfologi, RAPD ABSTRACT The experiment was aimed to analyse and evaluate the genetic distance of 17 accessions of asiatic pennywort based on markers of morphology, RAPD, and its combination. The research was conducted from July 2007 to February 2008 at Cimanggu Experimental Station of Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute ISMECRI Bogor, while analysis of RAPD was conducted at RGCI laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agriculture University. Morphological markers were based on 11 quantitative characters. Seven of primer OPE-15, OPE-19, OPE-20, OPH-05, OPH-19, OPM-12, and OPM-24 used in analysis of RAPD to process DNA amplification. Results of similarity analysis showed that coefficient of similarity between accessions had different distance. The coefficient of similarity with markers of morphology ranged between 0.00-0.64, where value of highest coefficient found on Casi 002-Casi 001 and Casi 013-Casi 010, while the lowest on Casi 003 with other accessions. Coefficient of similarity with markers of RAPD ranged between 0.28-0.98, the highest coefficient found on Casi 011-Casi 009, while the lowest on Casi 013-Casi 005. Data of combination showed that coefficient of similarity ranged between 0.36-0.95, with the highest coefficient on Casi 011-Casi 005, while the lower coefficient on Casi 008-Casi 003. Results of clustering analysis with markers of morphology, RAPD, and the combination, similarity values of each marker ranged between 0.02-0.64, 0.48-0.97, and 0.49- 0.95. Grouping of asiatic pennywort accessions based on markers of morphology and combination divided the 17 accessions into 4 main groups at similarity coefficient of 33 and 72. Grouping based on RAPD, the similarity coefficient of 73 is formed into 5 main groups. Results of Principal Component Analysis PCA showed that accumulation of minimum variability 70 at morphology data obtained at two main components, while the RAPD data and the combination does not meet the minimum 70 for the three main components. Afterwards, results of comparison analysis between matrix of similarity coefficient of morphology marker and RAPD obtained correlation value of r = -0.003, which was categorized as unsuitable correlation. Key words: Centella asiatica L. Urban, similarity, morphology, RAPD PENDAHULUAN Pegagan atau Centella asiatica L. urban merupakan tanaman obat dari keluarga Umbelliferae Apiaceae yang tumbuh dan tersebar luas di kawasan tropis maupun sub tropis. Pegagan tumbuh secara alami di daerah dataran rendah hingga ketinggian 2500 m di atas permukaan laut dpl. Habitat pegagan adalah di lahan yang lembab, sepanjang tepian sungai, maupun rerumputan yang cukup mendapatkan sinar matahari atau di tempat terbuka. Kelembaban udara yang diinginkan antara 70-90 dengan rata-rata temperatur udara antara 20-25 C dan tingkat kemasaman tanah netral pH tanah 6-7 Winarto Surbakti 2002. Pada tingkat kemasaman tersebut, unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Pegagan memiliki daya adaptasi pada lingkungan ekologi yang luas sehingga diduga memiliki keragaman genetik yang tinggi. Bermawie et al. 2008 melaporkan adanya keragaman pada beberapa karakter morfologi baik kuantitatif maupun kualitatif, potensi hasil, dan mutu antar aksesi pegagan. Selanjutnya pada penelitian pendugaan parameter genetik dengan menggunakan 17 aksesi pegagan pada percobaan studi keragaman diperoleh hasil bahwa dari tiga belas karakter agronomi yang diamati, lima karakter memiliki keragaman genetik yang luas. Informasi tersebut menunjukkan, terdapat peluang yang besar untuk perbaikan genetik pegagan melalui seleksi maupun merakit varietas pegagan dengan mutu yang lebih baik. Sebagai bahan genetik untuk pembentukan varietas unggul terutama melalui persilangan perlu diketahui hubungan kekerabatan antara aksesi. Hubungan kekerabatan dan atau jarak genetik akan menentukan keberhasilan persilangan. Namun sampai saat ini tingkat jarak genetik antar aksesi ini juga belum banyak diketahui sehingga perlu dilakukan analisis keragaman genetik. Hasil introduksi pegagan dari Malaysia dan eksplorasi dari berbagai daerah di Jawa, Sumatra, Bali dan Papua menghasilkan 17 aksesi. Studi keragaman morfologi dan genetik serta kekerabatan antar aksesi dalam suatu koleksi plasma nutfah pegagan akan sangat membantu mengurangi duplikasi antar aksesi yang seharusnya dikonservasi. Dengan jumlah aksesi pegagan yang ada dalam koleksi plasma nutfah Balittro, maka pengelompokan 17 aksesi ke dalam kelompok yang homogen sangat diperlukan. Beberapa macam penanda yang dapat digunakan untuk membedakan aksesi pegagan, diantaranya morfologi tanaman dan pola pita DNA. Penanda morfologi telah lama digunakan sebagai penanda genetik untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang Simmond Sheperd 1955. Namun penanda morfologi ini seringkali menunjukkan hasil yang bias karena pengaruh faktor lingkungan terhadap penampakan fenotipik. Agar dapat memperkuat informasi data penanda morfologi maka diperlukan dukungan penanda molekuler karena memperjelas perbedaan dan hubungan kekerabatan antar aksesi berdasarkan karakteristik molekuler Jarret Gawel 1995. Salah satu penanda molekuler berbasis DNA yang telah banyak diaplikasikan sebagai penanda genetik tanaman adalah RAPD Random Amplified Polymorphic DNA. Dibandingkan dengan penanda DNA yang lain, seperti RFLP Restriction Fragment Length Polymorphisms dan SSR Simple Sequence Repeats, teknik RAPD lebih murah, mudah dilakukan, cepat memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak, tidak memerlukan pengetahuan tentang latar belakang genom yang dianalisis dan mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk menganalisis genom semua organisme Tingey et al. 1994. Teknik ini telah banyak dimanfaatkan dalam identifikasi kultivar tanaman lain, seperti pada manggis Mansyah et al. 2003, serai Khanuja et al. 2005, dan pisang Ro’biah et al. 2005. Dengan dasar ini maka dilakukan analisis keragaman genetik berdasarkan penanda morfologi bersama dengan penanda RAPD. Diharapkan dengan menggunakan dua penanda tersebut akan memberikan informasi yang saling mendukung sehingga diperoleh informasi yang lebih akurat. Sampai saat ini, pengetahuan tentang genetika populasi dari tanaman pegagan belum terungkap. Diharapkan dengan diketahuinya informasi fenotipik dan genetik dapat membantu dalam pelestarian maupun dalam usaha pemuliaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi jarak kedekatan genetik pada 17 aksesi pegagan berdasarkan penanda morfologi, penanda RAPD, dan data gabungan. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cimanggu dengan ketinggian tempat 240 m dpl dan jenis tanah Latosol. Identifikasi molekuler dilakukan di Laboratorium Research Group on Crop Improvement RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, tahap pertama dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2007. Penelitian kedua dilakukan pada bulan Juli 2007 sampai Pebruari 2008. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan untuk identifikasi morfologi adalah 17 aksesi plasma nutfah pegagan Lampiran 1, sedangkan untuk identifikasi molekuler adalah berupa daun muda pucuk dari 17 aksesi pegagan yang berasal dari koleksi plasma nutfah Balittro; duapuluh enam dekamer primer, DNA ladder standar 100 bp Lampiran 5, dan bahan-bahan lainnya. Peralatan yang digunakan terdiri dari gunting, timbangan analitik, mortar, sarung tangan, pipet, pipet mikro, spektrofotometer UV-VIS, peralatan untuk elektroforesis, centrifugasi, vortex, tube, gelas ukur, lemari pendingin, peralatan isolasi DNA, mesin PCR Mastercycler Gradient, dan kamera digital. Metode Penelitian Metode dan pelaksanaan penelitian untuk identifikasi morfologi sama dengan pada percobaan pendugaan parameter genetik, analisis lintas, dan seleksi plasma nutfah pegagan Centella asiatica L. Urban. Teknik pengamatan karakter morfologi berdasarkan deskriptor yang dikembangkan khusus untuk pegagan dengan beberapa modifikasi Bermawie et al. 2006a. Pengamatan dilakukan terhadap karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi Tabel 4, diantaranya: a Jumlah daun dihitung jumlah daun pada tanaman induk, b Panjang daun diukur dari pangkal daun sampai ujung daun, c Lebar daun diukur lebar daun yang terlebar, d Luas daun diukur dengan menggunakan leaf area meter, e Jumlah tulang daun dihitung jumlah tulang daun pada tanaman induk, f Panjang sulur terpanjang diukur panjang sulur terpanjang saat tanaman berumur 3 MST, g Panjang ruas pertama pada sulur terpanjang diukur panjang ruas pertama pada sulur terpanjang saat tanaman berumur 3 MST, h Bobot terna kering ditimbang bobot terna kering dari hasil panen dengan luas 1 m 2 , i Panjang tangkai bunga induk diukur panjang tangkai bunga pada tanaman induk. Metode dan pelaksanaan untuk identifikasi molekuler terdiri dari: Isolasi DNA: Metode isolasi DNA dilakukan mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Promega yang dimodifikasi dengan penambahan 1 polyvinil pyrolidone PVP. DNA diisolasi dari daun muda pucuk. Pengujian kualitas dan kuantitas DNA: Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan dengan menggunakan metode Sambrook et al. 1989. Ekstrak DNA sampel sebanyak 10 l ditambah 2 l loading dye. Campuran tersebut dialirkan pada bak elektroforesis berisi 5 gel agarose yang diisi TAE 1x yang dialiri tegangan sebesar 10 V selama 30 menit. Selanjutnya, gel diangkat dan dimasukkan ke dalam EtBr Ethidium Bromide kemudian dibilas dengan aquades. Pita DNA hasil isolasi dilihat di atas UV illuminator untuk dilihat tebal tipisnya DNA dan ada tidaknya fragmen DNA. Kuantitas DNA dilihat melalui spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Seleksi primer screening primer: Seleksi primer dilakukan dengan survei screening primer terhadap 26 primer dari Operon Technology Tabel Lampiran 5. Amplifikasi DNA: DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan menggunakan mesin PCR Mastercycler Gradient. Amplifikasi DNA pegagan dilakukan menurut metode Williams et al. 1990. Tabung reaksi berisi PCR mix sebanyak 25 l yang terdiri dari 1 unit Taq DNA Polymerase Green Mix TM Promega, Madison, Wisconsin sebanyak 12.5 l, 5 l primer oligonukleid, 5 l ekstrak DNA sampel dan sisanya air bebas ion 2.5 l. Selanjutnya tabung-tabung tersebut dimasukkan ke dalam thermocycler untuk proses amplifikasi DNA. Proses PCR dilakukan dengan menggunakan primer hasil seleksi. Tahapan PCR yang digunakan pada percobaan ini adalah: 1 Pre PCR denaturasi awal pada suhu 94 C selama 5 menit sebanyak satu siklus; 2 denaturasi 94 C selama satu menit, annealing penempelan primer pada suhu 36 C selama satu menit dan extention perpanjangan 72 C selama dua menit sebanyak 45 siklus; 3 perpanjangan akhir pada suhu 72 C selama empat menit sebanyak satu siklus. Elektroforesis dan visualisasi produk PCR: Tahapan ini secara teknis sama dengan tahapan pengujian kualitas DNA, hanya saja larutan yang digunakan adalah 10 l PCR mix yang berasal dari tahapan amplifikasi. DNA ladder standar 100 bp sebanyak 5 l diikutkan pada salah satu sumur kolom gel elektroforesis untuk mengetahui ukuran basa pita yang terbentuk. Produk amplifikasi produk PCR divisualisasikan dengan UV illuminator dan didokumentasikan dengan kamera digital dan direkam ke dalam disket. Analisis Data Analisis polimorfisme antar aksesi pegagan dilakukan dengan menetapkan pita DNA yang muncul diberi nilai 1 dan yang tidak muncul diberi nilai nol. Untuk menentukan tingkat kesamaan pasangan aksesi yang terdapat pada lajur yang berbeda dilakukan analisis kemiripan Similarity analysis dengan menggunakan prosedur SIMQUAL Similarity for Qualitative Data program NTSYS-pc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis versi 2.01 dan dihitung berdasarkan rumus Nei dan Li 1979 atau koefisien Dice S yaitu:   b a ab n n n S   2 Dimana: S = Koefisien kemiripan; n ab = jumlah pita DNA yang sama posisinya baik pada individu a maupun b; n a dan n b = jumlah pita DNA pada individu a dan b. Analisis gerombol Clustering analysis dilakukan terhadap data morfologi, RAPD, maupun data gabungan, masing-masing data dianalisis dengan menggunakan metode SAHN-UPGMA sequential agglomerative, Hierarchical, and Nested-Unweighted pair-group method, arithmetic average pada program NTSYS-pc versi 1.80 Rohlf 1993. Data gabungan disusun dalam bentuk data biner yang merupakan gabungan antara data morfologi dan data RAPD, hasil analisis disajikan dalam bentuk dendogram. Untuk analisis komponen utama Principal Componen Analysis digunakan program Minitab 14. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat keselarasan antara penampilan fenotipik dengan pola pita RAPD dilakukan pengujian goodness of fit dengan menggunakan analisis korelasi antara matrik kemiripan berdasarkan data fenotipik dan pola pita DNA yang diuji dengan statistik Z Mantel. Matrik kemiripan fenotipik dan matrik kemiripan genetik dibandingkan dengan menggunakan uji korelasi MXCOMP pada program NTSYS-pc versi 2.01, sedangkan nilai korelasi Spearman dihitung berdasarkan rumus dari Gasperz 1995:   1 1 2 2      n n d y x i jk jk  Dimana:  = korelasi spearman; d i = selisih setiap pasangan rank yang berkaitan dengan pasangan data X i , Y i ; n = banyaknya pasangan rank. Korelasi antara pasangan dua matrik diuji dengan statistik Z Mantel sebagai berikut:    jk jk k j y x Z Dimana: x jk = elemen baris matrik ke-j dan kolom ke-k dari X; y jk = elemen baris matrik ke-j dan kolom ke-k dari Y. Nilai Z yang diperoleh kemudian ditransformasi melalui Z Mantel sehingga didapatkan nilai korelasi sebagai berikut:    jk jk k j y x Z Keterangan: x jk = hasil transformasi x jk ; y jk = hasil transformasi y jk . Hipotesis: H = nilai x jk tidak berkorelasi dengan y jk H 1 = nilai x jk berkorelasi dengan y jk Dasar pengambilan keputusan adalah: 1. Jika probabilitas  0.05 maka H diterima 2. Jika probabilitas  0.05 maka H ditolak 3. Jika t hitung  tn-2: 2 maka H diterima 4. Jika t hitung  tn-2: 2 maka H ditolak Keselarasan pengelompokan ditentukan dari kriteria goodness of fit, yaitu berdasarkan nilai korelasi sebagai berikut: jika nilai r  0.9 dikategorikan sangat sesuai; 0.8  r  0.9 sesuai; 0.7  r  0.8 tidak sesuai; r  0.7 sangat tidak sesuai Rohlf 1993. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keragaman Plasma Nutfah Pegagan Centella asiatica L. Urban Berdasarkan Penanda Morfologi Analisis Kemiripan Analisis kemiripan fenotipik antar 17 aksesi pegagan menunjukkan rentang nilai berkisar antara 0.00-0.64 Lampiran 6. Nilai koefisien kemiripan fenotipik KF tertinggi terdapat pada aksesi Casi 002-Casi 001 dan Casi 013- Casi 010 0.64, secara visual aksesi-aksesi tersebut terlihat mirip dan tidak terlihat adanya perbedaan secara kualitatif. Perbedaan yang terjadi antara aksesi Casi 002-Casi 001 dan Casi 013-Casi 010 lebih banyak disebabkan karena adanya perbedaan pada karakter kuantitatifnya. Aksesi Casi 003 menunjukkan nilai koefisien kemiripan fenotipik yang paling rendah 0.00 dan 0.09 dalam semua perbandingan dengan aksesi-aksesi lainnya dan merupakan aksesi yang paling berbeda. Analisis Kluster Analisis klustering terhadap data morfologi menghasilkan dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.02-0.64 atau terdapat keragaman fenotipik sebesar 36-98. Pada koefisien kemiripan 2 dapat dibentuk dua kelompok besar, kelompok pertama terdiri dari 16 aksesi sedangkan kelompok kedua terdapat 1 aksesi Casi 003. Casi 001-Casi 002 dan Casi 010-Casi 013 memiliki koefisien kemiripan terbesar 0.64. Analisis klustering yang dilakukan pada 17 aksesi pegagan mengelompokkan aksesi tersebut menjadi 4 kelompok utama pada tingkat kemiripan 0.33 33. Kelompok 1 terdiri dari 14 aksesi dengan 2 sub kelompok a dan b dan kelompok 2, 3, dan 4, masing-masing terdiri dari 1 aksesi. Dengan demikian terjadi pemisahan yang tegas antara Casi 007, Casi 019, dan Casi 003 dengan aksesi yang lain. Pengelompokan berdasarkan analisis klustering menunjukkan bahwa aksesi yang berasal dari Jawa Barat 8 aksesi: Casi 005, Casi 011, Casi 009, Casi 012, Casi 008, Casi 010, Casi 013, dan Casi 006 mengelompok pada kelompok 1. Pola pengelompokan yang ada menunjukkan bahwa keragaman genetik antar aksesi yang berasal dari Jawa Barat rendah Gambar 9 dan Tabel 14. Gambar 9 Dendogram 17 aksesi pegagan berdasarkan penanda morfologi Tabel 14 Kelompok aksesi yang terbentuk berdasarkan dendogram morfologi Kelompok utama Sub kelompok Aksesi 1 a Casi 005, Casi 011, Casi 009, Casi 018, Casi 012, Casi 015, Casi 001, Casi 002, Casi 008, Casi 010, Casi 013, Casi 016, dan Casi 017 b Casi 006 2 c Casi 007 3 d Casi 019 4 e Casi 003 Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama AKU dilakukan untuk menyederhanakan variabel sehingga variabel yang baru menjadi lebih sedikit, namun informasi yang diperoleh relatif tidak berubah. Analisis ini memberikan gambaran berupa besarnya pengaruh persentase nilai keragaman dari beberapa komponen utama biasanya tiga komponen utama yang dapat dibentuk dari minimal 70 keragaman yang dimiliki oleh karakter-karakter pada populasi yang dikarakterisasi Nasution 2008. a b c 5 sub kelompok 4 kelompok utama 1 2 3 4 d e Tabel 15 Nilai ciri 2 komponen utama 9 karakter morfologi Komponen Nilai ciri Persen keragaman Persen akumulasi keragaman utama 1 5.79 64.40 64.40 2 2.13 23.60 88.00 Hasil AKU menunjukkan bahwa keragaman sebesar 88.00 dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama. Hal ini berarti nilai akumulasi keragaman yang diperoleh memenuhi batas minimum 70 untuk dua komponen utama. Dua komponen utama tersebut memberikan kontribusi keragaman, masing-masing sebesar 64.40 dan 23.60 Tabel 15. Tabel 16 Nilai komponen utama berdasarkan beberapa karakter kuantitatif No. Karakter Nilai komponen utama I II 64.40 23.60 1. Jumlah daun -0.33 -0.24 2. Panjang daun 0.34 -0.37 3. Lebar daun 0.24 -0.49 4. Luas daun 0.37 -0.27 5. Jumlah tulang daun 0.40 0.02 6. Bobot terna kering 0.38 -0.21 7. Panjang tangkai bunga -0.28 -0.47 8. Panjang ruas pertama pada -0.33 -0.30 sulur terpanjang 9. Panjang sulur terpanjang -0.31 -0.37 Rata-rata 0.05 -0.30 Simpangan baku 0.35 0.15 Tabel 16 menunjukkan nilai komponen berdasarkan 9 karakter pembeda, karakter pada komponen utama I 64.40 yang membedakan aksesi pegagan adalah jumlah tulang daun, bobot terna kering, luas daun, dan panjang daun yang ditunjukkan oleh nilai komponen utama yang lebih tinggi, berturut-turut 0.40, 0.38, 0.37, dan 0.34. Jumlah tulang daun merupakan karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman plasma nutfah pegagan pada komponen utama II. Gaspersz 1995 menyatakan bahwa karakter yang memiliki skor komponen utama lebih besar daripada rata-rata ditambah satu simpangan baku merupakan karakter yang paling berpengaruh.

2. Keragaman Plasma Nutfah Pegagan Centella asiatica L. Urban

Berdasarkan Penanda RAPD Seleksi Primer DNA Dari 26 macam primer yang diseleksi dihasilkan tujuh primer yang menghasilkan pola pita lebih dari dua dan polimorfik, jenis primer beserta susunan basanya disajikan pada Tabel 17. Pengamatan terhadap profil pita RAPD menunjukkan bahwa ketujuh primer yang digunakan mampu mengamplifikasi DNA ke-17 aksesi pegagan dan menghasilkan 40 pita DNA polimorfik, sedangkan jumlah pita yang dihasilkan berkisar antara 3-9 tergantung pada primer dan aksesi pegagan yang dianalisis, berukuran antara 200-2500 pasang basa pb. Primer OPE-19 dan OPM-24 menghasilkan jumlah pita terbanyak 9 dan seluruhnya polimorfik sedangkan OPH-05 dan OPM-12 menghasilkan jumlah pita paling sedikit 3 Tabel 17. Ketidakmunculan pita amplifikasi pada 19 primer lainnya diduga disebabkan urutan basa nukleotida dari primer tersebut bukan merupakan komplemen dari basa nukleotida pada cetakan DNA pegagan, sehingga primer tersebut tidak mampu mengamplifikasi fragmen DNA. Tabel 17 Primer, susunan basa, dan jumlah pita DNA hasil amplifikasi dari 17 aksesi pegagan No. Jenis primer Susunan basa 5’ to 3’ Jumlah pita Total Monomorfik Polimorfik 1. OPE-15 ACGCACAACC 6 6 2. OPE-19 ACGGCGTATG 9 9 3. OPE-20 AACGGTGACC 6 6 4. OPH-05 AGTCGTCCCC 3 3 5. OPH-19 GTGACCAGCC 4 4 6. OPM-12 GGGACGTTGG 3 3 7. OPM-24 GGCGGTTGTC 9 9 J u m l a h 40 40 Analisis Kemiripan Analisis kemiripan terhadap 40 profil DNA menghasilkan koefisien kemiripan genetik KG berkisar antara 0.28-0.98 28-98 atau terdapat keragaman genetik 2-72 Lampiran 7. Nilai KG tertinggi adalah antara Casi 011-Casi 009 0.98 dan nilai KG terendah adalah antara Casi 013-Casi 005 0.28. Beberapa aksesi juga menunjukkan nilai KG di atas 0.90, yaitu Casi 011-Casi 005 0.95, dan Casi 009-Casi 005 0.93, sedangkan aksesi lain yang juga memiliki nilai KG kecil di bawah 0.35, yaitu antara Casi 005- Casi 002, Casi 015-Casi 009, dan Casi 019-Casi 015, masing-masing dengan nilai KG = 0.33. Nilai koefisien kemiripan genetik yang rendah rata-rata 0.58 dalam semua perbandingan dengan aksesi-aksesi lainnya dan merupakan aksesi yang paling berbeda adalah aksesi Casi 003 dan Casi 004. Analisis Kluster Berdasarkan analisis klustering terhadap 40 pola pita RAPD menghasilkan dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.48- 0.97 atau terdapat keragaman genetik 3-52. Pada koefisien kemiripan genetik 48 terbentuk dua kelompok besar. Kelompok pertama terdapat 11