BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 289 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas merumuskan
tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu: mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Maksud manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Disamping itu, juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, kedisiplinan dan rasa tanggung jawab. Sebenarnya tujuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional kita sudah
lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi utuh yang dilandasi akhlak, budi pekerti luhur dan disiplin.
Namun, pada kenyataannya, tujuan yang mulia tersebut tidak diimbangi pada tataran pemerintah yang mendukung tujuan tersebut. Hal ini terbukti pada
kurikulum sekolah tahun 1984 yang secara eksplisit telah menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran sekolah. Oleh karena itu, aspek-
aspek yang berkaitan dengan akhlak, budi pekerti dan disiplin menjadi kurang disentuh bahkan ada kecendrungan tidak ada sama sekali.
Jika penghapusan mata pelajaran tersebut karena dianggap telah cukup tercakup dalam mata pelajaran agama dan Pkn, tentu hal itu tidak demikian
adanya. Walaupun aspek tersebut merupakan bagian dari mata pelajaran agama dan Pkn yang salah satu bahasannya adalah akhlak, budi pekerti dan kedisiplinan,
pembahasan tersebut pasti memperoleh porsi yang amat kecil. Hal ini mengingat
Universitas Sumatera Utara
cukup banyak aspek yang dibahas dalam mata pelajaran tersebut, dengan alokasi waktu yang amat minim yaitu dua jam dalam seminggu. Oleh karena itu, sentuhan
aspek kedisiplinan, akhlak dan budi pekerti menjadi amat kurang. Demikian pula, sentuhan agama yang salah satu cabang kecilnya adalah aspek tersebut menjadi
amat tipis dan tandus. Padahal zaman terus berjalan, budaya terus berkembang, teknologi berlari pesat dan arus informasi mancanegara tak terbatas.
Hasilnya, budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang tidak didasari aspek tersebut cepat ditiru.
Perilaku negatif seperti tawuran menjadi budaya baru yang dianggap dapat mengangkat jati diri mereka. Premanisme ada di mana-mana, emosi meluap-luap,
cepat marah dan tersinggung, ingin menang sendiri menjadi bagian hidup yang akrab dalam pandangan sebagian dari diri masyarakat kita sendiri.
Sejak empat tahun terakhir, Indonesia tergolek lemah bahkan dapat dikatakan sekarat akibat krisis panjang yang tak kunjung usai. Kondisi ini diperburuk oleh
krisi moral dan budi pekerti para pemimpin bangsa yang juga berimbas pada generasi muda. Perilaku buruk sebagian siswa berseragam sekolah dapat
dikatakan ada di kota mana saja di Indonesia. Tawuran pelajar tidak hanya di kota-kota besar, tetapi merambah juga sampai
ke pelosok-pelosok. Bahkan perilaku seks bebas dan lunturnya tradisi, budaya, tata nilai kemasyarakatan, norma etika, kedisiplinan, dan budi pekerti luhur
merambah ke desa-desa. Krisis yang terjadi ini salah satu indikator penyebab terbesarnya adalah
kegagalan dari dunia pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal. Padahal kedua sektor tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
rangka membentuk anak berbudi pekerti luhur dan berdisiplin tinggi. Aris Muthohar dalam bukunya Tata Krama di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat
mengatakan tentang pentingnya ketiga lembaga tersebut menanamkan nilai-nilai tata krama budi pekerti luhur. Jika ketiga lembaga ini saling mengisi, diharapkan
akan dapat membentuk anak yang berdisiplin tinggi dan berbudi pekerti luhur demi menunjang masa depan yang cerah.
Era globalisasi merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan bahwa dunia ini sudah semakin mengecil. Kita tidak akan lagi bisa menyembunyikan
kebobrokan atau keadaan yang buruk dari suatu negara. Hal itu kemungkinan terjadi berkat kemajuan teknik informatika. Kejadian apa pun yang dialami oleh
sebuah negara, dalam waktu singkat akan diketahui oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dalam waktu relatif singkat berita baik atau buruk di suatu negara telah
mengglobal. Globalisasi ini memungkinkan menjadi sebuah proses interaktif yang mengembangkan suatu kebudayaan dunia yang sama sehingga akan memunculkan
suatu kebudayaan universal. Fenomena-fenomena tersebut tentu tidak boleh dibiarkan. Akan menjadi
generasi seperti apa kelak anak-anak jika dibiarkan dalam kondisi tersebut. Jika tidak dapat dicari jalan keluarnya, akan terbentuk generasi yang tidak memiliki
disiplin dan budi pekerti yang rusak. Jika generasi kini rusak, bagaimana dengan pemimpin bangsa di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah