18
lemak pendek, maka dalam 1 gram lemak atau minyak kandungan asam lemaknya semakin banyak sehingga kebutuhan KOH untuk penyabunan semakin tinggi demikan sebaliknya.
Dari hasil analisis, olein sawit yang digunakan untuk bahan baku pembuatan metil ester mengandung sejumlah kecil air 0.13. Air merupakan komponen minor dalam olein, namun
dalam proses produksi metil ester sangat penting untuk dihilangkan. Menurut Gerpen et al. 2004 kandungan air dalam bahan baku masih ditoleransi hingga 1. Air mampu
menghidrolisis trigliserida menjadi digliserida dan akhirnya terbentuk asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun. Air pada olein dapat
dihilangkan dengan proses pemanasan dan dibantu dengan kondisi vakum untuk meminimalkan pembentukan emulsi selama proses transesterifikasi.
Fraksi tak tersabunkan yang terdapat pada olein sawit yang digunakan sebesar 0.38. Fraksi tak tersabunkan merupakan senyawa yang tidak dikehendaki dalam minyak yang harus
dihilangkan atau diminimalkan. Fraksi tak tersabunkan terdiri dari senyawa organik yang tidak bereaksi dengan basa untuk membentuk sabun. Fraksi tak tersabunkan terdiri dari sterol,
alkohol dengan bobot molekul yang tinggi, pigmen, lilin waxes dan hidrokarbon. Fraksi ini bersifat sangat non polar, sehingga memungkinkan terbawa pada metil ester setelah reaksi
transesterifikasi sehingga dapat mengurangi kemurnian metil ester dan dapat mempengaruhi proses selanjutnya.
4.2 SIFAT FISIKOKIMIA METIL ESTER OLEIN
Tahapan penting pada penelitian ini adalah produksi bahan baku utama untuk sulfonasi, yaitu metil ester. Metil ester dipilih sebagai bahan untuk sulfonasi karena kualitas metil ester
sebagai bahan sulfonasi lebih baik, yaitu sifat metil ester yang tidak mudah teroksidasi dibandingkan jika menggunakan trigliserida dan asam lemak sebagai bahan baku sulfonasi.
Menurut Sheats dan MacArthur 2002 penggunaan metil ester sebagai bahan baku pembuatan Metil Ester Sulfonat sangat memfokuskan pada tingginya hidrogenasi dan
kemurnian bahan baku, hal ini terkait dengan tingkat ketidakjenuhan dan distribusi rantai karbon didalamnya. Tabel 3 memperlihatkan analisa metil ester olein.
Tabel 3. Sifat fisikokimia metil ester olein
Analisis Satuan
Nilai
Kadar air 0,13
Bilangan asam mg KOHg ME
0,21 Bilangan iod
mg Ig ME 63,74
Bilangan penyabunan mg KOHg ME
276,30 Fraksi tak tersabunkan
0,14 Kadar ester
97,57 Kadar air yang masih terkandung di dalam metil ester olein sebesar 0.13. Adanya air
dalam metil ester dapat menyebabkan air bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas. Air dapat terbentuk selama proses transesterifikasi melalui reaksi antara katalis NaOH atau
KOH dengan metanol, atau bahkan dari proses pencucian untuk menghilangkan gliserol.
19
Analisis bilangan asam metil ester olein sawit dilakukan untuk mengukur tingkat konversi metil ester. Penurunan bilangan asam dari olein sebesar 0.41 mg KOHg sampel
menjadi 0.21 mg KOHg menunjukkan penurunan asam lemak bebas, karena teresterifikasi menghasilkan metil ester. Bilangan asam pada metil ester setelah proses transesterifikasi lebih
rendah karena katalis basa akan memisahkan asam lemak bebas melalui mekanisme pembentukan sabun. Bilangan asam dapat meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan
karena terjadinya reaksi dengan udara atau air Gerpen et al. 2004. Penurunan bilangan asam berkorelasi dengan kadar ester metil olein yaitu sebesar 97.57, hal ini menunjukkan konversi
olein sawit menjadi metil ester cukup tinggi. Menurut Mittelbach dan Remschmidt 2006 kadar ester minimum metil ester sebagai bahan bakar adalah sebesar 96.5.
Metil ester olein yang dipergunakan pada penelitian ini memiliki bilangan iod sebesar 63.74 mg iodg ME. Bilangan iod metil ester olein masih lebih tinggi dibandingkan dengan
standar yang digunakan Chemithon yaitu 0.39 cg iodg ME Sheats dan MacArthur 2002. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketidakjenuhan metil ester olein yang digunakan dalam
penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan standar dari Chemithon.
4.3 SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MES OLEIN