31
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Ketahanan surfaktan terhadap serangan mikroorganisme dapat diketahui dengan perubahan nilai IFT tegangan antarmuka minyak-air, yaitu selama masa inkubasi
berlangsung, nilai IFT mengalami kenaikan. Dengan demikian efektifitas surfaktan sebagai bahan pembantu untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak
– air akan turut berkurang. Pada masa inkubasi 7 hari dalam kondisi dan suhu ruang nilai IFT terbesar didapat dari
surfaktan dengan konsentrasi 0.1 sebesar 1.246 dynecm dan terendah pada surfaktan 1.0 dengan nilai 0.0546 dynecm. Sedangkan pada konsentrasi 0.3 dan 0.5 berturut-turut
memiliki nilai IFT 0.82256 dynecm dan 0.10464 dynecm. Dengan kenaikan rata-rata sebesar 0.282 dynecm dibandingkan pada awal penambahan bakteri campuran hari ke-1. Pengujian
statistika lanjutan uji-t menunjukkan nilai IFT sampel pada konsentrasi 0.5 dan 0.3 tidak berbeda nyata dengan nilai IFT blanko pada hari ke-1. Sedangkan konsentrasi 0.3 hari ke-7
dan 1.0 hari ke-1 dan ke-7 berbeda nyata dengan IFT blanko tanpa penambahan bakteri campuran. Dengan demikian, ketahanan surfaktan terhadap bakteri di lingkungan sumur
minyak bumi pada konsentrasi surfaktan berturut-turut dari yang terbesar pada 1.0, 0.3, 0.5, dan 0.1
5.2 SARAN
Pada penelitian pendahuluan ini pengamatan ketahanan surfaktan terhadap bakteri campuran dilakukan pada kondisi suhu ruang 26-30
o
C. Saran yang perlu dilakukan untuk penelitian lanjutan adalah perlakuan kondisi dengan salinitas optimum dan suhu reservoar
sumur minyak bumi 60-70
o
C
32
DAFTAR PUSTAKA
Affiati, E. 1992. Pengaruh Kualitatif co-surfactant Terhadap Peningkatan Recovery Minyak. Tugas Akhir. Jurusan teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Trisakti, Jakarta.
Andhika, A. 2005. Kajian Ketahanan Surfaktan MES Sebagai Oil Well Stimulation Agent Terhadap Aktifitas Bakteri di Lingkungan Minyak Bumi. [Skripsi]. Teknologi Industri Pertanian, IPB.
Bogor. Babu, PS., M. Desphande, A. Juwarkar dan P. Khana. 1994. Characterization and Properties of the
Microbial Biosurfactant Produced by Bacillus licheniformis Strain BS1. Australian Biotechnology, 45:302-305.
Baviere, M., P.Glenat, N. Plazanet, dan J.Labrod. 1992. SPE Reservoir Engineering. Mac Millah Publishing Company.
Bossart, I dan R. Bartha. 1984. The Fate of Petroleum in Soil Ecosystems. didalam. RM. Atlas. Petroleum Microbiology. Mac Millan Publlishing Company. Pp 435-474.
Brooks, G.F., Butel, J.S., dan Morse, S.A.; penerjemah: Mudihardi, E.M., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. 2005. Mikrobiologi Kedokteran ed 1,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Collins AG, 1989. Properties of Produced Waters. Didalam : Bradley HB ed. Petroleum Engineering
Handbook. Society of Petroleum Engineers, Texas Davis, J.B. 1967. Petroleum Microbiology. Elsevier Publishing Company, Amsterdam.
Davies, M dan PJB. Scott. 1990. Oilfield Water Technology. Nace International, Texas Fardiaz, D. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan : Penuntun Praktek Laboratorium. Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fateta, IPB, Bogor. Flider FJ. 2001. Commercial considerations and markets for naturally derived biodegradable
surfactants. Inform 12 12 : 1161 – 1164.
Foster NC. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In : Spitz, L. Ed. Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois.
Gerpen JV, Shanks B, Pruszko R, Clements D, and Knothe G. 2004. Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory, Colorado.
Georgiou G, Lsung C, dan Shara MM. 1992. Surface Active Compounds From Microorganisms Review. BioTechnol. 10 : 60
– 65. Gomaa, E.E. 1997. Enhanced Oil Recovey : Modern Management Aproach. Paper for IATMI-
IWPLMIGAS Conference. 28 Juli-1 Agustus 1997, Surakarta Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Harayama, S., Sigiura K., Asaumi M., Shimauchi T., Goto M., Sasaki S. dan Ishihara M. 1995 Biodegradation of Crude Oil, dalam Program and Abstratcs in the First Asia-Pasific Marine
Biotechnology Conference, Shimizu, Shizuoka, Japan, page 19-24.
33
Hesseltine, G.W. 1991.Mixed Culture Fermentations : an Introduction to Oriental Food Fermentation. In: Zeikus JC and Johnson, EA. Eds. Mixed Culture in Biotechnology. Mc Graw-Hill, New
York. Hui, Y.H. 1996.
Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Volume 5. John Wiley Sons, Inc., New York.
Jordan, R.E dan J.R. Payne. 1980. Fate and Weathering of petroleum Spills in the Marine Environment. Ann Arbor Science Publisher Inc., Michigan
Kurosawa, H., H. Ishikawa dan H. Tanaka. 1988. L-lactic acid production from starch by mixed culture system of Asp.awamory and Streptoccocus lactis. Biotech. Bioeng., 31:183-187.
Knight, BCJG dan Proom H. 1950. A Comparative Survey of The Nutrition and Physiology of Mesophilic Species in the Genus Bacillus. J. Gen. Microbiol 4, 508.
MacArthur, B.W. dan Sheats W.B. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. The Chemiton Corporation.
Madigan, M.T. dan Martinko, J.M. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11
th
ed, Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Menursita, Z. 2002. Isolasi, Identifikasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Eeservoir Minyak Bumi dan Karakterisasi Biosurfaktan yang dihasilkannya untuk Enhanced Oil Recovery. [Tesis].
Program studi Bioteknologi, Program Pascasarjana IPB.,Bogor. Matheson, KL 1996. Surfactant Raw Material : Classification, Synthesis, and uses. Didalam: Spitz, L
Ed Soap and Detergent: A Theoritical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illionis.
Mattjik, A.A dan M. Sumartejaya 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor
Mustafa I, Monica H, Nuryati J, Septoratno S. 2009. Karakterisasi Bakteri Termofilik Indigen Sumur Minyak Bumi di Jawa Barat. dalam Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV UIN
Maliki 24-25 Juli , Malang Mittelbach M dan Remschmidt C. 2006. Biodiesel The Comprehensive Handbook. Martin Mittelbach
Publisher. Wina Moretti GF dan Adami I. 2001. Production, Processing and Uses of Methyl Ester and Derivatives.
Ballestra Spa, Milano. Rahman A, Fardiaz S, Rahaju WP, Suliantari, Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rieger, MM. 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series, Marcel Dekker Inc., New York. Pp 448.
Roberts DW, L. Giusti dan A. Forcella. 2008. Chemistry of Methyl Ester Sulfonates. Biorenewable Resources 5 : 2-19.
Sanford SD, White JM, Shah PS, Wee C, Valverde MA dan Meier GR. 2009. Feedstock and Biodiesel Characteristics Report. Renewable Energy Group.
Sheats WB, dan Mac. Arthur BW. 2002. Methyl Ester Sulfonate Product. Chemiton
34
Suryani, A. I. Sailah, dan E.Hambali. 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.
Shaw, D.J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butterworths. Oxford. Susi. 2010. Proses Aging Pasca Sulfonasi Metil Ester Olein Sawit untuk Meningkatkan Kinerja
Methyl Ester Sulfonic Acid MESA. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Swern, D. 1λ7λ. Bailey’s Industrial Oil and Fat products. Vol 14th Edition. John Willey and Son,
New York. Udiharto 1992. Aktifitas mikroba dalam Degradasi Minyak Bumi. Diskusi ilmiah VIII. PPPTMGB
Lemigas, Jakarta Van Hamme, J.D., Odumeru, J.A., dan Ward, O.P. 2000. Community Dynamics of a Mixed-Bacterial
Culture Growing on Petroleum Hydrocarbons in Batch Culture, Can. J. Microbiol, vol. 46: 441-450.
Watkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. Inform 12 : 1152-1159 Wibowo, Roni, Indriyono ES, dan Hariyono. 2008. Upaya Peningkatan Produksi Sumur Bermasalah
Scale dan Paraffin di Lapangan Tanjung. Makalah Profesional. Simposium Nasional dan Kongres X. Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia 12
– 14 November, Jakarta. Zen, A. 2009. Pengaruh Suhu, Lama Pemanasan, Salinitas dan Kesadahan Terhadap Kinerja Surfaktan
Metil Ester Sulfonat MES Olein Sawit. [Skripsi]. Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Prosedur Analisis Minyak Olein 1.
Bilangan Iod AOAC, 1995
Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi
hanus. Semua bahan tersebut dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml
larutan KI 15. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali
sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Perhitungan:
B-S x N x 12,69 Bilangan Iod =
G Keterangan:
B = ml Na
2
S
2
O
3
blanko S
= ml Na
2
S
2
O
3
contoh N
= normalitas Na
2
S
2
O
3
G = bobot contoh gram
12,69 = bobot atom iod10
2. Bilangan Penyabunan SNI 01-2891-1992
Sebanyak dua gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH alkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir
baut didih. Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau penangas listrik selama satu jam. Lalu ditambahkan 0,5
– 1 ml fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan dititer dengan HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak
berwarna. Lakukan juga untuk blanko.Perhitungan: Bilangan Penyabunan = 56,1 x T x V
– V
1
m Keterangan:
V = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran blanko ml
V
1
= volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran contoh ml M = bobot contoh gram
3. Kadar Asam Lemak Bebas FFA SNI 01-2891-1992
Panaskan contoh uji pada suhu 60
o
C sampai 70
o
C, aduk hingga homogen. Timbang contoh uji sesuai tabel di bawah ini ke dalam erelnmeyer 250 ml.
Asam Lemak Bebas Bobot Contoh ± 10 g
1,8 10 ± 0,02
1,8 – 6,9
5 ± 0,01 6,9
2,5 ± 0,01 Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan. Panaskan di atas penangas air atau pemanas
dan atur suhunya pada 40
o
C sampai contoh minyak larut semuanya. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1
– 2 tetes. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga
37
mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda merah jambu yang stabil untuk minimal selama 30 detik. Catat penggunaan ml larutan titar. Lakukan analisa sekurang-
kurangnya duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0,05. Persentase asam lemak dihitung sebagai asam palmitat berdasarkan rumus di bawah ini dan
dinyatakan dalam 2 desimal. Asam Lemak Bebas = 25,6 x N x V x 100
W Keterangan:
V = Volume larutan titar yang digunakan ml N = Normalitas larutan titar
W = Bobot contoh uji gram 25,6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam
palmitat
4. Pengukuran Densitas SNI 01-2891-1992
Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Keringkan piknometer dan timbang W
1
. Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai tanda tera. Tutup, kemudian masukkan ke dalam penangas yang suhunya sudah diatur sesuai dengan
yang diinginkan. Isi di dalam piknometer harus terendam dalam air. Biarkan 30 menit. Buka piknometer dan bersihkan leher pikno dengan kertas saring. Angkat piknometer. Diamkan pada
suhu kamar, keringkan dan timbang W
2
. Ulangi prosedur tersebut dengan blanko air. Perhitungan:
Densitas = W
2
– W
1
W – W
1
Keterangan: W
2
= bobot piknometer beserta sampel gram W
1
= bobot piknometer kosong gram W = bobot piknometer beserta blanko air gram
5. Bilangan Asam Derajat Asam SNI 01-2891-1992
Sebanyak 2 – 5 gram contoh ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95 netral. Larutan dikocok lalu ditambahkan 3 – 5 tetes
indikator PP dan dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap tidak berubah selama 15 detik. Lakukan pekerjaan untuk blanko. Perhitungan:
Bilangan Asam = V x T x 56,1 M
Derajat Asam = 100 x V x T
m Keterangan:
V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran ml T = normalitas NaOH
m = bobot contoh M = bobot molekul asam lemak
38
Lampiran 2. Prosedur Analisis Metil Ester Biodiesel 1.
Metode Analisis
Standar Bilangan Asam Biodiesel Ester Alkil FBI-A01-03
Timbang 19 – 21 ± 0,05 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer
250 ml. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH
dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan tersebut. Warna merah hambu ini harus bertahan paling
sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan ml. Perhitungan:
Angka Asam Aa = 56.1 x V x N mg KOHg biodiesel m
Keterangan: V = Volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi ml
N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol m = bobot contoh biodiesel ester alkil gram
Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal dua angka di belakang koma
2. Bilangan Iod AOAC, 1995
Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml
pereaksi hanus. Semua bahan tersebut dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke
dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara
yang sama tanpa menggunakan minyak. Perhitungan:
B-S x N x 12,69 Bilangan Iod =
G Keterangan:
B = ml Na
2
S
2
O
3
blanko S
= ml Na
2
S
2
O
3
contoh N
= normalitas Na
2
S
2
O
3
G = bobot contoh gram
12,69 = bobot atom iod10
3.
Metode Analisis Standar untuk Kadar Gliserol Total di dalam Biodiesel Ester Alkil: Metode Iodometri
– Asam Periodat
Timbang 9,9 – 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu
Erlenmeyer. Tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, sambungkan labu dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan isi labu pelahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-
ester. Tambahkan 91 ± 0,2 ml khloroform lihat Catatan peringatan dari sebuah buret ke dalam labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 25 ml asam asetat glasial dengan menggunakan gelas
ukur.
39
Singkirkan labu saponifikasi dari pelat pemanas atau bak kukus, bilas dinding dalam kondensor dengan sedikit akuades. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu saponifikasi
secara kuantitatif ke dalam labu takar pada no. 03 dengan menggunakan 500 ml akuades sebagai pembilas. Tutup rapat labu takar dan kocok isinya kuat-kuat selama 30
– 60 detik. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan baik-baik isinya
dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.
Pipet masing-masing 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500
ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml akuades sebagai pengganti larutan asam periodat. Pipet 100 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah no. 06 ke
dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arlojimasir dan biarkan selama
30 menit Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. Tambahkan 3 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan
kemudian biarkan selama sekitar 1 menit tetapi tak boleh lebih dari 5 menit sebelum dititrasi. Jangan tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan
langsung sinar matahari. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan diketahui normalitasnya. Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir
hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium
– pati persis sirna. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Ulangi langkah 08 sd 11 untuk mendapatkan data duplo
dan jika mungkin triplo. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah 09 sd 11 pada dua gelas piala berisi larutan blanko yaitu akuades tersebut pada no. 07.
Perhitungan Hitung kadar gliserol total G
ttl
, -b dengan rumus : G
ttl
-b =
W N
x C
- 2,302xB
Keterangan: C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.
B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml. N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat
W=
900 a
sampel ml
x a
sampel berat
4. Kadar Air SNI 01-2891-1992
Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 – 2 gram pada sebuah botol timbang
bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh yang berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsa atau kertas saring berlipat. Sampel dikeringkan
dalam oven suhu 105°C selama 3 jam. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator. Lalu sampel ditimbang. Pekerjaan diulangi hingga diperoleh bobot tetap.
Perhitungan: Kadar Air = W x 100
W
1
W = bobot sampel sebelum dikeringkan gram W
1
= kehilangan bobot setelah dikeringkan
40
5. Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan FBI-A03-03
Timbang 4 – 5 ± 0,005 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer
250 ml. Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami. Siapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh
biodiesel. Sambungkan labu Erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan pelahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1
jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, perpanjang waktu penyabunannya. Setelah labu dan kondensor cukup dingin tetapi belum terlalu
dingin hingga membentuk jeli, bilas dinding-dalam kondensor dengan sejumlah kecil akuades. Lepaskan kondfensor dari labu, tambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan
titrasi isi labu dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Catat volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi.
Perhitungan
Angka penyabunan As = 56,1 x B-C x N mg KOHg biodiesel m
Keterangan: B = Volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko ml
C = Volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh ml N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N
m = bobot contoh biodiesel ester alkil gram Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal dua angka di
belakang koma. Kadar ester alkil ester selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut:
Kadar ester -b = 100 A
s
– A
a
– 4,57G
ttl
A
s
Keterangan: A
s
= angka penyabunan yang diperoleh sebelumnya mg KOHg biodiesel A
a
= angka asam berdasar prosedur FBI-A01-03 mg KOHg biodiesel G
ttl
= kadar gliserin total dalam biodiesel berdasar prosedur FBI-A02-03 -b
41
Lampiran 3. Prosedur Analisis Karakteristik MES 1.
Pengukuran pH BSI, 1996
Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman pH surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik
menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Alat pH-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan 9,0. Elektroda
kemudian dibilas dengan air bebas CO
2
yang memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai pH dibaca pada pH-meter, pembacaan
dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO
2
. Pengukuran dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai
selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk kalibrasi.
2. Pengukuran Densitas bobot jenis berdasar SNI 01-2891-1992
Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Keringkan piknometer dan timbang W
1
. Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai tanda tera. Tutup, kemudian masukkan ke dalam penangas yang suhunya sudah diatur sesuai dengan yang
diinginkan. Isi di dalam piknometer harus terendam dalam air. Biarkan 30 menit. Buka piknometer dan bersihkan leher pikno dengan kertas saring. Angkat piknometer. Diamkan pada suhu kamar,
keringkan dan timbang W
2
. Ulangi prosedur tersebut dengan blanko air. Perhitungan:
Densitas = W
2
– W
1
W – W
1
Keterangan: W
2
= bobot piknometer beserta sampel gram W
1
= bobot piknometer kosong gram W = bobot piknometer beserta blanko air gram
3. Analisis Bilangan Asam FBI-A01-03
Sebanyak 2 – 5 gram contoh ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
ml, kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95 netral. Larutan dikocok lalu ditambahkan 3 – 5
tetes indikator PP dan dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap tidak berubah selama 15 detik. Lakukan pekerjaan untuk blanko.
Perhitungan: Angka Asam Aa = 56,1 x V x N mg KOHg biodiesel
m Keterangan:
V = Volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi ml N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol
m = bobot contoh biodiesel ester alkil gram Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal dua angka di
belakang koma
42
4. Pengukuran Warna Surfaktan Chemiton
Pengukuran warna surfaktan dilakukan dengan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer. Larutan surfaktan dibuat 5 berbasis bahan aktif. Surfaktan ditimbang sebanyak 0.05 gram kemudian
dilarutkan dengan etanol dengan penambahan etanol 50 sebanyak 45 ml. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 420 nm. Nilai absorbansi dicatat. Warna klett dihitung dengan mengalikan nilai
absorbansi dengan 100 warna klett= absorbansi x 100
5. Penentuan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui Titrasi Kationik
Metode Ephton
Surfaktan ditimbang 1 + 0,003 gram dengan neraca analitik dalam gelas piala 250 ml. Tambahkan 30 ml aquades ke dalam gelas piala. Larutan dipanaskan di atas water bath dengan suhu
100oC sampai larut semua. Setelah larutan dingin lalu ditambahkan indikator phenoplthalein 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume penitaran
dicatat. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Methylen blue dipipet
sebanyak 3 ml dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur bertutup. Larutan sampel dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur bertutup. Larutan kloroform dipipet 10 ml dengan pipet
gondok ke dalam gelas ukur sambil dibilas. Larutan dalam gelas ukur dititrasi dengan n- Cetylpyridium Chloride hingga warna biru antara dua fase sama. Titrasi diakhiri dan volume n-
Cetylpyridium Chloride dicatat sebagai volume V kationik.
Bahan Aktif = V kationik x faktor kationik x BM Surfaktan x 0.1 Bobot sampel x 4.95
Penetapan factor 0,002 M N-Centryltrimethylammonium Bromide kationik
Ditimbang ± 0,8 – 1 g dodecyl sulfat dan kemudian ditambahkan 30 ml aquadest dan
dipanaskan di atas waterbath. Sample didinginkan dan ditambahkan 1 – 2 tetes pp. Sampel dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terlihat warna pink merah muda. Sampel kemudian diencerkan di dalam labu ukur 1.000 ml. Dipipet 3 ml methylen blue dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur
bertutup asah. Kemudian dipipet 5 ml larutan sampel dan larutan kloroform 10 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur tutup asah berisi methylene blue sambil dibilas. Dititar larutan dengan N-
entryltrimethylammonium Bromide hingga warna biru antara dua lapisan menjadi sama. Jika kondisi ini telah tercapai, berarti titrasi berakhir dan catat volume N-Centryltrimethylammonium Bromide
yang digunakan.
Faktor kationik = dodecyl sulfat gr x kemurnian x 4,95 Vol kationik ml x 0,1 x BM dodecyl sulfat
BM dodecyl sulfat : 228,38 4,95 : jumlah ml larutan dodecyl sulfat terkoreksi
6. Pengukuran Tegangan Antar Muka dengan
Spinning Drop Interfacial Tensiometer
Prosedur ini digunakan jika pengujian tegangan antar muka dilakukan dengan menggunakan alat spin drop tensiometer model TX-500C. Komputer yang telah tersambung dengan alat spin drop
tensiometer dinyalakan. Setelah komputer menyala, selanjutnya nyalakan alat spin drop tensiometer
43
dengan menekan tombol ON pada bagian belakang alat. Setelah komputer dan alat menyala, program TX-500C dibuka. Program ini digunakan untuk mengukur tegangan antar muka atau IFT interfacial
tension. Pada program tersebut, suhu dan kecepatan rotasi diatur sesuai yang diinginkan, kemudian tunggu sampai suhu mencapai pada angka yang diinginkan. Suhu yang digunakan adalah 70oC dan
kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya adalah persiapan larutan surfaktan ke dalam tube. Surfaktan ditimbang sebanyak x
gram dan dilarutkan ke dalam y gram pelarut, hingga dihasilkan larutan surfaktan dengan konsentrasi 1 bb. Sampel dimasukkan ke dalam tube dengan syringe yang tersedia. Kemudian diinjeksikan
minyak bumi jenis minyak Tanjung sebanyak 2 L mikron liter ke dalam tube yang sudah berisi
sampel surfaktan, kemudian tube ditutup. Dalam gelas tube tidak boleh ada gelembung udara. Kemudian tube dimasukkan ke alat spin drop tensiometer dengan permukaan gelas tube menghadap
ke arah luar. Setelah sampel siap, selanjutnya adalah proses kalibrasi alat. Kalibrasi dilakukan dengan cara
folder pada program diklik dan dipilih file 1.5 water. Kemudian klik open → tools→ calibration →
1.357 → klik gambar 1.5water → close. Setelah itu dimasukkan nilai perbedaan densitas antara sampel surfaktan dan minyak Tanjung pada kolom yang tersedia.
Setelah semuanya siap, klik ON pada program. Untuk mencari gambar minyak, klik M2 untuk menjalankan kamera ke kiri atau kanan. Setelah gambar minyak diperoleh, klik start pada
camera’s time untuk memotret gambar di tiap menitnya sampai dianggap stabil. Setelah selesai, klik OFF pada program kemudian hitung nilai IFT.
Selanjutnya perhitungan nilai IFT dilakukan. Caranya, klik icon database dan akan keluar gambar-gambar yang telah dipotret sebelumnya. Pada gambar, klik pada ujung atas gambar dan tarik
ke ujung bawah gambar sehingga terbentuk garis vertikal, kemudian klik ujung kanan gambar dan tarik garis sampai ujung kiri gambar sehingga terbentuk garis horizontal. Hasil perhitungan nilai IFT
akan diperoleh secara otomatis dari komposisi data perbedaan densitas, garis vertikal, dan garis horizontal yang terbentuk. Akhirnya, data yang ada dimasukkan ke dalam Ms. Excel. Untuk
memindahkan data IFT ke MS. Excel, pada data diklik kanan dan pilih copy data as clip board kemudian paste di Ms. Excel. Nilai tegangan antar muka dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini.
IFT = 10
6
π
2
Δρd
3
8 n
3
P
2
Keterangan : IFT = nilai tegangan antar muka dynecm
Δρ = perbedaan densitas larutan surfaktan dan densitas fluida minyak gcm3 d = lebar drop cm
n = indeks bias larutan surfaktan P = kecepatan putar msec
44
Lampiran 4. Karakteristik Air Formasi Tanjung
Ion Bobot
Konsentrasi
Atomik Eq
mgl meql
Na+ 22,99
22,99 1086,6
47,265 Ca
2+
40,080 20,040
100,3 5,005
Mg
2+
24,305 12,153
24,3 2,000
K
+
39,098 39,098
Sr
+
87,620 43,810
Ba
2+
137,330 68,665
Cl
-
35,453 35,453
1418,3 40,005
SO4
2-
96,058 48,029
329,2 6,854
CO3
2-
60,009 30,005
24 0,800
HCO
3 -
61,017 61,017
402,6 6,598
Br
-
79,904 79,904
Sumber : Analisa Lab. EOR Lemigas 2010
TDS = 3385, 25 mg l calculated = 2000,00 mg l
Sp. gr = 1,0695 60 F 60
F pH
= 8,17
45
Lampiran 5. Prosedur Uji Air Formasi
Untuk mengetahui kecenderungan scale yang terbentuk didalam air produksi dan air injeksi, perlu diketahui komposisi kimianya kation dan anion terlebih dahulu. Untuk mengetahui konsentrasi
kation dalam air produksi dan air injeksi digunakan alat Inductive Couple Plasma ICP. Sedangkan analisa konsentrasi anion menggunakan standar API-RP 45
1. Prosedur Kandungan Kation
a. Starting Up ICP