Inokulasi Bakteri Pembuatan Kurva Pertumbuhan Pengujian Ketahanan Surfaktan MES

14

3.3.2 Metil Ester Olein

Bahan baku olein sawit diproses secara transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester olein. Proses transesterifikasi dilakukan dengan cara pemanasan hingga suhu 60 ⁰C kemudian dimasukkan dalam tangki transesterifikasi dan ditambahkan larutan metoksida methanol 15 vv, KOH 1 bv dengan pengadukan selama 1 jam. Setelah 1 jam, dipindahkan ke dalam tangki settling pengendapan dan diendapkan selama 24 jam untuk pemisahan gliserol. Gliserol dipisahkan, kemudian dilakukan pencucian menggunakan air minimal 3-4 kali untuk menghilangkan gliserol dan sabun yang terbentuk, dan selanjutnya dikeringkan dengan pemanasan dan pengadukan hingga tidak terlihat lagi gelembung air pada permukaan . Terhadap m etil ester yang dihasilkan dilakukan analisa sifat fisika-kimia meliputi: kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, fraksi tak tersabunkan, dan kadar ester.

3.3.3 Pembuatan Metil Ester Sulfonat

Tahapan selanjutnya dalam produksi surfaktan MESA adalah proses sulfonasi yang merupakan proses pelekatan gugus sulfonat pada senyawa organik. Pada kegiatan penelitian ini digunakan gas SO 3 sebagai agen sulfonasi dan Metil Ester Olein. Reaksi sulfonasi terjadi di dalam Reaktor Single Tube Falling Film Reactor STFR setinggi 6 m diameter tube 25 mm. Kontak Gas SO 3 dan Metil Ester dilakukan pada laju alir 75 mlmenit dengan suhu input bahan 100 ⁰C selama 360 menit. MESA dilanjutkan dengan proses aging pada suhu 80 o C dan waktu 60 menit. Surfaktan MESA dinetralkan dengan NaOH 50 untuk mendapatkan surfaktan MES. Kemudian dilakukan analisa fisikokimia berupa: densitas, warna, bilangan asam, dan bahan aktif.

3.3.4 Pembuatan Kultur Bakteri Campuran

Kultur bakteri yang digunakan merupakan koleksi dari BLCC Biotechnology Lemigas Culture Collections. Kultur bakteri yang digunakan adalah: Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginos, Bacillus pantothenticus, dan Streptococus sp. Sediaan kultur tersebut diambil 1 ose dari media agar miring untuk dilakukan penyegaran propagasi dengan cara digoyangkan dalam media nutrient broth cair dengan shaker selama 48 jam pada suhu 37 o C. Kemudian diambil 5 ml pada masing-masing kultur tersebut secara aseptik untuk dicampurkan dalam media nutrient broth yang baru sebanyak 200 ml.

3.3.5 Inokulasi Bakteri

Air formasi Tanjung sebanyak 500 ml yang telah disaring dilakukan sterilisasi pada suhu 121 o C selama 15 menit dengan otoklaf Setelah itu, didinginkan sehingga mencapai suhu 30 o C. Kemudian dilakukan penambahan suspensi bakteri campuran sebanyak 5 ml 1 vv. Dilakukan pencampuran dengan dikocok merata. Air formasi yang ditambahkan suspensi bakteri campuran diletakkan pada kondisi steril pada suhu ruang 25-30 o C. Air formasi ini akan digunakan untuk analisa ketahanan surfaktan MES. 15

3.3.6 Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Sebanyak 2-3 ml sampel air formasi yang telah ditambahkan bakteri campuran diambil setiap jamnya. Untuk melihat pola pertumbuhan bakteri yang akan dibuat kurva tumbuh selama 36 jam. Selanjutnya, dilakukan pengukuran jumlah sel dengan metode turbidimetri melalui perhitungan Optical Density OD menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva pertumbuhan diperoleh dengan memplotkan waktu jam pada sumbu x dan OD pada sumbu y.

3.3.7 Pengujian Ketahanan Surfaktan MES

Surfaktan MES yang telah disterilisasi di timbang untuk penentuan kebutuhan dalam pembuatan konsentrasi 0.1; 0.3; 0.5; dan 1.0 surfaktan dalam air formasi. Sebagai contoh untuk pembuatan konsentrasi 0.1 dalam 20 ml suspensi bakteri air formasi ditambahkan 0,02 gram surfaktan MES. Campuran tersebut diletakkan di dalam tabung reaksi dan ditutup dengan alumium foil. Kemudian di inkubasi dalam kondisi dan suhu ruang selama 7 hari dengan dilakukan pengamatan pada hari ke-1, 3, 5, dan 7 sebanyak 2 kali ulangan. Waktu inkubasi tersebut menggambarkan lamanya surfaktan berada dalam sumur minyak. Ketahanan MES diukur melalui kemampuannya dalam menurunkan tegangan antar muka IFT. Pengukuran IFT menggunakan alat Tensiometer kemudian dibandingkan dengan MES yang tidak diberikan kultur bakteri kontrol. Sebagai pengamatan awal ketahanan surfaktan. Kondisi pengujian dilakukan dalam kondisi ruang pada suhu 27 – 30 o C Model Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL in Time dengan dua faktor yakni konsentrasi surfaktan dalam suspensi bakteri B dan lama inkubasi S. Faktor konsentrasi surfaktan terhadap suspensi bakteri terdiri atas empat taraf, sedangkan faktor lama inkubasi sebanyak empat taraf. Masing-masing dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model Linear percobaan Mattjik dan Sumertajaya 2006: Y ijk = + B i + S j + BS ij + ij + ijk Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan konsentrasi ke-i, lama inkubasi ke-j pada Ulangan ke-k µ = Rata-rata yang sebenarnya Bi = pengaruh konsentrasi ke-i i = 0.1, 0.3, 0.5, 1.0 Sj = pengaruh lama inkubasi ke-j j= 1, 3, 5, 7 BSij = pengaruh interaksi konsentrasi ke-i dengan lama inkubasi ke-j δ ij = komponen acak perlakuan ijk = Galat percobaan Interaksi RAL intime dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Kemudian dilanjutkan uji- t dengan membandingkan perlakuan terbaik dengan kontrol. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. 16 Gambar 6. Diagram alir penelitian ketahanan surfaktan MES Surf. 1,0 Pengukuran IFT Tensiometer Metil Ester Sulfonat Filtrasi 0,45 m Streptococus sp. Bacillus pantothenticus Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Bakteri Campuran 1-2 Sterilisasi T=121 o C, t=15’ Air Formasi Tanjung Steril 500 ml Inokulasi aseptik Metil Ester Metil Ester Sulfonat Acid MESA Propagasi penyegaran Shaker T=37 o C, 48 jam Air Formasi + Bakteri Campuran Pembuatan kurva tumbuh spektrometer Surf. 0,1 Surf. 0,3 Surf. 0,5 Inkubasi 1, 3, 5, 7 hari Surf. blanko Transesterifikasi Sulfonasi SO 3 Reaktor STFR Netralisasi NaOH 50 Kuantifikasi Bakteri hitungan cawan PCA Kultur Bakteri BLCC Air Formasi Tanjung Minyak olein sawit 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 SIFAT FISIKOKIMIA OLEIN SAWIT

Penelitian pembuatan surfaktan Metil Ester Sulfonat MES ini menggunakan bahan baku olein sawit. Olein sawit merupakan salah satu hasil fraksinasi berbentuk cair dari minyak sawit kasar Crude Palm Oil. Sebelum dilakukan proses transesterifikasi, maka analisis olein sawit diperlukan untuk mengetahui sifat fisikokimia olein sawit. Sifat fisikokimia olein sawit menjadi acuan kondisi reaksi transesterifikasi yang digunakan untuk mengkonversi olein sawit menjadi metil ester olein. Hasil analisis olein sawit selengkapnya disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisikokimia olein sawit Analisis Satuan Nilai Asam lemak bebas 0.19 Bilangan asam mg KOHg minyak 0.41 Bilangan iod mg iodg minyak 61.33 Bilangan penyabunan mg KOHg minyak 208.40 Densitas gL 0.906 Viskositas 29 o C 61.5 Kadar Air 0.103 Fraksi tak tersabunkan 0.38 Menurut Mittelbach dan Remschmidt 2006 minyak dengan bilangan asam di bawah 1 mg KOH gram minyak dapat diolah secara langsung melalui proses transesterifikasi, sedangkan Sanford et al. 2009 menyebutkan mensyaratkan asam lemak bebas pada bahan baku untuk pembuatan metil ester tidak lebih besar dari 0.5. Hal ini terkait dengan pengaruh asam lemak bebas dalam proses produksi metil ester yakni menyebabkan terjadinya deaktivasi katalis yang diakibatkan karena asam lemak bebas bereaksi dengan natrium metoksida membentuk sabun. Aktivitas katalis basa yang berkurang akan mengganggu konversi minyak menjadi metil ester. Analisis sifat fisikokimia olein sawit menunjukkan bilangan asam 0,41 mg KOHgram dan asam lemak bebas 0.19 sehingga dapat dilakukan proses transesterifikasi langsung untuk membuat metil ester. Hasil analisa menyebabkan bilangan iod olein sebesar 61.33 mg iodg minyak. Bilangan iod dan komposisi asam lemak tidak berpengaruh terhadap proses transesterifikasi, namun menentukan karakteristik metil ester yang dihasilkan. Metil ester dari minyak tidak jenuh kurang stabil terhadap oksidasi. Stabilitas terhadap oksidasi ditentukan oleh 2 aspek yaitu keberadaan atom hidrogen pada ikatan rangkap yang merupakan titik terjadinya oksidasi dan adanya antioksidan alami pada minyak yang dapat mencegah oksidasi pada molekul trigliserida Sanford et al. 2009. Pengujian terhadap bilangan penyabunan olein 208.4 mg KOHg. Sedangkan bilangan penyabunan olein sawit sebesar 194 – 202 mg KOHgram minyak Hui 1996. Bilangan penyabunan mengukur bobot molekul atau panjang rantai karbon asam lemak di dalamnya. Menurut Sanford et al. 2009, semakin tinggi bilangan penyabunan menunjukkan asam lemak penyusun trigliserida memiliki panjang rantai karbon pendek. Jika panjang rantai karbon asam