SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MES OLEIN

19 Analisis bilangan asam metil ester olein sawit dilakukan untuk mengukur tingkat konversi metil ester. Penurunan bilangan asam dari olein sebesar 0.41 mg KOHg sampel menjadi 0.21 mg KOHg menunjukkan penurunan asam lemak bebas, karena teresterifikasi menghasilkan metil ester. Bilangan asam pada metil ester setelah proses transesterifikasi lebih rendah karena katalis basa akan memisahkan asam lemak bebas melalui mekanisme pembentukan sabun. Bilangan asam dapat meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan karena terjadinya reaksi dengan udara atau air Gerpen et al. 2004. Penurunan bilangan asam berkorelasi dengan kadar ester metil olein yaitu sebesar 97.57, hal ini menunjukkan konversi olein sawit menjadi metil ester cukup tinggi. Menurut Mittelbach dan Remschmidt 2006 kadar ester minimum metil ester sebagai bahan bakar adalah sebesar 96.5. Metil ester olein yang dipergunakan pada penelitian ini memiliki bilangan iod sebesar 63.74 mg iodg ME. Bilangan iod metil ester olein masih lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang digunakan Chemithon yaitu 0.39 cg iodg ME Sheats dan MacArthur 2002. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketidakjenuhan metil ester olein yang digunakan dalam penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan standar dari Chemithon.

4.3 SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MES OLEIN

Proses utama dalam produksi surfaktan MES adalah pada tahapan sulfonasi. Bahan baku utama dalam proses sulfonasi adalah metil ester olein dan gas SO 3. Proses sulfonasi gas SO 3 terhadap metil ester olein berlangsung secara cepat pada Single Tube Falling Film Reactor STFR. Falling Film Reactor ini berukuran tinggi 6 meter dengan diameter tube 25 mm. Kontak Gas SO 3 dan metil ester dilakukan pada laju alir 75 mlmenit dengan suhu input bahan 100 ⁰C selama 360 menit. Proses tersebut menghasilkan produk antara yang disebut Metil Ester Sulfonat Asam MESA. Kemudian dilakukan aging pada suhu 80 o C dan lama 60 menit. Proses tersebut Proses aging dilakukan pada MESA agar mencapai reaksi sulfonasi yang sempurna. Proses ini melibatkan penyusunan ulang rearrangement struktur molekul intermediet RCHSO 3 HCOOSO 3 CH 3 menjadi methyl ester sulfonic acid atau MESA RCHSO 3 HCOOCH 3 . MESA dilewatkan kedalam digester yang memilki suhu konstan ~80 o C selama kurang lebih satu jam. Efek samping dari MESA digestion adalah penggelapan warna campuran asam sulfonat secara signifikan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses sulfonasi menggunakan gas SO 3 khususnya dengan teknologi STFR antara lain sumber dan kemurnian purity agentbahan sulfonasi, tipe dan kualitas Metil Ester, kondisi reaksi serta tipe dan unjuk kerja reaksi sulfonasi Moretti et al. 2001. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Susi 2010 menyebutkan karakteristik tube reaktor STFR harus dapat membuat ketebalan film yang tepat untuk kontak dengan SO 3 secara maksimum. Pengaturan laju alir gasliquid ditentukan oleh diameter tube, hal ini terkait dengan distribusi permukaan, ketebalan film dan penentuan kecepatan gas sehingga turbulensinya sama. Sehingga didalam penelitian ini harus dijaga ketebalan film dari umpan tetap konstan, turbulensi sama sepanjang tube dan sepanjang waktu sulfonasi. Jika terjadi turbulensi akan memungkinkan proses sulfonasi tidak sempurna. MESA yang terbentuk dilakukan netralisasi dengan penambahan NaOH 50 sambil diaduk untuk mendapatkan MES. Beberapa parameter yang diuji mencakup : densitas, pH, warna, bilangan asam, dan bahan aktif. Selengkapnya dapat disajikan dalam Tabel 4. 20 Tabel 4. Sifat fisikokimia surfaktan MES Olein Analisis Satuan Nilai Densitas g mL 0,9776 pH - 6,98 Warna Klett 735 Bilangan asam mg NaOHg MES 1,488 Bahan Aktif 13,05 Densitas merupakan salah satu sifat dasar fluida yang didefinisikan sebagai hasil dari massa per satuan waktu. Efek suhu pada densitas cairan tidak dapat diabaikan karena cairan akan meregang mengikuti perubahan suhu. Densitas umumnya dikaitkan dengan viskositas yaitu cairan lebih padat maka viskositasnya lebih tinggi, hal ini berkorelasi dengan kandungan total padatan pada bahan. Densitas yang diukur pada penelitian ini 0.9776 gmL merupakan perbandingan bobot dari suatu volume sampel pada suhu 25 o C dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Nilai pH surfaktan MESA memiliki nilai pH yang rendah berkisar 0.1 – 2.0 hal ini menunjukkan gugus sulfonat -SO 3 dalam produk hasil sulfonasi bersifat asam sehingga produk tersulfonasi pun memiliki pH yang rendah . Hal ini menyebabkan MESA perlu dinetralisasi dengan basa kuat NaOH 50 agar larutan bersifat netral, berada pada nilai 6-8. Produk tersulfonasi berwarna hitam gelap, yaitu warna MES terukur sebesar 735 klett. Warna gelap dikarenakan reaksi reaktif gas SO 3 terhadap metil ester olein sehingga terbentuk senyawa polisulfonat yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi Roberts et al. 2008. Dalam aplikasi MES untuk bahan pembantu pengambilan minyak recovery warna hitam pekat tidak menjadi masalah. Untuk produk lain yang membutuhkan penampilan MES yang lebih menarik seperti sabun atau bahan pembersih lainnya. warna hitam pekat MES ini dapat dihilangkan dengan metode bleaching dengan penambahan asam peroksida H 2 O 2 dalam kadar tertentu. Bilangan asam terukur rata-rata sebesar 1.488 mg NaOHg MES merupakan jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralisasi asam lemak bebas dalam 1 gram bahan. Basa yang digunakan dalam hal ini adalah NaOH. Produk MESA bersifat asam karena masih mengandung campuran SO 3 . Gas SO 3 merupakan salah satu gugus pembentuk asam kuat, sehingga banyaknya gugus SO 3 yang terikat pada suatu bahan akan meningkatkan bilangan asam. Kadar bahan aktif rata-rata MES adalah 13.05 merupakan salah satu mutu nilai kinerja surfaktan. Kadar bahan aktif menunjukkan jumlah kandungan bahan aktif permukaan yang terkandung dalam surfaktan. Semakin banyak kadar bahan aktif dalam surfaktan maka diharapkan akan semakin baik kinerja surfaktan. Kadar bahan aktif dapat ditunjukkan dari jumlah gugus SO 3 yang terikat dalam struktur MESA. Analisis kadar bahan aktif yang dilakukan pada penelitian menggunanakn metode Epthone. Menurut Stache 1995 prinsip dasar dari uji ini adalah titrasi bahan aktif menggunakan cetylbipiridinum bromide, yang merupakan salah satu jenis surfaktan kationik. Indikator yang digunakan adalah methylen blue. Pada campuran surfaktan yang ditambahkan indikator kloroform akan terbentuk dua fasa kloroform di bagian bawah dan fasa larutan surfaktan dan methylen blue yang berada di bagian atas. Pada permulaan, warna biru tua berada pada lapisan kloroform, kemudian selama titrasi warna biru akan bergerak menuju lapisan cairan larutan surfaktan dalam akuades secara perlahan. Perpindahan warna terjadi 21 secara cepat pada akhir titrasi. Akhir titrasi dicapai ketika warna kedua lapisan memiliki intensitas yang hampir sama. Bila titrasi diteruskan maka fasa kloroform akan menjadi lebih pucat lalu lama-kelamaan akan menjadi bening. Pengujian pendahuluan tegangan antarmuka IFT Surfaktan MESA dan MES Olein pada konsentrasi 0,3 dengan Tensiometer sebanyak dua kali ulangan duplo menunjukkan nilai masing-masing untuk MESA adalah 8,9 x 10 -2 dynecm dan 7,9 x 10 -2 dynecm. Sedangkan untuk MES olein memberikan hasil 7,4x10 -2 dynecm dan 6x10 -3 dynecm. Pegujian pendahuluan nilai IFT MES ini akan dijadikan dasar dalam pengujian ketahanan surfaktan. Hasil terbaik pengujian surfaktan MES olein mencapai 10 -3 dynecm. Pada aplikasinya di lapangan sumur minyak nilai IFT yang mencapai 10 -3 mampu meningkatkan kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan minyak – air di sumur minyak bumi. Baviere et al 1992

4.4 PERTUMBUHAN BAKTERI CAMPURAN