BAB III. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen yang berdiameter 20 cm
dan kayu gmelina Gmelina arborea Roxb. berdiameter 15,4 cm yang diperoleh dari hutan rakyat di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Selain itu, bahan-bahan lain yang digunakan dalam pengamatan struktur anatomi yaitu kertas kalkir, milimeter blok, alkolhol,
aquades, KClO
3
, HNO
3
50, safranin 2, kertas saring dan kertas lakmus.
2. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan pada pengamatan struktur anatomi kayu yaitu hand sander, tabung reaksi, water bath, corong gelas, erlenmeyer,
kaca preparat, cover glass, mikroskop, cutter, Stereoscopic Microscope With Digital Camera model DC2-456H dan kamera. Pengujian sifat fisis
kayu menggunakan peralatan berupa kaliper, oven, timbangan elektrik, desikator, kalkulator dan alat tulis.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Proses pengamatan struktur anatomi dan pengujian sifat fisis kayu dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari tanggal 15 Juni sampai 31 Agustus 2009.
C. Metode Penelitian
1. Pembuatan Contoh Uji
Contoh uji diambil dari pohon yang lurus dan dipotong pada ketinggian dada. Contoh uji untuk pengamatan kayu teras dan kayu gubal
diambil kira-kira setebal 5 cm berbentuk lempengan disk. Untuk keperluan pengamatan bidang melintang makroskopis, dibuat potongan
kayu dengan ukuran 3 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan untuk pembuatan slide maserasi, dibuat contoh uji berukuran 3 mm x 1 mm x 1 mm atau
sebesar batang korek api. Metode pengambilan contoh uji disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
A
B
C D
Gambar 3 Metode pengambilan contoh uji. Keterangan: A Batang pohon.
B Lempengan disk setebal 5 cm. C Contoh uji pengamatan makroskopis 3cm x 2cm x 2cm.
D Contoh uji slide maserasi 3mm x 1mm x 1mm.
2. Pengamatan Struktur Anatomi
Pengamatan struktur anatomi yang dilakukan meliputi persentase kayu teras dan kayu gubal, tekstur kayu, dimensi serat serta persentase kayu
juvenil dan kayu dewasa.
a. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal
Persentase kayu teras dan kayu gubal ditentukan berdasarkan perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Contoh uji berupa
lempengan disk setebal 5 cm diamplas permukaannya sehingga batas antara kayu teras dan kayu gubal terlihat jelas. Proses selanjutnya yaitu
dengan menggambar contoh uji pada kertas kalkir sesuai dengan yang terlihat pada contoh uji. Gambar tersebut dipindahkan ke milimeter
blok untuk mempermudah pengukuran. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran luas kayu teras dan luas penampang kayu secara
keseluruhan. Persentase kayu teras dan kayu gubal ditentukan dengan rumus :
Kayu Teras = Luas Kayu Teras x 100 Luas Kayu Total
b. Tekstur kayu
Tekstur suatu kayu dapat dinyatakan halus, sedang dan kasar. Penentuan tekstur kayu dilakukan dengan mengukur diameter
tangensial pori dari gambar penampang melintang makroskopis kayu sengon dan gmelina. Mandang dan Pandit 1997 menyatakan bahwa
tekstur kayu dikatakan halus jika sel pembuluh berukuran kecil, sebaliknya tekstur suatu kayu dinyatakan kasar jika sel-selnya
berukuran besar. Dalam penelitian ini, tekstur kayu ditentukan atas dasar sebagai berikut :
i. Kasar, apabila ukuran diameter tangensial pori 200 μm
ii. Sedang, apabila ukuran diameter tangensial pori 100 - 200 μm
iii. Halus, apabila ukuran diameter tangensial pori 100 μm
c. Dimensi Serat
Pengukuran sel serabut dilakukan dengan membuat sediaan maserasi.
Proses maserasi
yang dilakukan
adalah dengan
menggunakan metode Schultze Lampiran 1. Dimensi sel serabut yang diukur meliputi panjang sel serabut, diameter sel dan tebal
dinding sel. Dari masing-masing bagian segmen dilakukan
pengukuran sebanyak 25 serat. Contoh uji diambil dari masing-masing lempengan kayu disk mulai dari bagian dekat empulur hingga ke
kulit. Selanjutnya contoh uji dibagi menjadi delapan bagian segmen yang sama dan diberi kode R1, R2, R3, ..., R8 seperti pada Gambar 4.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemisahan serat dengan membuat slide maserasi.
Gambar 4 Contoh uji untuk pembuatan slide maserasi dari empulur
hingga kulit.
d. Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Kayu juvenil merupakan kayu yang dibentuk pada tahap- tahap permulaan keberadaan suatu pohon. Selanjutnya kayu juvenil
telah diberi batasan sebagai xilem sekunder yang dihasilkan oleh daerah-daerah kambium yang dipengaruhi oleh kegiatan dalam
meristem apikal Bowyer et al. 2003. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa sulit diidentifikasi dengan menggunakan mata telanjang.
Keberadaan kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan berat jenis dan kerapatan yang naik dengan cepat dalam jangka waktu kayu juvenil,
kemudian mulai stabil ketika sudah dewasa. Tinggi rendahnya berat jenis dan kerapatan suatu kayu dicirikan oleh sel-sel penyusun kayu.
Kayu juvenil yang terletak di dekat pusat pohon tersusun atas serat- serat yang lebih pendek daripada kayu dewasa. Dengan bertambahnya
umur suatu pohon, maka akan dibentuk serat-serat yang lebih panjang daripada sebelumnya. Panjang serat tiap lingkaran tumbuh meningkat
secara progresif mulai dari empulur hingga hingga ke kulit. Apabila
panjang serat tiap lingkaran tumbuh mulai konstan, maka sudah merupakan batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa.
Sumber : Bowyer et al. 2003.
Gambar 5 Keberadaan kayu juvenil dicirikan dengan berat jenis yang meningkat secara progresif saat periode juvenil, kemudian
berangsur-angsur stabil saat dewasa.
Proses pemisahan
serat penting
dilakukan dalam
mengidentifikasi kayu juvenil. Identifikasi kayu juvenil dilihat dari kenaikan panjang serat yang naik secara progresif dari empulur hingga
ke kulit. Apabila panjang serat tiap lingkaran tumbuh mulai konstan, maka sudah merupakan batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa.
Setelah diketahui batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa, kemudian perhitungan persentase kayu juvenil dan kayu dewasa
dilakukan dengan menggunakan metode milimeter blok seperti pada saat perhitungan persentase kayu teras dan kayu gubal. Persentase
kayu juvenil dan kayu dewasa dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Kayu Juvenil = Luas Kayu Juvenil x 100 Luas Kayu Total
3. Pengujian sifat fisis
Pengujian sifat fisis ini meliputi pengujian terhadap kadar air, kerapatan dan berat jenis.
a. Kadar air
Pengujian kadar air menggunakan contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Kayu yang telah dikondisikan kemudian ditimbang berat
awal dan dioven pada suhu 103 ± 2ºC hingga beratnya konstan. Setelah selesai dioven, sampel dimasukkan ke dalam desikator sampai
suhunya stabil kemudian ditimbang sebagai berat kering tanur. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar air = berat awal – berat kering tanur x 100
berat kering tanur b.
Berat jenis
Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Berat standar yang digunakan
adalah air destilata yang pada suhu 4ºC mempunyai kerapatan 1 gram per centimeter. Contoh uji yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm 2
cm. Pengujian berat jenis dilakukan pada dua bagian yaitu bagian dalam kayu juvenil dan bagian luar kayu dewasa. Berat jenis
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Berat Jenis = berat kering tanur volume basah ρ air
Keterangan : ρ air = 1 gr cm³
c. Kerapatan
Nilai kerapatan diperoleh dari perbandingan berat kayu dengan volumenya dalam kondisi kering udara. Contoh uji yang
digunakan berukuran 2 cm x 2 cm 2 cm. Pengujian kerapatan juga dilakukan pada dua bagian yaitu bagian dalam kayu juvenil dan
bagian luar kayu dewasa. Kerapatan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
Kerapatan = massa volume
D. Pengolahan Data