Data input : Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data Data managemen : Komponen ini mengorganisasi baik data spasial maupun Data manipulasi dan analisis : Komponen ini melakukan manipulasi dan Analisis NPV Net Present Value

17 yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup 1 pemasukan inputencoding, 2 managemen data penyimpanan data dan pemanggilan lagi, 3 manipulasi dan analisis dan 4 pengembangan produk dan pencetakan output. Selain itu menurut prahasta 2005, SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi. Dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. Menurut Prahasta 2005, Barus dan Wiradisastra 2000 SIG mempunyai empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain :

1. Data input : Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data

spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggungjawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital.

2. Data managemen : Komponen ini mengorganisasi baik data spasial maupun

non spasial atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating dan editing.

3. Data manipulasi dan analisis : Komponen ini melakukan manipulasi dan

permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan. Komponen perangkat lunak yang memiliki kedua funsi tersebut merupakan kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan. Kemampuan analisis data spasial melalui algoritma atau pemodelan secara matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain.

4. Data out put : Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau

sebagian basisdata dalam bentuk a cetak lunak softcopy, b cetak keras hardcopy yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan sejenis, seperti peta, tabel dan grafik, c elektronik berbentuk berkas file yang dapat dibaca oleh komputer. Perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi analisis yang canggih. Kekuatan SIG juga terletak pada kemampuan memadukan 18 data spasial dan non spasial atribut sekaligus. Menurut Aronoff 1993 fungsi analisis SIG dapat dikelompokan ke dalam empat kategori : a. Fungsi pemanggilan, klasifikasi dan pengukuran data Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan adalah : memilih, mancari dan memanipulasi data tanpa mngubah identitas spasial obyek atau membuat identitas spasial baru. Penerapan yang umum menggunakan fungsi pemanggilan SQL Standard Query Languange, Barus dan Wiradisastra, 2000. Sedangkan klasifikasi data dilakukan untuk menghasilkan pengelompokan beberapa obyek menjadi kelas baru berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi klasifikasi penting kerena dapat menentukan pola dan membantu mengenal pola-pola baru. Fungsi pengukuran berkaitan dengan penghitungan titik, jarak antar obyek, panjang garis, penentuan keliling dan luas poligon, volume suatu ruang dan ukuran serta pola sekelompok sel yang mempunyai identitas yang sama. b. Fungsi tumpang tindih overlay Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda dengan unit awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima cara yaitu : a pemanfaatan fungsi logika dan bolean seperti : penggabungan union, irisan intersection, perbedaan difference, pilihan ansd dan or, dan pernyataan bersyarat if, then, else, b pemanfaatan fungsi relasional seperti : ukuran , = dan kombinasinya, c pemanfaatan fungsi aritmetika seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian, d pemanfaatan data atribut atau tabel dua atau tiga dimensi dan e menyilangkan dua peta langsung Barus dan Wiradisastra, 2000. c. Fungsi tetangga Operasi tetangga mengevalusi ciri-ciri lingkungan tetangga yang mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi tetangga adalah: a fungsi penelusuran search, fungsi topografi kontur, aspekarah dan lereng dan poligon thiesen Barus dan Wiradisastra, 2000 dan e fungsi interpolasi. 19 d. Fungsi jaringanketerkaitan Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang mengakumulasikan nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi. Fungsi- fungsi yang terdapat pada fungsi jaringanketerkaitan adalah : a fungsi kesinambungan contiguity, b fungsi perkiraan proximity, c fungsi jaringan kerja network, d fungsi penyebaran spread, e fungsi aliran stream, dan f fungsi keterlihatan intervisibility. Analisis Kesesuaian Lahan Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk tujuan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001. Dalam Sistem FAO 1976 klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 empat kategori, yaitu : 1. Ordo, menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. 2. Kelas, Menunjukan tingkat kesesuaian suatu lahan. 3. Sub-Kelas, menunjukan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas. 4. Unit, menunjukan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo Pada tingkat ordo ditunjukan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk suatu jenis penggunaan tertentu. Dikenal 2 dua ordo, yaitu : 1. Ordo S sesuai : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang 20 telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan ini akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. 2. Ordo N tidak sesuai : lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai misalnya untuk tujuan pertanian karena adanya berbagai penghambat, baik secara fisik lereng sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya atau secara ekonomi keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas Kelas diberi nomor urut dibelakang simbol ordo, semakin tinggi nomornya menunjukan semakin jelek kelas kesesuaiannya. Pembagian serta definisi kelas secara kualitatif adalah sebagai berikut : 1. Kelas S1 sangat sesuaihigly suitable : lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau mempunyai pembatas yang tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan masukan yang diberikan. 2. Kelas S2 cukup sesuaimoderately suitable : lahan mempunyai pembatas- pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. 3. Kelas S3 sesuai marginalmarginally suitable : lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. 4. N1 tidak sesuai pada saat inicurrently not suitable lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, dengan biaya yang tinggi. Keadaan pembatas yang besar, sehingga mencegah penggunaan yang lestari dalam jangka panjang. 21 Komoditas Unggulan Daerah Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis kondisi tanah dan iklim maupun sosial ekonomi dan kelembagaan penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat untuk dikembangkan di suatu wilayah Badan Litbang Pertanian, 2003. Menurut Syafaat dan Supena 2000 dalam Hendayana 2003 langkah menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat istiadat, dan infrastruktur petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Pada lingkup kabupatenkota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; 2 memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; 3 mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lainekspor; 4 memiliki pasar yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; 5 memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan 6 dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten. Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas- komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas yang secara efisien 22 diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan Land Utilization Types baik secara campuran multiple land utilization types maupun individual compound utilization types mampu berproduksi optimal Djaenudin et al., 2002. Dilihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada umumnya setiap tanaman danatau kelompok tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah sifat fisik, morfologi, kimia tanah, topografi elevasi, lereng, dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Komoditas Unggulan Hutan Rakyat Badan Perencanaan dan Penelitian Daerah BAPPEDA Kabupaten Sukabumi 2005 melalui FGD focus group discussion dengan berbagai stakeholders merumuskan kriteria komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi 23 adalah 1 menggunakan bahan baku lokal, 2 sesuai dengan potensi dan kondisi daerah; 3 memiliki pasar yang luas; 4 mampu menyerap tenaga kerja relatif banyak; 5 merupakan sumber pendapatan masyarakat; 6 volume produksi relatif besar dan kontinyu; 7 merupakan ciri khas daerah; 8 memiliki daya saing yang relatif tinggi; dan 9 memiliki nilai tambah relatif tinggi. Dengan kriteria tersebut dipilih komoditas unggulan masing-masing sektor pembangunan. Untuk komoditas kehutanan terpilih 3 tiga komoditas yang menjadi unggulan daerah, yaitu Jati Tectona grandis, Sengon Paraserianthes falcataria dan Mahoni Swietenia macrophylla. Jati Tectona grandis Jati termasuk famili Verbenaceae adalah tumbuhan tropis yang penyebarannya meliputi India, Birma, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di Indonesia terutama di Pulau Jawa, ditemukan di daerah-daerah pada ketinggian kurang dari 700 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini juga terdapat di Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara. Untuk pertumbuhannya membutuhkan iklim dengan curah hujan berkisar antara 1.250 – 2.500 mm per tahun dan jumlah bulan kering berkisar antara 3 – 5 bulan. Tempat tumbuh membutuhkan tanah yang beraerasi baik. Mempunyai riap pertumbuhan 7,9 – 10,9 m 3 HaTahun. Tinggi pohon antara 25-30 m, namun di daerah yang subur tinggi pohon bisa mencapai 50 m dengan diameter sampai 150 cm. Batang umumnya bulat dan lurus, kulit kayu agak tipis, beralur dalam sampai agak dalam. Untuk mendapatkan kayu yang berkualitas baik daur tanaman minimal 40 tahun. Kayu memiliki kelas awet I, kelas kuat II dan mempunyai berat jenis 0,70, cocok dipergunakan untuk keperluan kayu perkakas dan pertukangan Direktorat Hutan Tanaman Industri, 1991. 24 Sengon Paraserianthes falcataria Sengon mempunyai dua nama latin yakni Albazia falcataria dan Paraserianthes falcataria, termasuk dalam famili Mimosaceae keluarga polong- polongan. Merupakan salah satu tanaman kayu yang cepat tumbuh fast growing species dengan daur tanaman minimal 6 tahun. Pohon sengon berbatang lurus, tidak berbanir, kulit berwarna kelabu keputih-putihan, licin, dan memiliki batang bebas cabang mencapai 20 m. Tajuk berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang agak jarang ini memungkinkan beberapa jenis tanaman perdu tumbuh baik di bawahnya. Secara khusus sengon tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit, dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, namun untuk memperoleh sengon yang baik diperlukan beberapa syarat tumbuh yaitu ; a. Jenis Tanah : Alfisol dan Mollisol b. pH tanah : netral sampai basa c. Iklim : suhu 20-33 o C suhu optimum 22,29 o C d. Ketinggian tempat : 10 – 800 m dpl e. Curah Hujan rata-rata : 2000 – 2700 mmtahun, f. Topografi : datar sampai lereng 25 Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat III, banyak digunakan untuk pulp, palet, peti kemas, perabot rumah tangga dan lain-lain Diniyati dkk, 2004. Mahoni Swietenia macrophylla Mahoni Swietenia macrophylla termasuk dalam famili Meliaceae, dikenal sebagai mahoni daun lebar. Tinggi pohon mahoni dapat mencapai 40 m dengan diameter batang lebih dari 100 cm. Pohon mahoni tahan terhadap naungan, sehingga dapat digunakan untuk tanaman penghijauan, karena dapat bersaing dengan alang-alang dan semak belukar dalam mendapatkan matahari. Pohon mahoni dapat tumbuh sampai ketinggian lebih dari 1.000 dpl, dengan suhu udara berkisar antara 20-28 o C dan rata-rata curah hujan 1.400 – 2.500 mm per tahun. Mahoni tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang spesifik. Secara alami, mahoni dapat tumbuh pada tipe tanah alluvial, vulkanik, laterik dan tanah dengan kandungan liat yang tinggi. Namun pertumbuhan 25 mahoni akan baik, pada tanah yang subur, bersolum dalam dan aerasi baik dengan pH 6.5 sampai 7.5 Mindawati dan Tata, 2001 Daur pertumbuhan mahoni pada umumnya adalah 40 – 60 tahun dengan riap tumbuh 15-20 m3tahunHa. Kayu termasuk kelas awet III dan kelas kuat II, banyak digunakan untuk kayu bangunan, plywood, kayu perkakas, lantai, papan dan lain-lain. Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2002. 26 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4.139 Km 2 atau 14,39 persen dari luas Jawa Barat dengan batas-batas wilayahnya : - sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor, - sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia, - sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia, - sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Selain itu secara administratif Kabupaten Sukabumi juga berbatasan secara langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong enclave. Kota Sukabumi dengan wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai hubungan yang bersifat fungsional dimana Kota Sukabumi merupakan salah satu pusat nodes bagi wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi yang mengelilinginya hinterland. Sebagai pusat wilayah, sebagaimana disebutkan dalam Rustiadi dkk, 2006, Kota Sukabumi berfungsi sebagai 1 tempat terkonsentrasinya penduduk permukiman, 2 pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, 3 pasar bagi komoditas-komoditas pertanian dan lokasi pemusatan industri manufaktur. Sedangkan wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai hinterland berfungsi sebagai 1 pemasok produsen bahan- bahan mentah dan atau bahan baku 2 pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dan menglaju commuting 3 daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur dan 4 penjaga keseimbangan ekologis. Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan Palabuhanratu Gambar 2. 27 28 Jika dilihat dari perkembangan dan karakteristik wilayah, Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Sukabumi Utara dan Sukabumi Selatan. Kedua wilayah ini mempuyai karakteristik yang berbeda, diantaranya 1 Sukabumi utara yang dilalui oleh jalur tengah yang relatif lebih berkembang, dibandingkan Sukabumi selatan yang dilalui oleh jalur selatan, 2 Pusat-pusat pertumbuhan dan kegiatan banyak terdapat di Sukabumi utara, seperti pasar, industri, pusat pendidikan dan lain-lain 3 Sumberdaya alam lahan tanah relatif lebih subur di utara, karena terdapat diantara dua gunung, yaitu Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak 4 Kepadatan penduduk di utara lebih tinggi di bandingkan di selatan Sukabumi. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2005 mencapai 2.300.644 jiwa yang terdiri dari 1.156.871 laki-laki dan 1.143.773 perempuan dengan rasio jenis kelamin 101,15 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 101 laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 557,33 orang per Km 2 Tabel 2. Tabel 2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2005 Penduduk Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin Kepadatan PendudukKm 2 2000 1.058.852 1.033.596 2.092.448 102,44 506,89 2001 1.075.979 1.053.685 2.129.664 102,12 515,91 2002 1.094.940 1.075.241 2.170.181 101,83 525,72 2003 1.115.074 1.097.747 2.212.821 101,58 536,05 2004 1.135.889 1.120.755 2.256.644 101,35 546,67 2005 1.156.871 1.143.773 2.300.644 101,15 557,33 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2006. 29 Jumlah rumah tangga miskin Kabupaten Sukabumi tercatat 228.370 atau 38,70 dari jumlah total rumah tangga. Persentase rumah tangga miskin terbesar berada di Kecamatan Kabandungan yaitu sebesar 61,06 dari jumlah rumah tangga yang ada di kecamatan tersebut. Sedangkan kecamatan yang paling kecil persentase rumahtangga miskinnya adalah Kecamatan Cicurug dan Cisaat. Sifat Fisik Dasar Topografi Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah. Ketinggian tempat berkisar antara 0 – 2.960 m. Sebaran lokasi berdasarkan kelerengan didominasi oleh daerah-daerah yang agak miring dan berbukit kelerengan 8 – 25 yang mencapai 44,8 185.479 Ha dari seluruh luas daratan. Daerah dengan kelerengan datar sampai landai kemiringan 0 – 8 mencapai 33,0 136.393 Ha dari luas daratan dan daerah yang agak curam sampai curam kelerengan 25 ke atas mencapai 22,2 92.031 Ha dari luas daratan Gambar 3. Bentuk permukaan tanah morfologi Kabupaten Sukabumi pada umumnya bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung. Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi dari 0 sampai dengan 2.958 meter di atas permukaan laut dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Salak 2.211 meter dpl dan Gunung Gede 2.958 meter dpl. Daerah datar umumnya terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian besar merupakan persawahan, sementara daerah selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar 300 – 1.000 meter dpl. Berdasarkan luasan di peta 42,0 173.833 Ha wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai ketinggian 100 – 500 meter dpl, 35,2 145.488 Ha mempunyai ketinggian 500 – 1000 meter dpl, 16,4 67.678 Ha mempunyai ketinggian 100 meter dpl dan sisanya 6,5 26.703 Ha mempunyai ketinggian 1000 meter dpl. 30 31 Iklim Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 4.632 mmtahun data Curah Hujan rata-rata dari tahun 1981 – 2005 dan 183 hari hujan data tahun 2005. Suhu udara berkisar 18,8 o C – 31,8 o C dengan suhu rata-rata 25,55 o C. Kelembaban udara rata-rata 88,8 . Data Curah Hujan lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 22. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Bogor, curah hujan di Kabupaten Sukabumi dapat di bagi ke dalam dua wilayah, yaitu wilayah utara dengan curah hujan rata-rata 2000- 3000 mmtahun dan wilayah tengah sampai selatan dengan curah hujan rata-rata 3000 – 4000 mmtahun Gambar 4. Gambar 4 Peta pewilayahan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan curah hujan rata-rata Tanah Dari aspek kemampuan tanah kedalaman efektif dan tekstur, wilayah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang tanpa liat. Kedalaman tanahnya dapat dikelompok menjadi 2 dua golongan besar, yaitu kedalaman efektif tanah dalam dan kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal. Kedalaman efektif tanah dalam tersebar di bagian utara, sedangkan 32 kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal tersebar di bagian tengah dan selatan BPS Kabupaten Sukabumi, 2006. Jenis tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah Departemen Pertanian 1966, dibagian utara pada umumnya terdiri dari tanah Podsolik, Andosol dan Regosol. Sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah Grumusol, Latosol dan Alluvial Gambar 5. Sebaran luasan berdasarkan perhitungan di peta tanah Podsolik mendominasi dengan luasan mencapai 189.815 Ha 45,8 dari seluruh lahan. Selanjutnya jenis tanah Latosol dengan luasan mencapai 86.950 Ha 21 . Secara lengkap disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Luas lahan berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Sukabumi Jenis Tanah Luas Ha Persentase Podsolik 189.815 45,8 Latosol 86.950 21,0 Grumosol 716.86 17,3 Regosol 44.436 10,7 Andosol 11.467 2,8 Alluvium 9.640 2,3 Total 413.996 100,0 Sumber : diolah dari peta Struktur geologi wilayah Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua zona yaitu zona utara dan zona selatan, dengan batas Sungai Cimandiri yang mengalir dari arah Timur Laut ke Barat Daya. Zona Utara merupakan kawasan yang dipengaruhi oleh vulkan dan sebagian besar merupakan daerah yang subur, dimana terdapat kawasan perkebunan, persawahan dan kegiatan pertanian lainnya. Sedangkan zona selatan merupakan kawasan yang berbukit-bukit yang terdiri atas kawasan pertanian lahan kering, perkebunan dan kehutanan Bappeda, 2006. 33 34 Sektor Kehutanan di Di Kabupaten Sukabumi Luas Kawasan Hutan Di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat sekitar 101.280,14 Ha kawasan hutan negara 24,5 dari luas daratan, yang terdiri dari Hutan Konservasi 44.344,82 Ha dan Hutan Produksi 56.935,32 Ha Tabel 4. Selain berfungsi sebagai tempat pelestarian berbagai jenis hewan dan tumbuhan, kawasan hutan di wilayah Kabupaten Sukabumi juga berfungsi sebagai kawasan penyangga yang melindungi daerah-daerah di sekitarnya terutama Bogor dan Jakarta. Data Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi 2005 menunjukan sekitar 17.630 Ha kawasan telah mengalami kerusakan dengan rincian 4.850 Ha di dalam kawasan hutan konservasi dan 12.780 Ha di dalam kawasan hutan produksi. Penyebab kerusakan hutan antara lain adalah pembalakan liar illegal logging, perambahan kawasan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan penambangan liar illegal mining. Tabel 4 Luas kawasan hutan negara di Kabupaten Sukabumi No. Jenis Kawasan Hutan Luas Ha 1. Taman Nasional Gununggede Pangrango 6.800 2. Taman Nasional Halimun-Salak 28.915,82 3. Hutan Produksi 56.935,32 4. Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa 8.629 Jumlah 101.280,14 Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi 2007 Berdasarkan kewenangan pengelolaan kawasan hutan terdapat dua institusi, yaitu pemerintah pusat yang mengelola kawasan hutan konservasi dan PT. Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara BUMN yang mengelola kawasan hutan produksi. Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan hutan hanya sebagai regulator dan mengkoordinasikan pembangunan kehutanan yang ada di wilayahnya. 35 Peranan Sektor Kehutanan dalam Pembangunan Daerah Sumbangan sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi memang sangat kecil 0,81 Tabel 5, namun kalau ditinjau dalam beberapa hal peran sektor kehutanan sangat penting dalam pembangunan Kabupaten Sukabumi, diantaranya adalah : 1. Kawasan hutan Gunung Salak di Kecamatan Cicurug dan Kecamatan Cidahu merupakan sumber mata air yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan- perusahaan air minum dalam kemasan seperti : Aqua, Ades dan lain-lain. Pemanfaatan mata air ini jelas memiliki efek yang cukup besar terhadap perekonomian daerah. 2. Sebagian besar masyarakat perdesaan Kabupaten Sukabumi yang mayoritas bermatapencaharian petani memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan. Indikasinya adalah ada 131 desa 38 dari seluruh desa yang ada yang terdapat di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Tabel 5 Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2002 – 2004 dalam persen Sektor Lapanaga Usaha 2002 2003 2004 1. Pertanian 37,78 38,00 36,35 a. Tanaman bahan pangan 21,02 19,98 18,98 b. Tanaman perkebunan 5,49 6,11 5,83 c. Peternakan dan hasilnya 8,67 9,36 8,95

d. Kehutanan 0,78

0,74 0,81 e. Perikanan 1,82 1,81 1,78 2. Pertambangan 5,27 5,08 4,93 3. Industri Pengolahan 17,03 16,87 16,38 4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,93 1,22 1,42 5. Bangunan dan Kontruksi 1,49 2,30 3,21 6. Angkutan dan Komunikasi 5,64 5,67 6,81 7. Perdagangan, Hotel dan restoran 16,08 15,53 16,02 8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 3,57 3,54 3,62 9. Jasa-jasa 12,21 11,79 11,27 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2006 36 METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW, data-data statistik, sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah Komputer, Software GIS, dan Kuisioner. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat Gambar 6. Jangka waktu pelaksanaan penelitian di lapangan selama kurang lebih 2 dua bulan, mulai Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007. Gambar 6 Lokasi penelitian 37 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang terkait dengan tema penelitian, yakni Badan Pusat Statistik BPS, Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah BAPPEDA Kabupaten Sukabumi, Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi, Dinas Perkebunan Kabupaten Sukabumi dan instansi terkait lainnya. Data-data sekunder juga dikumpulkan dari sumber-sumber lain yang relevan. Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden terpilih yang terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul atau tengkulak, pedagang penampung perantara, industri pengolahan kayu rakyat dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis, baik secara statistik maupun deskriptif untuk mengetahui hubungan atau keterkaitan antara variabel yang satu dengan yang lain untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pada dasarnya sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui potensi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi diagram analisis data dapat dilihat pada Gambar 9 Metode Pengambilan Contoh Responden Pengambilan contoh responden dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pengambilan contoh tingkat tiga three stage sampling. Penentuan contoh terpilih dilakukan purposive sampling atau contoh diarahkan dengan memperhatikan potensi untuk pengembangan hutan rakyat yang dicirikan dengan luas pemilikan serta posisi lokasi terhadap wilayah Kabupaten Sukabumi. Satuan contoh tingkat pertama adalah kecamatan, satuan tingkat ke dua adalah desa dan satuan contoh ketiga adalah rumah tangga. Satuan contoh tingkat pertama dipilih tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cisolok, Simpenan, dan Parakansalak. Kemudian dipilih 2 dua desa untuk masing-masing kecamatan, yaitu Desa Cikahuripan dan Karangpapak Kecamatan Cisolok , Desa Loji dan Desa 38 Cidadap Kecamatan Simpenan, serta Desa Makasari dan Palasari Girang Kecamatan Kalapanunggal. Selanjut diambil masing-masing 10 orang petani hutan rakyat sebagai responden. Kriteria pengambilan responden adalah petani yang aktif membudidayakan tanaman kayu-kayuan tanaman kehutanan di lahan miliknya. Disamping itu juga dipilih beberapa orang responden yang terdiri dari pedagang perantaratengkulak dan pengolah hasil hutan rakyat serta Industri Pengolahan Kayu IPK. Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No Jenis Data Skala Tahun Bentuk Sumber Data 1 Peta Tanah 1 : 200.000 1966 Digital PPT Bogor 2 Peta Administrasi 1 : 100.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 3 Peta RTRW Kab. Sukabumi 1 : 100.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 4 Peta Penggunaan Lahan 1: 100.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 5 Peta Lereng dan Elevasi 1 : 50.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 6 Peta Kawasan Hutan 1 : 100.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 7 Peta Kawasan Perkebunan 1 : 100.000 2005 Digital BAPPEDDA Kab. Sukabumi 8 Data Curah Hujan - 1981-2005 Tabular Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi. 9 Data Luas Hutan Rakyat, Produksi Hutan Rakyat - 2006 Tabular Dinas Kehutanan Kab. Sukabumi 11 Data Lahan Kering, Data Penggunaan Lahan Kering - 20052006 Tabular BPS Kab.Sukabumi 13 Data Harga Kayu, preferensi masyarakat, saluran pemasaran, analisis finansial. - 2007 Tabular Wawancara Petani, Tengkulak, Pelaku Industri pengolahan kayu, penyuluh kehutanan. 39 Metode Analisis Data Identifikasi Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Hutan Rakyat Analisis dengan Menggunakan GIS. Sasaran lokasi pengembangan hutan rakyat adalah : 1 lahan yang karena kelerengannya tidak memungkinkan untuk budidaya tanaman pertanian, 2 lahan yang ditelantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan tanaman semusim, 3 lahan yang karena pertimbangan khusus misalnya untuk perlindungan mata air atau bangunan air, 4 lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan apabila dijadikan hutan rakyat dari pada tanaman semusim, dan 5 lahan-lahan tidak produktif lainnya. Kriteria tersebut kemudian diterjemahkan kedalam peta menjadi sebagai berikut : 1 merupakan kawasan budidaya pertanian lahan kering lahan non sawah; 2 bukan merupakan kawasan hutan Hutan konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi; 3 bukan merupakan kawasan perkebunan negara; 4 bukan permukiman; 5 bukan kawasan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW yang ditetapkan sebagai zone khusus seperti zone industri misalnya. Analisis ketersediaan lahan hutan rakyat ini dilakukan dengan metode tumpang tindih overlay dengan menggunakan Software GIS. Tahapan adalah sebagai berikut : 1. Peta RTRW Kab. Sukabumi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kawasan Hutan, Peta Perkebunan dan Peta Administrasi ditumpangtindihkan. 2. Selanjutnya melalui proses logical query dengan kriteria lahan untuk hutan rakyat didapatkan Peta Ketersediaan Lahan lahan potensial untuk pengembangan hutan rakyat. 3. Untuk mendapatkan Peta Lahan Prioritas untuk pengembangan hutan rakyat dilakukan lagi proses logical query dengan kriteria 1 lahan dengan kelerengan lebih dari 25 dan 2 lahan-lahan disekitar tubuh air radius 200 meter. 4. Peta Ketersediaan Lahan dan Peta Lahan Prioritas disajikan dalam skala 1 : 100.000, kemudian dihitung luasan masing-masing lahan sehingga didapatkan luasan lahan per kecamatan. Gambar 7 40 Gambar 7 Diagram alir analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan Hutan Rakyat Berdasarkan data yang ada dan beberapa kajian yang sudah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi ada 3 tiga jenis komoditas yang menjadi unggulan untuk dikembangkan, yaitu Jati Tectona grandis, Sengon Paraserianthes falcataria dan Mahoni Swietenia macrophylla. Analisis Kesesuaian lahan dilakukan dengan Metode FAO 1976 dengan cara membandingkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh komoditas tanaman hutan rakyat. Tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Peta Lahan Tersedia, Peta Lereng, Peta Tanah dan Peta Curah Hujan ditumpangtindihkan untuk mendapatkan satuan peta ketersediaan lahan beserta karakteristiknya. 2. Selanjutnya satuan peta ketersedian lahan dipadukan dengan persyaratan tumbuh tiga komoditas hutan rakyat. Peta Administrasi Skala 1:100.000 Analisis Tumpang Tindih overlay Peta Ketersediaan Lahan untuk pengembangan Hutan Rakyat Skala 1 : 100.000 Peta RTRW Skala 1:100.000 Peta Kawasan Hutan Skala 1:100.000 Peta Perkebunan Skala 1:100.000 Logical Query Dengan kriteria Lahan untuk Hutan Rakyat Peta Penggunaan Lahan Skala 1:100.000 Peta Lahan Prioritas Pengembangan Hutan Rakyat Skala 1 : 100.000 • lahan lereng 25 • Lahan sekitar tubuh air 41 Peta Lahan Tersedia Skala 1 : 200.000 Overlay Matching • Peta Tanah • Peta CH • Peta Lereng • Peta Ketersediaan lahan Persyaratan Komoditas Peta Kesesuaian Komoditas Hutan Rakyat Skala 1 : 200.000 3. Kemudiaan satuan peta ketersedian lahan dimasukan ke dalam kelas-kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling minimal. Gambar 8. Gambar 8 Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih Analisis Location Quotient LQ Potensi pengembangan hutan rakyat di lokasi penelitian terutama dilihat dari luasan lahan yang digunakan untuk usaha hutan rakyat dan atau potensial untuk pengusahaan hutan rakyat jika dibandingkan dengan luas lahan secara keseluruhan. Potensi utama dalam pengembangan hutan rakyat di lokasi 42 penelitian adalah tersedianya lahan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk pengembangan hutan rakyat. Untuk membuktikan hal tersebut, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui apakah kegiatan penggunaan lahan di lokasi penelitian merupakan kegiatan basis, terutama jika dilihat dari luas lahan untuk kegiatan hutan rakyat jika dibandingkan dengan luas lahan secara keseluruhan. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan di suatu wilayah merupakan sektor basis atau bukan basis di gunakan analisis Location Quetiont yang biasa disingkat LQ. Luas pemanfaatan lahan untuk pengusahaan hutan rakyat dibandingkan dengan luas lahan secara keseluruhan dengan model : .. .. X X X X LQ j i ij ij = .......................................................................................2 Dimana : LQij = Indeks kuosien lokasi Xij = Jumlah luas areal suatu aktivitas pada tingkat wilayah kecamatan Xi.. = Jumlah luas areal total seluruh aktivitas pada tingkat wilayah kecamatan

X.j =

Jumlah luas areal total suatu aktivitas pada tingkat wilayah Kabupaten Sukabumi

X.. =

Jumlah luas areal total seluruh aktivitas pada tingkat wilayah Kabupaten Sukabumi Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis dan non basis adalah : 1. Jika nilai LQ lebih besar dari satu LQ1, maka pemanfaatan lahan untuk aktivitas hutan rakyat tersebut merupakan sektor basis 2. Jika nilai LQ sama atau kurang dari satu LQ1 berarti sub sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan pemanfaatan lahan di wilayah Kabupaten Sukabumi. 43 Analisis Location Index LI Localization Index merupakan salah satu index yang menggambarkan pemusatan relatif suatu aktivitas dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam wilayah atau secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan wilayah mana yang potensial untuk mengembangkan aktivitas tertentu. Persamaan Localization Index ini bisa dikatakan merupakan bagian dari persamaan LQ. Persamaan Localization Index adalah : } { 2 1 1 .. .. . ∑ = − = n i i J ij j X X X X LI .......................................................................... 3 dimana : LIj = Localization Index suatu aktivitas Xij = Jumlah luas areal suatu aktivitas pada tingkat wilayah kecamatan Xi.. = Jumlah luas areal total seluruh aktivitas pada tingkat wilayah kecamatan X.j = Jumlah luas areal total suatu aktivitas di tingkat wilayah Kabupaten Sukabumi X.. = Jumlah luas areal total seluruh aktivitas di tingkat wilayah Kabupaten Sukabumi Untuk menginterpretasikan hasil analisis ini, digunakan kriteria sebagai berikut : 1. Jika nilainya mendekati 0 berarti aktivitas tersebut cenderung tersebar atau merata di beberapa lokasi atau mempunyai peluang tingkat perkembangan relatif indifferent atau sama di seluruh lokasi. 2. Jika nilainya mendekati 1 berarti aktivitas tersebut akan cenderung berkembang memusat atau terkonsentrasi di suatu lokasi, artinya aktivitas tersebut akan berkembang lebih baik jika dilakukan di lokasi-lokasi tertentu. 44 Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat Analisis Finansial Data yang digunakan dalam analisis finansial berasal dari kompilasi hasil wawancara langsung dengan 60 enam puluh orang petani hutan rakyat, 10 sepuluh orang pelaku pemasaran kayu rakyat dan 3 tiga industri pengolahan kayu rakyat yang dipilih secara purposive sampling. Analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan proyek dalam hal ini pengusahaan hutan rakyat menggunakan metode Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR dan Benefit Cost Ratio BCR sebagai berikut :

1. Analisis NPV Net Present Value

NPV atau nilai bersih sekarang adalah alat yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari laba suatu investasi apakah investasi tersebut memberi keuntungan atau bahkan sebaliknya. NPV dihitung dengan cara menghitung nilai sekarang laba nilai sekarang pendapatan dikurangi nilai sekarang investasi biaya operasional tahun pertama hingga tahun terakhir umur proyek investasi. Kemudian nilai sekarang laba tahun pertama hingga tahun terakhir dijumlahkan. Proyek investasi ini baru layak dijalankan go jika total nilai sekarang lebih besar dari 0 nol. Persamaan Net Present Value NPV adalah sebagai berikut : NVP = ∑ = + − n t t t t i C B 1 1 ........................................................ ....................5 Bt = Pendapatan dari hutan rakyat pada tahun ke - t Ct = Biaya pengusahaan hutan rakyat pada tahun ke - t i = Tingkat suku bunga yang berlaku t = Jangka waktu daur i = 1, 2, ..,n

2. Analisis Gross Benefit Cost Ratio Rasio BC