0.0 0.3 1.5 0.1 0.9 0.2 1.1 0.8 0.2 Internal Rate Return IRR

72 Tabel 14 lanjutan Luas Lahan Kering Menurut Penggunaannya Ha No. Kecamatan TK LH PR T KE HR P H LL 14 Nagrak 2.4 0.0 0.0 0.0 0.8 0.1 0.4 1.6 0.1 15 Cikidang 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 2.0 0.7 16 Cicurug 2.0 0.0 0.0 0.0 2.5 1.6 0.1 1.5 0.2 17 Parungkuda 3.0 0.2 0.0 0.0 4.0 0.6 0.6 0.0 1.2 18 Bojonggenteng 1.5 0.0 0.7 0.0 2.5 4.9 0.4 0.0 0.6 19 Kalapanunggal 0.8 0.1 0.0 0.0 2.9 1.6 0.6 2.2 0.1 20 Parakansalak 0.6 0.0 0.0 0.0 0.9 1.4 1.0 2.0 0.2 21 Kabandungan 1.7 0.0 0.0 0.0 0.9 0.8 0.4 1.7 0.4 22 Cidahu 0.8 0.0 0.0 0.0 1.3 1.9 0.0 0.0 6.4 23 Palabuhanratu 0.0 3.7 0.0 0.0 0.7 1.4 1.0 0.9 0.3 24 Simpenan 0.7 2.8 0.0 0.0 0.0 1.1 1.1 0.7 0.1 25 Warungkiara 1.9 0.0 0.0 0.0 0.3 1.0 1.5 0.5 0.1 26 Bantargandung 3.2 0.0 0.0 0.0 0.1 0.7 0.8 0.0 0.3 27 Cisolok 0.7 2.2 0.0 0.0 0.1 1.5 0.5 1.5 0.0 28 Cikakak 0.8 0.7 0.0 0.0 0.0 0.5 1.9 0.6 1.4 29 Jampangtengah 0.5 0.8 0.0 0.0 0.4 0.9 1.9 0.6 1.5 30 Purabaya 0.4 1.7 0.5 0.0 0.3 0.1 1.8 1.1 0.5 31 Nyalindung 1.7 0.0 0.0 0.0 0.8 0.4 1.0 1.3 0.5 32 Lengkong 0.0 3.0 1.1 0.0 0.2 0.5 0.9 1.0 1.8 33 Jampangkulon 1.4 2.3 0.0 0.0 3.2

2.0 0.0 0.5 1.1

34 Ciemas 0.5 0.0 0.0 0.0 0.5 0.5 1.4 1.9 0.6 35 Surade 0.6 1.1 4.1 0.0 2.8 1.0 0.5 0.0 5.3 36 Cibitung 0.2 0.5 0.0 0.0 0.5 0.7 0.3 2.5 1.9 37 Kalibunder 1.0 4.0 2.5 0.0 1.1

1.2 0.0 0.3 1.5

38 Ciracap 1.2 1.2 0.0 0.0 1.2 0.7 1.1 0.2 2.7 39 Waluran 0.6 2.0 0.0 0.0 0.2 0.8 0.6 1.8 0.2 40 Sagaranten 0.7 0.0 3.3 0.0 0.3 1.2 1.2 1.2 1.2 41 Cidadap 0.2 0.0 0.7 0.0 0.0

6.4 0.1 0.9 0.2

42 Curugkembar 0.8 0.5 3.4 0.0 2.1

2.8 1.1 0.8 0.2

43 Cidolog 1.3 0.8 11.8 0.0 0.6 3.0 0.1 0.1 1.8 44 Tegalbuleud 1.8 1.3 0.0 0.0 0.7 1.0 0.6 0.9 0.3 45 Pabuaran 0.7 1.1 12.7 0.0 0.5 1.7 0.8 0.4 1.9 Ket : TK TegalanKebun, LHLadangHuma, PR Padang rumput, T Tambak, KE KolamEmpang, HR Hutan Rakyat, P Perkebunan, H Hutan Negara dan LL Lain-lain Berdasarkan hasil analisis Tabel 14 terdapat 20 dua puluh kecamatan yang memiliki nilai LQ lebih besar dari 1, yaitu Kecamatan Sukaraja, Cisaat, Caringin, Cicurug, Bojonggenteng, Parakansalak, Kalapanunggal, Cidahu, Palabuharatu, Simpenan, Warungkiara, Cisolok, Jampangkulon, Kalibunder, Sagaranten, Cidadap, Curugkembar, Cidolog, Pabuaran dan Tegalbuleud Gambar 20. Hal ini menunjukan kegiatan budidaya hutan rakyat mempunyai peranan 73 yang penting karena merupakan sektor basis dari hampir di 50 wilayah kecamatan di Wilayah Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi memiliki 45 kecamatan. 74 Hasil perhitungan menunjukan nilai LI untuk hutan rakyat bernilai 0.108 yang berarti kegiatan hutan rakyat cenderung tersebar di Wilayah Kabupaten Sukabumi. Tabel 15. Analisis ini memperkuat hasil analisis LQ bahwa kegiatan hutan rakyat memiliki perananan yang penting hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi. Tabel 15 Nilai LI tiap sektor pemanfaatan lahan kering di Sukabumi Sektor TK LH PR T KE HR P H LL LI 0.132 0.205 0 0.167 0.030 0.108 0.139 0.127 0.008 Ket : TK TegalanKebun, LHLadangHuma, PR Padang rumput, T Tambak, KE KolamEmpang, HR Hutan Rakyat, P Perkebunan, H Hutan Negara dan LL Lain-lain Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Kelayakan Finansial Dalam analisis finansial pengusahaan budidaya hutan rakyat untuk tiga jenis komoditas Jati, Sengon, Mahoni digunakan data yang berasal dari wawancara dengan petani hutan rakyat dan para pelaku pemasaran kayu rakyat tengkulak dan industri pengolahan kayu. Sistem silvikultur yang digunakan belum sepenuhnya mengikuti teknik- teknik silvikultur yang disarankan, seperti contohnya daur tebang mahoni secara teknis adalah 40 tahun, namun di lapangan petani sudah biasa menjual tanaman mahoni pada saat berumur 15 tahun karena memang laku di pasaran. Begitu juga dengan tanaman Jati yang memiliki daur tebang 40 tahun, namun petani sudah bisa menjual tanaman jati pada saat umur tanaman 15 tahun atau bahkan karena kebutuhan, mereka menjualnya pada saat umur tanaman baru mencapai 10 tahun. Asumsi lain yang digunakan dalam analisis finansial adalah jarak tanam 3 m X 3 m atau ada 1.000 tanaman per Ha. Walaupun di lapangan hampir seluruh petani melaksanakan budidaya hutan rakyat dengan pola tumpangsari dan tanaman kayu-kayuan yang beragam, analisis finansial yang dilakukan adalah pada pola tanam hutan rakyat secara 75 monokultur. Hal ini disebabkan perbedaan waktu panen yang menyulitkan analisisnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa untuk hutan rakyat sengon dengan daur tebang 6 enam tahun pada tingkat suku bunga 12 dan 20 memenuhi kriteria kelayakan usaha masih menguntungkan untuk dilakukan. Ini dilihat dari nilai NPV yang positif dan BC Rasio lebih dari satu serta tingkat bunga yang berlaku sekarang masih lebih kecil dari nilai IRR. Untuk tanaman Jati daur tebang 15 tahun pada tingkat suku bunga 12 dan 20 parameter nilai NPV dan BC Rasio juga masih menguntungkan karena nilai NPV dan BC Rasio memenuhi syarat. Sedangkan nilai IRR 23,6 artinya dengan tingkat suku bunga yang berlaku sekarang sebesar 20 budidaya hutan rakyat masih menguntungkan. Untuk tanaman Mahoni pada tingkat suku bunga 12 masih layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV bernilai positif dan BC Rasio lebih dari satu. Sedangkan pada tingkat suku bunga 20 tidak layak untuk diusahakan karena nilai NPV negatif dan BC Rasio kurang dari satu. Nilai IRR untuk budidaya mahoni 14,1 artinya dengan tingkat suku bunga 20 yang berlaku pada saat penelitian, maka budidaya mahoni tidak layak untuk dilaksanakan nilai hasil analisis finansial dapat dilihat pada Tabel 16 sedangkan proses perhitungan analisis finansial secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 – 17. Dalam Lampiran 9 -17 dapat dilihat juga bahwa nilai masa pengembalian pay back periode budidaya tanaman kayu rakyat dicapai pada saat akhir daur tebang, ini ditunjukan dengan nilai NPV yang positif di akhir daur. Hasil ini menunjukan secara monokultur kegiatan hutan rakyat akan memberatkan petani petani karena lamanya waktu untuk menghasilkan. Dengan demikian hutan rakyat dengan pola tumpangsari merupakan pilihan yang lebih menguntungkan bagi para petani. 76 Tabel 16 Nilai NPV, BC Rasio dan IRR tiga komoditas hutan rakyat Jenis Komoditas Indikator Kelayakan Jati Sengon Mahoni DF 12 NPV 42.693.364 8.161.024 4.592.226 BC Rasio 5,22 2,03 1.28 DF 20 NPV 7.042.531 7.778.904 - 7.605.875 BC Rasio 1,54 1,45 0,51 IRR 23,6 30,4 14,1 Dari Tabel 16 terlihat bahwa pada tingkat suku bunga 20 dari segi investasi budidaya tanaman Mahoni tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena 1 Analisis belum menghitung pendapatan petani dari tanaman tumpangsari tanaman musimannya dan 2 Daur tanaman belum mencapai daur optimal. Dengan alasan-alasan tersebut budidaya tanaman Mahoni masih tetap memungkinkan untuk dijadikan komoditas pengembangan hutan rakyat. Alasan lainnya adalah jenis tersebut relatif sudah dikuasai teknik-teknik budidayanya oleh masyarakat. Di lapangan juga ditemukan bahwa trubusan tanaman jati dan mahoni dapat dipanen kembali dalam waktu kurang dari 10 tahun. Selain itu tanaman Mahoni merupakan tanaman yang mempunyai fungsi hidrologi yang yang baik. Cara lain untuk mencapai keuntungan secara finansial adalah dengan menambah luasan budidaya hutan rakyat. Departemen Kehutanan telah melakukan penelitian bahwa untuk mencapai skala ekonomi, pengembangan hutan rakyat minimal memiliki luasan 25 Ha dalam hamparan yang tidak berjauhan. Mengingat keterbatasan kepemilikan lahan oleh masyarakat, maka pengembangan hutan rakyat dapat dilakukan dengan berkelompok. 77 Hutan Rakyat dengan Pendapatan Asli Daerah PAD. Dalam rangka otonomi seluas-luasnya yang diberikan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah daerah dituntut untuk berusaha sendiri dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu perlu ada upaya untuk meningkatkan PAD dengan menggali potensi sumberdaya yang ada di wilayahnya, diantaranya adalah usaha hutan rakyat yang merupakan aset masyarakat dan pemerintah daerah yang harus dikelola dengan baik. Berkaitan dengan upaya peningkatan PAD, maka kegiatan hutan rakyat akan memberikan kontribusi secara langsung dan tidak langsung. Kontribusi kegiatan hutan rakyat secara langsung dapat berupa pungutan-pungutan retribusi yang dilakukan pemerintah daerah. Sedangkan kontribusi hutan rakyat terhadap peningkatan PAD tidak langsung berupa hasil usaha daerah atau retribusi yang dipungut oleh daerah terhadap industriusaha dampak dari kegiatan hutan rakyat seperti industri perkayuan, perusahaan daerah air minum dan lain-lain. Kabupaten Sukabumi telah menerapkan tarif retribusi untuk setiap pemohon ijin penebangan kayu yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2001 tentang Ijin Penebangan Pohon Kayu dan Bambu yang dijabarkan dalam Surat Keputusan Bupati Sukabumi Nomor 503Kep.94ADishutbun2001 tentang Prosedur Tetap Pengurusan Ijin Penebangan Pohon Kayu dan Bambu. Besarnya tarif retribusi diatur sebagai berikut : 1 untuk kayu Jati, Sonokeling dan sejenisnya sebesar Rp. 5.000m 3 2 kayu Mahoni, Damar dan sejenisnya Rp. 3.000m 3 , 3 kayu Sengon, Afrika dan sejenisnya Rp. 1.500m 3 , 4 bambu ukuran besar Rp. 100batang dan 5 bambu ukuran kecil Rp 50batang. Sebagai realisasi peraturan tersebut dalam kurun waktu 3 tiga tahun 2004-2006 dari retribusi penebangan kayu rakyat telah diperoleh pendapatan bagi pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 280.757.378 Tabel 17. Jumlah tersebut relatif kecil karena retribusi relatif belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh pelaku usaha hutan rakyat. Penyebabnya adalah masih kurangnya sosialisasi dan penegakan peraturan yang masih lemah. 78 Tabel 17 PAD dari retribusi penebangan kayu rakyat tahun 2004-2006 Tahun Retribusi Penebangan Rp 2004 49.003.576 2005 110.301.956 2006 121.451.846 Jumlah 280.757.378 Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Sukabumi 2007 Kontribusi hutan rakyat terhadap peningkatan PAD Kabupaten Sukabumi memiliki potensi untuk terus ditingkatkan dengan pengelolaan kegiatan hutan rakyat yang semakin baik. Namun demikian pembangunan hutan rakyat harus tetap memperhatikan azas kelestarian produksi dan lingkungan, sehingga tercapai keseimbangan antara fungsi ekonomi dan fungsi ekologi. Kontribusi Hutan Rakyat dalam Penyerapan Tenaga Kerja Sampai saat ini belum ada data mengenai jumlah tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi. Namun diyakini bahwa kegiatan hutan rakyat memberikan manfaat ganda multiplier effect dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Manfaat ganda yang dihasilkan dari kegiatan hutan rakyat adalah timbulnya kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi pengembangan hutan rakyat baik dari sektor hulu maupun hilir. Diawali dari pembangunan hutan rakyat yang membutuhkan tenaga penggarap lahan karena hutan rakyat umumnya dengan pola tumpangsari. Dari tahun 2004 – 2007 dari dana APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten telah dibangun hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi seluas 18.253 Ha Tabel 18. Dengan asumsi kepemilikan lahan 0,5 Ha per kepala keluarga, maka pembangunan hutan rakyat telah melibatkan sekitar 9.100 kepala keluarga dalam proses pembangunannya. 79 Tabel 18 Pembangunan rakyat di Kabupaten Sukabumi dari tahun 2004-2007 Tahun Luas Ha Sumber Dana 2004 3.840 APBD Kabupaten, APBD 2005 3.920 Propinsi dan APBN 2006 2.693 2007 7.800 Jumlah 18.235 Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi 2007 Usaha lain yang berkembang seiring dengan kegiatan hutan rakyat adalah kegiatan pembibitan tanaman kayu-kayuan dan buah-buhan. Saat ini terdapat 38 lokasi kegiatan pembibitan tanaman hutan rakyat yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah ini belum termasuk penangkar-penangkar bibit perorangan yang menjalankan usaha pembibitannya dalam skala kecil dan belum terdata di Dinas Kehutanan. Tentunya hal ini juga dapat menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Dalam tahap pemanenan dan pemasaran, kegiatan hutan rakyat juga mendorong timbulnya lapangan usaha seperti jasa penebangan, jasa pengangkutan, dan pelaku pemasaran tengkulak kayu. Berkembangnya kegiatan hutan rakyat juga mendorong timbulnya berbagai usaha yang berbasis kayu, seperti industri penggergajian, industri pengolahan kayu, kerajinan dan lain- lain. Tabel 19 Jumlah industri penggergajian kayu di Kabupaten Sukabumi Lokasi Kecamatan Jumlah Penggergajian Keterangan Cikakak 2 Produk berupa papan, Jampanng Kulon 11 Bistek, palet Ciemas 6 Kalibunder 3 Surade 20 Cibitung 10 Waluran 9 Ciracap 6 Sagaranten 14 Palabuhanratu 12 Parungkuda 5 Cisolok 13 Jampangkulon 11 Jampangtengah 6 Jumlah 128 Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Sukabumi 2006 80 Saluran Pemasaran Kayu Rakyat Petani hutan rakyat biasanya menjual kayu dalam bentuk pohon berdiri, meskipun ada juga beberapa yang menjual dalam bentuk kayu gelondongan atau kayu olahan. Pedagang pengumpul tengkulak akan mendatangi lokasi hutan rakyat untuk melihat jumlah dan ukuran pohon. Pembelian biasanya dilakukan dengan sistem borongan. Cara ini dipilih oleh banyak petani karena dinilai mudah dan praktis serta tidak perlu mengeluarkan biaya untuk penebangan dan transportasi. Harga pohon berdiri ditentukan oleh ukuran, kualitas, jauh dekatnya dengan jalan raya serta kemudahan dalam pengangkutannya. Berdasarkan biaya transportasi ini, kayu sengon yang relatif harganya lebih murah dibandingkan jati dan mahoni hanya menguntungkan di tanam di lokasi-lokasi yang mudah aksesibilitasnya dekat dengan jalan. Berdasarkan hasil wawancara, jarak terjauh adalah 500 meter dari jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan angkut. Berdasarkan hasil wawancara petani dengan para pelaku pemasaran, ada banyak pola saluran pemasaran kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi, diantaranya adalah : 1. Petani, tengkulak, industri pengolahan kayu lokal, konsumen. 2. Petani, tengkulak I, tengkulak II, industri pengolahan kayu lokal, konsumen lokal dan luar Sukabumi. 3. Petani, tengkulak, industri pengolahan kayu luar Sukabumi, konsumen 4. Petani, tengkulak I, tengkulak II, industri pengolahan kayu luar Sukabumi, konsumen. 5. Petani, tengkulak, industri pengolahan kayu lokal, industri pengolahan kayu luar Sukabumi, konsumen. 6. Petani, tengkulak I, tengkulak II, industri pengolahan kayu lokal, industri pengolahan kayu luar Sukabumi, konsumen. 7. Petani, industri pengolahan kayu, konsumen 8. Petani, konsumen. Pada saluran pemasaran pertama 1, petani menjual kayu dalam keadaan pohon berdiri kepada tengkulak, oleh tengkulak dijadikan kayu gelondongan kemudian dijual kepada industri pengolahan kayu IPK lokal. Dalam IPK lokal 81 ini kayu diolah menjadi bahan bangunan reng, kaso, papan dan balok yang siap dijual kepada konsumen atau dibuat barang jadi seperti kusen, pintu, lemari dan lain-lain yang siap dipasarkan ke konsumen. Saluran pemasaran ke dua 2 sama dengan saluran pertama, hanya pada saluran ke dua terdapat dua tengkulak. Tengkulak I merupakan pedagang pengumpul yang berfungsi mencari kayu rakyat yang lokasinya terpencar-pencar. Setelah terkumpul kemudian di jual kepada tengkulak II. Pada saluran pemasaran tiga dan empat, kayu gelondongan hasil pembelian oleh tengkulak langsung dijual kepada IPK di luar Kabupaten Sukabumi. Sedangkan pada saluran pemasaran ke enam, sebelum ke luar Sukabumi, kayu diolah dulu menjadi kayu olahan setengah jadi, seperti balok dan papan. Pada saluran pemasaran ke tujuh, kadang-kadang industri pengolahan kayu baik yang lokal maupun yang luar Sukabumi terjun langsung membeli kayu dari petani. Saluran pemasaran ke delapan petani langsung menjual kayu dalam bentuk olahan kepada konsumen atau konsumen membeli langsung kayu dalam bentuk berdiri dari petani. Diantara pola pemasaran di atas, yang banyak terjadi di lapangan adalah pola pemasaran lima dan enam dimana sebelum di jual ke luar wilayah Kabupaten Sukabumi kayu diolah dulu di IPK lokal menjadi bahan setengah jadi kayu olahan seperti papan dan balok. Pola pemasaran pertama merupakan pola pemasaran yang paling menguntungkan bagi pengembangan wilayah, karena dalam pola pemasaran ini seluruh nilai tambah added value berada dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dengan catatan seluruh pelaku usaha adalah masyarakat lokal. Sedangkan pola pemasaran ke delapan adalah pola pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani, tapi sayangnya pola ini hanya bisa dilakukan oleh beberapa petani karena keterbatasan modal untuk biaya penebangan dan transportasi Gambar 21. Dari data yang ada daerah tujuan pemasaran kayu rakyat dari wilayah Sukabumi, selain memenuhi kebutuhan lokal juga banyak di kirim ke Jakarta, Cirebon, dan Tanggerang. 82 Gambar 21 Skema saluran pemasaran kayu rakyat KAYU RAKYAT PETANI TENGKULAK II IPK OKAL IPK LUAR SUKABUMI KONSUMEN TENGKULAK I IPK OKAL 83 Pengembangan Hutan Rakyat dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS Salah satu permasalahan hampir seluruh DAS yang berada di Indonesia adalah rusaknya atau beralihfungsinya daerah tadah catchmenta area DAS sehingga mengganggu keseimbanagan fungsi DAS. Untuk mengatasi menurunnya fungsi DAS diperlukan pengelolaan yang baik. Salah satu tindakan pengelolaan DAS dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi DAS adalah penghijuan. Pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu kegiatan penghijauan yang sangat penting dalam usaha perbaikan fungsi DAS. Di Kabupaten Sukabumi terdapat 6 enam wilayah Daerah Aliran Sungai DAS, yaitu DAS Cibareno, DAS Cimandiri, DAS Cikarang, DAS Ciletuh, DAS Cikaso dan DAS Cibuni. DAS Cibareno merupakan batas alam antara Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten. DAS Cibuni merupakan rangkaian sungai yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. DAS yang terbesar dan terpenting di Kabupaten Sukabumi adalah DAS Cimandiri yang mengalir dari utara Sukabumi dan bermuara di Telek Palabuhanratu. Gambar 22. Gambar 22 Pewilayahan Kabupaten Sukabumi berdasarkan DAS 84 Dari hasil olah peta didapatkan bahwa lahan potensial untuk pengembangan hutan rakyat terluas berada pada catcment area DAS Cimandiri seluas 51.515 Ha, kemudian pada catcment area DAS Cikaso seluas 40.475 Ha Tabel 22. Berdasarkan hal ini pemanfaatan lahan untuk pengembangan hutan rakyat sangat mendukung upaya perbaikan DAS terutama DAS Cimandiri yang merupakan DAS prioritas untuk dihijaukan. Tabel 20 Sebaran lahan potensial untuk pengembangan hutan rakyat dalam wilayah DAS DAS Luas Lahan Potensial Ha Cimandiri 51.515 Cikaso 40.475 Cibuni 21.072 Cibareno 7.430 Cikarang 6.969 Ciletuh 2.677 Jumlah 130.138 Sumber : Hasil olahan dari peta Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Arahan berdasarkan Kesesuaian Jenis Jati merupakan jenis tanaman yang menggugurkan daun pada musim kemarau dan memiliki bentuk tajuk yang tidak rindang. Karena sifatnya ini tanaman Jati kurang sesuai untuk lahan-lahan yang rentan terhadap erosi. Jadi untuk tanaman Jati diarahkan untuk lahan-lahan yang bukan prioritas hutan rakyat dengan kriketria, yaitu 1 lahan bukan sekitar tubuh air dan 2 kelerengan lahan kurang dari 25 . Tanaman Mahoni memiliki perakaran yang baik, bentuk tajuk rindang dan selalu hijau sepanjang tahun ever green sehingga sangat sesuai untuk hutan rakyat yang mempunyai fungsi konservasi, yaitu lahan-lahan yang mempunyai 85 kriteria : 1 lahan sekitar tubuh air dan 2 kelerengan lebih dari 25 . Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan dengan sistem monokultur, juga terbukti jenis mahoni tidak menguntungkan secara ekonomi. Daur tanaman mahoni yang panjang juga sangat mendukung aspek kelestarian dan fungsi dari hutan rakyat. Tanaman sengon merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan mempunyai fungsi yang sangat baik dalam perbaikan kualitas lahan. Tanaman ini sangat cocok untuk lahan-lahan prioritas hutan rakyat. Namun berdasarkan data lapangan, karena harganya relatif lebih murah dibandingkan jati dan mahoni, sengon akan menguntungkan dari segi ekonomi kalau ditanam pada lahan-lahan yang mudah aksesnya dekat dengan jalan mobil, berdasarkan data jarak maksimum 500 meter dari pinggir jalan. Hal ini berkaitan dengan biaya transpor ongkos pikul dari areal penebangan ke jalan mobil. Untuk lahan-lahan yang tidak sesuai untuk tiga jenis tersebut diarahkan membudidayakan jenis-jenis lain yang bernilai komersial, cepat tumbuh, mempunyai fungsi ekologis dan sudah biasa dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan data lapangan jenis-jenis lain yang banyak dibudidayakan oleh petani hutan rakyat adalah kayu afrika, manglid, pinus untuk jenis kayu- kayuan dan rambutan, mangga, nangka, durian, petai untuk jenis buah-buahan. Perlu dilakukan kajian lain mengenai manfaat ekonomi dan ekologis jenis-jenis lain tersebut. Berdasarkan alasan-alasan di atas dan dipadukan dengan hasil analisis kesesuian jenis pada lahan potensial untuk pengembangan hutan rakyat, didapatkan peta arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi berdasarkan jenis-jenis unggulan Gambar 23. 86 87 Dari pengolahan peta arahan Gambar 23 didapatkan luas lahan yang diprioritaskan untuk budidaya Jati seluas 17.777 Ha, untuk Sengon seluas 46.091 Ha dan untuk Mahoni seluas 11.734 Ha. Sisa lahan potensial seluas 54.546 Ha diarahkan untuk jenis-jenis kayu rakyat lainnya Tabel 21. Tabel 21 Luas arahan pengembangan hutan rakyat berdasarkan kesesuaian jenis Jenis Tanaman Luas Lahan Ha Jati 17.777 Sengon 46.091 Mahoni 11.734 Lainnya 54.537 Jumlah 130.139 Sumber : Hasil olahan dari peta Arahan Berdasarkan Potensi Pengembangan Prioritas pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi diarahkan pada kecamatan-kecamatan yang memiliki potensi paling tinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil analisis potensi lahan, sektor basis yang ditunjukan dengan nilai LQ 1, potensi tegakan, luas hutan rakyat aktual dan produksi kayu rakyat, kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas pengembangan hutan rakyat adalah : Ciemas, Cisolok, Gegerbitung, Jampangkulon, Jampangtengah, Kalibunder, Sagaranten, Surade. Tegalbuleud dan Warungkiara Tabel 22. Tabel 22 Kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas pengembangan hutan rakyat Kecamatan Potensi Lahan Ha Nilai LQ Ciemas 3.195 2,0 Cisolok 4.756 4,9 Gegerbitung 3.230 1,4 Jampangkulon 5.951 1,9 Jampangtengah 5.951 1,4 Kalibunder 5.330 1,5 Sagaranten 5.099 1,2 Surade 6.063 2,8 Tegalbuleud 7.223 1,0 Warungkiara 5.575 1,7 Sumber : hasil olahan data 88 Arahan Sistem Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi Hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi memiliki arti penting, yaitu : 1 bagi masyarakat, hutan rakyat dapat menjadi aset atau sebagai saving untuk memenuhi kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang, 2 karena dibudidayakan secara tumpangsari dan tanaman beragam, hutan rakyat memiliki biodiversity yang tinggi dan ekosistem yang stabil serta tahan terhadap serangan hama, 3 Keberadaan hutan rakyat mampu mnegurangi laju erosi dan mampu melindungi aneka pertanian di sekitarnya, 4 hutan rakyat sebagai sumber kayu bagi masyarakat, 5 permintaan kayu rakyat yang terus meningkat telah membuka peluang bisnis kayu dari hutan rakyat. Dalam pengembangan hutan rakyat perlu dipertimbangkan bahwa usaha dibidang kehutanan memiliki sifat khas dan unik yang perlu dipertimbangkan. Sifat yang khas dan unik itu, diantaranya 1 memiliki resiko tinggi karena amat sangat tergantung pada kondisi alam; 2 memerlukan waktu yang relatif lama untuk mulai dapat diproduksi; 3 rawan terhadap serangan hama dan penyakit serta ancaman kebakaran hutan; 4 membutuhkan modal yang cukup; dan 5 mempunyai efek ganda; dan 6 memiliki tingkat akuntabilitas publik yang tinggi karena hutan sebagai paru-paru dunia telah menjadi sorotan utama bagi masyarakat nasional dan internasional Puslit Sosek Kehutanan dan Perkebunan, 2000. Untuk meminimalkan resiko karena faktor alam, pengembangan hutan rakyat harus mengimplementasikan kaidah teknik-teknik pengelolaan hutan yang benar dan profesional dari mulai pembibitan sampai pemeliharaan tanaman. Data lapangan menunjukan sebagian besar petani belum menerapkan kaidah pengelolaan hutan rakyat secara benar. Diperlukan pembinaan dan bimbingan teknis yang terus menerus agar keberhasilan pembangunan hutan rakyat dapat tercapai. Pembinaan dan bimbingan teknis budidaya hutan rakyat menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Sementara itu permasalahan rawan terhadap hama dan penyakit tanaman serta membutuhkan waktu yang lama untuk mulai menghasilkan sebenarnya telah bisa diatasi oleh para petani hutan rakyat dengan menerapkan sistem agroforestry tumpangsari dalam membudidayakan tanaman kayu rakyat. 89 Sistem agroforestry adalah sistem yang paling sesuai diterapkan untuk pengembangan hutan rakyat. Menurut De Foresta et.el 2000 manfaat agroforestry dapat dilihat dari sudut padang 1 pertanian, 2 petani, dan 3 kehutanan.

1. Sudut Pandang Pertanian