penggunaan waktu oleh Orangutan adalah pada pagi hari digunakan untuk makan, siang hari untuk menjelajah dengan diselingi waktu istirahat siang.
Orangutan akan mulai istirahat malam antara pukul 15.00-18.00 dengan aktivitas malam hari yang sangat sedikit. Persentase aktivitas harian Orangutan
menurut Rijksen 1978 adalah 47 untuk makan, 40 untuk istirahat, 12 untuk menjelajah dan sisa waktunya untuk aktivitas sosial. Penggunaan ruang
bagi aktivitas Orangutan yaitu pada lapisan antara 15-25 m diatas permukaan tanah hampir 70 dari waktu aktivitas hariannya, Orangutan menggunakan 20
waktu aktivitas hariannya pada lapisan lebih dari 25 m dan pada lapisan dibawah 15 m Orangutan hanya menggunakan kurang dari 10 waktu aktivitas hariannya.
Menurut Ginting 2006 Orangutan biasanya selalu membuat sarang tidur di tepi sungai pada ketinggian 20-40 m diatas tanah.
Populasi Orangutan Sumatera sebagian besar sebarannya terbatas pada hutan hujan dataran rendah, sebagian besar Orangutan Sumatera berada di daerah
yang memiliki ketinggian di bawah 500 m dpl dan jarang menjelajah ke tempat yang lebih tinggi dari 1.500 m dpl Rijksen dan Meijaard, 1999.
B. Pohon Sarang Orangutan Sumatera Pongo abelii
Orangutan membuat sarang di atas pohon sebagai tempat tidur. Fungsi lain sarang Orangutan adalah untuk digunakan sebagai tempat tidur pada siang hari,
namun dalam beberapa kasus lain dijumpai sarang yang digunakan sebagai tempat bermain dan perkawinan Van Schaik, 2006. Keberadaan Orangutan Sumatera di
CA. Dolok Sibual-buali dapat diketahui dengan banyak ditemukannya sarang Orangutan di lokasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa metode inventarisasi telah diujicobakan untuk mengetahui parameter demografi populasi Orangutan liar, baik yang dilakukan secara
langsung maupun berdasarkan sarang Ancrenaz et al., 2005. Inventarisasi Orangutan secara langsung merupakan pekerjaan yang sangat sulit
Mathewson et al., 2008. Hal ini berhubungan dengan kecepatan berpindah orangutan pada saat berada di pohon. Orangutan secara alami akan menghindari
manusia yang mendekat. Gerakan orangutan akan sangat sulit untuk diamati oleh pengamat karena lebatnya tajuk pohon dan keterbatasan gerak pengamat pada
kondisi lokasi tertentu. Sarang adalah bukti keberadaan orangutan yang paling mudah diamati Meijaard et al. 2001.
Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat
istirahat atau tidur Alikodra, 1990. Perilaku membangun sarang pada Orangutan diindikasikan sebagai suatu perilaku yang menunjukan kecerdasan kera besar
Grzimerk, 1972. Orangutan membangun sarang harian untuk tempat tidur malam dan untuk waktu tidur tambahan di siang hari. Jumlah sarang dapat
dijadikan dasar perhitungan untuk mengetahui jumlah Orangutan di habitatnya. Sekurang-kurangnya Orangutan membangun 1 sarang dalam satu hari.
Pujiyani 2009 menyatakan bahwa sarang Orangutan berbentuk lingkaran yang terbuat dari rangkaian daun dan ranting yang dipatahkan atau hanya
dibengkokkan sedemikian rupa, rangkaian daun dan ranting tersebut dijalin sangat kuat sehingga aman dan nyaman digunakan. Menurut MacKinnon 1974,
kegiatan pembutan sarang Orangutan terdiri dari beberapa tahap yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Rimming melingkarkan yaitu melekukkan dahan secara horizontal sampai
membentuk lingkaran sarang kemudian ditahan dengan melekukkan dahan lainnya sehingga membentuk kuncian jalinan dahan.
2. Hanging menggantung yaitu melekukkan dahan ke dalam lingkaran sarang
sehingga membentuk kantung sarang. 3.
Pillaring menopang yaitu melekukkan dahan ke bawah sarang sebagai penopang sarang.
4. Loose melepaskan yaitu memutus beberapa dahan dari pohon dan diletakkan
ke dalam sarang sebagai alas atau di bagian atas sebagai atap. Pada penelitian sebelumnya tentang penentuan pohon sarang Orangutan
Sumatera Pongo abelii ada beberapa hal yang perlu diamati, yaitu: 1.
Jenis Pohon Sarang Jenis pohon sarang berdasarkan penelitian Pujiyani 2009 adalah pohon
jenis Hoting termasuk dalam famili Fagaceae yang diduga merupakan jenis pohon berkayu keras. Jenis pohon Hoting lebih banyak dipilih sebagi tempat
membangun sarang karena secara morfologi Orangutan merupakan primata besar yaitu dengan berat tubuh rata-rata Orangutan jantan dewasa 86,3 kg sedangkan
betina dewasa 38,5 kg dan hidup secara arboreal maka dibutuhkan jenis kayu yang kuat, sehingga mampu menahan beban tubuh Orangutan dan secara naluriah
Orangutan di Hutan Batang Toru memilih jenis Hoting sebagai pohon tempat bersarang. Selain itu, pohon Hoting memiliki percabangan horizontal yang relatif
rapat dengan daun tidak berbulu dan tidak bergetah yang tersebar merata pada seluruh cabang pohon. Ukuran daun Hoting tidak terlalu besar, yaitu memiliki
ppanjang daun antara 10-20 cm. Sifat percabangan dan komposisi daun Hoting
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan memudahkan Orangutan dalam membangun sarang yang kuat dan nyaman.
Menurut Rijksen 1978, Orangutan tidak menggunakan pohon yang sedang berbuah untuk tempat bersarang sebagai strategi untuk menghindari
perjumpaan dengan satwa lain yang juga memanfaatkan pohon pakan yang sama, sehingga beresiko timbul persaingan untuk mendapatkan pakan.
Berdasarkan penelitian Kuswanda dan Siregar 2010 ada beberapa jenis vegetasi pakan dan bukan pakan yang ditemukan di wilayah Bulu Mario dan Batu
Satail yang dapat menjadi koridor Orangutan di Kawasan CA. Dolok Sibual-buali dengan Kawasan Hutan Lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Vegetasi yang Terdapat di Wilayah Bulu Mario dan Batu Satail
No Nama Lokal
Keterangan No Nama
Lokal Keterangan
1 Akkarodon Pakan
47 Mayang Bukan
Pakan 2
Ambogol Bukan Pakan
48 Mayang Batu
Pakan 3 Andarasi
Pakan 49 Mayang
Bulan Pakan
4 Andayuk
Bukan Pakan 50
Mayang Durian Pakan
5 Api-api
Bukan Pakan 51
Medang Landit Bukan Pakan
6 Aren Pakan
52 Meranti Bukan
Pakan 7
Atumbus Bukan Pakan
53 Meranti Bodat
Bukan Pakan 8
Baja Bukan Pakan
54 Modang
Bukan Pakan 9
Balik Angin Bukan Pakan
55 Modang Hunik
Pakan 10
Bayur Pakan
56 Modang Landit
Bukan Pakan 11
Bintangur Bukan Pakan
57 Modang Ngeri
Bukan Pakan 12
Darodong Bukan Pakan
58 Modang Pokat
Bukan Pakan 13
Dori Bukan Pakan
59 Modang Ri
Bukan Pakan 14
Durian Hutan Bukan Pakan
60 Modang Sipalis
Pakan 15
Gacip Gayo Bukan Pakan
61 Modang Soda
Bukan Pakan 16 Golam
Bukan Pakan
62 Petai Pakan
17 Goring-goring
Bukan Pakan 63
Rambutan Hutan Pakan
18 Handis
Pakan 64
Randuk Kambing Bukan Pakan
19 Hapas-hapas
Bukan Pakan 65
Raru Bukan Pakan
20 Hase Pakan
66 Rau Bukan
Pakan 21
Hatopul Bukan Pakan
67 Riman
Bukan Pakan 22
Hau Aek Bukan Pakan
68 Sapot
Bukan Pakan 23
Hau Dolok Bukan Pakan
69 Siak-siak
Bukan Pakan 24
Hau Dolok Jambu Pakan
70 Simar Bawang
Bukan Pakan 25
Hau Dolok Salam Pakan
71 Simar Eme-eme
Bukan Pakan 26
Hau Hotang Bukan Pakan
72 Simarsiala
Pakan 27
Hau Umbang Bukan Pakan
73 Simartolu
Bukan Pakan 28 Hing
Pakan 74 Sitarak
Bukan Pakan
29 Hole
Bukan Pakan 75
Songgak Bukan Pakan
30 Horsik Pakan
76 Suren Bukan
Pakan 31
Hoteng Bukan Pakan
77 Talun
Bukan Pakan 32
Hoteng Andihit Bukan Pakan
78 Tambiski
Pakan 33
Hoteng Barangan Pakan
79 Teurep
Bukan Pakan 34
Hoteng Batu Bukan Pakan
80 Tintin Urat
Bukan Pakan 35
Hoteng Bunga Bukan Pakan
81 Tipa-tipa
Bukan Pakan 36
Hoteng Maranak Bukan Pakan
82 Tulasan
Bukan Pakan 37
Hoteng Turi Bukan Pakan
Sumber : Kuswanda dan Siregar 2010 38
Jeruk Hutan Bukan Pakan
39 Jungjung buit
Pakan 40 Kapur
Bukan Pakan
41 Karet Pakan
42 Kemenyan Bukan
Pakan 43
Kulit Anjing Bukan Pakan
44 Lacat Bodat
Pakan 45 Landorung
Bukan Pakan
46 Losa Bukan
Pakan
Universitas Sumatera Utara
2. Tinggi Pohon Sarang
Menurut Pujiyani 2009 dalam penelitian Orangutan di Hutan Batang Toru, tinggi pohon sarang dibagi 5 kelas, yaitu pohon dengan tinggi 11 m, 11-15
m, 16-20 m, 21-25 m dan 25 m. Pohon yang tingginya lebih dari 25 meter, kurang disukai Orangutan untuk membuat sarang karena kondisinya yang tidak
terlindungi dari terpaan angin. Apabila sarang berada pada ketinggian tersebut maka diperkirakan akan menyulitkan Orangutan untuk mengawasi kondisi di
sekitarnya, karena dari pohon yang lebih tinggi akan sulit melihat kondisi di bawah yang tertutup tajuk pepohonan yang lebih rendah.
3. Tinggi Sarang
Menurut Rijksen 1978, Orangutan pada umumnya membangun sarang pada ketinggian 13-15 meter, namun hal ini bergantung pada struktur hutan
tempat Orangutan tersebut berada, pemilihan tinggi tempat Orangutan membuat sarang juga sangat dipengaruhi oleh kondisi hutan seperti adanya serangan
predator. Semakin tinggi sarang yang dibuat Orangutan, semakin sulit bagi predator untuk menjangkaunya.
4. Diameter Pohon Sarang
Muin 2007 menyatakan bahwa diameter pohon mempunyai pengaruh yang kecil bagi Orangutan Kalimantan dalam pemilihan pohon sarang, peran
faktor diameter lebih bersifat dukungan kepada faktor jumlah jenis pakan dalam mempengaruhi keberadaan sarang pada pohon tertentu.
5. Tipe Tajuk
Menurut penelitian Pujiyani 2009 di kawasan hutan Batang Toru dan penelitian Rifai 2013 di kawasan hutan Bukit Lawang yang menjelaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
Orangutan lebih banyak menggunakan pohon dengan bentuk tajuk bola, karena pohon dengan tajuk bola memiliki percabangan horizontal yang relatif rapat
sehingga memudahkan Orangutan dalam membuat sarang. 6.
Kerapatan Cabang Pujiyani 2009 menyatakan bahwa pohon dengan cabang rapat akan
memudahkan Orangutan dalam membuat sarangnya. Percabangan semua jenis pohon akan terlihat serupa, namun jika diperhatikan dengan baik maka pada setiap
jenis memiliki keunikan dan ciri percabangan yang berbeda. 7.
Posisi Sarang Penelitian Pujiyani 2009 di hutan Batang Toru bahwa Pada posisi 1,
sarang Orangutan akan lebih mudah terkena hujan dan terpaan angin, selain itu kayu pada puncak tajuk posisi 1 merupakan kayu muda yang belum terlalu kuat,
sehingga sangat beresiko bagi Orangutan untuk jatuh akibat kayu pohon sarang yang patah. Namun kelebihan sarang pada posisi 1 bagi Orangutan adalah
pandangan dari posisi tersebut lebih leluasa dan memudahkan Orangutan untuk memperhatikan daerah sekelilingnya.
Keawetan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran Orangutan, suasana hati saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon,
cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang Orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang Orangutan akan tetap terlihat sebelum
pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja Rijksen, 1978. Sarang terdistribusi secara acak dan letaknya tergantung pada beberapa
pertimbangan seperti jaraknya dengan sungai, dengan pohon buahfeeding tree,
Universitas Sumatera Utara
keterlindungan dari matahari siang hari, angin malam hari, dan keterjangkauan pandangannya terhadap areal hutan MacKinnon, 1974 dan Rijksen, 1978.
C. Sistem Informasi Geografis SIG