sunda. Ini merupakan sebuah contoh dari adanya proses alih kode bahasa diantara mereka.
2.2.3 Kode Bahasa Berupa Campur Kode Code Mixing
Chaer 2004:115 juga mengutip sebuah ungkapan yang diutarakan Thaelander bahwa dalam suatu peristiwa bahwa suatu peristiwa tutur terdapat
klausa-klausa atau frase-frase yang terdiri dari frase dan klausa campuran sehingga masing-masing klausa dan frase tersebut tidak lagi mendukung fungsi
sendiri-sendiri, maka menurutnya inilah yang disebut dengan campur kode. Nababan 1984:32 berpendapat bahwa seseorang dikatakan melakukan campur
kode bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam satu tindak bahasa tanpa ada ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut
percampuran bahasa tersebut. Maksudnya adalah bahwa campur kode serupa dengan interfensi dari bahasa satu menuju bahasa yang lain dimana pada sebuah
campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Unsur tersebut dapat berupa kata-kata tetapi juga dapat
berupa frase atau kelompok kata. Kata yang dipakai dalam campur kode tersebut akan menjadi kata-kata
pinjaman. Namun ternyata tidak semua ungkapan yang yang diucapkan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan kata frase pinjaman dapat disebut dengan
penggunaan campur kode. Sebagai contoh ketika seorang penutur A ia berbahasa Indonesia tapi banyak menggunakan kata asing dalam tuturanya secara tanpa
sadar telah menggunakan bahasa asing tersebut, maka itu bukan merupakan sebuah campur kode atau pun alih kode. Hal ini disebabkan penutur jelas tidak
menyadari kata-kata yang dipakai adalah kata-kata pinjaman, bahkan dia merasa
39
Agus Kusnandar, 2015 Analisis percakapan dan variasi kode bahasa pedagang
dan pembeli di Pasar Tradisional Kec.Majalaya Kabupaten Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
bahwa bahasa tersebut sudah lama dipergunakan dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Selain sikap kemultibahasaan yang dimiliki oleh masyarakat tutur, terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi proses terciptanya pemilihan kode
bahasa pada sebuah peristiwa tutur. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah penutur, lawan tutur, kehadiran penutur ketiga, perubahan situasi, topik
pembicaraan dan latar belakang keterbatasan bahasa serta hubunganya dengan keinginan seseorang untuk menjelaskan dan menafsirkan.
Pada faktor yang pertama yaitu penutur, misalkan seorang penutur kadang dengan sengaja melakukan alih kode terhadap mitra tutur ketika penutur
mempunyai tujuan tersendiri yang hendak diinginkanya. Dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Faktor selanjutnya adalah lawan tutur. Mitra tutur atau
lawan tutur dapat juga menyebabkan peristiwa alih kode atau campur kode. Sebagai contoh misalkan seorang penutur ingin mengimbangi kemampuan bahasa
lawan tuturnya. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena mungkin bahasa tersebut bukan bahasanya.
Sebagai contohnya adalah sebut saja A bekerja sebagai pramusaji di restoran maka dia harus pandai berlatih bahasa asing sebagai sebuah antisipasi terhadap bahasa
yang hendak akan munucul. Maka dengan seperti itu ternyata lawan tutur juga sangat berpengaruh terhadap kemunculan alih kode.
2.3 Faktor Sosial Budaya dalam Bahasa