Faktor Sosial Budaya dalam Bahasa

bahwa bahasa tersebut sudah lama dipergunakan dalam menggunakan bahasa Indonesia. Selain sikap kemultibahasaan yang dimiliki oleh masyarakat tutur, terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi proses terciptanya pemilihan kode bahasa pada sebuah peristiwa tutur. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah penutur, lawan tutur, kehadiran penutur ketiga, perubahan situasi, topik pembicaraan dan latar belakang keterbatasan bahasa serta hubunganya dengan keinginan seseorang untuk menjelaskan dan menafsirkan. Pada faktor yang pertama yaitu penutur, misalkan seorang penutur kadang dengan sengaja melakukan alih kode terhadap mitra tutur ketika penutur mempunyai tujuan tersendiri yang hendak diinginkanya. Dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Faktor selanjutnya adalah lawan tutur. Mitra tutur atau lawan tutur dapat juga menyebabkan peristiwa alih kode atau campur kode. Sebagai contoh misalkan seorang penutur ingin mengimbangi kemampuan bahasa lawan tuturnya. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena mungkin bahasa tersebut bukan bahasanya. Sebagai contohnya adalah sebut saja A bekerja sebagai pramusaji di restoran maka dia harus pandai berlatih bahasa asing sebagai sebuah antisipasi terhadap bahasa yang hendak akan munucul. Maka dengan seperti itu ternyata lawan tutur juga sangat berpengaruh terhadap kemunculan alih kode.

2.3 Faktor Sosial Budaya dalam Bahasa

Seperti yang telah diutarakan dalam bab pertama bahwa menurut Hymes 1972, 1980: 9-18, ciri-ciri dimensi sosial budaya yang bersifat etik dapat digolongkan dalam delapan komponen yang bersifat emik. Kedelapan komponen itu disebut sebagai komponen tutur speech component. Menurut Hymes 1972, 40 Agus Kusnandar, 2015 Analisis percakapan dan variasi kode bahasa pedagang dan pembeli di Pasar Tradisional Kec.Majalaya Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1980: 9-18, ciri-ciri dimensi sosial budaya yang bersifat etik dapat digolongkan dalam delapan komponen yang bersifat emik. Kedelapan komponen itu disebut sebagai komponen tutur speech component. Disebut demikian karena memang perwujudan makna sebuah tuturan atau ujaran ditentukan oleh komponen tutur. Kemudian itu diakronimkan dengan SPEAKING: Setting latar, Partisipant peserta tutur, Ends tujuan tutur, Act sequence topik , uturan tutur, Key nada tutur, Norms norma tutur dan Genre jenis tutur. Dalam tatanan latar setting kita secara jelas memahami bahwa ada kemungkinan semua peristiwa tutur dapat terjadi hampir di manapun. Namun untuk beberapa situasi tertentu hal ini akan bersifat krusial. Sebagai contoh, dalam Islam, ketika seorang laki-laki mengucapkan kata cerai pada istrinya, maka suami istri tersebut sudah terputus ikatan suami istri nya sehingga untuk melakukan hubungan suami istri mereka harus menikah lagi. Contoh lainya adalah kelas. Situasi kelas yang ada di luar tempat kelas seperti di lapangan akan menghasilkan bahasa yang berbeda pula bila dibandingkan. Dalam kelas terkadang seorang guru berbicara tidak lebih keras dan cenderung lebih formal berbeda dengan keadaan di luar kelas yang akan bersifat lebih keras suaranya dan lebih luwes. Peserta tutur dalam setiap pernikahan pada hakikatnya terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang hendak mengucapkan sebuah ucapan yang berupa ikrar untuk dapat sehidup semati. Namun memang di beberapa negara memang disahkan adanya pernikahan sejenis. Maka dengan keadaan seperti itu pemeran tuturan sangat menentukan kebenaran sebuah tuturan. Dalam hal pernikahan, sebuah kata atau ungkapan bisa menjadi sakral terutama bila ungkapan tersebut menjadi sebuah kata mutlak yang diucapkan penghulu pernikahan. Di Indonesia sendiri, pernikahan maka dengan selayaknya menyatukan seorang laki-laki dengan perempuan yang lajang menjadi satu 41 Agus Kusnandar, 2015 Analisis percakapan dan variasi kode bahasa pedagang dan pembeli di Pasar Tradisional Kec.Majalaya Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu keluarga. Namun di beberapa negara mungkin juga ada pernikahan yang dilaksanakan oleh dua orang yang berjenis kelamin sama atau bahkan dengan sebuah benda. Faktor selanjutnya yang turut mempengaruhi menuruti ungkapan Hymes adalah tujuan atau maksud ends. Terkadang seseorang bertutur untuk menunjukan sesuatu yang hendak ia ingin utarakan kepada seseorang. Seorang pedagang biasa menggunakan tuturan khusus agar dapat menarik minat para pembeli. Ini tidak terbatas pada segi bahasa apa yang dipergunakan. Hal ini juga mencakup intonasi, diksi atau bahkan gerak dan mimik apa yang tepat dipergunakan pada setiap pembeli yang pada dasarnya memiliki perbedaan karakter. Komponen yang selanjutnya adalah topik dalam tuturan. Seperti yang telah kita pahami tentang tema dalam sebuah tuturan, biasanya ini merupakan bagian yang sangat dapat kita rasakan dekat dengan tempat dimana terjadinya peristiwa tutur itu terjadi. Sebagai contoh, percakapan antara seorang guru terhadap muridnya akan berbeda topik pembicaraanya dengan ketika seorang dokter bertanya jawab dengan pasienya. Kemungkinan topik yang akan diperbincangkan pada seorang guru dengan muridnya adalah tentang bagaimana proses pembelajaran di sekolah, pekerjaan rumah dan pekerjaan lainya yang berkaitan. Sementara ketika seorang dokter berbincang kepada pasienya. Mereka tentu akan lebih banyak bercakap tentang kesehatan, menggunakan diksi yang berkaitan dengan alat tubuh seperti percernaan, obat, makan, minum dan sebagainya. Untuk selanjutnya setelah topik serta tempat terjadinya peristiwa tutur itu berpengaruh kepada makna dalam suatu peristiwa tutur, maka akan muncul 42 Agus Kusnandar, 2015 Analisis percakapan dan variasi kode bahasa pedagang dan pembeli di Pasar Tradisional Kec.Majalaya Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu berbagai macam variasi kekuatan suara yang akan terdengar berbeda-beda. Ada kemungkinan juga ternyata faktor lain seperti keturunan dan lain-lain berpengaruh terhadap produksi suara yang ada. Sebagai contoh, biasanya anak dari seorang ibu jika terus menerus berinteraksi dengan berlanjut atau terpengaruh situasi psikologis dalam keluarga akan menghasilkan ragam, register suara yang hampir sama. Ibu yang mengajari anaknya dengan suara yang cukup lantang akan menimbulkan rasa keinginan pada anaknya untuk berbicara lantang juga. Begitu pula pada proses pilihan bahasa. Ketika kita dengan tekun mengajak anak untuk menggunakan sebuah bahasa, maka bahasa tersebut akan menjadi sebuah bahasa ibu bagi dirinya. Adapun norma dalam sebuah peristiwa tutur akan berpengaruh ketika sebuah aturan akan mengatur tuturan yang terjadi. Seperti dalam sebuah khutbah, biasanya orang yang akan berbicara setidaknya akan mengheningkan suaranya atau bahkan tidak berbicara sama sekali karena adanya aturan berupa norma dalam sebuah khutbah.

2.4 Analisis Percakapan