Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

KARAKTERISTIK BIOPELET CAMPURAN CANGKANG
DAN PELEPAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

ERMY PUSPITASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biopelet
Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Ermy Puspitasari
NIM E24100016

ABSTRAK
ERMY PUSPITASARI. Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN
dan GUSTAN PARI.
Biopelet adalah salah satu energi alternatif terbarukan yang memiliki
keseragaman ukuran, bentuk, densitas, dan kandungan energi. Tujuan penelitian
ini adalah menguji karakteristik biopelet campuran cangkang dan pelepah kelapa
sawit, serta menentukan komposisi bahan baku yang dapat menghasilkan biopelet
dengan kualitas terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah campuran cangkang
dan pelepah sawit dengan persentase campuran 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%,
25%:75%, dan 0%:100%. Pembuatan biopelet menggunakan serbuk 80 mesh
dengan tekanan 526.4 kg/cm2 pada suhu 200oC selama 15 menit. Jenis pengujian
yang dilakukan terhadap biopelet meliputi kerapatan, keteguhan tekan, kadar air,

zat terbang, kadar abu, karbon terikat, dan nilai kalor. Hasil pengujian
menunjukkan kerapatan 1.02-1.28 g/cm3, keteguhan tekan 23.73-216.31 kgf/cm2,
kadar air 2.87-4.65%, zat terbang 67.24-72.99%, kadar abu 4.48-7.73%, karbon
terikat 17.49-22.16%, dan nilai kalor 3977-4666 kal/g. Biopelet yang mempunyai
kualitas terbaik terdapat pada campuran cangkang dan pelepah sawit sebesar
75%:25%.
Kata kunci: biopelet, cangkang sawit, pelepah sawit, nilai kalor

ABSTRACT
ERMY PUSPITASARI. Characteristics of Biopelet from Mixed of Shells and
Frond of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by DEDE HERMAWAN
and GUSTAN PARI.
Biopelet is one of the renewable energy alternatives that have uniformity of
size, shape, density, and energy content. The purpose of this study was to examine
the characteristics of biopelet consisting of a mixture of shells and fronds, and to
determine the composition of the raw materials that can produce a biopelet with
the best quality. The raw materials used were a mixture of shells and fronds with
the proportion of 100%: 0%, 75%: 25%, 50%: 50%, 25%: 75%, and 0%: 100%.
The manufacture of biopelet used a 80 mesh of dust with the pressure of 526.4
kg/cm2 at a temperature of 200oC for 15 minutes. Types of tests performed on

biopelet include density, crushing strength, moisture content, volatile matter, ash
content, carbon bonded, and calorific value. The results of the tests showed
densities of biopelet 1.02-1.28 g/cm3, crushing strength 23.73-216.31 kgf/cm2,
moisture content 2.87-4.65%, volatile matter 67.24-72.99%, ash content 4.487.73%, carbon bonded 17.49-22.16%, and calorific value 3977-4666 kal/g. The
best quality of biopelet was in the percentage of shells and fronds was 75%: 25%.
Keywords: biopelet, palm shell, fronds, calorific value

KARAKTERISTIK BIOPELET CAMPURAN CANGKANG
DAN PELEPAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

ERMY PUSPITASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen hasil hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Nama
: Ermy Puspitasari
NIM
: E24100016

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc
Pembimbing I

Prof (R). Dr. Gustan Pari, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2014 ini ialah
biopelet, dengan judul Karakteristik Biopelet Campuran Cangkang dan Pelepah
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc
dan Bapak Prof (R). Dr. Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mahfudin dari Laboratorium
Kimia dan Energi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PPPHH)
yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, dan adik tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman satu
penelitian, sahabat, dan THH 47 atas bantuan, semangat, dan doanya dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Ermy Puspitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kelapa Sawit


2

Cangkang Kelapa Sawit

2

Pelepah Kelapa Sawit

2

Biomassa

2

Biopelet

3

METODE


3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Bahan

3

Alat

4

Tahapan Penelitian

4

Analisis Sifat Fisis


4

Analisis Sifat Mekanis

5

Analisis Proksimat

5

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kerapatan


7

Keteguhan Tekan

8

Kadar Air

9

Zat Terbang

10

Kadar Abu

11

Karbon Terikat

12

Nilai Kalor

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Standar kualitas biopelet
Komposisi bahan baku biopelet
Standar kerapatan biopelet
Standar kadar air biopelet
Standar kadar abu biopelet
Standar nilai kalor biopelet

3
4
7
9
11
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Nilai kerapatan biopelet
Nilai keteguhan tekan biopelet
Nilai kadar air biopelet
Nilai zat terbang biopelet
Nilai kadar abu biopelet
Nilai karbon terikat biopelet
Nilai kalor biopelet

7
8
9
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis sidik ragam biopelet (taraf 5%)
2. Hasil uji lanjut Duncan

16
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan energi di Indonesia yang berasal dari minyak bumi, batu bara,
dan gas bumi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk
dan perkembangan industri. Hal ini akan berdampak besar terhadap terbatasnya
persediaan energi. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari
674 juta SBM (setara barel minyak) tahun 2002 menjadi 1 680 juta SBM pada
tahun 2020, meningkat sekitar 2.5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan
rerata tahunan sebesar 5.2% (KNRT 2006). Bahan bakar tersebut termasuk energi
yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable), sehingga dibutuhkan alternatif
bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini. Bahan bakar alternatif
dapat dikembangkan dengan memanfaatkan limbah biomassa. Menurut Kong
(2010), biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai
tanaman. Bergman dan Zerbe (2004) menyatakan bahwa bahan yang tergolong
dalam biomassa adalah sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian,
kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah
industri serta limbah pemukiman.
Kelapa sawit merupakan salah satu biomassa limbah perkebunan yang
ketersediaannya melimpah di Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun
2013 mencapai 10.010 juta ha (Direktorat Jendral Perkebunan 2013). Menurut
Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah cangkang dan pelepah sawit
yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 7 315 dan 89 080 ton/tahun.
Limbah cangkang dan pelepah kelapa sawit belum dimanfaatkan menjadi produk
yang ekonomis. Salah satu solusi penyelesaian dari limbah tersebut dengan
memanfaatkannya sebagai produk biopelet.
Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki
keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energi
(Abelloncleanenergy 2009). Pada penelitian ini, pembuatan biopelet
menggunakan campuran cangkang dan pelepah sawit dengan komposisi yang
berbeda. Penambahan campuran pelepah diharapkan dapat menurunkan biaya
produksi biopelet karena harga pelepah lebih murah dibandingkan cangkang dan
biopelet yang dihasilkan mempunyai kerapatan dan keteguhan tekan yang tinggi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji karakteristik biopelet campuran cangkang
dan pelepah kelapa sawit serta menentukan komposisi bahan baku yang dapat
menghasilkan biopelet dengan kualitas terbaik.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk biopelet berbasis
biomassa limbah padat kelapa sawit, yaitu cangkang dan pelepah. Selain itu,
produk biopelet ini dapat dijadikan sumber energi alternatif.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak nabati yang tumbuh subur di daerah iklim tropis khususnya
pada ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut dengan kelembapan tinggi
(Setyamidjaja 2006). Tanaman kelapa sawit dibedakan atas dua bagian, yaitu
vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar,
batang, dan daun, sedangkan bagian generatif tanaman kelapa sawit meliputi
bunga dan buah (Rizza 1994). Kelapa sawit mengandung sekitar 67% daging buah
kelapa sawit brondolan, 23% tandan, dan 10% air. Di dalam daging buah
diperoleh kadar minyak mentah (crude oil) sebesar 43%, biji 11%, dan ampas
13%, dalam biji mengandung inti sekitar 5%, cangkang 5%, dan air 1% (Naibaho
1996). Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2013 mencapai 10.010 juta ha
(Direktorat Jendral Perkebunan 2013).

Cangkang Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri dari tiga bagian, yakni
lapisan luar (Epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (Mesocarpium) disebut
daging buah, lapisan dalam (Endocarpium) disebut inti. Diantara inti dan daging
buah terdapat lapisan tempurung (cangkang) (Rizza 1994). Cangkang kelapa sawit
mengandung lignin (29.4%), hemiselulosa (27.7%), selulosa (26.6%), air (8.0%),
komponen ekstraktif (4.2%), dan abu (0.6%) (Prananta 2007). Menurut data
Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah cangkang sawit yang
dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 7 315 ton/tahun.

Pelepah Kelapa Sawit
Pelepah sawit merupakan jenis limbah padat yang dihasilkan sepanjang
tahun oleh perkebunan kelapa sawit. Pelepah sawit mengandung lignin (24.532.8%), hemiselulosa (20.5-21.83%), selulosa (54.35-62.6%), zat ekstraktif (2.3513.84%), silika (1.6-3.5%), dan abu (2.3-2.6%). Secara makro pada penampang
lintang pelepah daun sawit terdiri atas dua bagian meliputi jaringan korteks dan
jaringan sentral, sedangkan secara mikro pelepah daun sawit terdiri atas tiga
jaringan utama, yaitu kulit, parenkim dasar, dan berkas pembuluh (Yazid dan
Banun 2012). Berdasarkan Direktorat Jendral Perkebunan (2011), potensi limbah
pelepah sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit adalah 89 080 ton/tahun.

Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai
tanaman (Kong 2010). Bahan yang tergolong dalam biomassa adalah sisa hasil
hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah

3
hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman.
Konversi biomassa menjadi bentuk yang lebih baik dapat meningkatkan
kualitasnya sebagai bahan bakar. Konversi yang dilakukan dapat memudahkan
dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, peningkatan daya bakar,
peningkatan efisiensi bakar, bentuk yang lebih seragam, dan kerapatan energi
yang lebih besar (Bergman dan Zerbe 2004).

Biopelet
Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki
keseragaman ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energi
(Abelloncleanenergy 2009). Enam tahapan proses pembuatan biopelet meliputi
perlakuan pendahuluan bahan baku (pre-treatment), pengeringan (drying),
pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet (pelletization),
pendinginan (cooling), dan pengemasan (Fantozzi dan Buratti 2009).
Tabel 1 Standar kualitas biopelet
Kualitas
Biopelet
Diameter
Panjang
Densitas
Kadar air
Kadar abu
Nilai kalor

Unit
mm
mm
g/cm3
%
%
MJ/kg

ONorm M
7135
(Austria)a
4 - 10
5 x D(1)
>1.12
16.9

Sumber : a) Hahn (2004); b) Douard (2007)

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak Februari hingga Mei 2014 di Laboratorium
Biokomposit, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, dan Laboratorium Rekayasa
Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB,
Laboratorium Teknologi Pakan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan Fakultas Peternakan IPB, dan Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PPPHH).
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biopelet adalah cangkang
dan pelepah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Bahan baku tersebut diperoleh
dari PT. Muara Papan Partikel Seraya, Pekanbaru Riau.

4
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan biopelet meliputi hammer mill, alat
penyaring 80 mesh, alat cetak pelet kempa hidrolik, kaliper, timbangan digital,
alumunium foil, cawan porselen, oven, tanur, desikator, dan bomb calorimeter.

Tahapan Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokomposit dan Kimia
Hasil Hutan IPB. Bahan baku cangkang dan pelepah sawit digiling secara terpisah
dan diayak hingga didapatkan serbuk 80 mesh. Serbuk tersebut dikeringkan
sampai kadar air 15%.
Pembuatan Biopelet
Bioplelet campuran cangkang dan pelepah sawit dibuat dengan persentase
campuran, yaitu 100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75% dan 0%:100%.
Pembuatan biopelet dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan. Pencetakan biopelet menggunakan alat cetak
pelet kempa hidrolik bertekanan 526.4 kg/cm2 dengan suhu 200oC selama 15
menit.
Tabel 2 Komposisi bahan baku biopelet
Perlakuan
A
B
C
D
E

Komposisi
Cangkang (%)
100
75
50
25
0

Pelepah(%)
0
25
50
75
100

Pengkondisian Biopelet
Pengkondisian biopelet dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Biopelet yang telah selesai dicetak
harus didinginkan selama ± 30 menit. Biopelet dikemas dalam wadah agar
terhindar dari udara luar yang dapat meningkatkan kadar airnya.
Analisis Sifat Fisis
Karapatan
Kerapatan biopelet diperoleh dari hasil perbandingan berat terhadap volume
biopelet. Pengujian kerapatan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Satuan kerapatan (ρ) adalah g/cm3.
erapatan (ρ)

5
Keterangan :
M = Massa (gram)
V = Volume sample (cm3)

Analisis Sifat Mekanis
Keteguhan Tekan
Prinsip yang digunakan dalam mengukur keteguhan tekan adalah
menentukan kekuatan biopelet yang dihasilkan dalam menahan beban yang
diterima hingga biopelet pecah. Pengujian keteguhan tekan dilakukan di
Laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu IPB.

Keterangan :
P
= Keteguhan tekan biopelet (kgf/cm2)
Mb = Beban yang diterima biopelet hingga biopelet pecah (kgf)
A
= Luas permukaan biopelet (cm2)

Analisis Proksimat
Kadar Air (ASTM D 5142-02)
Pengujian kadar air dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan nilai kadar air biopelet
dilakukan dengan satu gram sample biopelet diletakkan dalam cawan porselen
yang bobotnya telah diketahui. Cawan dimasukkan ke dalam oven pada suhu
103±2oC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta
ditimbang.
adar air (

)

100

Keterangan :
BB = Berat sample sebelum dikeringkan dalam oven (gram)
BKT = Berat sample sesudah dikeringkan dalam oven (gram)
Kadar Zat Terbang (ASTM D 5142-02)
Pengujian zat terbang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan kadar zat terbang dilakukan
dengan menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu 950oC. Sample biopelet
diletakkan pada cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan
dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 950oC selama 7 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang.
adar at ter ang

100

6
Keterangan :
B = Berat sample setelah dikeringkan dari uji kadar air (gram)
C = Berat sample setelah dipanaskan dalam tanur (gram)
W = Berat sample sebelum uji kadar air (gram)
Kadar Abu (ASTM D 5142-02)
Pengujian kadar abu dilakukan di Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penetapan kadar abu dilakukan
dengan satu gram sample diletakkan dalam cawan porselen yang bobotnya sudah
diketahui. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600-900oC selama 5-6
jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit serta ditimbang.
erat a u
erat sample

adar a u

100

Karbon Terikat (ASTM D 5142-02)
Karbon terikat merupakan fraksi karbon dalam sample, selain fraksi air, zat
terbang, dan abu.
adar kar on terikat
Nilai Kalor
Pengujian nilai kalor dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan IPB.
Kalor pembakaran ditentukan dengan membakar sejumlah contoh uji dalam
Oxygen Bomb Calorimeter.

Keterangan :
NK
= Nilai kalor bahan (kal/g)
Δt
= Perbedaan suhu rata-rata (oC)
W
= Nilai air kalorimeter (kal/oC)
Mbb = Massa bahan bakar (g)
B
= Koreksi panas pada kawat besi (kal/g)

Analisis Data
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1.3 dengan
metode deskriptif dan rancangan acak lengkap (RAL). Jika uji F-hitung pada taraf
5% menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut
Duncan. Model matematisnya adalah sebagai berikut :
ij

i ij

Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

7
i
ij

= Nilai rata-rata ulangan
= Pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Kerapatan menunjukkan perbandingan antara berat dan volume biopelet.
Hasil kerapatan biopelet disajikan pada Gambar 1. Kerapatan biopelet berkisar
1.02-1.28 g/cm3. Kerapatan tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase
campuran pelepah 100%, sedangkan kerapatan terendah terdapat pada biopelet
dengan persentase campuran pelepah 0%. Semakin besar persentase campuran
pelepah, maka kerapatan akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam
(Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh
nyata (taraf 5%) terhadap kerapatan biopelet. Penambahan pelepah dapat
meningkatkan kerapatan biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan
bahwa kerapatan biopelet pada campuran pelepah 100% berbeda nyata dengan
kerapatan biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, 25%, dan 0%, sedangkan
kerapatan biopelet pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan
kerapatan biopelet pada campuran pelepah 50% dan kerapatan biopelet pada
campuran pelepah 25% juga tidak berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada
campuran pelepah 0%.

Kerapatan
(g/cm3)

1.5
1.2

1.02d

1.06cd

1.12cb

1.17b

A

B

C

D

1.28a

0.9
0.6
0.3

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

0
E

Perlakuan
Gambar 1 Nilai kerapatan biopelet

Tabel 3 Standar kerapatan biopelet
Kualitas Biopelet
Austria (ONORM M 7135)a
Jerman (DIN 51371)a
Swedia (SS 18 71 20)a
Perancis (ITEBE)b
Hasil penelitian
Sumber : a) Hanh (2004); b) Douard (2007)

Kerapatan (g/cm3)
> 1.12
1.0 - 1.4
> 0.6
> 1.15
1.02 - 1.28

8
Besarnya kerapatan biopelet dapat disebabkan oleh kandungan lignin pada
pelepah yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang. Kandungan lignin pada
pelepah dapat mencapai 32,8% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan kandungan
lignin pada cangkang sebesar 29.4% (Prananta 2007). Lignin bersifat termoplastik
sehingga dapat digunakan sebagai perekat yang dapat meningkatkan kerapatan
biopelet (Saragih 2013). Standar kerapatan biopelet disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan standar tersebut, kerapatan biopelet pada perlakuan D dan E telah
memenuhi semua standar, sedangkan perlakuan A, B, dan C hanya memenuhi
standar Jerman dan Swedia.

Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan menunjukkan daya tahan atau kekompakan bahan bakar
pelet terhadap tekanan dari luar sehingga mengakibatkan bahan bakar pelet pecah
atau hancur (Hendra 2012). Hasil keteguhan tekan biopelet disajikan pada Gambar
2. Keteguhan tekan biopelet berkisar 23.73-216.31 kgf/cm2. Keteguhan tekan
tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase campuran pelepah 100%,
sedangkan keteguhan tekan terendah terdapat pada biopelet dengan persentase
campuran pelepah 0%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka
keteguhan tekan akan semakin meningkat.
216.31a

Keteguhan tekan
(kgf/cm2)

250
200

132.43b

147.05b

C

D

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

150
100
50

23.73c

49.92c

0
A

B

E

Perlakuan
Gambar 2 Nilai keteguhan tekan biopelet

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan
campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap keteguhan tekan
biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan keteguhan tekan biopelet. Uji
lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa keteguhan tekan biopelet pada
campuran pelepah 100% berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet pada
campuran pelepah 75%, 50%, 25%, dan 0%, sedangkan keteguhan tekan biopelet
pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet
pada campuran pelepah 50% dan keteguhan tekan biopelet pada campuran
pelepah 25% juga tidak berbeda nyata dengan keteguhan tekan biopelet pada
campuran pelepah 0%.
Nilai keteguhan tekan yang tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan
lignin pada pelepah yang berperan sebagai perekat, sehingga semakin besar
penambahan pelepah, maka keteguhan tekan akan semakin tinggi. Kandungan
lignin pada pelepah dapat mencapai 32,8% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan

9
kandungan lignin pada cangkang sebesar 29.4% (Prananta 2007). Kerapatan
biopelet juga mempengaruhi keteguhan tekan. Hendra (2012) menyatakan bahwa
kerapatan yang tinggi dapat meningkatkan keteguhan tekan.

Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis pelet yang
dihasilkan (Hendra 2012). Hasil kadar air biopelet disajikan pada Gambar 3.
Kadar air biopelet berkisar 2.87-4.65%. Biopelet dengan komposisi pelepah murni
mempunyai kadar air tertinggi, sedangkan kadar air terendah terdapat pada
biopelet tanpa campuran pelepah. Semakin besar penambahan campuran pelepah,
maka kadar air akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1)
menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf
5%) terhadap kadar air biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar
air biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar air
biopelet pada campuran pelepah 100% tidak berbeda nyata dengan kadar air
biopelet pada campuran pelepah 75%, 50%, dan 25%, tetapi berbeda nyata dengan
kadar air pada campuran pelepah 0%.

Kadar air (%)

6
4

4.65a
4.21a

3.86a

4.58a

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

2.87b

2
0
A

B

C

D

E

Perlakuan
Gambar 3 Nilai kadar air biopelet

Tabel 4 Standar kadar air biopelet
Kualitas Biopelet
Austria (ONORM M 7135)a
Jerman (DIN 51371)a
Swedia (SS 18 71 20)a
Perancis (ITEBE)b
Hasil penelitian

Kadar air (%)
< 10
< 12
< 10
≤ 15
2.87 - 4.58

Sumber : a) Hanh (2004); b) Douard (2007)

Tingginya kadar air pada biopelet dengan komposisi pelepah murni dapat
dipengaruhi oleh kadar air pelepah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
cangkang. Kadar air pelepah sebesar 15.1% (Yazid dan Banun 2012), sedangkan
kadar air cangkang sebesar 8.0% (Prananta 2007). Kadar air yang tinggi pada
bahan bakar pelet akan menyebabkan proses pembakaran yang lambat,
menimbulkan banyak asap, dan temperatur api yang rendah pada waktu

10
pembakaran (Hendra 2012). Standar kadar air biopelet disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan standar tersebut, kadar air biopelet pada perlakuan A, B, C, D, dan E
telah memenuhi semua standar.

Zat Terbang
Zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi
senyawa-senyawa di dalam suatu bahan selain air (Hendra 2012). Hasil zat
terbang disajikan pada Gambar 4. Zat terbang biopelet berkisar 67.24-72.99%.
Biopelet yang mengandung pelepah murni mempunyai zat terbang tertinggi,
sedangkan biopelet yang tidak mengandung pelepah mempunyai zat terbang
terendah. Semakin besar penambahan campuran pelepah, maka kadar zat terbang
akan semakin meningkat. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan
bahwa penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap
kadar zat terbang biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar zat
terbang biopelet. Uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar zat
terbang biopelet pada campuran pelepah 100% tidak berbeda nyata dengan kadar
zat terbang biopelet pada campuran pelepah 75%, tetapi berbeda nyata dengan
kadar zat terbang pada campuran pelepah 50%, 25%, dan 0%. Kadar zat terbang
biopelet pada campuran pelepah 50% tidak berbeda nyata dengan kadar zat
terbang biopelet pada campuran pelepah 25%, tetapi berbeda nyata dengan kadar
zat terbang pada campuran pelepah 0%.

Zat terbang (%)

80

67.24c

69.67b

69.79b

71.72a

72.99a

A

B

C

D

E

60
40
20

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

0
Perlakuan
Gambar 4 Nilai zat terbang biopelet

Zat terbang yang tinggi dipengaruhi oleh zat ekstrakif, hemiselulosa, dan air
yang mudah menguap saat pembakaran pada suhu tinggi (Fuwape dan Akindele
1997). Semakin tinggi kadar zat ekstraktif dan kadar air, maka kadar zat
terbangnya akan semakin tinggi. Kandungan zat ekstrakrif dan kadar air pelepah
sebesar 13.84% dan 15.1 % (Yazid dan Banun 2012), sedangkan cangkang
mengandung zat ekstraktif dan kadar air sebesar 4.2% dan 8.0% (Prananta 2007).
Bahan bakar pelet yang memiliki kadar zat terbang yang tinggi akan menimbulkan
asap lebih banyak pada saat dinyalakan dibandingkan dengan bahan bakar pelet
yang memiliki kadar zat terbang yang rendah (Hendra 2012).

11
Kadar Abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah
tidak memiliki unsur karbon. Unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya
kurang baik terhadap nilai kalor bakar yang dapat menurunkan kualitas pelet
karena unsur silika tidak terbakar pada waktu pembakaran (Hendra 2012). Hasil
kadar abu biopelet disajikan pada Gambar 5. Kadar abu biopelet berkisar 4.487.73%. Kadar abu tertinggi terdapat pada biopelet tanpa campuran pelepah,
sedangkan kadar abu terendah terdapat pada biopelet dengan persentase campuran
pelepah 25%. Semakin besar persentase campuran pelepah, maka kadar abu akan
semakin meningkat, tetapi biopelet dengan campuran cangkang 100% mempunyai
kadar abu tertinggi. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa
penambahan campuran pelepah berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar abu
biopelet. Penambahan pelepah dapat meningkatkan kadar abu biopelet. Uji lanjut
Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kerapatan biopelet pada campuran
pelepah 100% berbeda nyata dengan kerapatan biopelet pada campuran pelepah
75%, 50%, 25%, dan 0%.

Kadar abu (%)

10
8

7.73a

6

4.48e

4.79d

5.08c

5.54b

B

C

D

E

4
2

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

0
A

Perlakuan
Gambar 5 Nilai kadar abu biopelet

Tabel 5 Standar kadar abu biopelet
Kualitas Biopelet
Austria (ONORM M 7135)a
Jerman (DIN 51371)a
Swedia (SS 18 71 20)a
Perancis (ITEBE)b
Hasil penelitian

Kadar abu (%)
< 0.5
< 1.5
< 0.7
≤ 6
4.48 - 7.73

Sumber : a) Hanh (2004); b) Douard (2007)

Kadar abu pada biopelet yang mengandung pelepah murni sebesar 5.54%.
Kadar abu pada biopelet yang mengandung cangkang murni sebesar 1.59%
(Saragih 2013). Kadar abu yang tinggi pada biopelet disebabkan oleh tingginya
komponen abu pada pelepah. Pelepah mempunyai komponen abu yang lebih
tinggi dibandingkan dengan cangkang. Komponen abu pada pelepah sebesar 2.6%
(Yazid dan Banun 2012), sedangkan komponen abu pada cangkang sebesar 0.6%
(Prananta 2007). Standar kadar abu biopelet disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan
standar tersebut, kadar abu biopelet pada perlakuan B, C, D, dan E hanya

12
memenuhi standar Perancis, sedangkan perlakuan A tidak memenuhi semua
standar.

Karbon Terikat

karbon terikat (%)

Kadar karbon terikat didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam biomassa
selain fraksi air, zat terbang, dan abu. Besar kecilnya kadar karbon terikat dapat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat terbang (Pari 2004). Hasil karbon
terikat disajikan pada Gambar 6. Kadar karbon terikat biopelet berkisar 17.4922.16%. Karbon terikat tertinggi terdapat pada biopelet dengan persentase
campuran pelepah 0%, sedangkan karbon terikat terendah terdapat pada biopelet
dengan persentase campuran pelepah 100%. Semakin besar persentase campuran
pelepah, maka kadar karbon terikat akan semakin menurun. Hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan campuran pelepah
berpengaruh nyata (taraf 5%) terhadap kadar karbon terikat biopelet. Penambahan
pelepah dapat menurunkan kadar karbon terikat biopelet. Uji lanjut Duncan
(Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar karbon terikat biopelet pada campuran
pelepah 0% tidak berbeda nyata dengan kadar karbon terikat biopelet pada
campuran pelepah 25% dan 50%, tetapi berbeda nyata dengan kadar karbon
terikat biopelet pada campuran pelepah 75% dan 100%. Kadar karbon terikat
biopelet pada campuran pelepah 75% tidak berbeda nyata dengan kerapatan
biopelet pada campuran pelepah 100%.
25

22.16a

21.99a

21.21a

20

18.63b

17.49b

D

E

15
10
5

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

0
A

B

C
Perlakuan

Gambar 6 Nilai karbon terikat biopelet

Kadar karbon terikat berbanding terbalik dengan zat terbang. Hendra dan
Darmawan (2002) menyatakan semakin besar kadar zat terbang, maka akan
menurunkan kadar karbon terikat. Biopelet dengan komposisi pelepah murni
mempunyai kadar zat terbang yang tinggi, sehingga kadar karbon terikatnya akan
rendah. Selain itu, tinggi atau rendahnya kadar karbon terikat berpengaruh
terhadap nilai kalor. Menurut Onu et al. (2010), semakin tinggi kadar karbon
terikat, maka nilai kalor akan semakin tinggi.

13
Nilai Kalor
Nilai kalor pembakaran merupakan salah satu parameter sifat pembakaran
bahan bakar (Ali dan Restuhadi 2010). Hasil nilai kalor disajikan pada Gambar 6.
Nilai kalor biopelet berkisar 3977-4666 kal/g. Nilai kalor tertinggi terdapat pada
biopelet yang tidak dicampur pelepah, sedangkan nilai kalor terendah terdapat
pada biopelet dengan campuran pelepah 100%. Semakin besar persentase
campuran pelepah, maka nilai kalor akan semakin menurun. Nilai kalor dapat
dipengaruhi oleh kadar air dan kadar karbon terikat. Nilai kalor berbanding lurus
dengan kadar karbon terikat dan berbanding terbalik dengan kadar air.
Onu et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air, maka nilai
kalor akan semakin rendah. Semakin tinggi kadar karbon terikat, maka nilai kalor
akan semakin tinggi (Hendra dan Winarni 2003). Biopelet dengan campuran
pelepah 100% mempunyai kadar air yang tinggi dan kadar karbon terikat yang
rendah, sehingga nilai kalor yang dihasilkan akan rendah. Standar nilai kalor
biopelet disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan standar tersebut, nilai kalor biopelet
pada perlakuan A telah memenuhi semua standar. Perlakuan B dan C hanya
memenuhi standar Swedia dan Perancis, sedangkan perlakuan D dan E tidak
memenuhi semua standar nilai kalor biopelet.
6000
Nilai kalor
(kal/g)

4666

4140

4110

3995.5

3977

B

C

D

E

4000
2000

A = cangkang 100%
B = cangkang 75% +
pelepah 25%
C = cangkang 50% +
pelepah 50%
D = cangkang 25% +
pelepah 75%
E = pelepah 100%

0
A

Perlakuan
Gambar 7 Nilai kalor biopelet

Tabel 6 Standar nilai kalor biopelet
Kualitas Biopelet
Austria (ONORM M 7135)a
Jerman (DIN 51371)a
Swedia (SS 18 71 20)a
Perancis (ITEBE)b
Hasil penelitian
Sumber : a) Hanh (2004); b) Douard (2007)

Nilai kalor (kal/g)
≥ 4299.3
4179.9 - 4657.6
≥ 4036.6
≥ 4036.6
3977 - 4666

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah cangkang dan pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi
sumber energi alternatif dalam bentuk biopelet. Hasil pengujian karakteristik
biopelet diperoleh nilai kerapatan 1.02-1.28 g/cm3, keteguhan tekan 23.73-216.31
kgf/cm2, kadar air 2.87-4.65%, zat terbang 67.24-72.99%, kadar abu 4.48-7.73%,
karbon terikat 17.49-22.16%, dan nilai kalor 3977-4666 kal/g. Semakin besar
persentase campuran pelepah terhadap cangkang sawit, maka akan meningkatkan
nilai kerapatan, keteguhan tekan, kadar air, zat terbang, dan kadar abu, tetapi
kadar karbon terikat dan nilai kalor mengalami penurunan. Biopelet yang
mempunyai kualitas terbaik terdapat pada perlakuan B dengan persentase
campuran cangkang dan pelepah sawit sebesar 75%:25%. Biopelet tersebut
mempunyai nilai kerapatan 1.06 g/cm3, keteguhan tekan 49.92 kgf/cm2, kadar air
3.86%, zat terbang 69.67%, kadar abu 4.48%, kadar karbon terikat 21.99%, dan
nilai kalor 4140 kal/g.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perbedaan persentase campuran
serbuk, menerapkan perlakuan suhu pengempaan, dan dilakukan pengujian laju
konsumsi pembakaran biopelet. Selain itu, pembuatan biopelet diharapkan dapat
memanfaatkan bahan baku limbah biomassa yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Abelloncleanenergy. 2009. Cofiring with biopellets: An efficient way to reduce
greenhouse gas emissions.
Ali A, Restuhadi F. 2010. Optimasi pembuatan biopellets dari bungkil picung
(Pangium edule Reinw) dengan penambahan solar dan perekat tapioka. SAGU.
9(1): 1-7.
[ASTM] American Standart Testing and Materials. 2002. Standar Coal and Coke
D-5. Philadelphia.
Bergman R, Zerbe J. 2004. Primer on wood biomass for energy.USDA Forest
Service, State and Private Forestry Technology Marketing Unit Forest
Products Laboratory; Madison, Wisconsin.
DIN 51371. 1996. Test of Solid Fuel : Compressed Wood and Compressed Bark
in Natural State-Pellets or Briquettes-Requirements and Test Specification.
Germany (DE): Germany Standarization Institute.
[DirJenBun] DirektoratJendral Perkebunan. 2011. Potensi Limbah Kelapa Sawit
2011. Departemen Pertanian.
[DirJenBun] DirektoratJendral Perkebunan. 2013. Luas Perkebunan Kelapa Sawit
2013. Departemen Pertanian.

15
Douard F. 2007. Chalange in the expanding french pellet market. ITEBE Pellet
2007 Conference; Wells, Austria.
Fantozzi S and Buratti C. 2009. Life cycle assessment of biomass chains: Wood
pellet from short rotation coppice using data measured on a real plant. Biomass
Energy. 34 (2010): 1796-1804.
Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast
growing multi purpose trees in Nigeria. Biomass Energy. 12(2): 101-106.
Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets.
Austria (AT): Umbera.
Hendra D, Darmawan S. 2002. Pembuatan briket arang dari serbuk gergajian
dengan penambahan tempurung kelapa. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 18: 19.
Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah
kayu gergajian dan sabetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3): 211225.
Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet dan pengujian hasilnya. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. 30(2): 144-154.
Kementerian Negara Ristek (KNRT). 2006. Buku Putih Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang
Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan
Ketersediaan Energi Tahun 2025. Jakarta (ID): Kementrian Negara Ristek.
Kong GT. 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta (ID): Elex
Media Komputindo.
Naibaho PM. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan (ID): Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.
ONORM M 7135. 2004. Compressed Wood in Natural State or Bark in
Natural State Pellets and Briquettes-Requirements and Test Specifications.
Austria (AT): Umbera.
Onu F, Sudarja, Rahman MBN. 2010, Pengukuran nilai kalor bahan bakar briket
arang kombinasi cangkang pala (Myristica fragan Houtt) dan limbah sawit
(Elaeis guineensis). Seminar Nasional Teknik MesinUMY 2010; Yogyakarta,
Indonesia.
Pari. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben
emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prananta J. 2007. Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit
untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami [skripsi]. Aceh
(ID): Universitas Malikusaleh Lhokseumawe.
Rizza S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Saragih AE. 2013. Karakteristik biopelet dari campuran cangkang sawit dan kayu
sengon sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Setyamidjaja D. 2008. Bertanam Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Kansius
Yazid II, Banun DP. 2012. Studi fisik dan mekanik parenkhim pelepah daun
kelapa sawit untuk pemanfaatan sebagai bahan anyaman. AGROINTEK. 6(1):
36-44.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam biopelet (taraf 5%)
Kerapatan
DF

Sum of
squares

Mean
square

F value

Pr > F

Model

4

0.12276035

0.03069009

18.42

0.0001

Error

10

0.01666487

0.00166649

Correcte
d total

14

0.13942522

Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Kerapatan mean

0.880475

3.611127

0.040823

1.130468

Keteguhan tekan
DF

Sum of
squares

Mean square

F value

Pr > F

Model

4

72461.33834

18115.33458

83.79

0.0001

Error

10

2162.04805

216.20481

Correcte
d total

14

74623.38639

Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Keteguhan
tekanmean

0.971027

12.91084

14.70390

113.881

Kadar air
DF

Sum of
squares

Mean
square

F value

Pr > F

Model

4

6.24667393

1.56166848

7.37

0.0049

Error

10

2.11894713

0.21189471

Correcte
d total

14

8.36562107

Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Kadar airmean

0.746708

11.40997

0.460320

4.034367

17
Zat terbang
DF

Sum of
squares

Mean square

F value

Pr > F

Model

4

57.83702999

14.45925750

13.44

0.0005

Error

10

10.76178776

1.07617878

Correcte
d total

14

68.59881775

Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Zat terbangmean

0.843120

1.1476071

1.037390

70.28050

DF

Sum of
squares

Mean square

F value

Pr > F

Model

4

20.13724740

5.03431185

531.68

0.0001

Error

10

0.09468676

0.00946868

Correcte
d total

14

20.23193416

Kadar abu
Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Kadar abumean

0.995320

1.761772

0.097307

5.523251

Karbon terikat
DF

Sum of
squares

Mean square

F value

Pr > F

Model

4

65.71806585

16.42951646

10.57

0.0013

Error

10

15.54557384

1.55455738

Correcte
d total

14

81.26363970

Source

R-Square

Coeff var

Root MSE

Karbon
terikatmean

0.808702

6.184042

1.246819

20.16188

18
Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan
Kerapatan
Duncan
grouping
A
B
B
C B
C
C D
D
D

Mean

N

Perlakuan

1.28257
1.16553

3
3

E
D

1.12081

3

C

1.06053

3

B

1.02290

3

A

Mean

N

Perlakuan

216.31

3

E

B
B

147.05

3

D

B
C
C
C

132.43
49.92

3
3

C
B

23.73

3

A

Mean

N

Perlakuan

4.6487

3

E

4.5756

3

D

4.2150

3

C

3.8597
2.8730

3
3

B
A

Keteguhan tekan
Duncan
grouping
A

Kadar air
Duncan
grouping
A
A
A
A
A
A
A
B

19
Zat terbang
Duncan
grouping
A

Mean

N

Perlakuan

72.9892

3

E

A

71.7171

3

D

B

69.7874

3

C

B
B
C

69.6721
67.2367

3
3

B
A

Mean

N

Perlakuan

7.73324

3

A

B

5.53769

3

E

C
D
E

5.07891
4.78547
4.48095

3
3
3

D
C
B

Mean

N

Perlakuan

22.157

3

A

21.987

3

B

21.212
18.628

3
3

C
D

16.824

3

E

A

Kadar abu
Duncan
grouping
A

Karbon terikat
Duncan
grouping
A
A
A
A

A
B
B

B

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 November 1992 dari ayah
Djoko Kristijanto dan Ibu Rustianah. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 100 Jakarta dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti
beberapa kegiatan praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Gunung Sawal, Jawa Barat tahun 2012,
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi
tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia
tahun 2013.
Selain aktif kuliah, penulis juga aktif berorganisasi sebagai Tenaga Pengajar
Sanggar Juara tahun 2010-2012 dan Anggota Kelompok Minat Biokomposit
Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) tahun 2011-2013. Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut
Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang
erjudul “ arakteristik iopelet ampuran angkang dan elepah elapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc dan
Prof (R). Dr. Gustan Pari, MSi.