TINJAUAN PUSTAKA Malformasi Vaskular Medula Spinalis

II.7. Penatalaksanaan

- Captopril 25 mg 2 X 1 - Roboransia 3 X 1 - Fisioterapi - Konsul Bedah Saraf

II.10. Prognosa

• Ad vitam : dubia ad bonam • Ad functionam : dubia ad malam • Ad sanationam : dubia ad malam

III. TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara III.1. DEFINISI Malformasi vaskular medula spinalis arteri dan vena merupakan sekelompok kelainan pembuluh darah yang mengenai parenkim medula spinalis baik secara langsung ataupun tidak langsung. 1 III.2. EPIDEMIOLOGI Frekuensi malformasi vasular pada medula spinalis tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena malformasi ini dapat berkembang tanpa gejala klinis. Secara kolektif, malformasi dan neoplasma vaskular diperkirakan sekitar 5-10 dari seluruh ‘tumor’ primer pada spinal. Malformasi vaskular lebih sering dijumpai dibandingkan tumor vaskular. 4 Insidensi pasti dari spinal DAVFs juga belum diketahui. Pada suatu sentra yang melayani populasi sejumlah 1.4 juta penduduk, insidensinya sekitar 1-3 kasus per tahun. Spinal DAVFs lima kali lipat dijumpai lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan usia rerata saat diagnosis adalah 55-60 tahun, dan lokasi yang paling sering adalah daerah torakolumbar. 8 Spinal DAVFs merupakan SVM yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 60-80 dari seluruh kasus dan terutama mengenai lelaki dekade kelima dan ketujuh. 5 Malformasi tipe II atau glomus AVM merupakan lesi spinal AVM terbanyak kedua yang biasanya berlokasi di regio servikal atau torakal atas. Insidensi dari SVM jenis ini sama pada kedua jenis kelamin dan sering dijumpai pada dekade ketiga atau keempat. 5 III.3. SEJARAH Dari perspektif sejarah, terdapat tiga periode perkembangan konsep dan terapi SVM . Periode pertama early observations adalah pada tahun 1860 hingga 1912.Pada periode ini lesi SVM dianggap sebagai suatu tumor dan hanya diketahui setelah otopsi. Periode kedua the ‘middle ages’ adalah pada tahun 1912 hingga 1960, yang ditandai dengan adanya intervensi bedah yang dilakukan secara sporadis dengan hasil bervariasi. Periode ketiga the modern era adalah mulai tahun 1960 hingga sekarang, yang ditandai dengan perkembangan dalam bidang radiologi, instrumen bedah mikro dan anestesi. Kemajuan ini berdampak pada peningkatan pemahaman tentang patofisologi dan gambaran angioarchitecture dari lesi. 9 Universitas Sumatera Utara III.4. ANATOMI VASKULAR MEDULA SPINALIS Untuk memahami malformasi arteri dan vena, diperlukan pengetahuan tentang pembuluh darah medula spinalis yang normal. Namun, distribusi dari pembuluh darah spinal ini cukup bervariasi dan tidak konsisten, pada tiap individu walaupun pembuluh darah yang besar cukup konsisten. 1 Aorta memberikan kontribusi aliran darah melalui arteri segmental, yang, kemudian mensuplai arteri spinalis medularis dan arteri radikuler. Arteri radikuler memberikan sirkulasi ke nerve root dural sleeve. Arteri ini adalah arteri yang paling sering terlibat dalam AVF dengan hubungannya dengan vena spinalis medularis. Medulla spinalis menerima darah arteri dari dua sistem yaitu longitudinal dan horizontal. Sistem longitudinal terdiri dari arteri spinalis anterior tunggal dan sepasang arteri spinalis posterior. Arteri spinalis anterior memasok dua pertiga anterior dari medula spinalis. 1 5,10-12 Arteri ini turun dari foramen magnum ke filum terminale dan terletak di garis tengah. Arteri ini disuplai sepanjang perjalannya oleh beberapa feeders. Arteri sentral, cabang dari arteri spinalis anterior, berjalan melalui sulkus median anterior, memasuki medula spinalis, dan menyediakan suplai darah ke gray matter dan dan white matter sekitarnya. Sepertiga posterior dari medula spinalis, yang meliputi kornu posterior dan kolumna dorsal, disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior. Arteri ini terletak pada permukaan dorsal medula spinalis, medial terhadap dorsal roots dan terhubung dengan cabang-cabang arteri pial yang berjalan sekitar medula spinalis untuk menyediakan darah ke kornu posterior dan white matter medula spinalis. Cabang intramedularis yang menembus medula spinalis berasal dari arteri spinalis anterior dan cabangnya, arteri sentral. Cabang arteri intramedularis ini merupakan end arteries —arteri terminal yang tidak beranastomosis. Medula spinalis mendapat suplai darah arteri dari suatu rangkaian anastomosis pada permukaannya. 5 10,11 Arteri spinalis anterior tunggal berjalan pada permukaan ventral medula spinalis pada fisura median anterior dan menerina kontribusi segmental dari beberapa arteri dan mensuplai bagian ventral dari spinal gray matter melalui pembulluh darah perforating yang dikenal dengan sulco-commisural Universitas Sumatera Utara arteries .Arteri ini bercabang secara segmental dari arteri spinal anterior dan berjalan secara transversal melalui fisura mediana, dan dari sini arteri ini memasuki parenkim. Struktur penting yang disuplainya adalah kornu anterior, traktus spinotalamikus, dan sebagan traktus piramidal gambar 1. Arteri spinal posterolateral merupakan pembuluh darah longitudinal pada sisi dorsal medula spinalis, yang berjalan turun di sepanjang medula spinalis di antara radiks posterior dan kolumna lateralis pada kedua sisi. Seperti halnya arteri spinal anterior, arteri ini berasal dari gabungan dari arteri segmental; gabungan ini dapat tidak lengkap pada beberapa tempat.Arteri spinal posterolateral mensuplai kolumna posterios, radiks posterior, dan kornu dorsalis gambar 1. Aksis longitudinal terhubungan oleh anastomosis radikular, yang mensuplai kolumna anterior dan lateral melalui cabang perforating. 10 . Gambar 1. Arterial network pada medula spinalis Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492. Sistem horizontal terdiri dari arteri radikularis anterior dan posterior. Arteri- arteri ini dibentuk oleh arteri nervomedullary. Suplai darah ke arteri nervomedullary Universitas Sumatera Utara berasal dari cabang utama dari arteri vertebralis, ascending cervical, interkostalis, lumbalis, dan iliaka internal. 5 Medula spinalis embrionik menerima suplai darahnya dari arteri segmental, sesuai dengan segmentasi spinal. gambar 2 Seiring perkembangannya, sebagian dari arteri ini mengalami regresi, sehingga hanya beberapa arteri besar yang tetap ada untuk mensuplai medula spinalis yang hanya dapat diketahui dengan angiografi. Walaupun begitu, suplai darah ke medula spinalis relatif konstan berasal dari beberapa level segmental gambar 3. Gambar 2. Arteri segmental pada medula spinalis Dikutip dari : Mumenthaler M, Mattle m. Fundamentals of neurology an illustrated guide. New York. Thieme. 2006. Pada regio servikal atas, arteri spinalis anterior menerima sebagian besar suplai dari arteri vertebralis.. Turun ke bawah, arteri anterior dan posterior menerima suplai darah dari arteri vertebralis atau dari cabang servikal dari arteri subklavian atau keduanya. Arteri medula spinalis biasanya berasal dari trunkus kostoservikal atau tiroservikal. Dari T3 ke bawah, arteri spinalis anterior disuplai oleh cabang- cabang aorta: arterti segmental torakal dan lumbal, selain dari cabang yang mendarahi otot, jaringan ikat dan tulang. Cabang spinalis ini adalah arteri segmental medula spinalis yang tidak mengalami regresi sewaktu masa embriogenik. Tiap satu arteri Universitas Sumatera Utara terbagi menjadi cabang anterior dan posterior, yang memasuki kanalis spinalis bersamaan dengan radiks anterior dan posterior. 10 Arteri terbesar pada daerah ini adalah arteri Adamkiewycz, juga disebut arteri radikularis magna atau great radicular artery . Arteri ini biasanya ditemukan di daerah torakolumbal, antara T9 dan L2 di sisi kiri dan mensuplai darah arteri ke medula spinalis torakal distal dan konus medularis. Berdasarkan anatominya, pasokan darah ke medula spinalis dapat dibagi menjadi 3 daerah anatomi. Daerah yang pertama adalah daerah cervicothoracic, yang menerima pembuluh darah segmental dari arteri vertebralis dan pembuluh darah besar pada leher yaitu, aorta, arteri subklavia dan arteri karotis. Daerah yang kedua adalah daerah midthoracic, yang menerima sebagian besar suplai darah segmental dari aorta. Daerah yang ketiga adalah wilayah torakolumbalis, yang menerima pembuluh darah segmental dari aorta abdominal dan arteri iliaka. 5 1 Gambar 3. Kontribusi arteri segmental pada arterial network pada medula spinalis Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492. Drainase vena dari medula spinalis terjadi melalui dua sistem: sistem vena intrinsik dan sistem vena ekstrinsik. Sistem intrinsik termasuk kelompok Universitas Sumatera Utara anterior median dan radial. Darah dari sepertiga anterior medula spinalis mengalir ke vena spinalis anterior median. Vena radial mengalirkan darah ke dalam pleksus koronal vena dan mendrainase bagian perifer medula spinalis. Sistem ekstrinsik mengangkut darah vena ke dalam vena medula yang berjalan pada akar saraf. 5 Darah vena medula spinalis terdrainasi ke vena epimedularis yang membentuk venous network di ruang subarakhnoid, yang disebut pleksus venosus spinalis internal atau epimedullary venous network . Pembuluh darah ini berkomunikasi melalui vena radikular dengan pleksus venosus epidural external venous plexus, anterior and posterior external vertebral venous plexus . Darah vena kemudian terdrainase dari epidural venous plexus ke vena-vena besar pada tubuh. Drainase vena medula spinalis terlihat pada gambar 4. Kemampuan vena radikular untuk mendrainase darah dari vena epimedularis dapat melebihi kapasitas jika ada AVM, bahkan saat volume shunt relatif rendah sehingga terjadi peningkatan tekanan vena. 10 Gambar 4. Sistem Drainase Vena Medula Spinalis Dikutip dari : Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology, 4th ed. New York. Thieme. 2005. p 489-492. III.5. KLASIFIKASI Universitas Sumatera Utara Terdapat beberapa klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis. 1,2,3,4 Dengan menggunakan arteriografi pada tahun 1977, Kendall dan Logue mengklasifikasikan SVMs menjadi dua jenis utama, dural dan intradural. Dural AVMs adalah fistula arteriovenous disebut juga dural AVFs dan didefiniskan sebagai lesi vaskular spinal dimana nidus vaskular dari AV shunt melekat pada dura, biasanya di proximal nerve root sleeve. Intradural AVMs didefinisikan sebagai lesi di mana nidus vaskular terletak di dalam medula spinalis atau pia mater. Intradural AVMs disuplai oleh arteri medularis, dan selanjutnya diklasifikasikan sebagai AVMs intramedularis tipe juvenile dan glomus dan direct AV fistulas. 4 Klasifikasi malformasi vaskular medula spinalis yang kini diterima secara umum terdiri dari empat kategori : 1,2,4,5 Tipe I termasuk tipe dural dan tipe II-IV termasuk intradural. Perbandingan keduanya terlihat pada tabel 1. 4 Tabel 1. Perbandingan karakteristik SAVM tipe dural dan intradural. Dikutip dari : Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Diseases of the spine and spinal cord. Oxford University Press. 2000.p. 217-225 Tipe I : Malformasi vaskular tipe I ini, yaitu dural AVFs, dianggap merupakan suatu lesi yang didapat, dan merupakan jenis AVM spinal yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 70 hingga 80 kasus. Tipe ini paling sering dijumpai pada laki-laki pada dekade keempat dan keenam. 1,4,5 Fistula ini terbentuk bila arteri radikulomeningeal langsung berhubungan dengan vena radikular, biasanya di dekat Universitas Sumatera Utara radiks saraf spinal. 1 Feeding artery biasanya merupakan cabang dari suatu arteri interkostalis atau lumbal. Cabangnya memasuki dura pada daerah root sleeve yang menciptakan suatu fistula di dalam atau di bawah dura dan aliran ke dalam vena medularis pada permukaan dorsal medula spinalis. 4 Pada tipe ini dijumpai fistula intradural-ekstramedularis. Fistula ini berdrainase ke sistem vertebral venous outflow . 5 Dural AVF paling sering dijumpai pada regio torakolumbal. 1,4 Pasien dengan malformasi tipe 1 menjadi simptomatik karena AVF menyebabkan kongesti dan hipertensi vena, yang menyebabkan hipoperfusi, hipoksia dan edema medula spinalis. 1 Gejala timbul akibat peningkatan tekanan vena, yang menyebabkan stasis vena dalam medula spinalis. Perubahan ini menyebabkan peningkatan tekanan intramedularis dan kongesti. Edema medula spinalis dan penurunan perfusi berkembang menjadi iskemik dan, akhirnya, terjadi kerusakan medula spinalis yang irreversible . Tipe II : disebut sebagai glomus AVM. 5 1,4 Malformasi ini terdiri dari tightly compacted sekelompok pembuluh arteri dan vena nidus di dalam segmen medula spinalis. Pembuluh darah feeding multipel dari arteri spinal anterior danatau sirkulasi spinal posterior biasanya mensuplai AVM ini. Pembuluh darah yang abnormal ini biasanya berlokasi di intramedularis, walaupun kompartemen nidus superfisial dapat mencapai ruang subarakhnoid. Malformasi tipe 2 ini merupakan malformasi vaskular intramedularis yang paling sering dijumpai, merupakan 20 dari seluruh malformasi vaskular spinal. Lesi ini biasanya terdapat pada pasien yang lebih muda dengan perburukan neurologis akut sekunder akibat lokasinya, yang biasanya berlokasi di regio cervicomedullary dorsal. Tingkat mortalitas sekitar 17.6. Setelah perdarahan awal, tingkat perdarahan ulang sekitaar 10 dalam satu bulan pertama dan 40 dalam tahun pertama. 1,5 Malformasi vaskular medula spinalis tipe II ini merupakan suatu lesi kongenital,high-flow, tekanan tinggi, lesi intramedularis yang memiliki nidus asli yang abnormal dari pembuluh darah abnormal dalam parenkim medula spinalis. 4 Malformasi tipe II ini disuplai oleh cabang dari arteri spinal anterior dan sistem arteri intadural. 4 Seperti halnya AVMs intrakranial, lesi ini sering memiliki beberapa feeding arteries. Juga seperti halnya AVMs intrakranial, gejala sering timbul akibat perdarahan atau vascular steal phenomenon. 4 Universitas Sumatera Utara Tipe III : Malformasi ini merupakan abnormalitas arteriovenous pada parenkim medula spinalis yang disuplai oleh beberapa pembuluh darah.. Malformasi ini dapat berlokasi baik di intramedularis atau ekstramedularis, dan biasanya dijumpai pada pasien dewasa muda dan anak-anak. 1 Malformasi ini disebut juga dengan extensive juvenile atau metameric malformations. 1,4 Lesi ini merupakan lesi yang kongenital yang high-flow, high-pressure, dan cukup jarang dijumpai. Lesi ini biasanya berukuran cukup besar, dan mungkin disuplai oleh arteri dari beberapa level spinal yang berbeda. 4 Lesi ini dapat meluas ke parenkim spinal atau ke ruang esktramedularis atau bahkan ke lokasi ekstraspinal. Lesi ini sangat sulit untuk diobati karena keterlibatan ekstraspinal, kolumna spinalis dan medula spinalis. Tipe IV : disebut juga pial AVFs atau AVFs medula spinalis perimedularis. Malformasi ini merupakan AVFs intradural ekstramedularis pada permukaan medula spinalis yang disebbakan oleh adanya komuniasi langsung antara arteri spinal dan vena spinal tanpa suatu interposed vascular network. Tipe ini biasanya dijumpai pada pasien dekade ketiga dan keenam kehidupan. 4 1 Malformasi vaskular tipe IV ini merupakan fistula AV yang intradural, ekstramedularis, atau perimedularis. Sebagian besar terletak di anterior medula spinalis dan disuplai oleh arteri spinal anterior. 4,5 Pasien biasanya muncul dengan defisit neurologis progresif akibat hipertensi vena. 4 III.6. PATOFISIOLOGI Etiologi malformasi vaskular medula spinalis belum sepenuhnya dimengerti. Malformasi parenkim intradural dijumpai pada pasien usia muda dan dianggap sebagai lesi kongenital. Namun fistula dural arteri spinal sering dijumpai pada populasi usia lanjut dan diduga disebbakan oleh trauma. Malformasi AVF ini dijumpai di dekat arteri spinal dural, membentuk komunikasi arteri vena yang abnormal dengan sirkulasi vena. 1 Pada keadaan normal, tidak ada hubungan vaskular antara arteri dural dengan vena medularis, yang mendrainasi medula spinalis melalui pleksus vena koronal dan arteri radial medula spinalis. Pada kasus fistula dural spinal, terdapat shunt yang abnormal antara cabang dural dari arteri interkostal atau arteri lumbalis dan vena spinal intradural. Karena fistula AV didrainase oleh vena medularis intradural, tekanan arteri tinggi dari AV fistula ditransmisikan ke sistem Universitas Sumatera Utara vena intradural dan terjadi aliran terbalik di sistem vena intradural. Oleh karena itu, pleksus vena koronal dan vena radial intraparenkim pada medula spinalis mengalami pembesaran, menyebabkan hipertensi vena dalam medula spinalis. 4 Tangle pembuluh darah yang abnormal terbentuk pada permukaan medula spinalis ini menjadi suatu venous outflow system , yang sebelumnya dianggap suatu AVM intradural. Sebenarnya, pembuluh darah ini merupakan suatu arterialized coronal venous plexus , yang menerima darah dari komunikasi fistulous antara arteri dural dan vena medularis. 4 Spinal AVFs, suatu lesi yang didapat, merupakan hubungan abnormal antara arteri radikularis spinalis dan vena medularis medula spinalis. Fistula ini menciptakan suatu malformasi dengan aliran lambat yang biiasanya berkembang selama beberapa bulan hingga tahun. Aliran arteri dengan tekanan tinggi dari arteri radikular akan menyebabkan dilatasi sistem vena perimedularis, menyebabkan stasis vena dan hipertensi. Hipertensi vena menyebabkan penurunan gradien arteriovenous. Hasil akhirnya adalah obstruksi outflow vena, hipoperfusi dan hipoksia medula spinalis. Lesi spinal intradural AVMsAVFs merupakan suatu lesi kongenital yang terdiri dari sistem vaskular yang abnormal. Lesi ini terdiri dari pembuluh darah arteri dan memiliki pembuluh darah vena yang berdinding tipis. Perdarahan terjadi saat sistem arteri dengan aliran tinggi melebihi kapasitas pembuluh vena yang abnormal. 1 1 Penjelasan tentang disfungsi neurologis pada spinal AVMs meliputi hipertensi vena, arterial steal , perdarahan,trombosis vena dan, efek penekanan dari dilatasi varises dan aneurisma. 4 Presentasi klinis dan patogenesis manifestasi neurologis sebagian besar ditentukan oleh jenis AVM. Pada kasus DAVFs, sistem vena yang valveless memungkinkan tekanan vena yang tinggi dari fistula AV ditransmisikan ke vena spinal, mielopati kongestif. 4 III.7. GAMBARAN KLINIS Malformasi vaskular spinal terjadi lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Presentasi klinis sangat tergantung pada apakah lesi terletak di dural atau intradural tabel 1. Gejala-gejala yang disebabkan oleh malformasi vaskular mirip dengan yang disebabkan oleh space-occupying lesions spinal, berupa nyeri, defisit Universitas Sumatera Utara motorik, kehilangan sensori, dan gangguan sfingter tabel 2. Nyeri dapat lokal atau radikuler. Seperti yang terlihat pada tabel 2, paresis adalah gejala yang paling umum pada pasien dengan AVMs dural, sedangkan perdarahan, yang sering pada intradural AVMs , tidak dijumpai pada fistula dural. Profil temporal dan presentasi klinis malformasi vaskular bervariasi dari secara luas dan tergantung pada jenis AVM. 4 Tabel 2. Gejala awal dan gejala saat diagnosis SAVM Dikutip dari : Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Diseases of the spine and spinal cord. Oxford University Press. 2000.p. 217-225 Pasien dengan dural AVFs biasanya berusia diatas 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada pria dibanding wanita. Gejala berkembang selama beberapa bulan atau tahun berupa kelemahan tungkai progresif. Nyeri biasanya dirasakan pada regio torakal, tanpa komponen radikuler yang signifikan. Namun begitu, radikulopati juga dapat dijumpai. Aktivitas atau perubahan posisi dapat memperburuk gejala di daerah torakal atau lumbal dan dapat mengakibatkan kongesti vena medula spinalis torakal dan kelemahan ekstremitas bawah. Lesi ini dapat disalahartikan sebagai stenosis spinal dan klaudikasio neurogenik. Riwayat khas dari pasien dengan klaudikasio spinal biasanya tidak termasuk kelemahan ekstremitas bawah, tetapi dapat berupa nyeri yang signifikan yang mirip dengan nyeri pada dural AVFs. 1 Lesi tipe 1 biasanya muncul dengan riwayat myeloradiculopathy progresif yang lama, yang Universitas Sumatera Utara mungkin menyerupai profil temporal suatu neoplasma spinal. 4 Presentasi yang paling umum dari AVM tipe I adalah mielopati yang berkembang perlahan. Selama beberapa bulan atau tahun, pasien mengalami defisit motorik yang semakin memberat dan gangguan sensorik. Selanjutnya gangguan dalam berkemih mungkin juga terjadi. Mielopati terjadi sekunder akibat peningkatan tekanan vena yang berkelanjutan, yang menghasilkan kongesti vena dan iskemia medula spinalis. 5 Pasien dengan malformasi tipe II-IV biasanya berusia kurang dari 30 tahun dan muncul dengan perdarahan subarakhnoid atau intraparenkim, vascular steal phenomenon ,atau yang lebih jarang, efek massa pada medula spinalis. Pasien dengan maformasi intradural spinal biasanya muncuk dengan perdarahan subarakhnoid atau intraparenkim akut. 1 Pada perdarahan intraparenkim, pasien menunjukkan perburukan neurologis yang tiba-tiba, nyeri yang tiba-tiba, dan disfungsi neurologis. Lebih jarang, pasien muncul dengan gejala akibat vascular steal phenomenon, di mana oksigen darah arteri yang terpintas melalui AVM menyebabkan parenkim normal di sekitarnya menjadi hipoperfusi. Terakhir, pasien dengan lesi intradural dapat muncul dengan gejala akibat efek massa yang disebabkan oleh pertumbuhan AVM. Pembesaran malformasi pembuluh darah menekan jaringan saraf di sekitarnya dan menimbulkan defisit neurologis. 1 Malformasi vaskular intradural spinal ini tipe II-IV berkembang selama masa embriogenesis dan, karenanya, dapat dijumpai pada setiap tingkat medula spinalis. Oleh karena itu, pasien dengan AVMs intradural dapat muncul dengan kelemahan ekstremitas atas ataupun bawah,sedangkan pasien dengan dural AVFs biasanya hanya menunjukkan kelemahan ekstremitas bawah. Malformasi vaskular tipe II dan III merupakan lesi high-flow, yang seperti halnya AVMs serebral, menunjukkan risiko signifikan untuk terjadinya perdarahan intramedularis atau subarakhoid. Lebih lanjut lagi, lesi tipe II dan tipe III terjadi lebih merata di sepanjang aksis spinal dan terdistribusi lebih merata pada kedua jenis kelamin. Oleh karena itu, pasien dengan tipe II atau III AVM lebih sering dijumpai pada usia muda dengan onset akut disfungsi neurologis di mana saja di sepanjang sumbu spinal. Presentasi klinis lesi tipe IV lesi tergantung pada ukuran lesi dan kecepatan aliran. Pasien dapat muncul dengan manifestasi progresif lambat atau mendadak. Kedua ekstremitas atas dan bawah dapat terkena, dan distribusi yang 1 Universitas Sumatera Utara relatif merata pada kedua jenis kelamindan biasanya dijumpai antara dekade ketiga dan keenam. 4,5 III.8. PROSEDUR DIAGNOSTIK Prosedur dagnostik meliputi temuan MRI, dibantu dengan MR angiografi MRA dan dikonfirmasi dengan DSA digital substraction angiography. III.8.1. Magnetic Resonance Imaging MRI Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan dengan CT Scan. Pada T1WI, medula spinalis tampak hipointens. Temuan MRI ynag paling sensitif namun tidak spesifik adalah peningkatan sinyal medula spinalis pada T2WI. Walaupun begitu, temuan ini juga dapat dijumpai pada keadaan infeksi, penyakit demielinasi, vaskulitis dan neoplasma. Peningkatan sinyal ini akan menghilang setelah embolisasi atau reseksi fistula. Pleksus venosus koronal juga dapat tampak enhance. Pada permukaan medula spinalis dapat juga dijumpai multiple flow voids, yang berhubungan dengan vena pial yang berdilatasi, dan dapat dijumpai pada separuh kasus.Temuan lain yang sering dijumpai adalah efek massa atau edema medula spinalis, yang biasanya tampak pada beberapa level medula spinalis dan dapat menimbulkan kecurigaan adaya tumor medula spinalis. Dengan pemberian kontras, akan terlihat multiple serpentine veins pada permukaan medula spinalis dengan patchy enhancement dalam medula spinalis. Tidak ada satupun temuan ini yang patognomonis untuk AVM. Kombinasi dari beberapa temuan ini dapat menguatkan dugaan adanya AVM, dimana pemeriksaan angiografi harus dilakukan, yang memungkinkan untuk melihat pleksus venosus koronal. Temuan yang mendukung adanya venous hypertensive myelopathy adalah hipointensitas medula spinalis perifer pada T2W1. Temuan ini, mungkin disebabkan oleh aliran darah yang lambat yang mengandung deoksihemoglobin dalam sistem kapiler yang terdistensi. Pada pemeriksaam T2W,edema medula spinalis hiperintens pada beberapa segmen yang sering disertai dengan batas yang hipointens, yang tampaknya menggambarkan darah yang deoksigenasi dalam pembuluh darah kapiler yang terdilatasi yang mengelilingi edema kongestif gambar 5. Pembuluh darah 4,5 Universitas Sumatera Utara perimedularis terdilatasi dan melingkar dan dapat terlihat pada T2W sebagai gambaran flow void, yang seringkali lebih nyata pada permukaan dorsal,namun jika volume shunt kecil, hanya akan terlihat setelah pemberian kontras gambar 5. Pada T1W, medula spinalis yang edema, tampak sedikit hipointens dan membesar. Setelah pemberian kontras, enhancement difus akan terlihat dalam medula spinalis sebagai suatu tandan kongesti vena yang kronik. gambar 6. Gambar 5. Temuan MRI pada DAVF Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48. Universitas Sumatera Utara Gambar 6. Dilatasi vena perimedularis pada MRI Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48. Pemeriksaan MRA dengan kontras diperlukan untuk mengetahui lokasi lesi. gambar 7. Teknik MRA dengan kontras dapat menunjukkan early venous filling, sehingga mengkonfirmasi adanya shunt dan pada sebagian besar kasus dapat menunjukkan level shunt. III.8.2. Magnetic Resonance Angiography MRA 13 Gambar 7. MR Angiografi pada SAVM Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48. III.8.3. Angiografi Universitas Sumatera Utara Dengan angiografi selektif, stasis materi kontras pada arteri radikulomedularis, terutama arteri spinalis anterior dapat terlihat. Adanya delayed venous return setelah injeksi pada arteri spinalis anterior mengindikasikan adanya kongesti vena dan perlunya mencari shunting lesion, sedangkan pada sebagian besar kasus, venous return yang normal dapat menyingkirkan kemungkinan DAVFs gambar 8. Setelah pemberian kontras ke arteri segmental yang mensuplai AVF, early venous filling dan uptake zat kontras yang retrograde dari vena radikulomedularis dapat terlihat. Sering juga terlihat gambaran rangkaian vena perimedularis yang terdilatasi yang cukup ekstensif. 13 Angiografi spinal dapat bermanfaat dalam 1 konfirmasi diagnosis, 2 identifikasi anatomi vaskular dari lesi, dan 3 kalsifikasi AVM. Informasi ini penting dalam perencanaan terapi dalam memilih antara tindakan bedah dan endovaskular. 4 Gambar 8. Delayed venous return pada SAVM Dikutip dari : Krings T, Geibprasert S. Spinal dural arteriovenous fistulas. Am J Neuroradiol 2009 ; 30: 639-48. Pencitraan SVMs masih merupakan suatu tantangan besar karena gambaran klinis dan pencitraannya menyerupai neoplasma, penyakit demielinasi, dan infeksi. Baku emas pencitraan SVMs selama ini adalah catheter-based 2D angiografi karena kemampuannya untuk menghasilkan gambar dengan resolusi temporal dan spasial Universitas Sumatera Utara yang baik. Namun, angiografi spinal 2D DS juga memiliki risiko. Kateterisasi arteri yang memasok suatu SVMs sering memakan waktu, membutuhkan beberapa kateterisasi, melibatkan waktu paparan radiasi yang panjang, dan menggunakan zat kontras yang berpotensi nefrotoksik dengan volume besar nefrotoksik. Lebih jauh lagi, kateterisasi arteri segmental dapat menyebabkan infark medula spinalis akibat embolisasi atau oklusi. Oleh karena itu, kemajuan dalam modalitas pencitraan non- invasif MR dan CT angiografi telah meningkat selama beberapa dekade terakhir dan telah meningkatkan kemampuan untuk mendiagnosis anomali vaskular spinal secara akurat. Selain itu, teknik pencitraan intraoperatif teknik telah dikembangkan untuk membantu penilaian intraoperatif sebelum, selama, dan setelah reseksi lesi ini dengan penggunaan angiografi DS spinal yang minimal danatau optimal. 2 Gambar 9. MRA dan DSA pada SVM Dikutip dari : Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 1: E9 III.9. DIAGNOSIS BANDING Universitas Sumatera Utara Diagnosis banding pada SVM cukup luas, mengingat gejala dan tanda nya yang tidak spesifik, mencakup polineuropati, tumor dan penyakit diskus degeneratif, sehingga tidak mengejutkan jika pasien dengan SVM sering terlebih dahulu berobat ke ahli ortopedi atau urologi karena keluhan retensio urin. Dari sudut pandang imejing, temuan MRI adanya edema medula spinalis bersama dengan pembuluh darah perimedularis yang berdilatasi tanpa adanya nidus intramedularis merupakan temuan tipikal untuk DAVFs spinal, dan diagnosis banding lainnya dalah jenis SVM lainnya, glioma, lesi inflamasi atau iskemik spinalis. 13 III.10. PENATALAKSANAAN Pemilihan tindakan bedah bergantung pada lokalisasi, struktur jaringan vaskular dan karakteristik hemodinamik pada AVM. Lokasi lenghtwise berdasarkan level vertebra dan aksial hubungan anatomis dengan medula spinalis, yaitu intramedularis, perimedularis, dural, epidural merupakan karakteristik malformasi vaskular yang paling penting. Tipe pembuluh darah yang mensuplai dan yang mendrainase akan bergantung pada lokalisasi tersebut karena suplai darah ke suatu malformasi akan selalu disediakan oleh pembuluh darah di sekitarnya. Karakteristik terpenting kedua adalah tipe struktural malformasi AVF atau AVM. 6 Untuk AVM spinal intramedularis, dapat dilakukan tindakan endovaskular maupun intervensi mikrosurgikal. Lesi AVM intramedularis dengan aliran yang rendah dan sedang dapat diterapi dengan mikrosurgikal, sedangkan AVM dengan aliran yang nyata harus diembolisasi terlebih dahulu dan kemudian direseksi secara mikrosurgikal. Lesi AVF perimedularis dapat diterapi dengan bedah mikro atau embolisasi atau kombinasi keduanya. Dengan tindakan embolisasi terdapat kemungkinan rekurensi yang lebih besar dan frekuensi komplikasi yang tinggi, sedangkan jika menggunakan teknik bedah mikro, frekuensi komplikasi lebih rendah dan efikasi intervensi lebih tinggi. Pada AVM dan AVF dural, teknik bedah mikro ataupun intervensi endovaskular dapat dilakukan. Tindakan endovaskular relatif lebih mudah dan kurang memiliki komplikasi. Namun begitu,walaupun pemeriksaan angiografi follow up menunjukkan bahwa intervensi endovaskular dapat dilakukan dengan 6,7 Universitas Sumatera Utara sukses, rekurensi dapat dijumpai pada beberapa kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh aliran darah kolateral yang baik pada duramater. Pada saat ini, ada 2 cara utama untuk pengobatan AVF dural yaitu melalui tindakan pembedahan dan endovaskular. Pada tindakan bedah, tujuan pembedahan adalah secara fisik memutuskan hubungan fistula dalam dura dengan perhatian khusu menghilangkan draining vein. 6,7 16 Literatur mengenai tindakan endovaskular pada AVM medula spinalis belum cukup banyak dan sebagian besar terdiri dari laporan kasus dan seri kasus kecil. Tujuan penatalaksanaan pada DAVFs adalah untuk menutup zona shunting yaitu bagian paling distal dari arteri bersama dengan bagian proksimal dari draining vein, gambar 10. Oklusi arterial proksimal akan menyebabkan perbaikan gejala sementara; namun begitu, karena adanya kolateral yang baik pada dura, fistula ini rentan untuk kembali terbentuk dalam beberapa bulan. Terdapat dua pilihan pada penatalaksanaan DAVFs: oklusi bedah dari vena intradural yang menerima darah dari zona shunt, suatu intervensi yang relatif aman dan sederhana; atau terapi endovaskular menggunakan agen embolik pada arteri radikulomeningeal. 13 15,16 Tindakan endovaskular melibatkan teknik teknik penggunaan kateter untuk penyemprotan “glue” atau komposisi partikel sejenis ke dalam lumen dari arteri yang masuk ke dalam feeding arteries atau secara langsung ke dalam draining vein pada AVF dural. Proses ini dikenal dengan nama embolisasi. 15 Prosedur embolisasi telah berkembang sebagai salah satu aspek neurointervensi modern. Terdapat sejumlah agen emboli yang digunakan dalam praktek klinis. Pilihan agen tergantung pada beberapa faktor: teritori vaskular yang akan ditangani, jenis kelainan yang akan ditangani, kemungkinan sampainya agen oklusif, tujuan prosedur, dan permanen tidaknya oklusi. Untuk malformasi vaskular, permanen tidaknya adalah hal yang paling signifikan. Dari berbagai literatur, dilaporkan bahwa embolisasi dengan alkohol polyvinyl, perekat jaringan glue, fibered coils, dan sejenisnya jarang bersifat kuratif, tetapi dapat memberikan pemulihan sementara. Dengan munculnya penggunaan etanol, pengobatan jangka panjang telah didapatkan dan telah didokumentasikan oleh banyak penulis. 15 Universitas Sumatera Utara Gambar 10. Endovaskular pada SVM Dikutip dari : Eddleman CS, Jeong H, Cashen T, et al. Advanced noninvasive imaging of spinal vascular malformations.Neurosurg Focus 2009; 26 1: E9 III.11. PROGNOSIS Penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat perkembangan penyakit, dan prognosisnya bergantung pada durasi gejala sebelum terapi dan disabilitas sebelum terapi. Setelah oklusi komplit pada fistula, perkembangan penyakit dapat berhenti pada sebagian besar kasus; namun begitu dua pertiga pasien melaporkan regresi dari gejala motoriknya termasuk gait dan kekuatan motorik dan hanya sepertiga menunjukkan suatu perbaikan pada gangguan sensorik. Gangguan sfingter jarang bersifat reversible, dan nyeri dapat menetap. Pada kasus yang lama, pasien dapat mengalami perburukan walaupun oklusi komplit. Perburukan gejala setelah perbaikan Universitas Sumatera Utara awal harus menimbulkan kecurigaan adanya rekanalisasi shunt atau suatu shunt sekunder. 13

IV. DISKUSI KASUS