Karakteristik Mikrohabitat, Morfologi Dan Kelimpahan Phyton Reticulatus Schneider, 1801 Di Kebun Sagu, Kabupaten Sambas

KARAKTERISTIK MIKROHABITAT, MORFOLOGI DAN
KELIMPAHAN Python reticulatus Schneider, 1801
DI KEBUN SAGU, KABUPATEN SAMBAS

ADELINA SILALAHI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik
Mikrohabitat, Morfologi dan Kelimpahan Phyton reticulatus Schneider, 1801 di
Kebun Sagu Kabupaten Sambas adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Adelina Silalahi
NIM E353120095

RINGKASAN
ADELINA SILALAHI. Karakteristik Mikrohabitat, Morfologi dan Kelimpahan
Phyton reticulatus Schneider, 1801 di Kebun Sagu, Kabupaten Sambas.
Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO.
Python merupakan salah satu spesies reptil yang dipanen oleh masyarakat
setempat untuk tujuan komersial. Panen terbesar ular ini di Kabupaten Sambas
sebagian besar berasal dari hutan tanaman rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik habitat mikro, morfologi dan kelimpahan P.
reticulatus di perkebunan sagu rakyat di Sambas, Kalimantan Barat yang
mendukung keberadaan jenis ini.
Pengumpulan data habitat mikro dilakukan dengan menggunakan perangkap
di 127 titik pengamatan yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai April
2014. Tiga puluh delapan python ditangkap selama survei. Kehadiran python pada
lokasi pengamatan berkorelasi positif dengan kerapatan Metroxylon sago (r =
0.09; p = 0.008; n = 127), Dillenia indica (r = 0,22; p = 0.001; n = 127), Alstonia

scholaris (r = 0.11; p = 0.015; n = 127) dan Vitis trifolia (r = 0.18; p = 0.004; n =
127), sedangkan kelembaban udara (r = 0,05; p = 0.008; n = 127), jarak sumber
air terdekat (r = 0.20; p = 0.049; n = 127) dan kerapatan Havea brasiliensis (r =
0.04; p = 0.025; n = 127) berkorelasi negatif dengan kehadiran python.
Kelas kesesuaian tinggi yang dapat digunakan untuk memprediksi kehadiran
python ditandai dengan kelembaban udara berkisar 64-72% dan jarak dengan
sumber air terdekat berkisar 10-200 cm, dengan kerapatan vegetasi minimal untuk
jenis Metroxylon sago sebanyak 322 batang/ha, Dillenia indica sebanyak 118
batang/ha, Alstonia scholaris sebanyak 77 batang/ha dan Vitis trifolia sebanyak
18 batang/ha. Peluang tertinggi kehadiran python berada pada tingkat kesesuaian
habitat sedang dengan penciri kelembaban udara berkisar 68–74% dan jarak air
terdekat 10–200 cm. Keberadaan beberapa vegetasi dapat menyediakan habitat
untuk berlindung, berkembang biak dan mangsa bagi python.
Individu yang tertangkap terdiri dari 36 individu dewasa (94.74%) dan 2
individu muda berjenis kelamin betina (5.26%). Anakan (bayi) dan telur tidak
ditemukan selama penelitian berlangsung. Sex ratio yang dihasilkan adalah 1 :
1.375. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara
ukuran python jantan dan betina yang tertangkap, namun ukuran Snout-Vent
Length (SVL) terbesar ditemukan pada jenis kelamin betina sedangkan rata-rata
ukuran SVL jantan lebih besar dari SVL betina.

Kata kunci : Python reticulatus, mikrohabitat, kebun sagu, kelimpahan, morfologi

SUMMARY
ADELINA SILALAHI. Microhabitat Charactesictics, Morphology and
Abundance of Python reticulatus Schneider, 1801 at Sago Plantation in Sambas
District. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO
KARTONO.
Python is one of reptile species harvested for commercial purposes. The
biggest harvest of this snake mostly comes from smallholder plantations in
Sambas district. This study aims to identify the characteristics of the microhabitat,
morphology and abundance of P. reticulatus in smallholders sago plantation in
Sambas, West Kalimantan. Data for microhabitat was collected using traps at 127
observation point from February to April 2014. Thirty-eight python was captured
during the survey. The presence of python was positively correlated with
Metroxylon sago density (r = 0.09; p = 0.008; n = 127), Dillenia indica (r = 0.22;
p = 0.001; n = 127), Alstonia scholaris (r = 0.11; p = 0.015; n = 127) and Vitis
trifolia (r = 0.18; p = 0.004; n = 127), whereas air humidity (r = 0.05; p = 0.008; n
= 127), distance of nearest water (r = 0.20; p = 0.049; n = 127) and Havea
brasiliensis density (r = 0.04; p = 0.025; n = 127) correlated negatively with
python.

High suitability classes that can be used to predict the presence of python
were humidity (ranges between 64-72%) and distance to the nearest water source
(ranges between 10-200 cm), with minimum vegetation density of 322 stems/ha
of Metroxylon sago, 118 stems/ha of Dillenia indica, 77 stems/ha of Alstonia
scholaris and 18 stems/ha of Vitis trifolia. However the highest probability to
found python occur at habitat suitability category at middle level, whith
characterized by humidity between 68-74% and distance to nearest water between
10-200 cm. The occurrence of various vegetations in the sago plantations might
increase habitat for cover and breeding for python as well as providing habitat for
prey.
Captured snake consisted of 36 adult (94.74%) and 2 young female (5.26%).
Juvenil and eggs were not found during the study. Sex ratio was 1: 1.375. There
were no significant difference between male and female size, but the largest SVL
found was female, althought male had an average SVL larger than female.
Keywords: Python reticulatus, microhabitat, sago plantation, abundance and
morphology

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISTIK MIKROHABITAT, MORFOLOGI DAN
KELIMPAHAN Python reticulatus Schneider, 1801
DI KEBUN SAGU, KABUPATEN SAMBAS

ADELINA SILALAHI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi
pada
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Nyoto Santoso, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program
Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Februari sampai April 2014 ini adalah habitat dan populasi Python reticulatus.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku komisi pembimbing atas
pencerahan, bimbingan, koreksi, masukan dan saran yang sangat membangun
selama penyusunan tugas akhir ini.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Kepala BKSDA Kalimantan

Barat, Bapak P. Samosir selaku Kepala Seksi Konservasi Wilayah III, Bapak
Hasan Asy’ary (PEH BKSDA Kalimantan Barat), Bapak Antonio Marques (staf
SKW III), Bapak Ati, Bapak Asak, Bapak Bali dan Bapak Bujang serta Bapak
George Saputra (IRATA) yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suamiku Bulus Lumban Gaol,
SE, MM, ibu S br. Sihombing, anak-anakku Yohanes Ari Putra, Anastasia Putri
Angelina, Rachel Amelia Putri dan Winna Anugrah, seluruh keluarga dan rekanrekan Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati, atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Adelina Silalahi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
3

2 KARAKTERISTIK MIKROHABITAT Python reticulatus PADA KEBUN
SAGU DI KABUPATEN SAMBAS
Pendahuluan

5
Metode Penelitian
7
Hasil
9
Pembahasan
12
Simpulan
16
3 KELIMPAHAN DAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI Python reticulatus
PADA KEBUN SAGU DI KABUPATEN SAMBAS
Pendahuluan
17
Metode Penelitian
18
Hasil
21
Pembahasan
22
Simpulan

25
4 PEMBAHASAN UMUM

26

5 SIMPULAN DAN SARAN

28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

35


DAFTAR TABEL
1 Jumlah, persentase dan kerapatan vegetasi
2 Kehadiran P. reticulatus berdasarkan lokasi pengamatan
3 Analisis regresi logistik komponen biotik dan abiotik kesesuaian
habitat P. reticulatus di kebun sagu di Sambas, Kalimantan Barat
4 Kelas kesesuaian habitat P. reticulatus di kebun sagu Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat
5 Peluang kehadiran python berdasarkan kelas kesesuaian habitat
6 Lokasi pengambilan sampel
7 Struktur umur Python reticulatus pada lokasi pengamatan
8 Kelimpahan relatif Python reticulatus berdasarkan lokasi
pengamatan

9
10
11
12
16
19
21
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Ruang lingkup penelitian
Lokasi penelitian di Kecamatan Tangaran Kabupaten Sambas
Lokasi pengamatan
Hubungan antara SVL dengan berat tubuh

4
7
19
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis regresi logistik
2 Hasil uji normalitas data
3 Analisis uji beda (Independent Sample T Test)

32
33
34

1 PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Python reticulatus Schneider, 1801 merupakan jenis ular terbesar di dunia
dengan wilayah distribusi yang sangat luas meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara
dan sebagian besar wilayah Indonesia (Iskandar & Colijn 2001). Ular yang secara
taksonomi kini dikenal sebagai Malayopython reticulatus diketahui menyebar luas
di Asia Tenggara (Kepulauan Nikobar, Birma, China, Semenanjung Malaya,
Indonesia dan Filipina). Variasi geografi subspecies P. reticulatus terbagi dalam
tiga kelompok yaitu P. reticulatus reticulatus yang populasinya menghuni
wilayah daratan Sunda (Sumatera, Jawa, Kalimantan) dan Sulawesi, P. reticulatus
saputrai yang menghuni pulau Selayar dan Bira (ujung barat daya Sulawesi
Selatan) dan P. reticulatus jampeanus yang menghuni pulau Tanah Jampea
(Kepulauan Selayar).
Satwa yang dikenal dengan nama ular sawah ini umumnya dijumpai di
hutan tropis, areal berumput lebat, areal-areal yang berdekatan dengan sungai
besar, sungai kecil maupun danau (Mehrtens 1987). P. reticulatus bisa ditemukan
di dataran rendah pada ketinggian dibawah 1 000 m diatas permukaan laut (dpl) di
Kalimantan. Meskipun termasuk ular terrestrial, namun tidak ditemukan P.
reticulatus yang tinggal dalam lubang tanah tetapi banyak ditemukan di serasah,
tanah dan pohon meskipun sering ditemukan pula sedang berada di perairan tawar
(Tweedie 1983, Stuebing & Inger 1999).
P. reticulatus merupakan jenis ular python yang paling banyak
dimanfaatkan bila dibandingkan dengan genus python lainnya. Indonesia sejak
lama telah menjadi negara pengekspor reptil, baik dalam bentuk kulit maupun
dalam bentuk reptil hidup. Tahun 1983-1999, kulit P. reticulatus dieksport
dengan jumlah lebih dari 200 000 lembar/tahun (Mardiastuti & Suhartono 2003).
Kurun waktu lima tahun terakhir, kuota tangkap P. reticulatus menempati angka
tertinggi dibandingkan jenis ular lainnya. Kuota tangkap jenis ini untuk kebutuhan
ekspor adalah sebanyak 180 000 ekor, baik dalam bentuk kulit maupun binatang
peliharaan/pet (Ditjen PHKA 2010a, 2010b, 2011, 2013, 2014), sedangkan untuk
kebutuhan lokal, masih belum terdata dengan pasti berapa jumlah
pemanfaatannya.
Tingginya pemanfaatan baik untuk kebutuhan lokal maupun internasional
merupakan ancaman serius terhadap keberadaan python karena keseluruhan
individu yang diperdagangkan berasal dari tangkapan alam. Sistem pengambilan
ini bila dilakukan terus menerus dan dalam jumlah yang besar dapat mengancam
keberadaan spesies tersebut dan mempercepat laju kepunahan. Selain itu, alih
fungsi hutan dan degradasi hutan untuk kepentingan sosial dan ekonomi
menyebabkan habitat P. reticulatus ikut tergangu. Hutan yang berperan sebagai
habitat asli python semakin tergerus oleh kepentingan manusia. Hal ini akan
berdampak pada keberadaan Python reticulatus. Status konservasi spesies ini
belum dilindungi undang-undang di Indonesia, namun secara internasional,
spesies ini masuk dalam daftar Appendix II CITES yang berarti bahwa
populasinya di alam belum terancam punah, namun demikian kegiatan

2
pemanfaatan domestik dan internasionalnya perlu dikontrol melalui mekanisme
kuota.
Tantangan dalam pengelolaan satwa liar, khususnya yang diperdagangkan
adalah data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai bahan
monitoring dan evaluasi dalam pemanfaatan berkelanjutan. Salah satu
permasalahan utama dalam konservasi reptil di Indonesia adalah masih sedikitnya
data dan informasi tentang kondisi habitat dan ukuran populasi masing-masing
jenis, termasuk jenis-jenis ular yang hingga saat ini telah dimanfaatkan dan
diperdagangkan (Iskandar & Erdelen 2006). Informasi dasar mengenai habitat dan
populasi bermanfaat untuk pengelolaan satwa liar tersebut.
Kalimantan Barat sebagai provinsi dengan pemanfaatan P. reticulatus
terbanyak kedua di Indonesia setelah Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki
keterbatasan mengenai data dan informasi tersebut. Gambaran tentang habitat dan
populasi spesies ini di alam sangat penting untuk diketahui agar dapat dilakukan
upaya pengelolaan untuk mengantisipasi terjadinya eksploitasi yang berlebihan
baik untuk kepentingan ekspor maupun konsumsi lokal. Beberapa peneliti (Shine
et al. 1999, Siregar 2012, Wardhani 2012) telah menggali data dan informasi
mengenai populasi P. reticulatus, namun penelitian tersebut lebih mengarah pada
pendugaan populasi melalui hasil tangkapan pada tingkat pengumpul di Sumatera
Utara dan Kalimantan Tengah.
Kabupaten Sambas merupakan wilayah tangkap terbesar di Provinsi
Kalimantan Barat. Tingginya hasil tangkapan diduga karena habitat asli python ini
terganggu. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spesies ini dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan, yang ditandai dengan keberadaan spesies ini di
areal perkebunan sawit, perkebunan karet, bahkan kadang dapat memasuki
kawasan pemukiman (Shine et al. 1999, Wardhani 2012).

Tujuan
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan dengan
tujuan mengidentifikasi karakteristik habitat, populasi dan kelimpahan relatif P.
reticulatus di Kabupaten Sambas. Tesis disajikan dalam dua makalah, yaitu:
1.
Karakteristik mikrohabitat Python reticulatus Schneider, 1801 di kebun
sagu Kabupaten Sambas yang bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik mikrohabitat di perkebunan rakyat yang menjadi lokasi
penangkapan P. reticulatus; dan
2.
Kelimpahan dan karakteristik morfologi Python reticulatus Schneider, 1801
di kebun sagu Kabupaten Sambas yang bertujuan untuk mengetahui
kelimpahan relatif dan mengidentifikasi karakteristik morfologi P.
reticulatus di Kabupaten Sambas.

3
Manfaat
1.

2.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
Sebagai sumber informasi mengenai karakteristik mikrohabitat, karakteristik
morfologi dan kelimpahan relatif Python reticulatus di kebun sagu
Kabupaten Sambas
Sebagai sumber informasi awal dalam pendugaan populasi Python
reticulatus di areal kebun sagu.

Ruang Lingkup Penelitian
Pemanfaatan satwa liar (melalui mekanisme panenan) dilakukan pada saat
maximum sustainable yield (MSY), yaitu suatu kondisi dimana panenan terbesar
dapat dilakukan dari suatu populasi tanpa mengakibatkan kepunahan. Informasi
mengenai demografi, ekologi dan biologi populasi sangat dibutuhkan untuk
mengetahui/menduga kondisi sesungguhnya suatu spesies di alam.
Kajian ekologi antara lain dapat dipelajari dengan membagi lingkungan
hidup dalam beberapa bagian sesuai dengan komponen yang membentuk
lingkungan yaitu lingkungan fisik/abiotic dan lingkungan biotik. Lingkungan
fisik/abiotic mencakup ketinggian tempat, suhu dan kelembaban udara, pH pH
tanah serta jarak dari sumber air terdekat, sedangkan lingkungan biotik merupakan
bagian dari keseluruhan lingkungan yang terbentuk dari semua fungsi hayati
mahluk hidup yang satu dengan yang lain yang saling berinteraksi, salah satunya
adalah vegetasi.
Karakteristik populasi terdiri atas karakteristik fisik yang dikenal dengan
demografik dan karakteristik biologi yang dikenal dengan morfometrik.
Karakteristik populasi yang menjadi tujuan penelitian ini adalah kelimpahan
populasi (kelimpahan relatif). Kelimpahan populasi adalah banyaknya individu
dalam suatu populasi yang dihubungkan dengan satuan ruang/tempat pada waktu
tertentu. Namun demikian data yang dihasikan dalam penelitian ini juga mampu
mendeskripsikan karakteristik morfometrik (berat tubuh, Snout-Vent Length
(SVL), panjang badan, panjang ekor dan jenis kelamin. Bagan alir ruang lingkup
penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut ini.

4
Python reticulatus Schneider, 1801

Ekologi

Lingkungan
Abiotik

Populasi

Lingkungan
Biotik

Karakteristik
Populasi

Vegetasi
Demografik
PH
Tanah

Suhu
Udara
Ketinggian
Tempat

Morfometrik

Kelembaban
Udara

Jarak dari Sumber

Air Terdekat

Kelimpahan

Berat
Tubuh

SVL

Distrbusi Umur

Panjang
Badan

Ekologi Populasi
Python reticulatus Schneider, 1801

Gambar 1. Ruang lingkup penelitian

Panjang
Ekor

Jenis
Kelamin

5

2 KARAKTERISTIK MIKROHABITAT Python reticulatus
Schneider, 1801 DI KEBUN SAGU KABUPATEN SAMBAS
(Microhabitat Charactesictics of Python reticulatus Schneider, 1801 at Sago
Plantation in Sambas District)

Abstrak
Python reticulatus merupakan salah satu spesies reptil yang dipanen oleh
masyarakat setempat untuk tujuan komersial. Panen terbesar ular ini sebagian
besar berasal dari hutan tanaman rakyat di Kabupaten Sambas. Alih fungsi dan
degradasi hutan merupakan salah satu penyebab hilangnya habitat alami Python
reticulatus. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa spesies ini
mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang ditandai dengan adanya
spesies ini di perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik habitat mikro P. reticulatus di perkebunan sagu rakyat di Sambas,
Kalimantan Barat yang mendukung keberadaan jenis ini. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan perangkap yang dilaksanakan sejak bulan
Februari sampai April 2014 pada 127 titik pengamatan. Tiga puluh delapan
python ditangkap selama survei. Kehadiran python berkorelasi positif dengan
kerapatan Metroxylon sago (r = 0.09; p = 0.008; n = 127), Dillenia indica (r =
0,22; p = 0.001; n = 127), Alstonia scholaris (r = 0.11; p = 0.015; n = 127) dan
Vitis trifolia (r = 0.18; p = 0.004; n = 127), sedangkan kelembaban udara (r =
0,05; p = 0.008; n = 127), jarak sumber air terdekat (r = 0.20; p = 0.049; n = 127)
dan kerapatan Havea brasiliensis (r = 0.04; p = 0.025; n = 127) berkorelasi
negatif dengan kehadiran python. Kesesuaian habitat tinggi berada pada lokasi
dengan kelembaban udara antara 64-72% dan jarak dengan sumber air terdekat
berkisar antara 10-200 cm. Keberadaan beberapa vegetasi di kebun sagu dapat
menyediakan habitat untuk berlindung, berkembang biak dan mangsa bagi
python.
Kata kunci : Python reticulatus, mikrohabitat, kebun sagu

Pendahuluan
Reptilia merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting dalam
ekologi sebagai aktor dalam rantai makanan yang menempati konsumen tingkat
dua. Kehidupan Phyton sangat dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Rusaknya
suatu habitat dapat mempengaruhi proses kehidupan dan perkembangan reptilia
ini bahkan dapat menyebabkan kematian yang akan berujung pada kepunahan.
Karakteristik habitat yang mempengaruhi keberadaan jenis reptilia ini antara lain
penutupan vegetasi dan kondisi lingkungan fisik. Karakteristik tersebut
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan kegiatan
reptilia (Kusrini 2009).
Faktor lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, kemiringan lahan,
ketebalan serasah dan jarak dari sumber air merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan reptilia. Selain faktor fisik tersebut,

6
reptil juga bergantung pada interaksi dengan faktor biotik seperti tutupan vegetasi.
Hal ini karena tutupan vegetasi, baik secara vertikal dan horisontal, berperan
penting terhadap intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan (Goin & Goin
1971).
Jenis tutupan vegetasi merupakan bagian yang sangat penting pada habitat
reptil karena berperan dalam membedakan karakteristik setiap habitat dan
mempengaruhi ciri-ciri fisik suatu lingkungan. Goin & Goin (1971) menyatakan
bahwa di Eropa barat laut, belukar yang tinggi penting untuk reptil sebagai media
pengintaian pakan, persembunyian dari mangsa dan eksploitasi. Di areal hutan,
pepohonan berperan sebagai pengendali iklim mikro, pengatur suhu dan
kelembaban. Indrawan et al. (2007) menyatakan bahwa komposisi komunitas dan
keanekaragaman jenis reptil lebih tinggi di dataran rendah dibandingkan dengan
dataran tinggi dan kelimpahan jenis reptil semakin berkurang dengan
bertambahnya ketinggian.
Ular sanca (P. reticulatus) merupakan salah satu jenis reptil yang
dimanfaatkan oleh manusia untuk kulit maupun daging (Mardiastuti & Suhartono
2003). P. reticulatus banyak ditemukan di habitat hutan tropis, areal berumput
lebat, areal-areal yang berdekatan dengan sungai besar, sungai kecil maupun
danau (Mehrtens 1987). Alih fungsi hutan dan degradasi hutan menyebabkan
terganggunya habitat P. reticulatus. Namun beberapa penelitian menyatakan
bahwa spesies ini dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, yang ditandai
dengan kehadiran spesies ini di areal perkebunan sawit, perkebunan karet, bahkan
kadang dapat memasuki kawasan permukiman (Shine et al. 1999, Wardhani
2012).
Menurut Shine et al. (1999), lokasi-lokasi penangkapan P. reticulatus di
Sumatera Utara adalah areal dengan penggunaan intensif untuk aktivitas
pertanian, khususnya pada perkebunan kelapa sawit dan karet; sedangkan di
Sumatera Selatan adalah di rawa-rawa pasang surut. Wardhani (2012) menyatakan
bahwa areal tangkap di Kalimantan Tengah juga berada di lokasi penggunaan
intensif untuk pertanian yaitu kebun kelapa sawit (Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Seruyan), kebun karet (Kabupaten Pulang Pisau) dan rawa-rawa pasang surut
(Kabupaten Katingan).
Perkebunan merupakan salah satu sektor penting dalam pertumbuhan
ekonomi dan sosial masyarakat. Perkembangan perkebunan memberikan
keuntungan finansial dan membuka kesempatan terbentuknya ekonomi baru.
Namun di sisi lain dapat dianggap sebagai ancaman bagi kelestarian
keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Selama ini, perkebunan dianggap
memiliki komposisi vegetasi yang seragam (monokultur) dan tidak dapat
mendukung kehidupan berbagai jenis satwaliar. Namun demikian, beberapa
peneliti menyatakan bahwa perkebunan tetap memiliki nilai penting bagi
keanekaragaman hayati terutama perkebunan yang memiliki sisa-sisa vegetasi asli
di kawasan ini (Lindenmayer et al. 2003). Kalimantan Barat merupakan wilayah
pemanfaatan kedua terbanyak P. reticulatus di Indonesia. Pengamatan terhadap
penangkapan P. reticulatus di Kabupaten Sambas, yang merupakan daerah
tangkap terbesar di Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan bahwa areal tangkap
jenis ular ini meliputi areal perkebunan rakyat seperti kebun sagu. Daerah
tangkapan tersebut diduga memiliki keragaman vegetasi yang dapat mendukung
keberadaan python. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk

7
menelaah karakteristik mikrohabitat di perkebunan rakyat yang menjadi tempat
penangkapan P. reticulatus.

Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Pengumpulan data dilakukan di areal kebun sagu di Kecamatan Tangaran,
Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 2). Pemilihan lokasi
didasarkan atas informasi dari penangkap ular yang menyatakan bahwa lokasi
terpilih adalah lokasi dengan tangkapan yang selalu ada pada setiap musim.
Kecamatan Tangaran merupakan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari
200 m di atas permukaan laut. Pengambilan data dilakukan pada awal Februari
2014 sampai akhir April 2014. Pada saat pengambilan data dilakukan, kondisi
iklim pada lokasi penelitian masuk dalam kategori musim kering dimana curah
hujan rata-rata selama pengamatan berlangsung kurang dari 100 mm (BMKG
2014).

g

Gambar 2 Lokasi penelitian di Kecamatan Tangaran Kabupaten Sambas

8
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan penangkap/pemburu ular
setempat. Metode penangkapan mengikuti kebiasaan pemburu setempat yaitu
dengan menggunakan perangkap. Perangkap dibuat dengan menggunakan tiga
atau empat batang kayu berdiameter ± 10 cm sebagai tiang utama yang
ditancapkan dengan kemiringan sekitar 450 untuk menggantungkan umpan. Kayu
tersebut kemudian dihubungkan dengan bambu yang telah dipasang tali rafia
untuk menjerat ular ketika mengambil umpan. Perangkap diletakkan dekat sumber
air berupa parit dengan lebar 150 cm. Umpan yang digunakan adalah bebek mati
yang tidak dikuliti. Penggantian umpan dilakukan setiap tiga hari sekali.
Pengecekan perangkap dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
Jumlah perangkap seluruhnya adalah sebanyak 127 perangkap yang dipasang pada
3 lokasi kebun sagu (Tangaran 1, Tangaran 2 dan Tangaran 3). Untuk
menghindari penghitungan ganda pada data hasil penelitian, semua individu yang
tertangkap selama masa penelitian tidak dikembalikan ke habitat alami dimana
individu ditemukan dan kemudian dilakukan pengukuran/pencatatan morfometri.
Setiap titik pengamatan ditandai dengan menggunakan GPS (Geographycal
Positioning Systems) dan dilakukan pencatatan komponen lingkungan yang
meliputi komponen biotik dan abiotik. Pengumpulan data komponen biotik
dilakukan di sekitar perangkap yang dipasang dengan menggunakan unit contoh
pengamatan petak tunggal yang dibagi-bagi ke dalam sub-sub petak sebagai
berikut: sub petak 20m x 20m untuk pengamatan tingkat pertumbuhan pohon,
10m x 10m untuk tingkat tiang, 5m x 5m untuk tingkat pancang, dan 2m x 2m
untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah. Data yang dicatat meliputi jenis dan
jumlah individu vegetasi berdasarkan tingkat pertumbuhan. Keseluruhan unit
contoh pengamatan vegetasi berjumlah 127 plot.
Komponen abiotik yang diamati dan dicatat meliputi ketinggian tempat,
suhu udara (0C), kelembaban udara (%) yang diukur dengan menggunakan
Corona GL dan suhu tanah (0C) yang diukur pada setiap titik pengamatan dan
dilakukan pada pagi hari, pH tanah diukur dengan menggunakan kertas lakmus
dan jarak dari sumber air terdekat yang diukur dengan menggunakan meteran.
Pada setiap titik pengamatan tersebut juga dilakukan pencatatan terhadap
kehadiran python (presence/absence). Ada atau tidaknya individu ditentukan
secara visual yang ditandai dengan kehadiran python yang masuk dalam
perangkap.

Analisis Data
Kerapatan vegetasi adalah jumlah individu setiap jenis vegetasi per satuan
ruang (per ha) tertentu, yang dihitung dengan menggunakan persamaan: K =
(jumlah individu ditemukan)/(luas seluruh petak contoh). Identifikasi karakteristik
habitat yang menentukan kehadiran P. reticulatus dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Regresi Logistik Biner. Keragaman dalam model yang
dihasilkan diketahui melalui Nagelkerke R Square. Beberapa variabel yaitu
ketinggian tempat, suhu tanah dan pH tanah dikeluarkan dalam penghitungan
regresi karena hampir tidak ada variasi antar data. Variabel yang digunakan

9
sebagai penduga kehadiran P. reticulatus adalah suhu udara, kelembaban, jarak
dari sumber air terdekat, kerapatan jenis vegetasi yang ada meliputi tingkat
pertumbuhan tiang dan pancang yaitu sagu, karet, simpur, nibung, pulai, rengas
dan bambu; sedangkan tingkat semak atau tumbuhan bawah adalah jahe dan
galing-galing. Tidak ada satupun jenis vegetasi dengan tingkat pertumbuhan
pohon yang ditemui selama penelitian berlangsung. Peluang yang dihasilkan
melalui persamaan logistik kemudian digunakan untuk menentukan tingkat
kesesuaian habitat python.

Hasil
Karakteristik Mikrohabitat
Jenis Vegetasi. Jenis vegetasi yang ditemukan di sekitar titik pengamatan
adalah sebanyak 9 jenis yang terdiri atas: sagu Metroxylon sago Rottb., nibung
Oncosperma tigillarium (Jack) Ridl., simpur Dillenia indica L., pulai Alstonia
scholaris L.R.Br., karet Hevea brasiliensis Müll.Arg., rengas Gluta renghas L.,
bambu Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C.Wendl., jahe Zingiber officinale Roscoe
dan galing-galing Vitis trifolia Linn. Vegetasi yang terdapat pada Tangaran 1
adalah sagu dan jahe, dengan ekosistem sekitar adalah sungai. Pada Tangaran 2,
terdapat vegetasi yang lebih bervariasi yaitu jenis sagu, nibung, simpur, pulai,
bambu, karet dan galing-galing, dengan ekosistem sekitar Tangaran 2 adalah
ladang (sawah kering) dan kebun karet. Vegetasi pada Tangaran 3, lebih
baervariasi dibandingkan dengan Tangaran 1 namun lebih sedikit jenis
vegetasinya dibandingkan dengan Tangaran 2. Jenis vegetasi yang ada pada
Tangaran adalah sagu, pulai, simpur dan rengas, dengan ekosistem sekitar berupa
ladang (sawah kering).
Kerapatan Vegetasi. Jenis vegetasi dominan yang ditemukan pada titik
pengamatan adalah sagu dengan kerapatan 3 016 batang/ha, kemudian disusul
dengan tumbuhan bawah berupa jahe dengan kerapatan 956 batang/ha dan bambu
dengan kerapatan 711 batang/ha (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah, persentase dan kerapatan vegetasi
Jumlah Persentase Kerapatan
No.
Jenis Vegetasi
(batang)
(%)
(batang/ha)
1 Sagu (Metroxylon sago)
3 711
66.23
3 016
2 Jahe (Zingiber officinale)
1 243
0.91
956
3 Simpur (Dillenia indica)
476
8.50
544
4 Karet (Hevea brasiliensis)
252
4.50
323
5 Pulai (Alstonia scholaris)
224
4.00
172
6 Bambu (Bambusa vulgaris)
231
4.23
711
7 Galing-galing (Vitis trifolia)
196
3.50
603
8 Rengas (Gluta renghas)
84
1.50
65
9 Nibung (Oncosperma tigillarium)
56
1.00
43
Total
6 473
100.00

10
Ketinggian Tempat. Ketinggian tempat pada titik pengamatan berkisar
antara 9 – 25 meter diatas permukaan laut (m dpl), dengan ketinggian rata-rata
13.5 m dpl. Ular terbanyak ditemukan pada interval ketinggian tempat 8.9 – 14.2
m dpl dengan jumlah ular sebanyak 24 individu (63.2%).
Suhu Udara. Suhu udara pada titik pengamatan berkisar antara 29.10
32.9 C, dengan suhu udara rata-rata 30.80C. Individu terbanyak ditemukan pada
kisaran suhu udara 29.0-30.20C dengan jumlah 19 individu (50%) dan titik
pengamatan tidak ditemukannya individu terbanyak yaitu sebanyak 46 titik
pengamatan (51.7%) berada pada kisaran antara 30.3-31.50C.
Kelembaban Udara. Kelembaban udara pada seluruh titik pengamatan
berkisar antara 63-77%, dengan kelembaban udara rata-rata 70.4%. Sebagian
besar ular yaitu sebanyak 29 individu (76.3%) ditemukan pada titik pengamatan
dengan kisaran kelembaban udara antara 68-72%. Titik pengamatan terbanyak
dimana tidak ditemukan ular (62 titik pengatamatan atau 69.7%) terdapat pada
kisaran kelembaban yang sama yakni antara 68-72%.
Suhu Tanah. Suhu tanah berkisar antara 27.1–28.9 0C dengan rata-rata
0
28.1 C. Ular ditemukan terbanyak pada kisaran suhu tanah 27.8-28.4 0C yakni
sebanyak 23 individu (60.5%).
Jarak. Jarak antara sumber air terdekat dengan titik pengamatan berkisar
antara 10-200 cm dengan rata-rata 95 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 17 individu (44.7%) ditemukan pada jarak antara 10 - 73 cm dari
sumber air, 4 individu (10.5%) ditemukan pada jarak antara 74 – 137 cm dari
sumber air dan 17 individu (44.7%) ditemukan pada jarak antara 138 - 201 cm
dari sumber air, sedangkan titik pengamatan terbanyak dimana tidak ditemukan
individu ular berada pada jarak 10-73 cm dari sumber air terdekat (52 titik
pengamatan atau 57.1%).

Kehadiran Python
Total jumlah ular yang terperangkap selama pengamatan adalah 38 individu
dengan distribusi per lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kehadiran P. reticulatus berdasarkan lokasi pengamatan
Ʃ Titik
Ʃ Ular
Persentase
Lokasi
Pengamatan
(individu)
(%)
Tangaran_1
50
0
0.00
Tangaran_2
56
27
48.21
Tangaran_3
21
11
52.38
Total
127
38
29.92

Hasil model regresi logistik menunjukkan bahwa untuk semua komponen
lingkungan biotik dan abiotik, variabel yang paling penting untuk memprediksi
keberadaan python adalah vegetasi dengan jenis sagu, simpur, pulai, karet dan
galing-galing serta kelembaban udara dan jarak dengan sumber air terdekat. Hasil
analisis regresi logistik disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 1.

11
Persamaan linier yang terbentuk adalah Z = 20.787 – 0.511X2 – 0.016 X3 +
0.305 X4 + 0.202 X6 + 0.175 X7 – 0.145 X8 + 0.094 X12. Persamaan tersebut
memiliki nilai Hosmer & Lemeshow’s Goodness of Fit Test sebesar 4.313 dan
probabilitas signifikansi 0.828 yang berarti bahwa model mampu memprediksi
nilai observasinya. Variabel bebas yang berpengaruh terhadap keberadaan python
memiliki nilai signifikansi