Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai

(1)

TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

YENTI KUMALA SARI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

KEANEKARAGAMAN JENIS KUPU-KUPU

DI KAWASAN WISATA ALAM LEMBAH CILENGKRANG

TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

YENTI KUMALA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdata Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(3)

Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASYUD.

Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang memiliki nilai penting sebagai penyerbuk, mangsa bagi hewan pemakan serangga dan indikator kualitas lingkungan. Lembah Cilengkrang merupakan salah satu dari kawasan wisata alam Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), memiliki kondisi yang mendukung sebagai habitat kupu-kupu. Komponen habitat yang dibutuhkan oleh kupu-kupu untuk hidup meliputi komponen fisik dan biotik habitat. Komponen fisik yang berperan penting yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari dan keberadaan sumber air, sedangkan faktor biotik yaitu ketersedian tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat berlindung (shelter). Penelitian keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan di Lembah Cilengkrang, tetapi belum memiliki data keanekaragaman kupu-kupu, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk menambah data keanekaragaman hayati dan menjadi acuan pengelolaan kawasan wisata alam Lembah Cilengkrang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman kupu-kupu dan menganalisis perbedaan tingkat kekayaan, keragaman, kemerataan dan kesamaan jenis kupu-kupu pada tipe habitat terestrial dan riparian.

Penelitian ini di lakukan pada bulan April hingga Mei 2012. Data yang di ambil diantaranya data keanekaragaman kupu-kupu dan karakteristik habitat meliputi faktor fisik dan biotik habitat. Keanekaragaman kupu-kupu diketahui dengan menggunakan metode transek di sepanjang jalur wisata yang dibagi menjadi dua jalur yaitu jalur tipe habitat terestrial dan riparian. Pengambilan data kupu-kupu dilakukan pada pagi hari (08.00-12.00) dan sore hari (15.00-17.00) dengan lima kali pengulangan di masing-masing tipe habitat. Keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman (H’), indeks kekayaan (Dmg), indeks kemerataan (E), dominansi dan indeks kesamaan jenis (Sj).

Kupu-kupu yang ditemukan sebanyak 95 jenis dengan jumlah individu sebanyak 2044 individu dari lima famili, yaitu Papilionidae (9 jenis), Pieridae (10 jenis), Nymphalidae (46 jenis), Lycaenidae (14 jenis) dan Hesperidae (16 jenis). Dari total jumlah jenis kupu-kupu yang ditemukan, diantaranya terdapat dua jenis kupu-kupu yang dilindungi pemerintah melalui PP No. 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam Apendix II CITES, yaitu Troides helena dan Troides cuneifera. Habitat riparian memiliki kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan yang lebih tinggi dari pada habitat terestrial. Perbedaan keanekaragaman kupu-kupu dapat dipengaruhi oleh faktor fisik maupun biotik habitat seperti keberadaan tumbuhan pakan dan sumber air.


(4)

SUMMARY

YENTI KUMALA SARI. Biodiversity of Butterflies in Lembah Cilengkrang Gunung Ciremai National Park. Under supervision of LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASYUD.

Butterfly is a types of insects that have significant value as pollinators, prey for insectivorous and indicators of environmental quality. Lembah Cilengkrang is one of the natural attractions of Gunung Ciremai National Park (GCNP), which has suitable conditions as a butterfly habitat. Habitat components which required by the butterfly to life includes physical components and biotic habitat. The physical components play an important role, namely temperature, humidity, sunlight and the presence of water, while biotic factors are the availability of plants as sources of food and shelter. Biodiversity studies have been carried out in the Lembah Cilengkrang, but the diversiy data of butterflies have not been done yet, so this research needs to be done in order to add the biodiversity data and as the reference for area management of nature tourism in Lembah Cilengkrang. The purpose of this study was to identify the diversity of butterflies and analyze the differences in the level of richness, diversity, evenness and similarity of butterfly on terrestrial and riparian habitat.

The research was done in April and May 2012. The collected data including butterfly diversity and habitat characteristics include physical factors and biotic habitat. Diversity of butterflies are known by using transects methods along the tour route which divided into two paths namely terrestrial and riparian habitat path. Buttefly data was collected in the morning (8:00 to 12:00) and afternoon (15:00 to 17:00) with five repetitions of each habitat type. Diversity was calculated using diversity index (H '), richness index (Dmg), evenness index (E), dominance and similarity types index (Sj).

Butterflies were found as many as 95 species with a number of individuals as much as 2044 individuals from five families, namely Papilionidae (9 species), Pieridae (10 species), Nymphalidae (46 species), Lycaenidae (14 species) and Hesperidae (16 species). Among the total number of butterfly species founded, there were two types of butterflies which protected by the government through PP. 7 of 1999 and included in Appendix II of CITES, namely Troides helena and Troides cuneifera. Riparian habitat has higher richness, diversity and evenness than terrestrial habitats. Differences of butterfly diversity can be influenced by physical factor and biotic habitats where feed plants and water sources presence.


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Yenti Kumala Sari E34080089


(6)

Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai Nama : Yenti Kumala Sari

NIM : E34080089

Menyetujui:

Pembimbing I,

Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si NIP. 19651116 199203 2 001

Pembimbing II,

Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS NIP. 19581121 198603 1 003

Mengetahui:

Ketua DepartemenKonservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

NIP. 19580915 198403 1003


(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian penulis yang dilakukan sejak bulan Mei hingga April 2012 dengan judul “Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai” di bawah bimbingan Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud M.S.

Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman kupu-kupu di Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai dan menganalisis tingkat kekayaan, keanekaragaman, kemerataan dan kesamaan jenis kupu-kupu di masing-masing habitat di Lembah Cilengkrang. Hasil Penelitian ini di harapkan dapat menjadi data dasar keanekaragaman kupu-kupu dan menjadi landasan untuk pertimbangan pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan Kawasan Wisata Alam Lembah cilengkrang pada khususnya. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa dalam penyusunan karya ini.

Bogor, Februari 2013

Yenti Kumala Sari E34080089


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Dumai, Provinsi Riau pada tanggal 17 Januari 1992. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan keluarga Bpk Syahridul Amin dan Ibu Erlina. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri 013 Pematang Binjai, Kabupaten Rokan Hilir lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 Penulis lulus dari SMP Negeri 3 Kota Dumai, kemudian penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir. Pada tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dengan pilihan program mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota dalam Kelompok Pemerhati Goa (KPG) “Hira” dan sebagai partisipan di Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu (KPK) “Sarpedon”, serta tergabung dalam UKM Voli IPB. Semasa kuliah penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan CA Gunung Kamojang pada tahun 2010. Pada Tahun 2011 Penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), kemudian pada tahun 2012 Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke. Kegiatan lapang yang pernah penulis ikuti yaitu Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFLESIA) HIMAKOVA pada tahun 2009 di CA Gunung Burangrang dan Studi Konservasi Lingkungan “SURILI” HIMAKOVA pada tahun 2010 di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.


(9)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga, Msi dan Bapak Dr.Ir. Burhanuddin Masyud, MS

selaku pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas kesabaran, bimbingan, ilmu dan waktu yang tercurahkan kepada penulis.

2. Kedua orang tua penulis yang tercinta Bapak Syahridul Amin dan Ibu Erlina, yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, semangat dan doanya kepada penulis.

3. Keluarga Besar Ibu Nani Rosnaini, terima kasih atas semua kebaikan dan bantuan, dan memberikan kesempatan kepada penulis menjadi bagian dari keluarga selama penulis tinggal di Kuningan.

4. Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, kepada Pak Taufik dan Teh Nisa terima kasih atas segala bantuannya sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

5. KOMPEPAR Lembah Cilengkrang, yang telah memberikan rasa nyaman dan aman selama di lapangan, kepada Pak Mulyadi terima kasih atas segala bantuannya.

6. Teman-teman dari Fahutan UNIKU, Ian Mardiana, Evi dan Mega, Tidak lupa juga untuk Trisna dan Lulu, terima kasih telah menyempatkan diri untuk membantu penulis selama pengambilan data di lapangan.

7. Terima kasih untuk Laurio Leonald yang selalu memberikan semangat dan dukungannya selama ini.

8. Para sahabatku Dyah Puspitaloka dan Rosselina Cindy Kautsar, terima kasih atas semangatnya dan telah menjadi teman yang paling berkesan bagi penulis selama ini.

9. Teman-teman Kostan putri Pondok Rizki Bara I, terima kasih atas bantuan dan semangatnya. Cucun, Mulyana, Kak Yusi, Mbak ina yang telah sudi berbagi kesusahan di saat penulis membutuhkan.


(10)

Rahayu Widiastuti, Debora Fretty Marpaung, Nazmi Khairina Nur, Nararya Gunadarma dan Meidilaga.

11. Keluarga besar HIMAKOVA, Teman-teman se-angkatan 45 “Edelweiss”, terimakasih atas kebersamaan, persahabatan dan doa semuanya.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-Kupu ... 3

2.2 Manfaat Kupu-Kupu... 11

2.3 Upaya Konservasi Kupu-kupu ... 11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Jenis Data ... 13

3.4 Metode Pengambilan Data ... 13

3.5 Analisis Data ... 16

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan ... 20

4.2 Letak dan Luas ... 21

4.3 Topografi ... 22

4.4 Tanah ... 22

4.5 Iklim ... 22

4.6 Hidrologi ... 22

4.7 Fauna ... 22

4.8 Flora... 23

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat ... 24

5.2 Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu ... 33

5.3 Hubungan Kondisi Habitat dengan Keanekaragaman Kupu-kupu ... 39

5.4 Upaya Konservasi Kupu-kupu ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Fase perkembangan kupu-kupu ... 8

2 Metode pengambilan dan keluaran (output) yang dihasilkan ... 13

3 Data jenis vegetasi yang mendominasi di habitat terestrial ... 25

4 Data jenis vegetasi yang mendominasi di habitat riparian ... 26

5 Jumlah jenis dan kerapatan pada masing-masing tingkat vegetasi ... 27

6 Jumlah jenis tumbuhan pakan larva, kupu dan shelter di masing-masing habitat….……… 28

7 Satwa pemangsa, satwa pesaing dan satwa yang diuntungkan dengan keberadaan kupu-kupu pada masing-masing habitat ... 29

8 Nilai Leaf Area Index (LAI) pada masing-masing habitat ... 31

9 Kisaran LAI (unitless) pada hutan tropis ... 31

10 Jumlah jenis dan individu kupu-kupu pada kedua tipe habitat ... 35

11 Perbandingan tingkat Kekayaan (Dmg), Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) kupu-kupu di masing-masing habitat ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Perbedaan antena kupu-kupu dan ngengat ... 3

2 Bagian tubuh kupu-kupu ... 6

3 Siklus hidup kupu-kupu ... 7

4 Peta jalur penelitian ... 12

5 Sketsa jalur inventarisasi kupu-kupu dengan metode transek ... 14

6 Sketsa tata letak petak contoh dengan metode garis berpetak ... 15

7 Peta lokasi penelitian ... 21

8 Jalur penelitian ... 24

9 Fluktuasi rata-rata suhu dan kelembaban pada range waktu yang berbeda di masing-masing habitat ... 30

10 Kondisi tajuk area terbuka di masing-masing habitat ... 32

11 Aktivitas kupu-kupu berjemur di bawah sinar matahari ... 32

12 Sumber air pada masing-habitat ... 33

13 Jenis kupu-kupu yang dilindungi Undang-Undang ... 34

14 Troides helena pada tumbuhan kaliandra ... 35

15 Food trap dengan umpan pisang busuk ... 36


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat terestrial ... 48

2 Hasil analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat terestrial ... 49

3 Hasil analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat terestrial ... 50

4 Hasil analisis vegetasi tingkat semai pada habitat terestrial ... 52

5 Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada habitat terestrial ... 53

6 Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat riparian ... 55

7 Hasil analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat riparian ... 56

8 Hasil analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat riparian ... 57

9 Hasil analisis vegetasi tingkat semai pada habitat riparian ... 58

10 Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada habitat riparian ... 59

11 Daftar jenis tumbuhan di kedua habitat dan fungsi sebagai Pakan dan shelter. ... 60

12 Jumlah jenis kupu-kupu di kedua habitat ... 63

13 Keanekaragaman kupu-kupu di habitat terestrial ... 66

14 Keanekaragaman kupu-kupu di habitat riparian ... 68


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga dari ordo Lepidoptera yang memiliki bentuk dan pola warna yang indah dengan sayap yang ditutupi sisik-sisik halus yang bervariasi. Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang memiliki nilai penting sebagai penyerbuk (polinator) dan mangsa bagi hewan pemakan serangga (Hammond & Miller 1998). Kupu-kupu juga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan, karena mereka sangat sensitif terhadap perubahan suhu, kelembaban dan tingkat cahaya (Boonvanno et al. 2000).

Lembah Cilengkrang termasuk salah satu dari kawasan wisata alam Taman Nasional Gunung Ciremai. Selain memiliki daya tarik dari dua air terjun, aliran sungai Cilengkrang dan sumber pemandian air panas alami, Lembah Cilengkrang merupakan kawasan yang memiliki potensi keragaman hayati yang tinggi. Sejumlah spesies endemik serta satwa yang merupakan salah satu indikator kesehatan hutan di Pulau Jawa seperti Spizaetus bartelsi dapat ditemukan di kawasan Lembah Cilengkrang. Komponen habitat yang dibutuhkan oleh kupu-kupu untuk hidup meliputi komponen fisik dan biotik habitat. Komponen fisik yang berperan penting yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari dan keberadaan sumber air, sedangkan faktor biotik yaitu ketersedian tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat berlindung (shelter). Ekosistem Lembah Cilengkrang memiliki kondisi alam yang mendukung sebagai habitat kupu-kupu, karena terdapatnya aliran sungai, lahan terbuka, serta udara yang sejuk dan bersih. Kupu-kupu juga memiliki nilai estetika yang dapat dijadikan atraksi wisata merupakan potensi yang dapat mendukung daya tarik wisata alam Lembah Cilengkrang.

Penelitian keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai seperti burung, mamalia, tumbuhan berguna dan lainnya, tetapi data keanekaragaman kupu-kupu pada kawasan taman nasional ini masih sangat sedikit, penelitian keanekaragaman kupu-kupu yang dilakukan di Lembah Cilengkrang dapat menambah data keanekaragaman hayati yang ada


(16)

pada kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, serta dapat berguna bagi pengelolaan kawasan wisata alam Lembah Cilengkrang.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian keanekaragaman jenis kupu-kupu di Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi keanekaragaman kupu-kupu pada tipe habitat riparian dan terestrial di Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai.

2. Menganalisis perbedaan tingkat kekayaan, keragaman, kemerataan, dan kesamaan jenis kupu-kupu pada tipe habitat riparian dan terestrial.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian keanekaragaman jenis kupu-kupu di Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai adalah untuk :

1. Menambah data keanekaragaman hayati khususnya kupu-kupu di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.

2. Pertimbangan pengelolaan kawasan wisata alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai.

3. Menambah wawasan mengenai keanekaragaman kupu-kupu yang ada di Indonesia, khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Kupu-Kupu

2.1.1 Taksonomi

Secara taksonomi, klasifikasi kupu-kupu termasuk dalam Kingdom Animalia, Phylum Arthopoda, Class Insecta, Ordo Lepidoptera, Sub Ordo Rhopalocera. Selain kupu-kupu, ordo Lepidoptera juga termasuk ngengat (Borror et al. 1992). Kupu-kupu dan ngengat merupakan serangga yang memiliki sayap, tubuh beruas-ruas dan kaki tiga pasang (Noerdjito & Aswari 2003).

Kupu-kupu berbeda dengan ngengat dalam beberapa hal. Kupu-kupu bersifat diurnal, sedangkan ngengat bersifat nokturnal (Smart 1975; Latimer et al. 2000). Bentuk dan corak warna kupu-kupu menarik, sedangkan ngengat mempunyai warna kusam dan gelap. Tubuh kupu-kupu halus dan ramping, sedangkan ngengat cenderung bulat dan kasar (Latimer et al. 2000). Antena kupu-kupu ramping dan membulat di ujung, sedangkan ngengat berbentuk rambut, setaseus atau plumose (Borror et al. 1992). Pada saat hinggap, sayap kupu-kupu umumnya menutup, sedangkan ngengat terbuka. Ulat atau larva ngengat mempunyai kaki semu kurang dari lima pasang, sedangkan larva kupu-kupu mempunyai lima pasang kaki semu (Stanek 1992 diacu dalam Noerdjito & Aswari 2003). Perbedaan kupu-kupu dan ngengat berdasarkan bentuk antenanya dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 1).

A B

Gambar 1 Perbedaan antena kupu-kupu (a) dan ngengat (b) (Triplehorn & Johnson 2005 diacu dalam Efendi 2009).


(18)

Pembagian kupu-kupu berdasarkan prosiding Symposium of the Royal Entimology Society of London pada tahun 1984 yaitu terbagi menjadi dua super famili yaitu Papilionodea mencakup famili Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, Lycaenidae dan Hesperiodea mencakup famili Hesperidae (Rod & Ken 1999).

A. Papilionidae

Famili Papilionidae disebut juga sebagai kupu-kupu ekor burung walet atau swallow tail, karena mempunyai satu atau lebih perpanjangan seperti ekor pada sisi sayap belakang, namun tidak seluruh jenis Papilionidae memiliki ciri seperti itu (Borror et al. 1992). Anggota famili ini berukuran sedang sampai besar, biasanya berwarna menarik seperti merah, kuning, hijau dengan kombinasi hitam dan putih (Peggie & Amir 2006). Kupu-kupu Papilionidae pada beberapa jenis memiliki warna yang berbeda pada jenis kelamin yang berbeda (Borror et al. 1992). Vegetasi yang merupakan pakan ulatnya, antara lain berasal dari famili Aristolochiaceae, Annonaceae dan Lauraceae (Vane et al. 1984).

B. Pieridae

Famili Pieridae disebut juga sebagai kupu-kupu ujung oranye, kupu-kupu putih, dan kupu-kupu belerang (Borror et al. 1992). Kupu-kupu ini berukuran sedang 19-69 mm, berwarna kuning atau putih dengan campuran warna gelap (Garth 1988). Kupu-kupu ini tidak memiliki perpanjangan sayap yang menyerupai ekor. Kupu-kupu betina umumnya berwarna lebih gelap dan dapat dengan mudah dibedakan dari yang jantan (Peggie & Amir 2006). Vegetasi yang merupakan pakan ulatnya, antara lain berasal dari famili Fabaceae, Santalaceae dan Lauraceae (Vane et al. 1984).

C. Nymphalidae

Famili Nymphalidae disebut juga dengan kupu berkaki sikat, kupu-kupu ini memiliki tungkai depan yang menyusut, tidak ada kuku-kuku dan hanya memakai tungkai tengah dan tungkai belakang untuk berjalan (Borror et al. 1992). Menurut Garth (1988), ciri-ciri dari famili ini memiliki ukuran tubuh kecil hingga besar 28-84 mm. Warna kupu-kupu sangat bervariasi umunya coklat, oranye, kuning dan hitam (Peggie & Amir 2006). Vegetasi yang merupakan pakan ulatnya, antara lain berasal dari famili Arecaceae, Gramineae, Verbenaceae dan Moraceae (Vane et al. 1984).


(19)

D. Lycaenidae

Famili Lycaenidae disebut juga sebagai kupu-kupu tembaga, kupu-kupu bergaris rambut (Borror et al. 1992). Kupu-kupu ini memiliki ciri-ciri tubuh ramping, berwarna cerah, sungut-sungut biasanya dilingkari dengan warna putih, dan terdapat sebuah garis sisik-sisik putih yang mengelilingi mata (Borror et al. 1992). Menurut Garth (1988) famili Lycaenidae memiliki ukuran tubuh yang kecil 13-44 mm, antena timbul dari lekukan di sudut atas kedua mata, pada kupu-kupu jantan kaki depan mengecil, sedangkan pada betina memiliki kaki yang lengkap. Anggota famili ini biasanya berwarna biru, ungu, atau oranye dengan bercak metalik, hitam, atau putih. Banyak jenis mempunyai ekor sebagai perpanjangan sayap belakang (Peggie & Amir 2006).Vegetasi yang merupakan pakan ulatnya, antara lain berasal dari famili Fagaceae dan Myrtaceae (Vane et al. 1984).

E. Hesperidae

Famili hesperidae dikenal dengan sebutan “skippers” (Rod & Ken 1999). Famili ini memiliki ciri-ciri terbang dengan cepat dan simpang siur dengan tubuh yang kecil dan gemuk (Borror et al. 1992). Sayap umumnya berwarna cokelat dengan bercak putih atau kuning (Peggie & Amir 2006). Menurut (Garth 1988) jenis kupu-kupu memiliki ukuran tubuh sedang 19-52 mm, ukuran kepala lebar, dengan jarak antena yang berjauhan. Vegetasi yang merupakan pakan ulatnya, antara lain berasal dari famili Myristiceae, Lauraceae dan Combretaceae (Vane et al. 1984).

2.1.2 Morfologi

Tubuh kupu-kupu dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu caput, toraks, dan abdomen (Noerdjito & Aswari 2003). Pada bagian caput terdapat antena, mata, dan alat mulut pengisap (haustellate) dalam bentuk probosis yang berfungsi untuk menghisap nektar, probosis dibentuk dari galea, yaitu maksila yang terbentuk secara longitudinal, panjang, dan melingkar (Borror et al. 1992). Antena dapat digerakkan kesegala arah, lembut seperti benang dan dilengkapi dengan sel-sel saraf yang berfungsi sebagai alat pencium dan peraba (Noerdjito & Aswari 2003).


(20)

Toraks kupu-kupu merupakan tempat melekatnya caput yang dihubungkan oleh selaput tipis yang merupakan leher sehingga caput dapat digerakkan (Noerdjito & Aswari 2003). Pada bagian toraks terdapat dua pasang sayap (Smart 1975) dan tiga pasang tungkai (Borror et al. 1992). Bagian sayap kupu-kupu biasanya berbentuk hampir segitiga, dengan sayap belakang yang agak membulat namun beberapa famili kupu-kupu sangat bervariasi. Sayap kupu-kupu ditutupi oleh sisik-sisik halus, yang membuat sayap kupu-kupu berwarna-warni. Sayap merupakan organ yang terpenting bagi pergerakan kupu-kupu berupa selaput tipis dan dilengkapi denga vena-vena sehingga memperkuat melekatnya sayap pada toraks (Noerdjito & Aswari 2003). Bentuk dari rangka-rangka sayap dapat dijadikan ciri-ciri dalam mengidentifikasi kupu-kupu (Borror et al. 1992).

Abdomen kupu-kupu terdiri dari tiga hingga sepuluh ruas abdomen (Borror et al. 1992). Pada sisi-sisi bagian perut terdapat enam hingga tujuh pasang spirakel. Di dalam abdomen terdapat alat pencernaan, jantung, organ ekskresi dan ruas terakhir mengalami modifikasi menjadi alat kelamin (Noerdjito & Aswari 2003). Berikut merupakan gambar bagian dari tubuh kupu-kupu (Gambar 2).

Gambar 2 Bagian tubuh kupu-kupu. (Sumber: Smart 1975)


(21)

2.1.2 Siklus hidup kupu-kupu

Menurut Noerdjito dan Aswari (2003) siklus hidup kupu-kupu dijalani dalam empat fase, yaitu fase telur, fase larva, fase kepompong (pupa) dan imago (dewasa). Siklus hidup kupu-kupu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Siklus hidup kupu-kupu. (Sumber: Smart 1975)

Siklus hidup kupu-kupu berawal dari telur hasil perkawinan kupu-kupu jantan dan kupu-kupu betina. Telur dapat ditemukan di bawah permukaan daun inangnnya. Pada fase larva atau ulat merupakan fase yang bisanya memakan daun dari tanaman inangnya. Larva mengalami beberapa kali tahapan moulthing sepanjang hidupnya, yaitu proses pengelupasan dan pergantian kulit yang disebut fase instar. Proses untuk menjadi pupa didahului oleh adanya moulthing pada instar terakhir. Kulit pupa yang baru berganti ini masih basah dan lunak. Lebih kurang satu minggu kulit pupa akan mengeras yang disebut dengan fase pupa dan dalam waktu tertentu lahirlah imago. Sehari setelah menetas, imago sudah dapat melakukan kopulasi. Keterangan mengenai fase perkembangan kupu-kupu lebih jelasnya tersaji dalam Tabel 1.


(22)

Tabel 1 Fase perkembangan kupu-kupu

Fase Perkembangan Waktu

Perkawinan 6-8 jam

Masa persiapan telur 3-5 hari

Telur 10-16 hari

Larva 14-21 hari

Kepompong 21-28 hari

Kupu-kupu 21-28 hari

(Sumber: Sihombing 1999) 2.1.3 Habitat

Dalam suatu habitat memungkinkan hidup beberapa jenis kupu-kupu, ada yang memiliki anggota yang sangat besar dan ada pula yang terdiri dari beberapa individu saja. Semua individu-individu jenis di dalam habitat tersebut membentuk suatu populasi untuk mempertahankan hidupnya. Setiap jenis kupukupu betina dewasa dapat menghasilkan telur dalam jumlah besar selama hidupnya tetapi sebagian kecil saja yang berhasil mencapai dewasa. Kematian (mortalitas) dan kelahiran (natalitas) terjadi dalam setiap tahap dalam siklus hidupnya, hal ini menjaga keseimbangan populasi tersebut.

Smart (1975) menyatakan bahwa keteraturan ukuran populasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dependen (saling tergantung) dan faktor independen (tidak saling tergantung). Faktor dependen adalah faktor yang memiliki ketergantungan terhadap individu yang ada dalam habitat, misalnya ketersediaan sumberdaya (pakan dan ruang). Faktor independen ialah faktor yang berpengaruh sama kuat dalam suatu populasi, tanpa memperhatikan jumlah dari satwa yang ada, misalnya iklim. Menurut Sihombing (1999), faktor dependen lebih banyak berperan sehingga dapat disimpulkan bahwa kelimpahan kupu-kupu ditentukan oleh ciri bawaan individu dan faktor-faktor lingkungan. Parameter lingkungan yang mempengaruhi keberadaan kupu-kupu yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari dan ketersediaan air (Indriyani 2010). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tersebut dibagi menjadi faktor biotik dan fisik. Faktor biotik meliputi vegetasi dan hewan lain pada suatu habitat dan faktor fisik meliputi suhu, kelembaban, sumber air, dan radiasi matahari.


(23)

A. Faktor biotik A.1 Vegetasi

Kehidupan kupu-kupu sangat dipengaruhi dengan keberadaan vegetasi. Beberapa jenis kupu-kupu dapat ditemukan dalam hutan sekunder dan lahan terbuka. Selama siklus hidupnya kupu-kupu memerlukan lebih dari satu jenis vegetasi, yaitu vegetasi tempat berkembangnya telur dan larva dapat berbeda dengan vegetasi sumber pakan pada saat dewasanya (Indrawan 2007). Kupu-kupu memiliki hubungan timbal balik dengan habitatnya atau vegetasinya. Kupu-kupu bergantung hidupnya pada vegetasi yang tumbuh disekitar lingkungan dalam hal sumber pakan dan pelindung (shelter), sedangkan vegetasi tergantung pada kupu-kupu dan satwa lainnya dalam hal penyerbukan tanaman (Tampubolon 2001).

A.2 Satwa lain

Keberhasilan suatu populasi juga bergantung dengan keberadaan satwa lain dan spesies itu sendiri. Pada tahap larva, kupu-kupu merupakan herbivora yang akan berkompetisi dengan herbivora lain untuk ketersediaan tanaman pakan pada habitat tertentu (Smart 1975). Semua tahapan siklus hidup kupu-kupu rentan terhadap serangan predator seperti serangga lain serta laba-laba atau vertebrata seperti burung, reptil, dan mamalia kecil. Tampubolon (2001) menyebutkan bahwa hubungan kupu-kupu dan satwa lainnya adalah dengan adanya kupu-kupu sebagai penyerbuk tanaman yang berguna bagi satwa lainnya.

B. Faktor fisik

B.1 Suhu dan kelembaban

Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin, suhu tubuh mereka di pengaruhi oleh suhu lingkungannya. Termoregulasi suhu tubuh kupu-kupu dapat dilakukan dengan merentangkan sayapnya pada sinar matahari (basking) ketika udara dingin (Glassberg 1999). Ketika udara terlalu panas, kupu-kupu akan mencari tempat berlindung dari matahari, terbang mencari daerah yang lembab dan dingin (Scott 1986). Suhu dan kelembaban penting bagi kupu-kupu, menurut Scott (1986) kupu-kupu dapat terbang di udara dengan suhu antara 16-42°C, tetapi mereka dapat menunjukan penyimpangan perilaku jika suhu terlalu ekstrim karena suhu optimum tubuh kupu-kupu yaitu 28-38°C. Perubahan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan kematian pada kupu-kupu (Smart 1975). Kelembaban


(24)

penting bagi kupu-kupu dalam menetaskan telur kupu-kupu yang membutuhkan kelembaban yang sesuai, jika kelembaban terlalu tinggi akan menghambat perkembangan telur (Mikula 1997).

B.3 Sumber air

Sumber air merupakan hal yang sangat penting bagi kupu-kupu. Kupu-kupu dewasa aktif mencari air, yang dibutuhkan sama seperti nektar. Pada fase larva kupu-kupu akan menggigit batang tanaman basah ketika membutuhkan air (Mikula 1997). Kupu-kupu tertarik dengan sumber air seperti genangan lumpur, daerah yang basah dan berpasir yang menyediakan garam atau mineral yang di butuhkan oleh kupu-kupu utuk melakukan pelumpuran (puddling) (Knodel et al. 2004). Kupu-kupu menyerap natrium dan protein pada saat puddling yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi kupu-kupu dan merupakan perilaku eksklusif kupu-kupu jantan untuk mentransfer sejumlah besar natrium untuk betina pada saat perkawinan (Boggs & Dau 2004).

B.4 Radiasi matahari

Kupu-kupu menggunakan radiasi matahari untuk berjemur dan menghangatkan tubuh mereka sebelum terbang, sayap kupu-kupu dapat bertindak sebagai pengumpul tenaga surya (Bowen 2002). Pada saat berjemur dibawah sinar matahari sayap kupu-kupu akan direntangkan lebar-lebar, sehingga maksimum sayap terkena matahari. Apabila cuaca terlalu panas kupu-kupu akan berteduh, jika tidak ada tempat maka mereka akan menutup sayap mereka sehingga sedikit mungkin terkena sinar matahari.

2.1.4 Pakan

Pakan kupu-kupu dewasa berasal dari berbagai substrat yang mengandung gula dan atau zat-zat mineral seperti nektar bunga, buah-buahan, madu, getah pohon, lumpur, bangkai dan kotoran (Boggs & Dau 2004). Menurut Devries (1988) sumber pakan dari kupu-kupu dapat berasal dari nektar dan buah. Buah-buahan yang disukai biasanya adalah sari dari buah-Buah-buahan yang membusuk. Pakan kupu-kupu pada fase larva hanya berasal dari daun tumbuhan berbunga atau pohon, sedangkan pada fase pupa kupu-kupu tidak makan dan minum sejak mulut dan anusnya terbungkus, pupa hanya dapat melakukan respirasi melalui spirakel (Smart 1975).


(25)

2.2 Manfaat Kupu-Kupu

Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga yang memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Menurut Sihombing (1999), manfaat dari kupu-kupu antara lain:

1. Membantu penyerbukan tanaman, misalnya Papilio iswara, Euploea callithoe dan Ornitopthera spp.

2. Bahan penelitian biologis dan genetik

3. Rekreasi (dipelihara dalam kandang untuk ditonton)

4. Manfaat keindahan (hiasan dinding, meja, tatakan gelas, dompet, tirai, dan penindih kertas)

5. Bahan industri, misalnya ngengat sutera (Bombyx mori)

6. Sumber protein, misalnya kupu pisang (Eryonata thrax), larva kupu-kupu dewasa yang dianggap sebagai hidangan enak di Mexico

7. Koleksi

2.3 Upaya Konservasi Kupu-Kupu

Salah satu upaya agar spesies kupu-kupu tidak punah adalah konservasi. Konservasi adalah usaha pengelolaan sumberdaya alam hayati (SDAH) dan ekosistemnya dengan berasaskan pelestarian dan pemanfaatannya secara serasi dan seimbang sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat (Widada 2004). Konservasi dapat dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, memelihara keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari SDA dan ekosistemnya. Perlindungan sistem penyangga dilakukan dengan menetapkan wilayah yang dilindungi. Wilayah yang dilindungi pemanfaatannya harus memenuhi ketetapan yang diatur oleh instansi terkait. Pemeliharaan keragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilakukan dengan menjaga keanekaragaman jenis yang meliputi unsur-unsur biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi. Secara umum upaya pelestarian setiap jenis kupu-kupu dapat ditempuh melalui cara pembinaan habitat, pembinaan populasi, law enforcement, budidaya dan pemanfaatan yang lestari (Simbolon & Iswari 1990).


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2012. Lokasi yang diamati adalah daerah sepanjang jalur wisata yang dibagi ke dalam dua habitat, yaitu habitat terestrial (dari batas masuk kawasan hingga camping ground) dan riparian (sepanjang aliran sungai menuju Curug Sawer). Peta jalur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta jalur penelitian.

PETA JALUR PENELITIAN


(27)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini yaitu jaring kupu-kupu, trap kupu-kupu, jarum suntik, kertas papilot, kotak spesimen, alat tulis, kompas, Field guide kupu-kupu, jam tangan, kamera, pitameter, termometer dry-wet, hemispherical view, golok dan tali. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan kapur barus.

3.3 Jenis Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer, yaitu data yang didapat langsung di lapangan yang meliputi data keanekaragaman jenis kupu-kupu, dan karakteristik habitat (faktor fisik dan biotik)

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi literatur dan informasi yang ada di lapangan serta instansi terkait.

3.4 Metode Pengambilan Data

Penentuan transek atau jalur pengamatan dilakukan searah dengan jalur wisata yang dibagi menjadi dua tipe habitat, yaitu jalur tipe habitat riparian dan jalur tipe habitat terestrial. Masing-masing titik pengamatan dicatat titik koordinat geografisnya untuk mengetahui titik lokasi penelitian. Metode pengambilan data beserta keluaran (output) yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Metode pengambilan dan keluaran (output) yang dihasilkan.

No Jenis Data Metode pengambilandata Keluaran (output)

1 Keanekaragaman kupu-kupu Line transek

- Kekayaan jenis Indeks kekayaan margaleft

- Keanekaragaman jenis Indeks Shanon-Wiener

- Kemerataan Indeks Kemerataan

- Dominansi Kriteria dominansi

Van-Helvoort

- Kesamaan jenis Koefisien Jaccard

2

3

Faktor biotik habitat

- Vegetasi

- Hewan lain

Faktor fisik habitat

- Suhu

- Kelembaban

- Sumber air

- Radiasi matahari

Garis berpetak Observasi lapang, studi literatur

Termometer

Termometer dry-wet

Observasi lapang

Hemispherical view

Indeks Nilai Penting

Hubungan kupu-kupu dan hewan lainnya

Gambaran kondisi fisik di masing-masing tipe habitat habitat.


(28)

3.4.1 Metode pengambilan data keanekaragaman kupu-kupu

Pengambilan data kupu-kupu dilakukan dengan metode transek dengan jalur transek searah dengan jalur wisata. Panjang jalur transek disesuaikan dengan kondisi lapangan dan lebar jalur transek yaitu 20 meter (Gambar 5). Jumlah plot pengambilan data habitat terestrial yaitu 22 plot dengan panjang transek 660 meter dan habitat riparian 26 plot dengan panjang transek 780 meter.

Gambar 5 Sketsa jalur inventarisasi kupu-kupu dengan metode transek.

Penangkapan kupu-kupu dilakukan dengan mengikuti arah dan panjang transek pada jalur pengamatan. Penangkapan kupu-kupu dengan menggunakan jaring dilakukan pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00 – 17.00 WIB dengan kondisi cuaca yang cerah. Penangkapan kupu-kupu dengan menggunakan food trap yang diletakkan pada plot-plot yang dipilih secara acak, pengambilan kupu-kupu yang terperangkap dilakukan setiap hari pada waktu pengamatan. Setelah tertangkap, kupu-kupu tersebut lalu diidentifikasi dan ditabulasikan berdasarkan jenis, jumlah yang ditemukan, waktu dan lokasi ditemukan.

Seluruh kupu-kupu yang tertangkap hanya 1 atau 2 spesimen pada setiap jenisnya yang diambil untuk diawetkan, dengan menyuntikan alkohol 70% pada bagian thorax sebanyak 3 tetes. Setelah itu spesimen dimasukan ke dalam kertas papilot supaya spesimen tetap utuh dan bisa diidentifikasi dengan menggunakan field guide book.


(29)

3.4.2 Metode pengambilan data karakteristik habitat A. Faktor biotik

A.1 Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui kondisi vegetasi pada habitat kupu-kupu. Kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui angka nilai penting. Angka ini dapat digunakan sebagai parameter tumbuhan untuk mengetahui tingkat dominasi suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak. Data yang dikumpulkan untuk tingkat semai dan pancang hanya jenis dan jumlah individu. Untuk tingkat tiang dan pohon adalah jenis pohon, jumlah individu tiap jenis dan diameter setinggi dada. Bentuk jalur berpetak untuk inventarisasi tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan :

a = Pengukuran pada tingkat semai (2 m x 2 m)

b = Pengukuran pada tingkat pancang (5 m x 5 m)

c = Pengukuran pada tingkat tiang (10 m x 10 m)

d = Pengukuran pada tingkat pohon (20 m x 20 m)

e = Arah Jalur

Gambar 6 Sketsa tata letak petak contoh dengan metode garis berpetak.

A.2 Satwa lain

Data satwa lain didapatkan melalui pengamatan langsung di lapangan, searah dengan jalur pengamatan kupu-kupu. Data yang diambil adalah jenis dan lokasi. Jenis satwa dikelompokkan meliputi satwa pemangsa kupu-kupu, satwa pesaing dan satwa yang diuntungkan dengan adanya kupu-kupu.


(30)

B. Faktor fisik

B.1 Suhu dan kelembaban

Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan pada lima titik yang memiliki kondisi yang berbeda-beda pada masing-masing habitat dengan menggunakan termometer dry-wet. Data suhu dan kelembaban diambil pada pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 08.00-10.00 WIB, 11.00-13.00 WIB, dan 15.00-16.00 WIB.

B.2 Sumber air

Pengambilan data sumber air dilakukan dengan mengamati keberadaan sumber air, bentuk (air mengalir atau tergenang) dan kondisi sumber air pada lokasi penelitian.

B.3 Radiasi matahari

Data radiasi matahari didapatkan dengan menggunakan hemispherical view, dengan mengetahui kondisi tutupan tajuk dari nilai LAI (Leaf Area Index) pada masing-masing habitat. Pengambilan foto tajuk dilakukan di setiap kondisi yang berbeda pada masing-masing habitat.

3.5 Analisis Data 3.5.1 Kekayaan jenis

Kekayaan jenis (Species richness) adalah jumlah jenis dalam suatu luasan areal tertentu. Indeks yang digunakan adalah Indeks Kekayaan Margalef (Ludwig & Reynolds 1988) dengan persamaan:

Dmg = (S-1) Ln N Keterangan:

Dmg = Indeks kekayaan jenis

S = Jumlah total jenis yang teramati

N = Jumlah individu yang teramati


(31)

3.5.2 Keanekaragaman jenis (H’)

Perhitungan indeks keanekaragaman jenis dilakukan dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener dengan persamaan (Ludwig & Reynolds 1988) :

H' = – ∑ (Pi ln Pi)

Pi = ni

N Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman

Pi = Proporsi jenis – i terhadap total individu semua jenis ni = Jumlah individu ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis.

3.5.3 Kemerataan (E)

Indeks kemerataan (Index of Eveness) berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis dalam setiap komunitas yang dijumpai. Kemerataan menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antar jenis. Apabila setiap individu memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan maksimal (Indeks = 1), dan jika nilai kemerataan kecil (mendekati 0), maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, sub-dominan dan non-sub-dominan karena kelimpahan individu antar jenis dalam komunitas tersebut tidak merata. Persamaannya yaitu (Ludwig & Reynolds 1988):

E = H’/ln S

Keterangan :

E = indeks kemerataan

H’ = keanekaragaman jenis kupu-kupu ln = Logaritma natural

S = jumlah jenis.

3.5.4 Dominansi

Penentuan nilai dominansi berfungsi untuk menentukan atau menetapkan jenis kupu-kupu yang dominan, sub-dominan atau tidak dominan dalam suatu jalur pengamatan. Rumus yang digunakan adalah rumus dominasi menurut Helvoort (1981) diacu dalam Dewi (2005):


(32)

Di = ni X 100% N

Keterangan :

Di = indeks dominansi suatu jenis kupu-kupu ni = jumlah individu suatu jenis kupu-kupu

N = jumlah individu dari seluruh jenis kupu-kupu

Kriteria dominansi Helvoort: Di = 0 – 2 % jenis tidak dominan Di = 2 – 5 % jenis sub-dominan Di = >5 % jenis dominan.

3.5.5 Kesamaan jenis (IS)

Koefisien kesamaan jenis (similarity coefficient) digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan jenis antar habitat. Persamaan yang digunakan yaitu koeffisien Jaccard (Krebs 1978):

Sj = A A+B+C Keterangan :

Sj = indeks kesamaan antara dua komunitas

A = jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B

B = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas A

C = jumlah jenis yang hanya ditemukan di komunitas B.

3.5.6 Uji t-student

Keanekaragaman jenis kupu-kupu antara habitat terestrial dan riparian dapat dibandingkan dengan menggunakan uji-t. Menurut Hutcheson (1970), tahapan-tahapan yang dilakukan dalam uji t statistik adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Variasi pendugaan Indeks Shannon

var (H') = ∑ pi (ln pi)² -(∑ pi ln pi)² + S – 1

N 2N²

Langkah 2. Menduga t hitung

thitung =

H1’ – H2’ (Var H1’ + Var H2’) ½

Langkah 3. Menentukan derajat bebas

df = (Var H1’ + Var H2’)² ((Var H1’) ²/N1) + (VarH2’)²/N2))


(33)

Langkah 4. Menyusun hipotesis

H0: tidak ada perbedaan keanekaragaman spesies antara habitat terestrial dan riparian.

H1: terdapat perbedaan keanekaragaman spesies antara habitat terestrial dan riparian .

Langkah 5. Pengambilan keputusan

Jika t hitung < t tabel, maka terima H0 dan jika t hitung > t tabel, maka tolak H0 dan terima H1.

3.5.7 Analisis vegetasi

Kelimpahan jenis vegetasi diketahui berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP). INP suatu jenis dalam komunitas tumbuhan memperlihatkan tingkat peranan jenis-jenis tersebut dalam suatu komunitas. INP ditentukan menggunakan tiga parameter kuantitatif yang akan memberikan gambaran komposisi tumbuhan dari habitat yaitu Kerapatan Relatif, Dominasi Relatif, dan Frekunsi Relatif. Rumusan INP adalah sebagai berikut (Indriyanto 2006) :

Kerapatan = jumlah individu dalam setiap plot luas plot contoh

Kerapatan Relatif = jumlah individu suatu jenis x 100% jumlah individu semua jenis

Dominasi = luas bidang dasar suatu jenis luas plot contoh

Dominasi Relatif = dominasi jenis-jenis x 100% jumlah dominasi jenis

Frekuensi Jenis = jumlah titik yang ada suatu jenis x 100% jumlah semua titik

Frekuensi Relatif = frekuensi jenis x 100% jumlah frekuensi jenis


(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Pada tahun 1941 Kawasan Gunung Ciremai merupakan kawasan hutan lindung yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan fungsi utama pengaturan tata air, pencegah erosi, sedimentasi, longsor, banjir dan bencana alam akibat letusan gunung merapi, menjaga kesuburan tanah areal di bawahnya dan kelestarian flora dan fauna di dalam ekosistemnya. Seiring dengan perkembangan periode pengelolaan hutan di Indonesia, pada tanggal 10 Maret 1978, Kawasan Hutan Gunung Ciremai telah ditunjuk menjadi hutan produksi wilayah kerja unit produksi (Unit III) Perum Perhutani dengan SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/Um/3/1978.

Perubahan status kawasan menjadi hutan produksi menyebabkan terganggunya fungsi utama kawasan Gunung Ciremai karena terdapat pengelolaan tanah secara intensif dan penebangan hutan alam yang diganti dengan pohon pinus sehingga mengurangi habitat tumbuhan dan satwa liar. Pada tanggal 4 Juli 2003 Kawasan Hutan Gunung Ciremai yang dikelola Perum Perhutani berubah status menjadi Hutan Lindung Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 195/Kpts-II/2003.

Kawasan Hutan Lindung Gunung Ciremai kemudian mengalami perubahan fungsi menjadi taman nasional dengan dikeluarkannya surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung Gunung Ciremai menjadi taman nasional. Pada tanggal 30 Desember 2004 dilakukan penunjukan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Barat II sebagai pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) hingga terbentuknya organisasi Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK. 140/IV/Set-3/2004.


(35)

4.2 Letak dan Luas

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memiliki ketinggian 3.078 mdpl. Berdasarkan letak geografisnya, TNGC berada pada koordinat 108o28’0”BT–108021’35”BT dan 6o50’25”LS–6o58’26”LS. Sebelum berubah fungsi menjadi taman nasional, kawasan hutan Gunung Ciremai memiliki luas sekitar 15.859,17 ha. Kawasan ini tersebar pada wilayah administratif Kabupaten Kuningan seluas 8.931,27 ha dan Kabupaten Majelengka seluas 6.927,90 ha. Setelah berubah fungsi, luas areal yang ditunjuk sebagai taman nasional sekitar 15.500 ha.

Secara administratif, kawasan TNGC tersebar pada 2 wilayah kabupaten. Sebelah Barat berada pada wilayah Kabupaten Majalengka, dan sebelah Timur berada pada wilayah Kabupaten Kuningan. Pada wilayah Kabupaten Kuningan, TNGC berbatasan dengan 25 desa dari 7 kecamatan. Pada wilayah Kabupaten Majalengka, TNGC berbatasan 20 desa dari 7 kecamatan (BKSDA Jabar II 2006). Lokasi penelitian berada di wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Kabupaten Kuningan, termasuk dalam resort Jalaksana (Gambar 7).


(36)

4.3 Topografi

Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki kondisi topografi yang bervariasi, mulai dari landai sampai curam. Menurut BKSDA Jabar II (2006), kemiringan lahan yang termasuk landai (0–8%) hanya 26,52%, dan di atas 8% sebesar 73,48%.

4.4 Tanah

Kawasan TNGC memiliki jenis tanah yang beragam. Tanah regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan latosol menyebar mulai dari puncak Gunung Ciremai sampai bagian lahan yang landai di Kecamatan Jalaksana dan sebagian Kecamatan Mandirancan. Asosiasi andosol coklat dan regosol menyebar pada daerah-daerah tinggi, yaitu di sekeliling puncak Gunung Ciremai. Kelompok latosol coklat, latosol coklat kemerahan menyebar pada dearah-daerah yang lebih rendah, dan cenderung merata di setiap wilayah (BKSDA Jabar II 2006).

4.5 Iklim

Tipe iklim di kawasan TNGC tergolong kedalam tipe iklim B dan C.Rata-rata curah hujan per tahun di kawasan ini berkisar 2.000–4.000 mm/tahun. Temperatur bulanan berkisar 18–22o C. Angin pada umumnya bertiup dari arah Selatan dan Tenggara, kecuali pada bulan April sampai dengan Juli bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan antara 3–6 knot; satu knot setara dengan 1.285 m/jam (BKSDA Jabar II 2006).

4.6 Hidrologi

Sistem hidrogeologi kawasan TNGC didominasi oleh sistem akuifer endapan vulkanik dari Gunung Ciremai. Berdasarkan geomorfologi dan litologi, karakteristik akuifer kawasan TNGC dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu: (a) Akuifer kurang produktif pada lereng puncak Ciremai, (b) Akuifer sangat produktif, pada lereng badan Gunung Ciremai, dan (c) Akuifer produksi sedang - rendah, pada kaki Gunung Ciremai.

4.7 Fauna

TNGC merupakan habitat bagi satwa liar seperti mamalia, burung, reptil, dan lainnya. Penelitian mamalia yang dilakukan oleh Maharadatunkamsi & Maryati (2008), mencatat sebanyak 22 jenis mamalia kecil yang hidup di kawasan


(37)

TNGC, dan 3 jenis diantaranya endemik jawa yaitu tikus duri (Maxomys bartelsi), tikus pohon (Niviventer lepturus) dan cucurut (Crocidura orientalis). Jenis yang paling banyak adalah kelompok kelelawar pemakan buah dan serangga (11 jenis), dan sisanya adalah tikus (7 jenis), cecurut (3 jenis), dan tupai (1 jenis). Untuk kelompok mamalia besar, menurut Gunawan et al. (2008), terdapat sebanyak 9 jenis, yakni kukang jawa (Nycticebus javanicus), surili (Presbytis aygula), lutung budeng (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan (Susscrofa), kijang muncak (Muntiacus muntjac), musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), dan macan tutul (Panthera pardus).

Kawasan TNGC memiliki 20 jenis burung, dan 2 jenis diantaranya terancam punah yaitu cica matahari (Crocias albonotatus) dan poksai kuda (Garrulax rufrifons) serta 2 jenis burung berstatus rentan, yaitu ciung mungkal jawa (Cochoa azurea) dan celepuk jawa (Otus angelinae). TNGC memiliki 43 jenis reptil, yang terdiri dari 16 jenis katak, 18 jenis kadal dan bengkarung, dan 9 jenis ular, diantaranya terdapat dua jenis katak endemik Jawa, yakni Huia masonii dan Microhyla achatina (Riyanto 2008). Kawasan TNGC dapat ditemukan 48 jenis keong darat (Heryanto 2008), dan 38 jenis kumbang sungut panjang, Cerambycidae (Noerdjito 2008).

4.8 Flora

Kondisi vegetasi di kawasan TNGC sebagian besar terdiri dari vegetasi hutan alam, dan sebagian kecil terdiri dari vegetasi hutan tanaman. Pada areal bekas hutan produksi, jenis tumbuhan yang dominan adalah pinus (Pinus merkusii). Jenis tumbuhan yang dijumpai diantaranya kitandu (Fragraera blumii), kipulusan (Villubrunes rubescens), kalimorot (Castanopsis javanica), mara (Macaranga denticulata), kikeper (Engelhardia spicata), tangogo (Castanopsis tungurut), pasang (Lithocarpus sundaicus), janitri (Elaeocarpus stipularis), pasang bodas (Lithocarpus spicatus), saninten (Castanopsis argentea), kiara (Ficus sp), ki jalantir (Eurya acuminata), hamberang (Ficus cf. Padana). Selain jenis-jenis tersebut, terdapat juga tumbuhan langka seperti lampeni (Ardisiacymosa DC.), kakaduan (Platea latifolia Blume), Villebrunea rubescens, Prunus javanica, dan Symplocos theaefoli (Suwandhi 2001).


(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Habitat

Tipe habitat di lokasi penelitian terbagi menjadi dua tipe habitat yaitu terestrial dan riparian. Kondisi jalur penelitian di kedua tipe habitat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Jalur penelitian (a. Tipe habitat terestrial, b. Tipe habitat riparian).

Kedua tipe habitat memiliki karakteristik yang berbeda. Tipe vegetasi pada habitat terestrial berupa hutan tanaman yang di dominasi oleh pinus (Pinus mercusii), kayu afrika (Maesopsis eminii), kopi (Coffea robusta) dan alpukat (Persea americana). Tipe vegetasi pada habitat riparian berupa hutan sekunder. Vegetasi yang mendominasi habitat riparian yaitu kareumbi (Homalanthus populneus), pulus (Laportea stimulans), beringin (Ficus sp) dan kaliandra (Calliandra sp). Sepanjang jalur riparian terdapat aliran Sungai Cilengkrang, selain itu terdapat sumber pemandian air panas alami dan dua buah air terjun yaitu Curuk Sabuk dan Curug Sawer. Habitat merupakan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala kebutuhan hidup baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung dan berkembang biak. Menurut Smart (1975), kemampuan suatu habitat yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan hidup dari kupu-kupu mengakibatkan dalam suatu habitat tertentu memungkinkan hidup beberapa jenis kupu-kupu, ada yang memiliki anggota yang sangat besar dan ada pula yang terdiri dari beberapa individu saja.


(39)

5.1.1 Faktor biotik habitat A. Vegetasi

Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui jenis-jenis yang dominan di masing-masing habitat Jenis vegetasi yang mendominasi di habitat terrestrial dan fungsi bagi kupu-kupu dapat dilihat pada Tabel 3, dan jenis-jenis vegetasi dominan dan fungsi bagi kupu-kupu pada habitat riparian dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 3 Data jenis vegetasi yang mendominasi di habitat terestrial

No Tingkat

vegetasi Nama lokal Nama ilmiah Famili

INP

(%) Fungsi

1 Semai Kayu afrika Maesopsis eminii Rhamnaceae 95,57 PS

Ki padesa Brucea amarissima Simaroubaceae 16,78 S

Ki seueur Antidesma tetrandum Euphorbiaceae 14,30 PS

Ki huut Antidesma montanum Euphorbiaceae 12,43 PS

Ki teja Cinnamomum inners Lauraceae 10,56 PS

2 Pancang Kopi Coffea robusta Rubiaceae 48,46 PS

Mara Macaranga tanarius Euphorbiaceae 17,24 S

Ki honje Pittosporum ferrugineum Pittosporaceae 8,80 S

Alpukat Persea americana Lauraceae 7,97 PS

Huru Litsea sp Lauraceae 7,97 PS

3 Tiang Alpukat Persea americana Lauraceae 47,62 PS

Nangsi Villebruna rubescens Urticaceae 35,67 PS

Huru Litsea sp Lauraceae 20,39 PS

Bintinu Melochia umbellata Sterculiaceae 19,48 S

Gintung Bischovia javanica Euphorbiaceae 17,83 PS

4 Pohon Pinus Pinus mercusii Pinaceae 125,6 S

Kayu afrika Maesopsis eminii Rhamnaceae 46,57 PS

Alpukat Persea americana Lauraceae 28,05 PS

Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae 21,85 PS

Sanggabuana * - 12,74 S

5 Tumbuhan

bawah Rambatan Mikania micrantha Asteraceae 24,90 PS

Balakacida * - 13,99 S

Jampang kuda Cyrtococcum oxyphyllum Poaceae 13,82 PS

Jampang piit Panicum colonum Poaceae 13,46 PS

Badotan Ageratum conyzoides Asteraceae 13,14 PS

Keterangan : P (Pakan), S (Shelter), PS (Pakan dan Shelter). *Nama ilmiah tidak diketahui


(40)

Tabel 4 Data jenis vegetasi yang mendominasi di habitat riparian

No Tingkat

vegetasi Nama lokal Nama ilmiah Famili

INP

(%) Fungsi

1 Semai Kareumbi Homalanthus populneus Euphorbiaceae 40,99 PS

Bingbin Pinanga coronateae Arecaceae 30,64 PS

Huru leutak Litsea sp. Lauraceae 27,94 PS

Pulus Laportea stimulans Urticacea 26,10 PS

Ki rawai Acalypha caturus Euphorbiaceae 15,18 PS

2 Pancang Pulus Laportea stimulans Urticacea 57,50 PS

Nangsi Villebruna rubescens Urticaceae 25,83 PS

Ki rawai Acalypha caturus Euphorbiaceae 21,67 PS

Gompong Scefflera aromatica Araliaceae 19,17 S

Huru leutak Litsea sp Lauraceae 10,83 PS

3 Tiang Pulus Laportea stimulans Urticacea 78,48 PS

Kondang Ficus variegeta Moraceae 66,91 PS

Binuang Octomeles sumatrana Datiscaceae 39,69 S

Walen Ficus ribes. Moraceae 25,70 PS

Beunying Ficus fistulosa Moraceae 23,48 PS

4 Pohon Kondang Ficus variegeta Moraceae 63,14 PS

Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae 34,93 PS

Dadap Erythrina lithosperma Fabaceae 30,00 PS

Binuang Octomeles sumatrana Datiscaceae 26,69 S

Pulus Laportea stimulans Urticacea 24,39 PS

5 Tumbuhan

bawah

Kaliandra putih Calliandra tetragona Fabaceae 26,39 PS

Kaliandra merah Calliandra calothyrsus Fabaceae 23,88 PS

Balakacida * - 21,13 S

Rambatan Mikania micrantha Asteraceae 19,10 PS

Badotan Ageratum conyzoides Asteraceae 18,41 PS

Keterangan : P (Pakan), S (Shelter), PS (Pakan dan Shelter). * Nama ilmiah tidak diketahui


(41)

Tumbuhan yang paling mendominasi di habitat terrestrial pada tingkat semai yaitu kayu afrika (Maesopsis eminii) dengan INP 95,57 %, pada tingkat pancang yaitu kopi (Coffea robusta) dengan INP 48,46 %, pada tingkat tiang yaitu alpukat (Persea americana) dengan INP 47,62 %, pada tingkat pohon yaitu pinus (Pinus mercusii) dengan INP 125,61% dan tumbuhan bawah yang paling mendominasi yaitu rambatan (Mikania micrantha) dengan INP 24,90%. Di habitat riparian tumbuhan yang paling mendominasi pada tingkat semai yaitu kareumbi (Homalantus populneus) dengan INP 40,99%, pada tingkat pancang yaitu pulus (Laportea stimulans) dengan INP 57,50%, pada tingkat tiang yaitu pulus (Laportea stimulans) dengan INP 78,48%, pada tingkat pohon yaitu kondang (Ficus variegeta) dengan INP 63,14% dan yang paling mendominasi di tumbuhan bawah yaitu kaliandra putih (Calliandra tetragona) 26,39%.

Hasil analisis vegetasi mendapatkan 104 jenis tumbuhan dari 46 famili yang tersebar pada bebagai stadium pertumbuhan. Habitat terestrial memiliki jumlah jenis vegetasi lebih banyak daripada habitat riparian yaitu 82 jenis dari 36 famili, sedangkan pada habitat riparian terdapat 51 jenis dari 23 famili. Jumlah jenis dan kerapatan pada masing-masing tingkat vegetasi dapat dilihat di Tabel 5 dan hasil analisis vegetasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1-10. Tabel 5 Jumlah jenis dan kerapatan pada masing-masing tingkat vegetasi

Tipe habitat Tingkat vegetasi Jumlah jenis Kerapatan (ind/ha)

Terestrial Pohon 15 175

Tiang 22 420

Pancang 29 3320

Semai 14 26750

Tumbuhan bawah 34 293000

Riparian Pohon 18 97,5

Tiang 11 260

Pancang 11 960

Semai 11 11750

Tumbuhan bawah 20 109750

Tumbuhan dibutuhkan oleh kupu-kupu untuk mendukung kehidupannya baik sebagai sumber pakan maupun sebagai tempat berlindung (shelter). Tumbuhan pakan kupu-kupu dibagi dalam dua bagian yaitu pakan larva dan pakan kupu-kupu dewasa. Tumbuhan pakan larva juga bisa disebut sebagai tumbuhan inang yaitu tumbuhan yang digunakan oleh kupu-kupu untuk bertelur hingga telur


(42)

menetas menjadi larva. Pakan kupu-kupu dewasa yaitu berasal dari nektar tumbuhan berbunga. Tumbuhan juga sangat berguna bagi kupu-kupu sebagai tempat berlindung (shelter) dari hujan, panas, serangan predator dan tempat kupu-kupu hinggap beristirahat. Berdasarkan pengamatan di masing-masing jalur pengamatan, jumlah total jenis tumbuhan pakan dan shelter dapat dilihat pada Tabel 6. Total jenis tumbuhan pakan yang ditemukan di kedua habitat yaitu 78 jenis diantaranya merupakan 68 jenis tanaman pakan larva (Lampiran 15). Habitat terestrial memiliki jumlah tumbuhan pakan larva, pakan kupu dan shelter yang lebih banyak dari pada habitat riparian.

Tabel 6 Jumlah jenis tumbuhan pakan larva, kupu dan shelter di masing-masing habitat

Habitat Tumbuhan pakan larva Tumbuhan pakan kupu Tumbuhan shelter

Terestrial 52 11 67

Riparian 32 10 37

Total 68 14 86

B. Satwa lain

Kupu-kupu di dalam ekosistemnya akan membentuk interaksi dengan satwa lainnya. Interaksi yang terbentuk oleh jenis-jenis tersebut dapat berupa persaingan, pemangsaan dan komensalisme. Menurut Smart (1975) semua tahapan siklus hidup kupu-kupu rentan terhadap serangan predator seperti laba-laba, serangga lainnya atau vertebrata seperti burung, reptil dan mamalia kecil.

Satwa predator atau pemangsa kupu-kupu yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu burung pemakan serangga seperti burung srigunting kelabu dan jinjing batu, capung, kadal dan laba-laba. Satwa pesaing kupu-kupu yaitu burung madu, dan lebah. Persaingan yang terjadi yaitu persaingan terhadap pakan yang bersumber dari nektar tumbuhan bunga. Satwa yang diuntungkan terhadap keberadaan kupu-kupu yaitu burung pemakan buah seperti burung gelatik batu dan tekukur biasa, musang, monyet ekor panjang, lutung, surili. Keuntungan satwa tersebut dari kupu-kupu yaitu fungsi kupu-kupu sebagai polinator yang membantu penyerbukan tumbuhan untuk menghasilkan buah yang menjadi pakan satwa lainnya. Jenis-jenis satwa yang ditemukan dan hubungannya dengan kupu-kupu dapat dilihat pada Tabel 7.


(43)

Tabel 7 Satwa pemangsa, satwa pesaing dan satwa yang diuntungkan dengan keberadaan kupu-kupu pada masing-masing habitat

Jenis satwa Nama ilmiah Habitat Satwa

pemangsa

Satwa pesaing

Satwa diuntungkan

A B

Mammalia Monyet ekor

panjang Macaca fascicularis √ √ √

Lutung Trachypitechus auratus √ √ √

Surili Presbtytis comata √ √ √

Musang luwak

Paradoxurus

hermaproditus √ √ √

Reptilia Kadal kebun Mabuya multifasciata √ √ √

Aves Cabai jawa Dicaeum trochileum √ √ √ √

Kacamata biasa Zosterops palpebrosus √ √

Srigunting

kelabu Dicrurus leucophaeus √ √ √

Srigunting

hitam Dicrucus macrocercus √ √ √

Tekukur biasa Streptopelia chinensis √ √

Gelatik batu Parus major √ √ √ √

Jinjing batu Hemipus hirundinaceus √ √

Cinenen pisang Orthotomus atrogularis √ √

Perenjak

cokelat Prinia polycrhoa √ √

Bondol jawa Lonchura leucogastroides √ √ √

Poksai kuda Garrulax rufifrons √ √

Meninting kecil Enicurus velatus √ √ √

Madu sepah

raja Aethopyga siparaja √ √

Madu sriganti Nectarinia jugularis √ √

Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster √ √ √

Insecta Capung Orthetrum Sabina √ √ √

Lebah madu Apis cerana √ √ √

Arachnida Laba-laba Argiope aemula √ √ √


(44)

5.1.2 Faktor fisik habitat

A. Suhu dan kelembaban udara

Berdasarkan pengukuran faktor fisik habitat dilapangan, didapatkan suhu dan kelembaban udara pada masing-masing habitat. Suhu udara rata-rata habitat terestrial yaitu 26,3° C dengan kelembaban relatif 77% dan suhu udara rata-rata habitat riparian 25,6° C dengan kelembaban relatif 80%. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara pada range waktu yang berbeda di masing-masing habitat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9 Fluktuasi rata-rata suhu dan kelembaban udara pada range waktu yang berbeda di masing-masing habitat.

Fluktuasi suhu udara pada range waktu yang berbeda-beda akan mempengaruhi aktivitas kupu-kupu. Siang hari saat cuaca panas pada pukul 11.00-13.00 WIB kupu-kupu banyak terlihat melakukan aktivitas berjemur (basking). Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin dan harus menaikkan panas tubuh mereka dari sumber eksternal dengan cara berjemur di bawah matahari (Mikula 1997). Menurut Scott (1986) kupu-kupu dapat terbang di udara dengan suhu antara 16-42° C, tetapi mereka dapat menunjukan penyimpangan perilaku jika suhu terlalu ekstrim karena suhu optimum tubuh kupu-kupu yaitu 28-38° C. Menurut Sari (2008), faktor lingkungan yang memiliki kelimpahan jenis dan individu kupu-kupu tertinggi ditemukan pada kisaran suhu 18-35° C dan kelembaban 72-91%.


(45)

B. Radiasi matahari dan keberadaan ruang terbuka

Radiasi matahari merupakan faktor fisik yang sangat penting dalam mendukung kehidupan kupu-kupu. Kupu-kupu menggunakan radiasi matahari untuk berjemur dan menghangatkan tubuh mereka. Radiasi matahari pada masing-masing habitat dapat dilihat dari kondisi tutupan tajuk yang diperoleh dari nilai Leaf Area Index (LAI) pada masing-masing habitat. Semakin besar nilai LAI menggambarkan tutupan tajuk yang semakin rapat dan intensitas radiasi matahari yang menembus tajuk semakin sedikit (Tabel 8).

Tabel 8 Nilai Leaf Area Index (LAI) pada masing-masing habitat

No Habitat Jumlah plot Selang LAI

1 Terestrial 5 0,721 – 1,583

2 Riparian 5 0,766 – 2,482

Habitat terestrial memiliki selang nilai LAI 0,721 – 1,583 dan habitat riparian 0,766 – 2,482. Habitat terestrial memiliki nilai selang LAI yang lebih kecil daripada habitat riparian yang menunjukan bahwa di habitat riparian terdapat kondisi vegetasi yang bertajuk lebih rapat daripada habitat terestrial. Habitat terestrial memiliki tipe vegetasi hutan tanaman, sedangkan habitat riparian memiliki tipe vegetasi berupa hutan sekunder. Turner et al. (1999) dalam studi yang dilakukan pada berbagai tipe vegetasi hutan tropis dan areal tanaman (kebun) memperoleh kisaran nilai LAI seperti Tabel 9.

Tabel 9 Kisaran LAI pada hutan tropis

Tipe vegetasi Kisaran LAI

Hutan bervegetasi rendah terbakar 2,5 – 6,3

Hutan bervegetasi rendah 2,5 – 3,2

Hutan alami primer 4,4 – 8,4

Hutan conifer 1,4 – 3,9

Kebun 1,0 – 3,3

Hutan konifer (muda) 5,3 – 9,6

Hutan konifer (tua) 7,9 – 13,0

Sumber : Turner et al (1999) diacu dalamDjumhaer (2003)

Habitat terestrial dan riparian masing-masing memiliki ruang terbuka yang dibutuhkan oleh kupu-kupu untuk melakukan aktivitasnya seperti basking. Kondisi tutupan tajuk yang terbuka pada masing-masing habitat dapat dilihat pada Gambar 10 dan aktivitas kupu-kupu yang sedang berjemur di bawah sinar matahari (basking) dapat dilihat pada Gambar 11. Di sekitar ruang terbuka ini sering terlihat aktivitas kupu-kupu yang sedang berjemur dan merupakan plot


(46)

pengamatan dengan intensitas bertemu kupu-kupu yang besar, karena kupu-kupu menyukai tempat yang terbuka.

a b

Gambar 10 Kondisi tajuk area terbuka di masing-masing habitat (a. habitat terestrial, b. habitat riparian).

a b

c d

Gambar 11 Aktivitas kupu-kupu yang sedang berjemur di bawah sinar matahari (basking) (a. Ypthima pandocus, b. Tanaecia palguna, c. Helioporus epicles, d. Acraea issoria).


(47)

C. Sumber air

Sumber air sangat berperan penting dalam mendukung kehidupan kupu-kupu. Kedua habitat memiliki perbedaan yang sangat jauh terhadap keberadaan sumber air. Sumber air di habitat terestrial jarang ditemukan, hanya terdapat satu buah sumber air dari kolam pos penjagaan tiket masuk kawasan wisata yang berukuran + 2,5m x 2m dengan kondisi air yang mengalir (Gambar 12a). Kondisi fisik habitat di riparian menunjukan perbedaan dengan habitat terrestrial, yakni khas dengan keberadaan sumber air di sepanjang jalur wisata yaitu sungai Cilengkrang (Gambar 12b), juga terdapat dua buah air terjun yaitu Curug Sabuk dan Curug Sawer, serta terdapat pula sumber air panas alami yang disalurkan menggunakan selang ke kolam pemandian air panas.

a b

Gambar 12 Sumber air pada masing-habitat (a. habitat terestrial, b. Habitat riparian).

5.2 Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu

Jumlah total jenis kupu-kupu yang ditemukan di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai adalah sebanyak 95 jenis dengan jumlah individu sebanyak 2044 individu dari lima famili, yaitu Papilionidae (9 jenis), Pieridae (10 jenis), Nymphalidae (46 jenis), Lycaenidae (14 jenis) dan Hesperidae (16 jenis). Jumlah jenis dan individu yang ditemukan di lokasi penelitian lebih banyak dibandingkan penelitian keanekaragaman kupu-kupu di Taman Nasional Tanjung Puting oleh Indriani (2010) yang melaporkan terdapat 76 jenis kupu-kupu dari lima famili dan famili yang paling dominan


(48)

yaitu famili Nymphalidae. Efendi (2009) melaporkan keanekaragaman kupu-kupu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak terdapat 61 jenis dengan 7032 individu dari lima famili dan famili yang paling dominan yaitu famili Nymphalidae. Keanekaragaman kupu-kupu lebih tinggi pada penelitian Sumah (2012) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yaitu terdapat 144 jenis dari 6.802 individu kupu-kupu yang tergolong dalam empat famili dan Nymphalidae juga merupakan famili dengan jumlah jenis terbanyak.

Famili Nymphalidae merupakan famili dengan jumlah jenis dan individu paling banyak. Nymphalidae merupakan famili kupu-kupu yang mempunyai anggota paling besar dan penyebaran luas dibandingkan dengan lainnya (Smart 1975). Dari total jumlah 95 jenis kupu-kupu yang ditemukan, diantaranya terdapat dua jenis kupu-kupu yang dilindungi pemerintah melalui PP No. 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam Apendix II CITES, yaitu Troides helena dan Troides cuneifera (Gambar 13). Troides Helena dan Troides cuneifera biasanya dijumpai pada siang hari saat cuaca panas. Jenis kupu-kupu raja ini biasanya terbang tinggi di sekitar area terbuka pada habitat riparian, dan mengitari tumbuhan kaliandra yang sedang berbunga (Gambar 14) dan beberapa kali ditemukan sedang melakukan perkawinan (mating).

a b

Gambar 13 Jenis kupu-kupu yang dilindungi Undang-Undang (a. Troides cuneifera, b. Troides helena).


(49)

Gambar 14 Troides helena pada tumbuhan kaliandra.

Jumlah jenis kupu-kupu yang ditemukan di habitat riparian lebih banyak dari pada jumlah jenis di habitat terestrial. Total kupu-kupu yang ditemukan di habitat terestrial yaitu 71 jenis kupu-kupu dengan total individu sebanyak 1137 individu, sedangkan di habitat riparian ditemukan sebanyak 77 jenis kupu-kupu dengan total individu sebanyak 907 individu (Lampiran 12). Jumlah jenis kupu-kupu lebih banyak ditemukan di habitat riparian sedangkan jumlah individu lebih banyak di habitat terrestrial, hal ini disebabkan oleh jumlah jenis dan individu dari famili Nymphalidae di terestrial lebih banyak daripada di riparian, sedangkan di riparian lebih banyak terdapat jenis dari famili Lycaenidae dan Hesperidae dengan jumlah individu yang lebih sedikit. Jumlah jenis dan individu pada kedua tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah jenis dan individu kupu-kupu pada kedua tipe habitat

Famili Jumlah jenis

Jumlah individu Terestrial Riparian Terestrial Riparian

Papilionodae 8 8 101 156

Pieridae 7 9 238 58

Nymphalidae 38 34 662 297

Lycaenidae 11 13 119 367

Hesperidae 7 13 17 29


(50)

Penangkapan kupu-kupu dilakukan menggunakan jaring kupu-kupu dan food trap. Food trap digunakan untuk mengantisipasi kupu-kupu yang susah ditangkap dan tidak terjangkau jika melakukan penangkapan dengan jaring. Adapun umpan pakan yang di gunakan yaitu pisang busuk, madu dan urin. Trap diletakkan di berbagai kondisi lingkungan, seperti pinggiran sungai, tempat terbuka, dan semak yang mewakili kondisi habitat pada setiap jalurnya.

Jenis kupu-kupu yang ditemukan menggunakan perangkap dengan umpan pisang busuk yaitu Melanitis leda (11 individu), Mycalesis horsfieldi (34 individu), Mycalesis janardana (12 individu), Tanaecia trigerta (1 individu) dan Stibochiona coresia (17 individu). Jenis kupu-kupu yang ditemukan menggunakan perangkap dengan umpan madu yaitu Mycalesis horsfieldi (7 individu) dan Melanitis leda (4 individu) dan jenis kupu-kupu yang ditemukan menggunakan trap dengan umpan urin hanya satu jenis kupu-kupu yaitu Udara akasa, jenis ini merupakan jenis yang aktif mencari sumber mineral di pasir dan bebatuan basah di pinggir sungai, menurut Pyle dan Hughes (1992) kupu-kupu dari famili Lycaenidae memang menyukai genangan air dan lumpur. Umpan pisang busuk merupakan umpan yang paling banyak di datangi oleh kupu-kupu, dan semua jenis yang mengunjungi umpan pisang busuk berasal dari famili Nymphalidae (Gambar 15), hal ini sesuai dengan pernyataan Pyle dan Hughes (1992) bahwa kupu-kupu dari famili Nymphalidae menyukai buah-buahan busuk dan getah tumbuhan.


(51)

5.2.1 Tingkat kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan kupu-kupu

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui tingkat kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan kupu-kupu di masing-masing habitat seperti pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan tingkat Kekayaan (Dmg), Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) kupu-kupu di masing-masing habitat

Perbedaan keanekaragaman kupu-kupu dapat dilihat dari nilai analisis data kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan. Habitat riparian memiliki kekayaan dan keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada habitat terestrial, hal ini diperkuat dengan di lakukannya uji t-student yang membandingkan parameter keanekaragaman jenis Shannon (H’) pada masing-masing habitat dan menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara keanekaragaman di habitat terestrial dan riparian. Berdasarkan nilai indeks yang mendekati kemerataan maksimal (E mendekati 1), maka kelimpahan individu jenis kupu-kupu di habitat terestrial dan riparian merata. Menurut Efendi (2009), semakin besar nilai kemerataan jenis kupu-kupu, maka penyebaran jenis kupu-kupu merata dan tidak ditemukan dominasi oleh jenis kupu-kupu tertentu. Semakin kecil nilai kemerataan jenis, maka penyebaran jenis tidak merata dan terjadi dominasi oleh jenis kupu-kupu tertentu. Keanekaragaman kupu-kupu pada kedua habitat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14.

5.2.2 Dominansi

Dominansi berfungsi untuk menentukan jenis kupu-kupu yang dominan, sub-dominan dan non-dominan. Walaupun kelimpahan individu jenis kupu-kupu di habitat terestrial dan riparian merata, tetapi dominansi jenis kupu-kupu yang non dominan pada setiap tipe habitatnnya terdapat lebih besar dari 50%. Dominansi dapat dilihat dari jumlah individu jenis, semakin tinggi jumlah individu jenis maka jenis tersebut akan semakin dominan. Habitat terestrial terdapat 4,23% jenis kupu-kupu dominan, 8,45% sub-dominan dan 87,32% jenis non-dominan dan di habitat riparian terdapat 7,89% jenis kupu-kupu dominan,

Habitat Jumlah jenis

Jumlah individu

Dmg H’ E

Terestrial 71 1137 9,95 3,04 0,71


(1)

69

Lampiran 14. Keanekaragaman kupu-kupu di habitat riparian (Lanjutan)

No Jenis kupu-kupu Famili ∑Ind pi lnpi D 42 Rhinopalpa polynice Nymphalidae 2 0.002205 -61.169.953 0.0022051 43 Rohana parisatis Nymphalidae 6 0.006615 -5.018.383 0.0066152 44 Stibochiona coresia Nymphalidae 4 0.00441 -54.238.481 0.0044101 45 Symbrenthia anna Nymphalidae 2 0.002205 -61.169.953 0.0022051 46 Symbrenthia hypatia Nymphalidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 47 Symbrenthia hypselis Nymphalidae 11 0.012128 -44.122.472 0.0121279 48 Tanaecia trigerta Nymphalidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 49 Vagrans egista Nymphalidae 5 0.005513 -52.007.045 0.0055127 50 Ypthima pandocus Nymphalidae 98 0.108049 -2.225.175 0.1080485 51 Zemeros flegyas Nymphalidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 52 Miletus leos Lycaenidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 53 Milletus biggsii Lycaenidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 54 Acytolepis puspa Lycaenidae 21 0.023153 -376.562 0.0231533 55 Caleta roxus Lycaenidae 2 0.002205 -61.169.953 0.0022051 56 Helioporus epicles Lycaenidae 12 0.01323 -43.252.358 0.0132304 57 Ionolice helicon Lycaenidae 47 0.051819 -29.599.948 0.0518192 58 Jamides alecto Lycaenidae 18 0.019846 -39.197.707 0.0198456 59 Jamides celeno Lycaenidae 94 0.103638 -22.668.477 0.1036384 60 Miletus symethus Lycaenidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 61 Pithecops corvus Lycaenidae 40 0.044101 -3.121.263 0.0441014 62 Prioneris autothisbe Lycaenidae 3 0.003308 -57.115.302 0.0033076 63 Prosotas dubiosa Lycaenidae 11 0.012128 -44.122.472 0.0121279 64 Udara akasa Lycaenidae 68 0.074972 -25.906.347 0.0749724 65 Matapa aria Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 66 Suastus gremius Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 67 Potanthus omaha Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 68 Pelopedias conjunctus Hesperidae 5 0.005513 -52.007.045 0.0055127 69 Tagiades japetus Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 70 Bibasis sena Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 71 Borbo cinnara Hesperidae 5 0.005513 -52.007.045 0.0055127 72 Korithaialos rubecula Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 73 Notocrypta paralysos Hesperidae 3 0.003308 -57.115.302 0.0033076 74 Pseudecoladenia dan Hesperidae 5 0.005513 -52.007.045 0.0055127 75 Tagiades ultra Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025 76 Taractocera archias Hesperidae 3 0.003308 -57.115.302 0.0033076 77 Telicota colon Hesperidae 1 0.001103 -68.101.425 0.0011025

Jumlah individu 907

Jumlah jenis 77

Kekayaan (Dmg) 11.16

Keanekaragaman (H') 3.43


(2)

(3)

Sumber : Peggie (2006), Wilson (2008)

Lampiran 15. Tumbuhan pakan larva kupu-kupu

No Jenis Famili Terestrial Riparian Kupu-kupu yang memanfaatkan

Famili Jenis

1 Pteudoran themum Acanthaceae √ Nymphalidae Junonia sp. Doleschallia bisaltide 2 Mangifera indica Anacardiaceae √ Nymphalidae Euthalia monina Lexias paradalis 3 Polyathia longifolia Annonaceae √ Papilionidae Graphium agamemnon

4 Alstonia scholaris Apocynaceae √ Nymphalidae Euploea sp.

5 Pinanga coronateae Arecaceae √ Nymphalidae

6 Ageratum conyzoides Asteraceae √ √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 7 Dysoxylum amooroides Asteraceae √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 8 Elephantopus scaber Asteraceae √ √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 9 Emelia sonchifolia Asteraceae √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 10 Erechtites valerianifolia Asteraceae √ √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 11 Eupatorium inulifolium Asteraceae √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 12 Mikania micrantha Asteraceae √ √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 13 Vernonia arborea Asteraceae √ Nymphalidae Hypolimnas bolina 14 Durio zibethinus Bombacaceae √ Hesperidae

15 Cleome rutidosperma Capparidaceae √ Pieridae Delias sp. 16 Acalypha caturus Euphorbiaceae √ √ Nymphalidae

17 Aleurites moluccana Euphorbiaceae √ Nymphalidae 18 Antidesma montanum Euphorbiaceae √ Nymphalidae 19 Antidesma tetrandum Euphorbiaceae √ Nymphalidae 20 Bischovia javanica Euphorbiaceae √ Nymphalidae

21 Glochidion arborescen Euphorbiaceae √ Nymphalidae Athyma nefte 22 Glochidion cyrtostylum Euphorbiaceae √ Nymphalidae Athyma nefte


(4)

Sumber : Peggie (2006), Wilson (2008)

Lampiran 15. Tumbuhan pakan larva kupu-kupu (Lanjutan)

No Jenis Famili Terestrial Riparian Kupu-kupu yang memanfaatkan

Famili Jenis

23 Homalanthus populneus Euphorbiaceae √ √ Nymphalidae 24 Macaranga tanarius Euphorbiaceae √ Nymphalidae 25 Pedilanthus pringlei Euphorbiaceae √ Nymphalidae 26 Phylanthus niruri Euphorbiaceae √ Nymphalidae

27 Calliandra calothyrsus Fabaceae √ Pieridae, Hesperidae Polyura sp. Hasora badra 28 Calliandra tetragona Fabaceae √ √ Pieridae, Hesperidae Polyura sp. Hasora badra 29 Dialium indium Fabaceae √ Pieridae, Hesperidae Polyura sp. Hasora badra 30 Erythrina lithosperma Fabaceae √ Pieridae, Hesperidae Polyura sp. Hasora badra 31 Paraserientehes lebbeck Fabaceae √ Pieridae, Hesperidae Polyura sp. Hasora badra 32 Lithocarpus sundaicus Fagaceae √ Lycaenidae

33 Cinnamomum inners Lauraceae √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 34 Litsea glutinosa Lauraceae √ √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 35 Litsea sanguinolenta Lauraceae √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 36 Litsea sp Lauraceae √ √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 37 Persea americana Lauraceae √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 38 Phoebe exelsa Lauraceae √ Papilionidae, Nymphalidae Graphium sarpedon Polyura sp. 39 Michelia velutina Magnoliaceae √ Papilionidae Graphium agamemnon

40 Sida rhombifolia Malvaceae √ √ Hesperidae Hypolimnas bolina

41 Mimosa pudica Mimosaceae √ Hesperidae Taractocera archias

42 Artocarpus elasticus Moraceae √ Nymphalidae Euploea sp. Doleschallia bisaltide 43 Artocarpus heterophyllus Moraceae √ Nymphalidae Euploea sp. Doleschallia bisaltide 44 Artocarpus sp Moraceae √ Nymphalidae Euploea sp. Doleschallia bisaltide


(5)

Sumber : Peggie (2006), Wilson (2008)

Lampiran 15. Tumbuhan pakan larva kupu-kupu (Lanjutan)

No Jenis Famili Terestrial Riparian Kupu-kupu yang memanfaatkan

Famili Jenis

46 Ficus firiens Moraceae Nymphalidae Euploea sp. Cyrestis nivea

47 Ficus fistulosa Moraceae Nymphalidae Euploea sp. Cyrestis nivea

48 Ficus indica Moraceae Nymphalidae Euploea sp. Cyrestis nivea

49 Ficus ribes Moraceae Nymphalidae Euploea sp. Cyrestis nivea

50 Ficus variegeta Moraceae Nymphalidae Euploea sp. Cyrestis nivea 51 Acemena acuminatissima Myrtaceae Lycaenidae, Hesperidae

52 Psidium guajava Myrtaceae Lycaenidae, Hesperidae 53 Rhodamnia cinerea Myrtaceae Lycaenidae, Hesperidae

54 Cyrtococcum oxyphyllum Poaceae Nymphalidae, Hesperidae Melanitis leda Taractocera archias 55 Panicum colonum Poaceae Nymphalidae, Hesperidae Melanitis leda Taractocera archias

56 Maesopsis eminii Rhamnaceae Lycaenidae

57 Coffea robusta Rubiaceae Nymphalidae Hypolimnas bolina Moduza procris 58 Evodia latifolia Rubiaceae Nymphalidae Hypolimnas bolina Moduza procris 59 Lasianthus capitatus Rubiaceae Nymphalidae Hypolimnas bolina Moduza procris 60 Terenna incerta Rubiaceae Nymphalidae Hypolimnas bolina Moduza procris 61 Ellatostachys verucosa Sapindaceae Nymphalidae, Lycaenidae Euthalia sp.

62 Trema orientale Ulmaceae Nymphalidae

63 Dysoxilum nutans Urticaceae Nymphalidae Doleschallia bisaltide 64 Laportea stimulans Urticaceae Nymphalidae Doleschallia bisaltide 65 Villebruna rubescens Urticaceae Nymphalidae Doleschallia bisaltide

66 Lantana camara Verbenaceae Lycaenidae

67 Stachytarpheta jamaicensis Verbenaceae Lycaenidae


(6)