Penambahan Minyak Biji Bunga Matahari Terhadap Profil Darah Domba Garut Betina pada Status Faal Berbeda

PENAMBAHAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI
TERHADAP PROFIL DARAH DOMBA GARUT
BETINA PADA STATUS FAAL BERBEDA

ANY ANGGRAENY

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penambahan
Minyak Biji Bunga Matahari Terhadap Profil Darah Domba Garut Betina pada
Status Faal Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari kaya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Any Anggraeny
NIM D24090017

ABSTRAK
ANY ANGGRAENY. Penambahan Minyak Biji Bunga Matahari Terhadap Profil
Darah Domba Garut Betina pada Status Faal Berbeda. Dibimbing oleh DEWI
APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.
Minyak biji bunga matahari salah satu lemak yang dapat digunakan
sebagai sumber energi. Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian
minyak biji bunga matahari pada 8 domba garut betina calon induk dengan bobot
badan 22.12±1.69 kg saat prakawin, bunting, dan laktasi dengan rancangan acak
lengkap pola tersarang (nested design). Status faal (prakawin, bunting, dan laktasi)
tersarang pada 2 perlakuan, tanpa minyak biji bunga matahari dan dengan
penambahan 4% minyak biji bunga matahari pada ransum dengan 4 ulangan.
Parameter yang diamati yaitu konsumsi bahan kering, protein kasar, lemak kasar,
dan profil darah (hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, Mean corpuscular

volume (MCV), Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), dan
deferensiasi leukosit). Penambahan minyak biji bunga matahari 4% dalam ransum
tidak mempengaruhi profil darah, pada status bunting dan laktasi jumlah eritrosit
dan persentase basofil cendrung meningkat. Konsumsi bahan kering, protein kasar,
dan lemak kasar domba bunting dan laktasi sangat nyata lebih tinggi dari domba
prakawin. Konsumsi lemak kasar pada domba yang diberikan 4% minyak biji
bunga matahari lebih nyata lebih tinggi dari kontrol. Kesimpulan dari penelitian
ini penambahan minyak biji bunga matahari 4% dalam ransum tidak mengganggu
hematologi domba induk saat prakawin, bunting, dan laktasi.
Kata kunci: domba betina, minyak biji bunga matahari, profil darah, status faal
ABSTRACT
ANY ANGGRAENY. Addition of Sunflower Seed Oil To Garut Ewe Blood
Profile In Different Physiological Status. Supervised by DEWI APRI ASTUTI
and LILIS KHOTIJAH.
Sunflower seed oil is one of fat that can be used as an energy sources. The
study was conducted to evaluate the effect of sunflower seed oil in premating,
pregnant and lactation in eight Garut ewes with body weight 22.12±1.69 kg used
in completely randomized nested design. The status of physiology (premating,
pregnant, and lactation) nested in two treatment, control (without sunflower seed
oil) and 4% sunflower oil addition in the ration with four replications. The

parameters observed were dry matter, crude protein, crude fat intake, and blood
profiles (haemoglobin, hematocrit, erythrocytes, leukocytes, MCV, MCHC, and
leukocyte differentiation). Result showed that the addition of 4% sunflower seed
oil was not affected to blood hematology, but the status of pregnant and lactation
tends to increase erythrocytes and percentage of basophils. Dry matter, crude
protein, and crude fat intake in pregnant and lactating ewes were higher than
premating. Crude fat intake in 4% sunflower seed oil treatment was higher than
control. It was concluded that the addition of 4% sunflower seed oil was not
interfere blood hematology in premating, pregnant, and lactation ewes.
Keywords : ewe, sunflower seed oil, blood profile, status of physiology

PENAMBAHAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI
TERHADAP PROFIL DARAH DOMBA GARUT
BETINA PADA STATUS FAAL BERBEDA

ANY ANGGRAENY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan

pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penambahan Minyak Biji Bunga Matahari Terhadap Profil Darah
Domba Garut Betina pada Status Faal Berbeda
Nama
: Any Anggraeny
NIM
: D24090017

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing I


Ir Lilis Khotijah, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu
dilimpahkan kepada junjungan Muhammad SAW dan kepada seluruh kaum
muslimin dan muslimat.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei
2012 sampai Januari 2013 yang dilakukan dikandang nutrisi ternak daging dan
kerja ini adalah profil darah, dengan judul Penambahan Minyak Biji Bunga
Matahari Terhadap Profil Darah Domba Garut Betina pada Status Faal Berbeda.
Penelitian ini dibawah bimbingan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS dan Ir Lilis

Khotijah MSi. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi yang merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Any Anggraeny

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Bahan
Ransum perlakuan
Alat
Lokasi dan waktu penelitian
Prosedur
Konsumsi nutrien

Pengambilan sampel darah
Perhitungan jumlah eritrosit dan leukosit
Kadar eritrosit
Nilai hematokrit
Perhitungan MCV dan MCHC
Deferensiasi leukosit
Parameter yang diamati
Rancangan percobaan
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi Protein Kasar
Konsumsi Lemak Kasar
Hematologi Darah
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCV dan MCHC
Deferensiasi Leukosit
Leukosit

Limfosit
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

vi
vi
vi
1
2
2
2

3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6
6
6
7
8
9
9
10

11
12
13
13
14
14
15
15
16
17
17
17
17
20
23
23

DAFTAR TABEL
1 Komposisi zat makanan ransum perlakuan berdasarkan bahan kering
2 Kandungan zat makanan ransum perlakuan berdasarkan bahan kering

3 Rataan konsumsi bahan kering (g ekor-1 hari-1) domba garut betina
prakawin, bunting, dan laktasi
4 Rataan konsumsi protein kasar (g ekor-1 hari-1) domba garut betina
prakawin, bunting, dan laktasi
5 Rataan konsumsi lemak kasar (g ekor-1 hari-1) domba garut betina
prakawin, bunting, dan laktasi
6 Kadar eritrosit domba garut betina prakawin, bunting, dan laktasi
7 Kadar MCV dan MCHC domba garut betina prakawin, bunting, dan
laktasi
8 Jumlah leukosit dan deferensiasinya domba garut betina prakawin,
bunting, dan laktasi

2
3
7
8
9
12
13
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop)
Grafik kadar hemoglobin domba prakawin, bunting, dan laktasi
Grafik kadar hematokrit domba prakawin, bunting, dan laktasi
Grafik jumlah eritrosit domba prakawin, bunting, dan laktasi
Limfosit perbesaran mikroskop 100x10
Neutrofil perbesaran mikroskop 100x10
Eosinofil perbesaran mikroskop 100x10
Basofil perbesaran mikroskop 100x10
Monosit perbesaran mikroskop 100x10

4
10
11
12
14
15
15
16
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Anova kadar eritrosit
Anova kadar hemoglobin
Anova nilai hematokrit
Anova kadar MCV
Anova kadar MCHC
Anova jumlah leukosit
Anova persentase limfosit
Anova persentase eosinofil
Anova persentase basofil
Anova persentase monosit
Anova persentase neutrofil
Anova konsumsi bahan kering
Anova konsumsi protein kasar
Anova konsumsi lemak kasar

19
19
19
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
21

PENDAHULUAN
Ternak domba merupakan ternak yang dapat menghasilkan banyak anak
atau prolifik (Mansjoer et al. 2007) sehingga sangat menguntungkan bagi peternak.
Pakan menjadi salah satu hal penting yang berperan memelihara tubuh, baik untuk
kebutuhan pokok hidup, reproduksi, dan produksi. Kondisi induk domba juga
merupakan salah satu yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan anak domba
yang sehat. Ternak memiliki 4 fase kritis reproduksi yaitu sebelum kawin, pada
awal kebuntingan, pada sepertiga akhir kebuntingan, dan awal laktasi. Kondisi
ternak selama masa kebuntingan merupakan kondisi yang cukup kritis dan
pengelolaan selama masa kebuntingan ini sangat mempengaruhi performa
reproduksi ternak tersebut. Pada periode kebuntingan, keadaan fisiologis dan
metabolisme induk bunting akan berubah arah dalam menyimpan cadangan zatzat makanan dalam tubuh sebagai persediaan dimobilisasi pada saat menyusui
ketika kebutuhan untuk sintesa air susu jauh melebihi kemampuan induk untuk
makan, selain itu Tillman et al. (1989) mengatakan bahwa kebutuhan zat makanan
domba yang sedang laktasi dipengaruhi oleh komposisi air susu. Oleh karena itu,
domba induk bunting dan laktasi membutuhkan energi dalam jumlah yang banyak
karena saat melahirkan juga menyusui banyak energi yang hilang.
Energi juga merupakan unsur nutrien utama selain protein yang
diperhitungkan dalam formulasi ransum (Parakkasi 1999). Lemak diketahui
mengandung energi yang lebih tinggi daripada karbohidrat atau protein, tetapi bila
lemak diberikan dalam jumlah berlebih (di atas 5%) kepada ternak ruminansia
dapat mengganggu populasi mikroba di dalam rumen dan mengurangi
kemampuan ruminansia untuk mencerna hijauan (Preston and Leng 1987; Bunting
et al. 1996). Minyak biji bunga matahari merupakan salah satu lemak yang dapat
digunakan sebagai sumber energi, selain itu berpotensi untuk memperbaiki
reproduksi pada ternak. Minyak biji bunga matahari memiliki asam lemak tak
jenuh yaitu asam lemak linoleat, menurut NRC (2001) minyak biji bunga matahari
memiliki kandungan asam linoleat yang cukup tinggi yaitu sebesar 75%. Asam
linoleat menghasilkan asam arachidonat yang merupakan prekursor terbentuknya
prostaglandin yang berfungsi dalam perkembangan uterus dan ovulasi. Wathes et
al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung asam linoleat
akan meningkatkan produksi hormon prostaglandin pada domba. Produksi
hormon yang baik juga akan mempengaruhi kesiapan calon induk untuk
bereproduksi.
Kondisi induk domba yang sehat perlu diperhatikan untuk menunjang
reproduksi yang baik. Pemeriksaan gambaran darah diperlukan untuk mengetahui
status kesehatan ternak (Guyton dan Hall 1997). Menurut Ganong (2003) darah
merupakan salah satu komponen tubuh yang sangat penting dan berfungsi sebagai
sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme dan hormon, serta
sebagai alat pertahanan dari benda asing yang bersifat patogen. Apabila terjadi
perubahan fisiologi pada tubuh hewan, maka gambaran darah pun juga ikut
mengalami perubahan. Saat bunting dan laktasi, tidak sedikit dari induk yang
mengalami anemia atau pun kesehatan yang menurun, karena pada kondisi
tersebut induk harus berbagi dengan fetus dan untuk produksi susu.

2
Belum banyak kajian tentang profil darah domba betina dengan status faal
berbeda (prakawin, bunting, dan laktasi) yang diberi perlakuan minyak biji bunga
matahari dalam ransum, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran darah domba garut betina calon induk
pada kondisi prakawin, bunting, dan laktasi dengan pemberian ransum
mengandung 4% minyak biji bunga matahari.

METODE PENELITIAN
Bahan
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah domba Garut betina umur
kurang dari 1 tahun dengan bobot badan 22.12±1.69 kg sebanyak 8 ekor yang
dikandangkan dalam kandang individu. Domba Garut betina yang digunakan
diikuti perkembangannya dan pengkuran parameternya mulai sebelum dikawinkan,
saat bunting hingga masa laktasi. Bahan pakan yang akan digunakan adalah
rumput Brachiaria humidicola dan konsentrat dalam bentuk tepung yang terdiri
dari onggok, bungkil kedelai, bungkil kelapa, premix, CaCO3, garam, dan minyak
biji bunga matahari. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
alkohol 70%, HCl 0.1 N, aquadestilata, zat warna Giemsa, minyak emersi, larutan
Turk dan Hayem.
Ransum perlakuan
Ransum perlakuan disusun dengan tingkat kandungan protein yang sama
dan dengan TDN >70%. Rasio pemberian rumput 30% dan konsentrat 70%.
Domba percobaan dipelihara dan diberikan pakan konsentrat sebanyak dua kali
sehari (pukul 09.30 dan 12.00 WIB), rumput Brachiaria humidicola diberikan tiga
kali sehari (pukul 08.00, 12.30 dan 15.00 WIB) dan air minum diberikan ad
libitum.
Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan
pakan sebagai berikut:
P0 = tanpa minyak biji bunga matahari (kontrol)
PM = dengan penambahan 4 % minyak biji bunga matahari dalam ransum
Tabel 1 Komposisi zat makanan ransum perlakuan berdasarkan bahan kering
Pakan
Onggok
Bungkil kelapa
Bungkil kedelai
Minyak biji bunga matahari
CaCO3
Garam
\Premix

Perlakuan
P0

PM

----------------- % -----------------34.30
30.30
57.10
57.10
6.40
6.40
0.00
5.70
0.70
0.70
0.70
0.70
0.70
0.70

P0: tanpa minyak biji bunga matahari, PM: penambahan 4 % minyak biji bunga matahari.

3
Tabel 2 Kandungan zat makanan ransum perlakuan berdasarkan bahan kering
Kandungan
Abu
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Beta-N
TDN
Kalsium
Phosphor

Konsentrat
Rumput
P0
PM
------------------------- % -----------------------6.42
6.40
7.29
21.41
19.95
12.88
7.58
8.13
33.20
3.79
7.49
0.76
60.80
58.02
45.86
70.00
73.00
55.01
0.97
1.07
0.63
1.07
0.89
0.35

Beta- N: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient; P0: tanpa minyak biji
bunga matahari, PM: dengan penambahan 4 % minyak biji bunga matahari.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang yang
dilengkapi tempat pakan dan minum, timbangan kapasitas 5 kg dan 150 kg,
tabung EDTA, haemometer, tabung hematokrit, microsentrifuge, hematocrit
reader, pipet eritrosit, larutan Hayem, pipet leukosit, larutan Turk, mikroskop,
dan counting chamber.
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang dan laboratorium Nutrisi Ternak
Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, IPB mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Februari 2013.

Prosedur
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1) diperoleh dari pemberian pakan dikurangi
sisa pakan.
Konsumsi BK = konsumsi pakan (g) x % BK pakan
Konsumsi PK = konsumsi bahan kering (g) x % PK pakan
Konsumsi LK = konsumsi bahan kering (g) x % LK pakan
BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar

Pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada tiga waktu yang berbeda yaitu
sebelum domba dilakukan sinkronisasi estrus, saat umur 2 bulan kebuntingan, dan
saat laktasi. Darah diambil dari vena jugularis domba sebanyak 3 ml dengan
menggunakan syring dan spoit steril lalu dimasukkan ke dalam tabung EDTA,
selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

4
Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit
Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan metode
menurut Sastradiprajadja et al.(1989). Sampel darah dihisap dengan menggunakan
pipet eritrosit untuk butir darah merah dan pipet leukosit untuk butir darah putih
hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan pengencer Hayem dihisap
hingga tanda 101 untuk eritrosit dan larutan pengencer Turk hingga tanda 11
untuk leukosit. Larutan dan darah dihomogenkan, setelah homogen diteteskan ke
dalam counting chamber yang sudah ditutup dengan cover glass dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 45x10.
Eritrosit dihitung dalam counting chamber, digunakan kotak yang
berjumlah 25 buah dengan mengambil satu kotak pojok kanan atas, pojok kiri atas,
di tengah, pojok kanan bawah, pojok kiri bawah seperti pada Gambar 1. Jumlah
eritrosit yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 104. Leukosit dihitung dalam
counting chamber yang berjumlah 16 kotak kecil, digunakan 4 kotak pada pojok
kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah seperti pada
Gambar 1. Jumlah leukosit yang dihitung dibawah mikroskop dikalikan 50.

Gambar 1 Kamar hitung counting chamber (dilihat di bawah mikoskop), R untuk
eritrosit dan W untuk leukosit
Kadar hemoglobin (metode sahli)
Penentuan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode menurut
Sastradiprajadja et al.(1989). Larutan HCl 0.1 N dimasukkan dalam tabung sahli
sampai tanda angka 10 pada garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap
menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (0.02 ml). Sampel darah
segera dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit hingga berubah
menjadi warna cokelat, setelah itu larutan ditambah dengan aquades, dan
diteteskan sedikit demi sedikit hingga warna larutan sama dengan warna standar

5
haemometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera pada tabung
hemoglobin.

Nilai hematokrit
Penentuan hematokrit dilakukan dengan cara pipet mikrohematokrit diisi
dengan darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian pipet dan
ujung masuknya darah ditutup dengan sumbat berupa malam atau sabun. Pipet
diputar menggunakan centrifuge dengan kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit,
kemudian terbentuk lapisan eritrosit, buffy coat, dan plasma, nilai hematokrit (%)
dibaca dengan microhematocrit reader.

Perhitungan MCV dan MCHC
Nilai Mean corpuscular volume (MCV) dan Mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC) dapat dihitungan dari kadar hematokrit, hemoglobin, dan
eritrosit yang didapat. MCV adalah rata-rata dari ukuran sel darah merah. MCV
dihitung dengan rumus:
MCV =

Hematokrit (%) x 10
Jumlah Sel darah merah
(juta/ml)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin dalam sel darah merah atau terhadap
ukuran sel darah merah. MCHC dihitung dengan rumus:
MCHC = Hemoglobin (g%) x 100
Hematokrit (%)

Deferensiasi leukosit
Perhitungan deferensiasi dengan membaca preparat ulas di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100x10. Preparat ulas di buat dengan gelas objek
sebanyak 2 buah. Darah domba diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi
mendatar. Gelas objek kedua ditempatkan pada bagian yang berlawanan dengan
letak tetes darah membentuk sudut 30°, lalu digeserkan sehingga darah menyebar
sepanjang garis kontak antara kedua gelas objek. Ulasan darah tersebut
dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam larutan methanol selama 5 menit
lalu dimasukkan dalam pewarna Giemsa selama 30 menit. Preparat dibilas dengan
air mengalir kemudian dikeringkan di udara.
Leukosit dibagi menjadi dua, yaitu leukosit granulosit dan leukosit
agranulosit. Leukosit granulosit yang mempunyai granula di sitoplasmanya terdiri
atas basofil, eosinofil, dan netrofil, sedangkan leukosit agranulosit tidak memiliki
granula disitoplasmanya terdiri atas limfosit dan monosit. Persentase masingmasing leukosit diperoleh dari jumlah masing-masing leukosit dibagi jumlah
keseluruhan deferensiasi leukosit.

6

Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi bahan kering,
protein kasar, lemak kasar, dan hematologi darah yang terdiri dari hemoglobin,
hematokrit, jumlah benda darah merah (eritrosit), MCV, MCHC, jumlah benda
darah putih (leukosit), dan deferensiasi leukosit.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) pola tersarang (nested design), status faal domba betina (prakawin, bunting,
dan laktasi) tersarang pada perlakuan pakan (P0 dan PM) dengan 4 ulangan.
Model matematik dari rancangan yang digunakan (Montgomery 2001):
Yijk = µ + Ai + Bj(i) + єijk
Keterangan:
Yijk : pengamatan Faktor A taraf ke-i . Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ : rataan umum
Ai : pengaruh perlakuan pakan (P0 dan P1) pada taraf ke-i
Bj(i) : pengaruh status faal (prakawin, bunting, dan laktasi) pada taraf ke- j pada Ai
єijk : Pengaruh galat dari pengaruh status faal ke-j tersarang pada perlakuan pakan ke-i
ulangan ke-k

Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Duncan
(Montgomery 2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering
Berdasarkan hasil analisis statistik, pemberian minyak biji bunga matahari
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi bahan kering,
tetapi status faal (prakawin, bunting, dan laktasi) memberikan perbedaan yang
sangat nyata (P