larutan Trypan blue 0,05 selama 24 jam. Kemudian larutan Trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses destaining
pengurangan warna. Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan. Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda panjang
akar terkolonisasi Giovannetti dan Mosse, 1980 dalam Delvian, 2003. Secara acak diambil potong-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm
sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat akar. Potongan-potongan akar pada kaca preparat
diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda- tanda kolonisasi terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula diberi tanda
positif +, sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif -. Derajatpersentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan
rumus: kolonisasi akar =
∑ ∑
+ n
keseluruha pandang
bidang da
ber pandang
bidang _
_ _
tan _
_
x 100
4. Pembuatan kultur
Teknik trapping yang digunakan mengikuti metoda Brundrett dkk 1994 dalam Delvian 2003 dengan menggunakan pot kultur terbuka. Teknik pengisian
media tanam dalam pot kultur adalah pot kultur diisi dengan pasir yang telah steril, tanah, dan pasir steril dengan perbandingan 1:1:1, kemudian dibuat lubang
tanam untuk meletakkan P. javanica. Frekuensi pemberikan asam humik HUMEGA
TM
6 adalah 1xsebulan. Penambahan asam humik ini diharapkan berpengaruh terhadap sporulasi cendawan mikoriza.
Universitas Sumatera Utara
Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex
merah dengan konsentrasi 1 gl. Pemberian larutan hara dilakukan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur.
Setelah kultur berumur 8 minggu, kegiatan penyiraman dihentikan dengan tujuan mengkondisikan kultur pada keadaan stress kekeringan. Proses
pengeringan ini berlangsung secara perlahan sehingga dapat merangsang pembentukan spora lebih banyak. Periode pengeringan ini berlangsung selama
lebih kurang 2 minggu. Setelah itu dapat dilakukan pemanenan spora dengan menggunakan teknik ekstraksi dan identifikasi spora FMA.
5. Variabel yang Diamati
- Kepadatan spora FMA
Perhitungan kepadatan spora FMA diamati di bawah mikroskop binokuler, kemudian dihitung jumlah spora yang terbentuk pada setiap perlakuan.
- Persentase kolonisasi FMA
Perhitungan persentase kolonisasi FMA menggunakan metoda panjang
akar terkolonisasi.
- Tipe spora FMA
Tipe spora FMA ditentukan dengan melihat perubahan warna spora dalam larutan Melzer’s, sehingga dapat diketahui jenis dan genus dari spora
FMA.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan Spora Tanah Sampel
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa rata-rata kepadatan spora per 50 gram tanah adalah 56. Hasil ini tergolong rendah karena jumlah spora per
gram tanah hanya 1,12. Menurut Smit dan Read 1997 bahwa jumlah spora per gram adalah 1-4 spora, dimana nilai 1 adalah nilai terendah sedangkan nilai 4
adalah nilai tertinggi. Jumlah kepadatan spora dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kandungan hara, suhu tanah, dan intensitas cahaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coyne 1960 bahwa jumlah spora tergantung pada kondisi tanah. Dan
sesuai dengan pernyataan Sieverding 1991 dalam Widiastuti dkk 2005 mengemukakan bahwa O2, CO2, kelembaban, suhu, status hara tanah dan sumber
hara berpengaruh pada perkecambahan spora. Keadaan kerapatan tegakan sengon di lokasi pengambilan sampel tanah
sangat rendah yang ditandai dengan jarak tanam antar tanaman yang jauh 5,5x5,5m sehingga intensitas cahaya yang masuk sangat tinggi. Keadaan
tersebut menyebabkan suhu tanah menjadi tinggi. Menurut pernyataan Elfiati dan Delvian 2007 bahwa kolonisasi yang tinggi sangat ditentukan oleh keterbukaan
lingkungan tajuk tanaman inang dan suhu lingkungan. Peningkatan intensitas sinar biasanya meningkatkan kolonisasi akar.
Suhu tanah di lapangan Tabel 1 adalah 27°C, dimana suhu ini belum optimum untuk memproduksi spora sehingga jumlah kepadatan spora pada tanah
sampel tergolong rendah. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Suhardi 1989 bahwa suhu yang terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30 °C,
Universitas Sumatera Utara
tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 °C. Suhu tanah sangat berpengaruh terhadap terbentuknya koloni akar, pembentukan spora,
dan kemampuan hidup dari alat-alat perkembangbiakan spora. Berikut merupakan kondisi tanah di bawah tegakan sengon
Paraserianthes falcataria yang berada di kebun percontohan Arboretum USU Kuala Bekala Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi tanah di bawah tegakan sengon Paraserianthes falcataria
Parameter Satuan
Kisaran Nilai Keterangan
Temperatur tanah
°C 27
Temperatur tanah diukur pada kedalaman 10 cm.
pH tanah -
5,5-6,5 Agak asam
C-organik 3,1-5,0
Tinggi
P-tersedia
ppm 16-25
Sedang
K-dd me100g
0,3-0,5 Sedang
Sumber: Rauf 2009
Kepadatan Spora Hasil Trapping
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pemberian asam humik tidak berpengaruh terhadap peningkatkan jumlah spora FMA Lampiran 2.
Berdasarkan hasil trapping kepadatan spora pada Tabel 2 diperoleh rata-rata tertinggi pada pemberian 10 asam humik dan yang terendah pada pemberian
5 asam humik, yaitu 58,3 dan 42,7. Tabel 2. Kepadatan spora hasil trapping
Perlakuan Ulangan
Rata-rata
1 2
3 4
H 41
58 51
24 43,5
H
1
2,5 45
48 47
50 47,5
H
2
5 32
42 40
57 42,7
H
3
7,5
48 52
62 58
55,0 H
4
10
44 45
66 78
58,3
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kegiatan pemerangkapan trapping bahwa pemberian asam humik Humega
TM
6 belum menunjukkan peningkatan jumlah spora FMA yang signifikan. Peningkatan jumlah spora hanya terjadi pada
pemberian asam humik 10, yaitu 58,3. Peningkatan spora hanya 2,3 dari rata- rata jumlah spora pada tanah sampel atau meningkat 4,5 dari tanah sampel
Tabel 2. Hasil penelitian Delvian 2006 menunjukkan bahwa dari kegiatan trapping didapatkan bahwa pemberian asam humik Humega
TM
pada dosis 2,5 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang dan sporulasi Fungi Mikoriza
Arbuskula FMA hingga 156,25. Ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan perbedaan hasil tersebut
yaitu ditemukan semut dan Collembola yang menyerang tanah trapping yang menyebabkan berkurangnya produksi spora. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Suhardi 1989 bahwa binatang di dalam tanah seperti semut atau Collembola dapat memakan spora FMA sehingga dapat mengurangi populasi FMA di tanah.
Kemudian salah satu hal yang berkurangnya spora yaitu adanya kesalahan teknis pada saat proses sentrifugasi, sentrifus tidak dapat berputar pada kecepatan
2500rpm dalam 3 menit sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah spora yang tersaring sedikit.
Asam humik dapat menjadi sumber energi untuk FMA dan sebagai sumber unsur hara untuk P. javanica kudzu. Menurut Pettit 2011 asam humik
merupakan sumber energi untuk organisme tanah yang menguntungkan. Energi disimpan dalam bentuk karbon yang digunakan untuk menyampaikan berbagai
macam reaksi metabolism pada organisme tersebut sehingga dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dari tanaman. Contohnya, mikoriza membantu akar tanaman dalam mengambil air dan unsur hara.
Berdasarkan hasil trapping diperoleh 13 jenis spora yang berasal dari satu genus Tabel 3, yaitu Glomus sp. Genus Glomus didapat dari semua jenis
perlakuan yang diberikan, hal ini menunjukkan bahwa Glomus mempunyai daya adaptasi yang tinggi dan dapat bertoleransi dengan keadaan sekitarnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Elfiati dan Delvian 2007 bahwa genus Glomus mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan baik pada kondisi
tanah yang masam maupun pada kondisi suhu yang bervariasi sehingga dapat ditemukan di berbagai tempat.
Tabel 3. Jenis spora hasil trapping
No Tipe spora
Perbesaran Karakteristik spora
1.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat, permukaan
halus, dan mudah pecah.
2.
Glomus sp 10x
Spora berbentuk lonjong, berwarna
kecoklatan,permukaan halus, dan mudah pecah.
Universitas Sumatera Utara
3.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning orange, dan
mudah pecah.
4.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan,
dan mudah pecah.
5.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan,
dan mudah pecah.
6.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dan
dindingnya tebal tidak mudah pecah.
7.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat, dan mudah
pecah.
8.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, dan
mudah pecah.
Universitas Sumatera Utara
9.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna merah bata, dan
mudah pecah.
10.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat, dan mudah
pecah.
11.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan,
dan mudah pecah.
12.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kemerahan,
dan mudah pecah.
13.
Glomus sp 40x
Spora berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, dan tidak
mudah pecah.
Universitas Sumatera Utara
Persentase Kolonisasi Akar
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam Lampiran 3 terlihat bahwa pemberian asam humik berpengaruh tidak nyata terhadap persentase kolonisasi
akar. Akar-akar yang terinfeksi diidentifikasi dengan ditemukannya hifa pada akar yang telah diletakkan di kaca preparat. Hifa, arbuskula, dan vesikula merupakan
ciri-ciri dari terinfeksinya akar oleh FMA. Berdasarkan hasil pengamatan persentase kolonisasi akar diperoleh
persentase tertinggi pada pemberian 5 asam humik dan terendah pada pemberian 7,5 asam humik, yaitu 87,45 dan 74,75. Berikut adalah data hasil
persentase kolonisasi akar yang disajikankan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase kolonisasi akar
Perlakuan Kolonisasi akar
Rata-rata
1 2
3 4
H 71,2
83,1 94,6
82,9 82,94
H
1
2,5 83,0
81,8 75,0
66,7 76,63
H
2
5 88,4
89,1 91,5
80,8 87,45
H
3
7,5 66,0
78,0 80,0
75,0 74,75
H
4
10 55,1
91,5 77,6
85,5 77,43
Hasil pengamatan kolonisasi akar hanya ditemukan adanya hifa pada akar yang terinfeksi, sedangkan vesikula dan arbuskula tidak ditemukan pada sampel
akar. Arbuskula tidak ditemukan pada sampel akar karena arbuskula memiliki waktu hidup yang singkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harley dan Smith
1983 dalam Kramadibrata dan Gunawan 2006 bahwa arbuskula memiliki masa hidup yang pendek, sekitar 1-3 minggu yang kemudian dinding arbuskula akan
mengalami kematian. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolik antara mikoriza dan tanaman Coyne, 1960.
Universitas Sumatera Utara
Akar tanaman sampel P. javanica Kudzu berasosiasi dengan FMA yang membentuk kolonisasi. Persentase kolonisasi yang tinggi pada akar tanaman P.
javanica disebabkan oleh morfologi P. javanica yang memiliki banyak rambut akar sehingga hifa dapat menembus sel epidermis akar melalui rambut-rambut
akar tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Read dkk 1984 bahwa hifa akan membuat kontak dengan menginfeksi akar kemudian menyebar keseluruh bagian
akar tanaman. Beberapa hifa akan membentuk koneksi antara akar yang memiliki karakteristik khusus yang sering disebut arteri hifa. Arteri tersebut memiliki
diameter yang besar, sedikit cabang daripada hifa yang lain dan langsung melewati akar. Kemudian hifa akan membentuk vesikula yang dapat memberikan
kebutuhan karbohidrat ke tanaman karena vesikula adalah tempat penyimpan karbohidrat dari FMA.
a b
Gambar 1. a akar yang memiliki hifa, b akar yang tidak terinfeksi FMA Berdasarkan Gambar 1 terlihat perbedaan antara akar yang terinfeksi FMA
memiliki hifa a, sedangkan akar yang tidak terinfeksi FMA tidak memiliki hifa
HIFA
Universitas Sumatera Utara
b. Vesikula pada penampang akar tidak terlihat karena tidak ditemukan pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian asam humik HUMEGA
TM
6 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah spora FMA. Pada pemberian asam humik
10 , hanya meningkatkan 4,5 jumlah spora dari rata-rata jumlah spora pada tanah sampel.
Saran
Agar penelitian selanjutnya memperhatikan mikroorganisme yang dapat menyerang spora FMA sehingga produksi spora dapat optimal.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Barber, S.A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability. John Wiley Son, Inc. United States of America. Hlm. 162.
Brundrett MC. 1991. Mycorrhizal in natural ecosystems. Adv. Ecol. Res. 21 : 171-313.
Chen, Y dan T. Aviad. 1990. Effects of Humic Substances on Plant Growth. American Society of Agronomy and Soil Science Society of America,
USA.
Coyne, M.S. 1960. Soil Microbiology: An Exploratory Approach. Delmar Pubhlishers. An international Thompson Pubhlisher Company.
Delvian. 2003. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula CMA Di Hutan Pantai dan Potensi Pemanfaatannya. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Delvian. 2006. Karya Tulis: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Hutan Pantai. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas sumatera
Utara.
Dewi, I.R. 2007. Makalah: Peran, Prospek Dan Kendala Dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
Elfiati, D dan Delvian. 2007. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula CMA Berdasarkan Ketinggian Tempat. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia. Edisi Khusus 3:371 – 378.
Hanafiah, K. A. 2008. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Humate Indonesia. 2009. Asam Humik Humic Acid. http:www.humate- indonesia.co.cc [23 Februari 2011]
Imas, T., R.S. Hadioetomo, A.W. Gunawan, dan Y. Setiadi, 1989. Mikrobiologi Tanah II. Depdikbud Ditjen Dikti, Pusat Antar Universitas Bioteknologi,
IPB.
INVAM. 2010. Trap Cultur. http:www.invam.caf.wvu.edu [12 Desember 2010]. Kramadibrata, K, dan Gunawan, A. W. 2006. Arbuscular Mycorrhizal Fungi
Surrounding Tropical Kudzu and Para Grass. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 2 : 67-71.
Universitas Sumatera Utara
Landecker, E.M. 1982. Fundamentals of The Fungi. Second Edition. Prentice- Hall, Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.
Pettit, R. E. 2011. Organic Matter, Humus, Humate, Humic Acid, Fulvic Acid, and Humin. Emeritus Associate Professor, Texas A and M University.
Pujianto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza dan Bakteri Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif
Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.
Rauf, A. 2009. Profil Arboretum USU 2006-2008. USU Press, Medan. Read, D.J, Francis, R dan Finlay, R.D. 1984. The Structure and of The
Vegetative mycelium of myccorhizal roots. In the Ecology anf Phisiology of the fungal mycellium. Cambridge University Press. Cambridge.
Roni, N. G. K. Soedarmadi, dan Y Setiadi. 2005. Pertumbuhan Dan Produksi Kudzu Tropika Pueraria phaseoloides BENTH.Yang diberi asam humat
Dan pupuk fosfat . http:www. ejournal.unud.ac.id [23 Februari 2011]
Selvaraj, T dan Padmanabhan, C. 2006. Arbuscular Mycorrhizae: A Diverse Personality. Journal of Central European Agriculture 7: 349-353.
Smith, SE dan Read, DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace Company Publisher. London. Hlm.
32-79.
Suhardi, 1989. Mikoriza Vesikular ArbuskularMVA. Penerbit UGM Press, Yogyakarta.
Tate, R. L. 1987. Soil Organic Matter: Biological And Ecological Effects. John Wiley and Sons, Inc.
Widiastuti, Y, N. Sukarno, L.K. Darusman, D.H. Goenadi, S. Smith, dan E. Guhardja. 2005. Application Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi Spore As
Inoculant To Increase Growth And Nutrient Uptake Of Oil Palm Seedling. Menara Perkebunan 731: 26-34.
Yusnaini, S. 1998. Pengaruh Inokulasi Ganda Rhizobium dan FMA Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Nodulasi dan Produksi Kedelai pada Tanah
Ultisol Lampung. Jurnal Tanah Tropika.7:103-108.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1: Dokumentasi Penelitian
a b
b
c d Gambar 1. Kegiatan penelitian: Bibit Pueraria Javanica di dalam pot kultur a,
kegiatan trapping di rumah kaca b, kegiatan pemanenan akar dan tanah trapping c, dan akar hasil trapping d.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2: Hasil Analisis Sidik Ragam Kepadatan Spora FMA Hasil Trapping Tabel 1. Data kepadatan spora FMA hasil trapping
Perlakuan Ulangan
∑ Rata-rata
1 2
3 4
H 41
58 51
24 174
43,5 H
1
2,5 45
48 47
50 190
47,5 H
2
5 32
42 40
57 171
42,75 H
3
7,5
48 52
62 58
220 55
H
4
10 44
45 66
78 233
58,25
Tabel 2. Analisis sidik ragam ANOVA
SK Db
JK KT
F Hit. F Tabel
Perlakuan
4 769.3
192.3 1.49
tn
3,06
Galat 15
1937.5 129.2
Total
19 2706.8
Keterangan: tn= tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3: Hasil Analisis Sidik Ragam Persentase Kolonisasi Akar Tabel 3. Data persentase kolonisasi akar
Perlakuan kolonisasi akar
∑ Rata-
rata
1 2
3 4
H 71,2
83,1 94,6
82,9 331,8
82,94 H
1
2,5 83,0
81,8 75,0
66,7 306,5
76,63 H
2
5 88,4
89,1 91,5
80,8 349,8
87,45 H
3
7,5 66,0
78,0 80,0
75,0 299,0
74,75 H
4
10 55,1
91,5 77,6
85,5 309,7
77,43
Tabel 4. Analisis sidik ragam ANOVA
SK db
JK KT
F Hit. F Tabel
Perlakuan
4 438.6
109.7 1.19
tn
3,06
Galat 15
1383.1 92.2
Total
19 1821.8
Keterangan: tn= tidak nyata
Universitas Sumatera Utara