KOMUNIKASI LISAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII SMPLB C1 YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

(1)

i

KOMUNIKASI LISAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII SMPLB-C1

YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008-2009

SKRIPSI

TRI SISWATI NIM. X5107686

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(2)

ii

KOMUNIKASI LISAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII SMPLB-C1

YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008-2009

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Oleh : TRI SISWATI NIM. X5107686

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(3)

iii

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. B. Sunarti, M.Pd Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd NIP. 19450313 197403 2001 NIP. 197607302006042001


(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

(Nama Terang) (Tanda Tangan)

Ketua : Drs. R. Indianto, M.Pd …….………… Sekretaris : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes ……… Anggota I : Dra. B. Sunarti, M.Pd ………. Anggota II : Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd …..………

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

v

 Bersabar dan selalu berusaha untuk mencapai puncak prestasi

(Penulis)

 Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Suamiku tercinta

Anak-anakku tercinta

Rekan-rekan senasib sepenanggungan

almamater


(7)

vii

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak sekali hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya doa, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. R. Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.

3. Drs. Salim Choiri, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa.

4. Drs. Maryadi, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa. 5. Dra. B. Sunarti, M.Pd, selaku Pembimbing I terima kasih telah membimbing

dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

6. Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

7. Drs. H. Riyanto selaku Kepala sekolah SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 8. Murid-murid Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta

yang telah membantu dalam menjadi sampel dalam penelitian ini.

9. Dosen-dosen pengajar program studi Pendidikan Luar Biasa, terima kasih untuk setiap ilmu yang diberikan sehinga penulis mendapatkan bekal untuk penulisan skripsi ini.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, terima kasih kerjasamanya.

11.Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu terima kasih untuk bantuan dan semangat yang telah diberikan.


(8)

viii

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Surakarta, Agustus 2009


(9)

ix

Tri Siswati, X5107686. Komunikasi Lisan Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pada Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008-2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak tunagrahita kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta.

Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta sebagai subjek penelitian. Data penelitian berupa kemampuan berbicara diperoleh dengan tes setelah dalam proses pembelajaran menerapkan komunikasi lisan bagi anak tuna grahita. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif meliputi tiga akhir kegiatan terjadi secara bersamaan dan terus menerus selama dan setelah pengumpulan data, yaitu : 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, dan 3) Penarikan kesimpulan/ verivikasi selain itu dalam analisis data juga digunakan analisis secara deskriptif komparatif untuk membandingkan kondisi awal setelah dilaksanakannya tindakan 1 dan tindakan berikutnya. Model penelitian menggunakan model penelitian Kemmis dan MC Tonggort yang merupakan model spiral. Model ini terdiri atas 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan membaca lisan siswa dengan menggunakan metode komunikasi lisan dengan melihat pada nilai ulangan harian pada pada kondisi awal nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 70, pada siklus I yaitu nilai terendah 5 dan nilai 72 tertinggi 72, pada siklus II yaitu nilai rendah 57 dan nilai tertinggi 75, sedangkan pada siklus III nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 75.

Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta dilaksanakan pembelajaran membaca dengan menggunakan komunikasi lisan. Dengan demikian secara teoritis terbukti hipotesis yang menyatakan bahwa dengan menggunakan komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi siswa kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008-2009dapat diterima/teruji kebenarannya.


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Masalah ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI ... 5

A. KajianTeori ... 5

1. Tinjauan Anak Tuna Grahita ... 5

a. Pengertian Anak Tuna Grahita ... 5

b. Karakteristik Anak Tuna Grahita ... 6

c. Ciri-ciri Anak Tuna Grahita ... 7

d. Faktor Penyebab Tuna Grahita ... 9

e. Klasifikasi Anak Tuna Grahita ... 12

2. Tinjauam Kemampuan Berkomunikasi Lisan ... 13

a. Pengertian Tentang Kemampuan Berkomunikasi Lisan 13 b. Macam-macam Komunikasi Lisan ... 16

3. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca ... 18

a. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca ... 18


(11)

xi

B. Kerangka Berpikir ... 20

C. Perumusan Hipotesis ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Setting Penelitian ... 22

B. Subyek Penelitian ... 22

C. Sumber Data ... 22

D. Pengumpulan Data ... 22

E. Validasi Data ... 22

F. Indikator Kinerja ... 23

G. Prosedur Penelitian ... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Deskripsi Kondisi Awal ... 27

B. Deskripsi Hasil Siklus I ... 27

C. Deskripsi Hasil Siklus II ... 32

D. Deskripsi Hasil Siklus III ... 37

E. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus ... 41

F. Hasil Penelitian ... 42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Simpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Tuna Grahita Mampu Latih Kelas VII

SMPLB – C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta ... 27

Tabel 2. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran ... 29

Tabel 3. Hasil Nilai Kemampuan Membaca Siswa ... 29

Tabel 4. Indikator Penilaian ... 30

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa ... 31

Tabel 6. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran ... 33

Tabel 7. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan pada Anak SLB-C1 Kelas VII SMPLB ... 34

Tabel 8. Indikator Penilaian ... 35

Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1 ... 36

Tabel 10. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran ... 38

Tabel 11. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi dalam Percakapan untuk Meningkatkan kemampuan Membaca ... 39

Tabel 12. Indikator Penilaian ... 39

Tabel 13. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1 ... 40

Tabel 14. Proses Pembelajaran ... 41


(13)

xiii

Halaman

Gambar 1. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus I ... 28

Gambar 2. Grafik Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa ... 31

Gambar 3. Tanya Jawab Pada Siklus II ... 33

Gambar 4. Grafik Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa ... 36

Gambar 5. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus III di Luar Kelas ... 38


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ...

Lampiran 2. Surat Ijin Penyusunan Skripsi ... Lampiran 3. Permohonan Ijin Research Kepada Sekolah ... Lampiran 4. Permohonan Ijin Kepala Sekolah ... Lampiran 5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... Lampiran 7. Daftar Nama Siswa Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial

Setya Darma Surakarta ... Lampiran 8. Instrumen Angket Siswa ... Lampiran 9. Hasil Tes Siswa ... Lampiran 10. Laporan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta ... Lampiran 11. Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologis Siswa ...


(15)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa memiliki cakupan yang luas yaitu bahasa ujaran/lisan dan bahasa tertulis. Bahasa lisan hanya merupakan makna verbal dari penyampaian bahasa, sedangkan bahasa tertulis adalah bahasa yang diungkapkan melalui simbol. Peranan bahasa sangat penting, manusia dapat berkomunikasi dengan lingkungan menggunakan bahasa sebagai penyalur ide atau gagasan. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dan sebagai bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia. Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting dalam membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan dasar yang diberikan kepada siswa untuk berkomunikasi. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia bukan hanya pengetahuan bahasa saja yang diberikan melainkan juga mencakup ketranpilan bahasa berkomunikasi diantaranya kemampuan membaca, berbicara, dan menulis.

Seperti diketahui Pengajaran Bahasa Indonesia selama ini kurang sekali melatih anak dalam keterampilan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Siswa banyak diberi pengetahuan dan aturan-aturan tata bahasa tanpa pernah tahu bagaimana mengkaitkannya dalam latihan-latihan menulis dan berbicara Indonesia untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Menurut Dawson yang dikutip oleh Henry Guntur Tarigan (1994:2), "Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikiran. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berfikir".

Anak tunagrahita mengalami kelambatan untuk berkomunikasi dan menerima informasi, maka perlunya pemberian layanan khu sus


(16)

2

yang diselenggarakan oleh pihak sekolah yaitu SLB-C1 yang menampung anak-anak tunagrahita. Untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi yang masih biasa dikembangkan, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No: 20 Pasal 23 tahun 2003 tentang pendidikan khusus menyatakan sebagai berikut: "Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam melalui proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan memiliki kecerdasan dan bakat istimewa ".

Tuntutan untuk dapat layanan khusus juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No: 27 tahun 1991 yang menyatakan sebagai berikut: Peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dengan menggunakan hubungan timbal balik dan lingkungan, sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.

Salah satu anak berkebutuhan khusus yang mutlak memerlukan pelayanan secara khusus adalah anak tunagrahita, keterbatasan intelektual atau kecerdasan yang mereka miliki berada di bawah rata-rata anak normal. Anak tunagrahita yang masih biasa diberikan pendidikan dan latihan secara khusus sesuai dengan kemampuannya adalah anak tunagrahita yang IQ-nya antara 20-50. Lingkungannya yang sangat berpengaruh bagi perkembangan berkomunikasi anak tunagrahita adalah sekolah, sehingga peranan guru sangat penting dalam mengoptimalkan komunikasi anak melalui ketepatan dalam kegiatan belajar mengajar dengan mengolah tehnik, sarana, materi yang ada dalam kurikulum pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Usaha pengembangan kemampuan anak tunagrahita tidak lepas dari kesiapan anak dalam bidang kemampuan dasarnya, kemampuan dasar tersebut antara tain kemampuan komunikasi lisan dan kemampuan membaca. Kemampuan tersebut terangkum dalam


(17)

kemampuan bahasa yang juga kemampuan berkomunikasi. Komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi lisan yang sering digunakan anak tunagrahita dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Anak tunagrahita sering menceloteh dengan bahasa yang tidak tepat, bahkan tidak jelas apa maksudnya, anak tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam merangkai kalimat dengan benar dan sering kali dalam Bahasa Indonesia anak menyisipkan bahasa daerahnya. Kenyataan yang dihadapi oleh anak antara lain bahwa pengajaran Bahasa Indonesia yang mengarah pada kemampuan berkomunikasi masih kurang diberikan oleh guru. Guru hanya melihat perkembangan anak dari teoritik saja dan tidak mengarah ke dalam penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kenyataan tersebut guru sebagai seorang pendidik dan pembimbing dalam komunikasi lisan agar dapat mengarahkan pada komunikasi yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai bekal anak dalam kehidupan bermasyarakat.

Mengajarkan komunikasi tidak lepas dari faktor-faktor lain yang mempunyai peranan penting yaitu pada kemampuan mendengar dan membaca. Kedua aspek tersebut saling mempengaruhi dan saling terikat, dan membaca memiliki persamaan kedua-duanya bersifat reseptif, bersifat menerima (Tarigan, 1994: 4); mendengar adalah menerima informasi lisan, sedangkan membaca menerima dari sumber informasi tertulis. Dari kedua aspek tersebut sangat mempengaruhi perkembangan berkomunikasi lisan pada anak. Seorang guru harus bisa memberikan penanganan serta metode yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita, maka manfaat yang diperoleh anak tunagrahita akan mempengaruhi perkembangan dalam berkomunikasi secara lisan anak tunagrahita mampu melatih dengan lingkungannya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti membahas masalah dengan judul "Komunikasi Lisan untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca pada Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta".


(18)

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan alasan pemilihan judul tersebut di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

“Apakah dengan komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan membaca pada anak tunagrahita kelas VI SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma?”

C. Tujuan Penelitian

“Untuk meningkatkan kemampuan membaca melalui komunikasi lisan pada anak tunagrahita kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta”.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru dan lembaga pendidikan antara lain :

1. Manfaat praktis

a. Sebagai pertimbangan bagi sekolah dan guru dalam memberikan perlakuan dan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita.

b. Sebagai masukan bagi orang tua dan guru untuk memperhatikan perkembangan komunikasi anaknya.

c. Sebagai bahan perkembangan dan masukan bagi studi kasus yang sejenis yang melibatkan kemampuan komunikasi lisan dan kemampuan membaca untuk pokok bahasan yang lain.

2. Manfaat teoritis

a. Untuk membantu siswa agar mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

b. Untuk membantu siswa dalam hal penangkapan informasi dari luar serta kelancaran penyampaian informasi melalui berbicara.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tuna Graha

Untuk mengetahui tentang pengertian anak tunagrahita di sini dikemukakan pendapat menurut PP No. 72 tahun 1991 yang dikutip oleh Moh. Amin :

Anak-anak dalam kelompok di bawah ini normal dan/atau lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak terbelakang mental; istilah resminya di Indonesia disebut anak tunagrahita. Dan istilah lainnya yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang sebutan anak tunagrahita diantaranya cacat mental, lemah otak, terbelakang mental, retardasi mental dan lain-lain.

Kemudian menurut D. Henderschee seperti yang dikutip oleh Munzayanah (1998: 11), "Seorang disebut lemah otak, jika ia karena tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri di tempat yang sederhana dalam masyarakat, dan jika dapat juga hanyalah dalam keadaan yang sangat baik".

Menurut Tjutju Sutjiati Somantri (1995: 154) memberikan definisi anak tunagrahita yang dikembangkan oleh AAMD (American Association of

Mental Deficiecy) sebagai berikut : "Keterbelakangan mental menunjukkan

fungsi intelek di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan".

Boimin (1986: 31) memberikan pengertian anak debil atau anak tunagrahita ringan yaitu, "Anak yang terbelakang mental yang dapat mengikuti pendidikan yang tidak banyak melibatkan yang tinggi, maka tidak mampu mengikuti pendidikan normal pada umumnya dan harus masuk sekolah khusus yaitu SLB bagian C".

Pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak tunagrahita 5


(20)

6

ringan adalah orang yang karena perkembangannya di bawah normal tidak sanggup untuk menerima pelajaran dengan cukup dari program sekolah dasar umum, tetapi masih memiliki potensi untuk dikembangkan.

b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Menurut Moh. Amin (1995: 37), anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perkembangan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itupun hanya sebagian. Sebagaimana tertulis juga dalam The

New American Webster (1956: 301) bahwa : "Moron (debile) is a person

whose mentality does not develop beyond the 12 years old level". Maksudnya kecerdasan berpikir seseorang tunagrahita ringan paling tinggi dengan kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun.

Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1987: 10-11) karakteristik anak tunagrahita ringan adalah:

1. Tingkatan kecerdasan berkisar sekitar 50/55-70/75 dengan MA antara 7-10 tahun. Jadi mental walaupun anak sudah mencapai 12 tahun kemampuan mentalnya hanya setaraf anak normal berusia antara 7-10 tahun.

2. Sukar berfikir abstrak dan terikat dengan lingkungannya.

3. Anak kurang dapat berfikir secara logis, kurang dapat berfikir secara menganalisis.

4. Kurang dapat menghubung-hubungkan antara kejadian satu dengan kejadian lainnya.

5. Anak kurang dapat membedakan antara hal yang penting dengan hal yang tidak penting.

6. Kurang dapat mengendalikan perasaan.

7. Dapat mengingat-ingat beberapa istilah tetapi kurang dapat memahami istilah tersebut.

8. Ingatan anak mudah melerai. 9. Anak mudah dipengaruhi. 10.Cara berfikir konkrit.

11.Kepribadian kurang harmonis, sekitar menilai baik dan buruk. 12.Daya pengamatan anak sangat rendah.

13.Kurang sanggup mengatur rangsangan-rangsangan dari luar. 14.Daya konsentrasi anak dan sering terganggu


(21)

15.Anak kurang adanya kesanggupan untuk mandiri

Berdasarkan karakteristik tersebut maka dijelaskan bahwa anak tunagrahita ringan umum adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan anak di bawah normal.

b. Daya konsentrasi rendah dan mudah terganggu. c. Sukar berfikir abstrak.

d. Daya pengamatan rendah.

e. Anak kurang dapat menghubungkan kejadian-kejadian mengingat-ingat yang satu dengan yang lain.

Melihat ciri-ciri di atas maka keterlambatan dalam perkembangan dan kemampuan berbahasa anak tunagrahita ringan sangat terbatas. Keterbatasan dalam ketrampilan berbahasa akan mempengaruhi terhadap kemampuan berkomunikasi. Pengajaran yang baik adalah dengan mengembangkan potensi yang masih ada seperti pada kemampuan dasar bahasa Indonesia, yaitu menyimak dan membaca. Guna mengembangkan kemampuan komunikasi secara lisan dalam bahasa Indonesia kemampuan ini diberikan dalam tahap sederhana.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan adalah kemampuan anak yang tergolong rendah yaitu IQ 50/55-70/75, dan daya pikir yang kurang. Sehingga anak tunagrahita sangat memerlukan bimbingan khusus guna memenuhi keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki.

c. Ciri-ciri Anak Tunagrahita

Beberapa pendapat mengenai cirri-ciri dari anak tunagrahita adalah sebagai berikut:

1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Untuk kepentingan pendidikan anak tunagrahita dibagi menjadi tiga golongan yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat. Di bawah ini akan dikemukakan ciri-ciri anak tunagrahita antara lain :


(22)

8

a) Ciri-ciri anak tunagrahita ringan/ anak tunagrahita mampu didik

Anak ini mempunyai IQ antara 50-70, paling tinggi dapat menyelesaikan pendidikan sampai kelas IV/V sekolah dasar. Gerakan tidak lincah, sulit berbicara, sulit menyesuaikan diri, mudah dipengaruhi dan diperintah orang lain, emosinya yang meledak-ledak, keras kepala dan mudah putus asa. (Depdikbud, 1984:55).

b) Ciri-ciri anak tunagrahita sedang/ anak tunagrahita mampu latih

Anak ini mempunyai IQ antara 25-50 paling tinggi mampu menyelesaikan sekolah sampai kelas I/II Sekolah Dasar. Lambat dalam menganggapi rangsangan, bicaranya terganggu, perkembangan jiwanya terlambat baik dalam berpikir, ingatan maupun perasaan, tidak mempunyai gairah hidup, tidak mampu menjaga diri sendiri, tidak mampu memelihara badannya sendiri, seluruh tergantung kepada pertolongan orang lain (Depdikbud. 1984: 56).

c) Ciri-ciri anak tunagrahita berat/ perlu rawat

Anak ini mempunyai 1Q kurang dari 25 setara anak-anak normal diantara 1-3 tahun. Perkembangan jaemani dan rohaniya sangat sedikit. Anak mampu rawat yang sangat parah tidak mampu berdiri, hidupnya hanya tidur terlentang ditempat tidur, sedangkan anak mampu rawat perasaan lapar, haus, panas, dingin dan lain-lain. (Depdikbud, 1984: 57). 2. Menurut Munzayanah (1998: 24) menyatakan bahwa, karakteristik yang

nampak serta banyak terjadi pada anak tunagrahita adalah sebagai berikut: 1) Anak mengalami kelebihan bicara.

2) Mengalami gangguan dalam sosialisasi.

3) Biasanya diikuti dengan kelainan fisik yang lain, missal trebral Palsy, tuna dengar.

4) Peka terhadap penyakit.

3. Sam Isbani (1993: 18) berpendapat tentang cirri-ciri anak tunagrahita atau subnormal mental adalah sebagai berikut:

Sukar melihat perbedaan pendapat antara benda-benda yang tempatnya mirip satu sama lain. Seringkali mengalami kesulitan dalam mendengar, mengenal kembali dan melokasikan suara. Jadi sukar untuk mengerti suatu perintah-perintah atau petunjuk. Pada umumnya tidak mampu mengingat kembali, serta sulit berpikir atau menangkap inti dari suatu persoalan. Apabila minat, perhatian dan konsentrasi sudah jarang serta sukar mengingat-ingat maka pelajaran-pelajaran yang sifatnya hafalan akan sulit


(23)

dipelajari.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat penulis simpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita ringan antara lain IQ antara 50-70, emosi yang tidak stabil, mengalami gangguan sosialisasi, mudah putus asa, dan biasanya diikuti dengan penyakit bawaan/ kelainan bawaan.

d. Faktor Penyebah Tuna Gmhita

Faktor penyebab tunagrahita diklasifikasikan oleh para ahli sesuai sudut pandangannya masing-masing, namun secara garis besar pada prinsipnya sama. Berikut ini klasifikasi etiologi dari berbagai pendapat: 1. Menurut Mulyono Abdurrachman dan Sudjadi S. (1994 : 30-38)

menyatakan penyebab anak tungrabita sebagai berikut: a) Faktor Genetik

(1) Kerusakan biokimia

Para ahli biokimia telah mengidentifikasi sejumlah substansi kimia yang berpengaruh terhadap kondisi genetik sub normal misalnya materi kimia yang berupa karbohidrat, lemak dan asam amino. Phenylketonuria diketahui sebagai penyakit yang diturunkan yang dapat menyebabkan retardasi mental. Hal ini disebabkan oleh metabolisme asam amino abnormal yang diturunkan, ketidak mampuan perombakan senyawa phenylketonuria menjadi senyawa tyrosine akibat dari deflsiensi enzim hati khusus.

(2) Abnormalitas kromosom

Abnormalitas kromosom paling umura ditemukan syndrome down atau syndrome mongol. Pada mulanya penyakit ini disebut penyakit down, tetapi karena penderita memiliki mata sipit, maka ada yang menyebut sebagai mongolisme. Bentuk lain dari abnormalitas kromosom bagi anak dengan syndrome down berasal dari transJokasi, yaitu anak memiliki 46 kromosom tetapi satu pasang dari kromosom tersebut mengalami kerusakan dan bagian yang lain tergantung dengan kromosom yang lain.

b) Penyebab Tunagrahita pada Masa Natal (1) Infeksi Rubella/ Cacar

Pada awal tahun 1940-an telah ditemukan bahwa virus rubella yang mengenai ibu selama tiga bulan kehamilan pertama kemungkinan menyebabkan kerusakan kogninental dan kemungkinan terjadinya retardasi mental pada anak. Kerusakan-kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut misalnya


(24)

10

gangguan pengelihatan, tuli, penyakit hati, mikrosefali, dan retardasi mental.

(2) Faktor Rhesus (RH)

Pada manusia 86% memiliki RH-positif dan 14% RH-negatif. Darah RH-positif dan RH-negatif merupakan pasangan yang saling menolak (incompatible). Jika keduanya bertemu dalam satu aliran darah yang sama, maka akan terbentuk aglitinin, yang menyebabkan darah menggumpal dan mengbasilkan sel-sel darah yang tidak dewasa (immature blood cells) dan gagal menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang. Hasil penelitian Yanet dan Lieberman seperti dikutip oleh Kirk Gallagher (1979: p. 119) menunjukkan adanya hubungan keberadaan RH darah yang tidak kompatibel (incompatible) pada penderita retardasi mental.

(3) Penyebab Prenatal

Berbagai peristiwa pada saat kelahiran yang memungkinkan terjadinya retardasi mental yang terutama adalah luka-luka saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia) dan prematurias.

(4) Penyebab Post Natal

Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang diderita pada bayi dan pada awal kanak-kanak dapat menyebabkan retardasi mental adalah ancephalitis dan meningitis.

(5) Penyebab Sosio-kultural

Menurut Patto dan Polloway (1986: 188) melaporkan bahwa anak tunagrahita banyak ditemukan di daerah yang tingkat sosialnya rendah, hal ini disebabkan ketidak mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangan.

Penelitian lain juga membuktikan bahwa kurangnya kontak pribadi dengan anak, misalnya dengan mengajak berbicara, tersenyum, bermain, mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin, menutup diri. Keadaan seperti ini pada akhirnya mengakibatkan anak agak sulit menerima rangsangan-rangsangan dari luar yang akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik perkembangan fisik maupun perkembangan mentalnya.


(25)

2. Menurut Yanet yang dikutip oleh Prasadio (1986: 14) penyebab tunagrahita digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :

a) Kelompok biomedik, yang meliputi: (1) Prenatal dapat terjadi karena :

(a) Infeksi pada ibu sewaktu mengandung. (b) Gangguan metabolisme.

(c) Iradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2 sampai 6 minggu. (d) Kelainan kromosom.

(e) Malnutrisi.

(2) Natal, antara lain berupa : (a) Anaxia

(b) Asphysia

(c) Prematuritas dan postmaturitas (d) Kerusakan otak

(3) Post natal, dapat terjadi karena : (a) Malnutrisi

(b) Infeksi, meningitis dan anchepalitis (c) Trauma

b) Kelompok sosio kultural, psikologik atau lingkungan.

Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psikososial dalam keluarga, dalam hal ini Davis mengemukakan tiga macam teori yaitu : (1) Teori Stimulasi

Pada umumnya adalah retardasi mental yang tergolong ringan, disebabkan karena kekurangan rangsangan atau kekurangan kesempatan dari keluarga.

(2) Teori Gangguan

Kegagalan keluarga dalam memberikan proteksi yang cukup terhadap stress pada masa kanak-kanak sehingga mengakibatkan gangguan pada proses mental.

(3) Teori Keturunan

Hubungan ini mengemukakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak sangat lemah akan mengalami disorganisasi, sehingga apabila anak mengalami stress akan bereaksi dengan cara yang bermacam-macam untuk dapat menyesuaikan diri atau dengan kata lain "Security System" sangat lemah di dalam keluarga.


(26)

12

c) Menurut Munzayanah (1998: 5) klasifikasi etiologi yang lain dipandang dari empat hal yaitu:

a) Luka otak.

b) Gangguan fisiologis. c) Faktor keturunan.

d) Pengaruh kultur dan lingkungan.

e. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Terdapat bermacam-macam klasifikasi anak tunagrahita yang dikemukakan oleh para ahli, dimana masing-masing mempunyai perbedaan dalam pemberian sudut pandangnya. Berikut berbagai macam klasifikasi anak tunagrahita yang dikemukakan oleh Munzayanah (1998: 19) antara lain : 1. Klasifikasi Menurut Deraiat Kecacatannya

Penetapan klasifikasi ini berdasarkan pengukuran intelegensi yaitu terbagi menjadi :

a) Idiot atau idiocy, IQ 0-25

b) Imbesi atau imbesilitas, IQ 25-50 c) Debi atau bebilitas/ moron, IQ 50-70 2. Klasifikasi Menurut Etiologi

Klasifikasi ini sangat berarti bagi jumlah untuk usaha-usaha pencegahan, agar jumlah cacat garahita tidak semakin bertambah bayak. Klasifikasi etiologi itu sebagai berikut :

a) Sebab-sebab keturunan (heriditer) b) Sebab-sebab gangguan fisik c) Sebab-sebab kerusakan pada otak 3. Klasifikasi Menurut Tipe-tipe Klinik

Sistem klasifikasi ini berdasarkan pada anomaly (penyimpangan-penyimpangan) fisik yang terdapat pada anak-anak antara lain :

a) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol) b) Mongol (mongolisme, mogoloid) c) Microcephalic (microchepalus)


(27)

d) Hidrochepalic (hydrocepalus) e) Cerebral palsy

4. Untuk Tinjauan Pendidikan

Untuk tinjauan pendidikan, klasifikasi ini dititik beratkan pada kemungkinan kemampuan anak dapat menerima pendidikan atau tidak. Klasifikasi ini meliputi

1) Feeble mindidi/mentally deficiet

2) Mentally handicapped

3) Slow leaner

5. Klasifikasi dari "The American Association Mental Deficency"

a) Mild deficiency

b) Moderate deficiency

c) Severe deficiency

6. American Association on Mental Deficency (AAMD)

Klasifikasi menurut American Association on Mental Deficency (AAMD) atas dasar tinjauan medik, meliputi:

a) Penyakit karena infeksi b) Penyakit karena antoksitas

c) Penyakit akibat trauma/ sebab fisik

d) Penyakit akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan/ nutrisi e) Penyakit akibat pertumbuhan bam

f) Penyakit akibat pengaruh prenatal yang tidak diketahui

g) Penyakit dari sebab-sebab yang tidak jelas dengan reaksi fungsional yang nyata dan kemungkinan psikologik.

Dari tinjauan tentang anak tunagrahita di atas maka anak tunagrahita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita mampu latih.

2. Tinjauan Kemampuan Berkomunikasi Lisan a. Pengertian Tentang Kemampuan Komunikasi Lisan


(28)

14

pada munculnya problem-problem dalam bahasanya. Seorang anak yang memiliki problem kebahasaan umumnya tidak dapat mengirimkan atau menerima pesan-pesan tentang dunianya. Anak-anak demikian memiliki pengetahuan tentang diri dan lingkungannya, tetapi tidak dapat membicarakannya dan memahami makna pembicaraan orang lain dengan baik. Oleh karena itu, proses pembelajaran bahasa bagi anak tunagrahita diperlukan, agar mereka mampu berkomunikasi dengan baik.

Kemampuan dalam kamus umum Bahasa Indonesia (1986: 628) berarti, "kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan".

Menurut Syaifuddin Azwar (2002: 22) disebutkan bahwa, "kemampuan verbal merupakan salah satu kemampuan yang bisa menggambarkan tingkat inteligensi seseorang. Kemampuan ini meliputi pemahaman akan hubungan kata, kosakata, dan penguasaan bahasa untuk berkomunikasi".

Dewa Ketut Sukardi (1997: 115) yang berpendapat bahwa, "kemampuan verbal merupakan sesuatu yang penting dalam semua aktifitas akademis dan non akademis di sekolah menengah".

Pengertian komuniakasi menurut Edward Depari yang dikutip oleh A. W. Widjaja (1988: 14) adalah, "Proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambing tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampaian pesan ditunjukkan kepada penerima pesan". Komunikasi menurut John R. Schemerthorn (A.W. Widjaja, 1988: 14) itu dapat diartikan, "sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka".

Komunikasi sendiri menurut Tarmansyah (1996: 89) "pada dasarnya merupakan kemampuan dalam aspek berbahasa, bercerita, suara dan irama kelancaran". Menurut Carl I Hovland yang dikutip oleh AW Widjaja (1988: 15) "komunikasi adalah proses dimana seseorang individu mengoperkan perangsangan untuk mengubah tingkah laku individu-individu yang lain". Berbeda dengan pendapat William Albig yang dikutip oleh AW Widjaja (1988: 15) mengatakan bahwa, "komunikasi adalah proses


(29)

pengoperan lambing-lamabang yang berarti individu-individu".

Pengertian komunikasi lisan menurut Unung Cahyana Effendi (2986: 6), komunikasi lisan adalah : "Proses penyampaian suatu pesan oleh orang lain kepda orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung melalui media".

Menurut Unung C. E. komunikasi dapat melalui lisan atau verbal dan dengan media komunikassi. Yang dimaksud komunikasi lisan disini adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk merubah sikap, pendapat atau perilaku melalui oral atau alat ucap manusia yaitu mulut. Bagi orang normal tentunya lebih mudah mengajarkan berkomunikasi secara baik namun bagaimana dengan anak tunagrahita yang mengalami kelaianan. Untuk mengajarkan komunikasi yang baik bukanlah hal yang mudah terlebih pengaruh lingkungan berperan dalam perkembangan berkomunikasi. Seorang anak yang terbiasa dari kecil menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, mempunyaj kemampuan lebih dalam berkomunikasi dibandingkan dengan anak yang mengenal bahasa Indonesia saat anak memasuki sekolah.

Menurut FX. Sudarsono (1981: 2) faktor yang mempengaruhi komunikasi lisan meliputi, "penggunaan bahasa, memiliki keberanian dan ketenangan kesanggupan menyapaikan ide dengan lancar dan teratur".

Faktor-faktor tersebut selalu hadir apabila orang berkomunikasi lisan dan apabila salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi tidak tfetpenuhi akan terjadi kelambatan dalam belajar dan penurunan kualitas pembicara.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi lisan merupakan penyampaian yang melibatkan aspek berbahasa, bicara, suara dan irama dengan mengandalkan kemampuan berpikir, mengartikan pesan orang lain, menghayati kenyataan dan kemampun mengekspresikan. Sehingga dapat menyampaikan perasaan, kehendak, pikiran dan pesan dengan rangkaian kaidah bahasa melalui kalimat yang sesuai dengan aturan tata bahasa yang dituturkan alat bicara.


(30)

16

b. Macam-macam Komunikasi Lisan

Bentuk komunikasi lisan dalam penelitian ini tertuju pada komunikasi lisan dalam bentuk percakapan. Alasan pemilihan percakapan ini, karena sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita masih duduk di bangku Sekolah menengah lebih mengutamakan komunikasi lisan dalam bentuk percakapan yang tentunya dari percakapan ini akan berkembang dan mengarah kebentuk komunikasi lisan yang lebih luas.

Menurut De Vito (1978) yang dikutip oleh Alo Liliweri (1994: 43-44), dan enam macam jenis komunikasi lisan atau verbal yaitu :

Pertama, emotive speech, merupakan gaya bicara yang lebih

mementingkan aspek psikologis. la lebih mengutamakan pilihan "kata" yang didukung oleh pesan non verbal.

Kedua, phatic speech, adanya gaya komunikasi verbal (lisan) yang

berusaha menciptakan hubungan sosial sebagaim,ana yang dikatakan oleh Bronislaw yang dikutip oleh Alo Liliweri (1994) dengan phatic

communication ini tidak dapat diterjemahkan secara tepat karena ia hams

dilihat dalam kaitannya dengan konteks disaat "kata" diucapkan dalam satu tatanan sosial masyarakat.

Ketiga, cognitive speech merupakan jenis komunikasi verbal (Jisan)

yang mengacu pada kerangka berpikir atau rujukan yang secara tegas mengartikan suatu kata yang denotative dan bersifat infomatif.

Keempat, rethohcal speech mengacu pada komunikasi verbal (lisan) yang menekankan sifat kognitif. Gaya bicara ini mengarahkan pilihan ucap yang mendorong terbentuknya perilaku.

Kelima, metalingual speech adalah komunikasi lisan secara verbal,

tema pembicaraanya tidak mengacu pada obyek dan peristiwa dalam dunia nyata melainkan tentang pembicaraan itu sendiri. Tipe pembicaraan ini sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena bersifat sangat abstrak dan berorientasi pada code atau tanda-tanda komunikasi.

Kenenam, poetic speech adalah komunikasi lisan yang secara verbal

berkutat pada struktur penggunaan kata yang tepat melalui perpindahan pilihan kata, ketetapan ungkapan biasanya menggambarkan rasa seni dan pandangan serta gaya-gaya lain yang khas.

Menurut Sarwadi dan Soepomo (1993: 73), "Untuk mencapai komunikasi lisan yang baik, dalam berkomunikasi lisan secara formal, bahasa Indonesia yang dipergunakan adalah bahasa baku". Persyaratan yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi lisan adalah:

1) Faktor kebahasaan dalam komunikasi lisan. 2) Faktor non kebahasaan dalam komunikasi lisan.


(31)

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Faktor kebahasaan dalam komunikasi lisan.

a) Pelafalan atau pengucapan yang baik dan jelas dengan lafal baku, sehingga perlu mengoreksi kesalahan-kesalahan pengucapan fonem, pengucapan fokal ataupun konsonannya.

b) Diksi atau pilihan kata.

Pilihan kata ini mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan dan bagaimana mengungkapkan ungkapan yang tepat.

c) Struktur kalimat.

Kalimat yang digunakan dalam komunikasi lisan secra formal adalah kalimat baku.

d) Intonasi

Suatu kalimat akan lebih jelas maksudnya apabila diucapkan dengan kalimat yang tepat, intonasi ini penting artinya bagi anak tuna grahita sendiri untuk lebih memperjelas apa yang diucapkannya.

2) Faktor non kebahasaan dalam komunikasi lisan

Faktor non kebahasaan perlu mendapatkan perhatian juga untuk mendapatkan keefektifan berbicara. Faktor non kebahasaan dalam komunikasi lisan meliputi :

a. Sikap wajar, tenang dan tidak kaku.

b. Pandangan terarah kepada lawan bicara atau bagi anak tuna grahita adalah keterarahan wajah.

c. Gerak-gerik atau mimic yang tepat d. Volume suara.

e. Kelancaran atau ketepatan.

3. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca a. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca

Henry Guntur Tarigan (1985: 7) yang mengutip pendapat Hangson mengemukakan :


(32)

18

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan penulis melalui media kata-kata. Berdasarkan pendapat ini maka proses membaca ada unsur kejelian dari pembaca untuk mengetahui isi yang tersirat ataupun yang tersurat dalam membaca.

Dari pendapat tersebut, maka dapat diperoleh pengertian, membaca merupakan suatu proses yang dilakukan dengan mengenal lambang-lambang tertulis untuk memperoleh makna dari suatu bacaan.

Menurut Pungkas Wingko W (2002: 5), "Membaca tidak hanya sekedar menyuarakan lambang-lambang secara tertulis, akan tetapi lebih dari pada itu membaca dalam arti sesungguhnya ialah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa ketrampilan yaitu : mengamati, memahami dan memikirkan". Membaca merupakan kegiatan memusatkan perhatian terhadap bacaan, sehingga mendapatkan pemahaman yang dimaksud.

Membaca merupakan proses penangkapan dan pemahaman ide atau curahan atau aktivis jiwa penulis yang tertuang dalam suatu bacaan. Hal ini mengandung pengertian bahwa kegiatan membaca tidak sekedar menyuarakan lambang-lambang tertulis melainkan merupakan suatu pemahaman isi bacaan.

Berdasarkan uraian seperti tersebut di atas maka pengertian membaca merupakan proses menyebutkan kata-kata yang ditulis dengan simbol yang dapat dimengerti. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dan yang tersurat, melibatkan pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis.

b. Tinjauan Tentang Membaca Lanjut

Membaca sangat penting artinya dalam pengembangan penguasaan bahasa. Membaca merupakan salah satu bidang pengajaran bahasa Indonesia menurut S. Nasution (1972: 60), adalah, "proses membaca dibagi menjadi dua tahap yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut". Lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa, dalam membaca permulaan dimaksudkan untuk mengenal huruf dalam kata-kata, sedangkan dalam


(33)

membaca lanjut dimaksud agar anak sanggup dan memahami sesuatu yang dituliskan". Membaca lanjut diberikan untuk anak Sekolah Dasar kelas empat ke atas, begitu pula Di SLB YSSD Surakarta. Membaca lanjut disini dikhususkan membaca nyaring dengan vokal yang benar dan daya ingat terhadap bacaan. Membaca nyaring adalah kegiatan atau aktifitas membaca yang melibatkan pengelihatan dan ingatan untuk memahami isi bacaan dengan kenyaringan suara dan ketepatan pengucapan.

c. Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita

Membaca bagi anak tunagrahita ringan membutuhklan ketrampilan khusus dari seorang pendidik yang ditegaskan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1987: 37-38), "ada beberapa yang merupakan handicap dalam pendengaran, kurang pengelihatan, kerusakan pada otak, kesehatan yang krang baik, penyesuaian diri dan sikap, dan kesalahan guru dalam memperlakukan anak didiknya".

Dengan melihat kenyataan tersebut kemampuan membaca anak tunagrahita tidak lepas dari kesiapan anak dan kesiapan pengajar tetapi juga tidak lepas dari ketunaan yang disandang oleh anak tunagrahita. Tingkat membaca pada anak tunagrahita ringan kelas SMPLB-C1 YSSD, mengarah pada membaca lanjut misalnya membaca nyaring yang mengutamakan ketepatan anak dalam membaca wacana dan pengucapan kosakata yang benar dengan tema bacaan yang sederhana tentang hal-hal yang sering dijumpai anak dan tidak melibatkan pemikiran, mengingat, daya konsentrasi dan daya ingat yang kurang.

B. Kerangka Berpikir

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami perkembangan mentalnya di bawah normal dan kecerdasannya di bawah rata-rata yaitu diantara 20-50, untuk memperoleh pendidikan tidak dapat disatukan dengan anak normal sehingga membutuhkan program khusus, pendidikan khusus, serta bimbingan khusus, salah satunya yaitu SLB-C, untuk anak-anak mampu latih. Anak


(34)

20

tunagrahita yang intelegensinya di bawah rata-rata banyak mengalami gangguan komunikasinya.

Banyak faktor yang mempengaruhi berkomunikasi lisan pada anak tunagrahita, seperti intelegensi, konsentrasi, yang kurang dan ingatan mudah lelah menyebabkan kelambatan dalam menerima informasi, sehingga penangan sangat penting dalam mengarahkan dan membimbing dalam kegiatan belajar dan mengajar yang efektif serta pengadaan suasana dan metode yang disesuaikan dengan kemampuan anak Tuna Grahita mampu latih.

Dengan adanya komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan membaca yang berguna bagi siswa sesuai dan menumbuhkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efisien dan menyenangkan bagi siswa SMPLB-C, YSSD Surakarta maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

C. Perumusan Hipotesis

Hipotesa berasal dari dua penggal kata menurut Suharsimi Arikunto (1993: 62) adalah, “Hipo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”.

Kemudian secara difinitif Suharsimi Arikunto (1993: 62) menyebutkan bahwa Hipotesa "Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian”.

Jadi hipotesa adalah suatu pernyataan atau jawaban terhadap permasalahan penelitian yang masih lemah dan perlu diuji terlebih dahulu berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok hipotesa dalam suatu penelitian adalah sebagai dasar untuk menguji membuktikan hasil penelitian, atau dengan kata lain Hipotesa sebagai dasar karya suatu penelitian ini,

Anak Tunagrahita

SLB-C

Kondisi Awal Kemampuan

Membaca

Tindakan Guru Dalam Pembelajaran Lewat Komunikasi

Lisan

Kemampuan Membaca Meningkat


(35)

yaitu komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa kelas VII SMPLB- C1 YSSD Surakarta Tahun 2009/2010.


(36)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Tempat penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SLB-Cl Yayasan Sosial Setya Darma Jl. Mr. Sartono No. 32 Cengklik Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjasari Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2008/2009 yang dimulai pada bulan Pebruari 2009 sampai dengan Juni 2009.

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam hal ini adalah siswa kelas VII SLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma yang berjumlah 5 siswa, terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan. Guru wali kelas dan komponen sekolah yang ada untuk perolehan data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data tentang perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dalam proses pembelajaran dan hasil evaluasi yang dicapai siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan observasi yang dilakukan selama pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Tes digunakan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap komunikasi lesan untuk meningkatkan kemampuan membaca. Adapun observasi dilakukan untuk mengetahui proses atau pelaksanaan pembelajaran.

E. Validitas Data

Untuk menjamin validasi data, peneliti mengembangkan penelitian lembar pengamatan selama proses pembelajaran dan pencatatan (dokumentasi),


(37)

hasil belajar siswa. Selain itu peneliti juga akan melakukan wawancara dengan teman sejawat dan Kepala Sekolah untuk memperoleh data tentang kesan terhadap pembelajaran yang dilakukan.

Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif meliputi tiga akhir kegiatan terjadi secara bersamaan dan terus menrus selama dan setlah pengumpulan data, yaitu : 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, dan 3) Penarikan kesimpulan/verivikasi (Milles dan Huberman, 1992) selain itu dalam analisis data juga digunakan analisis secara deskriptif komparatif untuk membandingkan kondisi awal setelah dilaksakannya tindakan 1 dan tindakan berikutnya.

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan sebagai proses pemilihan, pemersatuan, pemerhatian dan penyederhanaan data kasar yang diperoleh dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Tahap reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarah, mebuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sehingga kesimpulan-kesimpulan akhir dapat ditarik dan divertifikasi.

2. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan menyusun sekumpulan informasi yang diperoleh dari hasil reduksi data secara naratif sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan Kesimpulan

Tahap akhir dalam analisis data kualitatif yaitu melakukan penarikan kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil reduksi dan penyajian data di atas.

F. Indikator Kinerja

Indiktor kinerja peneliti ini adalah mencangkup beberapa hal yang saling berkaitan dalam pembelajaran komunikasi lesan untuk meningkatkan kemampuan membaca yaitu:

1. Siswa terlibat aktif, kreatif dalam pembelajaran. 2. Siswa merasa senang dalam pembelajaran.


(38)

24

3. Siswa mempunyai kompetensi memahami, mengamati, mengidentifikasi komunikasi lisan dalam pembelajaran.

4. Siswa dapat memecahkan masalah.

5. Siswa dapat memilih strategi yang tepat untuk belajar komunikasi dalam pembelajaran.

6. Peningkatan kemampuan membaca melalui komunikasi lisan. 7. Ketuntasan belajar kemampuan membaca.

G. Prosedur Penelitian

Model penelitian adalah prosedur yang menggambarkan bagaimana penelitian akan dilaksanakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tindakan yang dikembangkan Kemmis dan MC Taggart (1998: 63).

Penelitian ini meliputi 3 siklus dan masing-masing siklus terdiri atas tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan evaluasi. Adapun masing-masing tahap dapat dijelaskan sebagai berikut :

Siklus I

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lengkap dengan instrument yang diperlukan agar tindakan yang dilakukan sesuai dengan tujuan, peneliti membuat 3 RPP untuk 3 siklus. Instrument yang diperlukan adalah lembar observasi siswa, lembar penilaian, dalam pembelajaran komunikasi lisan.

2. Pelaksanaan Tindakan/ Action

Pada tindakan I pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Pemberian materi pada kegiatan awal pembelajaran, peneliti melakukan persepsi dalam pembelajaran komunikasi lisan.

b) Pada kegiatan ini, peneliti menampilkan beberapa contoh komunikasi lesan dalam pembelajaran.

3. Pengamatan/Observer


(39)

terhadap semua kegiatan siswa, konsentrasi siswa selama pembelajaran, dalam pemahaman konsep tentang komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca.

4. Refleksi/ Reflection

Setelah kegiatan inti, berdasarkan dari hasil observasi, peneliti melakukan refleksi untuk menilai sejauh keefektifan pembelajaran dalam rangka untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa, tentang komunikasi lisan dalam meningkatkan kemampuan membaca. Untuk menilai keberhasilan siswa, peneliti juga melakukan kolaborasi dengan teman sejawat mencari solusi juga hambatan-hambatan yang muncul untuk diperbaiki pada siklus kedua.

Siklus II

1. Perencanaan/ Plan

Pada tahap ini, peneliti menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk siklus 2 (ke dua) dengan materi komunikasi lisan dalam percakapan.

2. Pelaksanaan Tindakan/ Action

Pada kegiatan awal, peneliti melakukan apersepsi tentang komunikasi lisan, peneliti mengajak para siswa untuk aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

3. Pengamatan/ Observer

Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa, bagaimana kesiapan siswa dalam pembelajaran konsentrasi siswa selama pembelajaran, reaksi siswa terhadap pembelajaran itu.

4. Refleksi/ Reflection

Setelah kegitan inti, berdasarkan dan hasil observasi, peneliti melakukan refleksi untuk menilai sejauh mana keberhasilan dalam pembelajaran komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca


(40)

26

dan mencari solusi dari hambatan-hambatan yang muncul untuk memperbaiki pada siklus ke 3.


(41)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Penelitian ini dilakukan pada anak tunagrahita mampu latih pada Kelas VII SMPLB – C1 Yayasan Sosial Setya Darma. Dengan mengambil sampel pada 5 anak Tahun Pelajaran 2008/2009.

Data dari subyek penelitian sejumlah 5 siswa: 2 laki-laki dan 3 perempuan.

Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Tuna Grahita Mampu Latih Kelas VII SMPLB – C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta

No. Nama Siswa L/P Nilai Awal

1. 2. 3. 4. 5.

IS DR

F J JS

L P P L P

70 60 55 70 50

B. Deskripsi Siklus I 1. Perencanaan Tindakan

Peneliti membuat rencana pembelajaran yang disampaikan pada siswa SMPLB-C1 di dalam kelas dengan instrumen yang diperlukan Lembar Observasi Siswa, lembar penilaian dalam pembelajaran komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan yang dilakukan di dalam kelas, peneliti memberikan materi pada Kegiatan Awal Pembelajaran.

Peneliti mengadakan persepsi dalam pembelajaran komunikasi lisan tentan lingkungan sekolah.


(42)

27

Contoh :

Lingkungan Kelas

- Apa saja yang di dalam kelas VII SMPLB –C1 - Ada anak-anak dan alat-alat sekolah

- Ada guru - Ada meja - Ada kursi - Ada papan tulis - Ada penggaris

- Ada penghapus, kapur dan sebagainya

Ditunjukkan benda-benda nyata dan ucapan yang benar.

Gambar 1. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus I

3. Hasil Pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan bersama dengan rekan guru terhadap semua kegiatan siswa di dalam kelas.

Konsentrasi siswa di dalam kelas ada yang sudah aktif mengikuti, namun masih ada yang pasif.


(43)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran Kondisi Awal Prestasi

Belajar

Tindakan Kondisi Akhir

- Pembelajaran lebih berperan pada guru

- Siswa enggan atau malas belajar

- Prestasi belajar masih rendah

- Guru menerapkan bimbingan individu

- Guru memberi motivasi belajar dengan cara dialog

- Guru membimbing

siswa dalam

mengucapkan nama-nama benda yang ada di dalam kelas.

- Siswa lebi senang dalam pembelajaran itu.

- Siswa lebih

menguasai materi yang diberikan oleh guru.

- Siswa dapat

mengucapkan

sebagian nama-nama benda yang ada di dalam kelas.

Tabel 3. Hasil Nilai Kemampuan Membaca Siswa

No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. IS DR F J JS 72 61 55 72 50 Baik Cukup Kurang Baik Kurang


(44)

29

Tabel 4. Indikator Penilaian

No. Indikator

Kemampuan Mampu Mampu dg

Bantuan

Tidak Mampu

1.

2.

3. 4. 5. 6. 7.

8. 9. 10.

Kemampuan membaca

Kemampuan membaca vokal a, i, u, e, o

Kemampuan membaca

konsonan b, d, p, k, m, n Kemampuan membedakan Bunyi huruf b dan d

Bunyi huruf m dan n Bunyi huruf p dan k

Kemampuan membaca nama benda di dalam kelas

misal : me – ja bu – ku papan – tulis kursi

kapur, dan sebagainya Menirukan ucapan guru Membaca dengan bantuan Membaca tanpa bantuan Kriteria Penilaian

Kriteria Penilaian untuk soal No. 1 – 6

Skor 1 : Jika tidak dapat sama sekali mengenal huruf Skor 2 : Jika dapat menyebutkan 1 huruf dengan benar Skor 3 : Jika dapat menyebutkan 2 huruf dengan benar Skor 4 : Jika dapat menyebutkan 3 huruf dengan benar


(45)

Kriteria Penilaian untuk soal 7 – 10

Skor 1 : Jika siswa tidak dapat membaca sama sekali Skor 2 : Jika siswa tidak dapat menirukan ucapan guru Skor 3 : Jika siswa dapat menirukan ucapan guru Skor 4 : Jika siswa dapat membaca dengan bantuan Skor 5 : Jika siswa dapat membaca lancar tanpa bantuan

Data di atas setelah dihitung hasil sebagai berikut :

Rata-rata kemampuan siswa sebesar dengan skor tertinggi 72 dan skor terendah 50.

Berikut ini penulis sajikan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa

Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif 50 – 55

55 – 61 61 - 72

Rendah Sedang Tinggi 2 1 2 40 20 40

5 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram di bawah ini :

2 1 2 0 0.5 1 1.5 2 2.5

50 – 55 55 – 61 61 - 72 Interval F re kue ns i

50 – 55 55 – 61 61 - 72


(46)

31

Untuk mengaktifkan siswa, peneliti mengulang-ulang materi yang disampaikan itu sambil menunjukkan benda nyata dan mengucapkan bersama-sama, untuk meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan kemampuan membaca siswa.

contoh : - Meja - Kursi - Buku

- Papan tulis dan sebagainya

4. Refleksi

Untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa supaya aktif aktif mengikuti pembelajaran tentang komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca diperbaiki pada Siklus II.

C. Deskripsi Siklus II 1. Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti memberikan materi komunikasi lisan dalam percakapan tanya jawab.kn

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada kegiatan awal peneliti melakukan appersepsi tentang komunikasi lingkungan sekolah, peneliti mengajak para siswa untuk aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan di dalam kelas. Peneliti menyampaikan keadaan yang ada di lingkungan sekolah dan juga lingkungan rumah masing-masing siswa/tempat tinggalnya.

Contoh :

- Di sekolah ada pohon apa saja ? Sebutkan !

Jawab : ……….

- Adakah tempat perpustakaan di sekolahmu?


(47)

- Di manakah bila ibu memasak di rumah ?

Jawab : ……….

- Apa kantin itu?

Jawab : ……….

- Apa kegunaan kamar tamu ? Dan sebagainya

Jawab : ……….

Kemudian ditanyakan apa saja yang ada di lingkungan rumah masing-masing siswa.

Gambar 3. Tanya Jawab Pada Siklus II

Tabel 6. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran Kondisi Awal Prestasi

Belajar Tindakan Kondisi Akhir

- Kegiatan awal peneliti melakukan appersepsi tentang komunikasi lisan. - Guru

menyampaikan

- Guru mengajak para siswa aktif dalam pembelajaran

- Guru menanyakan apa saja yang ada di

- Siswa

memperhatikan keterangan guru

- Ada 2 siswa yang menjawab dengan


(48)

33

keadaan

lingkungan di sekolah dan juga tingkah laku di rumah masing-masing siswa / tempat tinggalnya. - Konsentrasi

belajar masih rendah

lingkungan sekolah dan di lingkungan rumah masing-masing siswa

- Guru mengulang-ulang materi yang disampaikan sambil menunjukkan

gambar-gambar dan tulisan dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan

komunikasi lisan siswa.

lancar 2 siswa, menjawab dengan bantuan, 1 siswa pasif dan tidak mau menjawab.

- Siswa akti dalam menjawab

pertanyaan itu namun masih juga ada yang malas tidak menjawab.

Tabel 7. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan pada Anak SLB-C1 Kelas VII SMPLB

No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. IS DR F J JS 75 62 60 74 57 Baik Cukup Cukup Baik Kurang


(49)

Tabel 8. Indikator Penilaian

No. Indikator

Kemampuan Mampu Mampu dg

Bantuan

Tidak Mampu

1.

2. 3.

4.

5.

6. 7. 8. 9.

10.

Kemampuan komunikasi lisan Kemampuan mengucapkan kosakata dengan benar

Kemampuan menjawab

pertanyaan :

Di mana anak-anak bersekolah? Kelas berapa anak-anak sekarang?

Ada berapa ruang kelas SMPLB?

Sebutkan 3 macam tanaman di lingkungan sekolah itu ?

Adakah ruang perpustakaan ? Di manakah bila ibu memasak ? Untuk apa kantin itu ?

Di rumahmu ada pohon apa saja ucapkan ?

Apa kegunaan kamar tamu itu ? Kriteria Penilaian

Kriteria Penilaian untuk soal No. 1 Skor 1 : Jika tidak mampu

Skor 2 : Jika mampu dengan bantuan Skor 3 : Jika mampu sendiri

Kriteria Penilaian untuk soal 2 - 10

Skor 1 : Jika tidak dapat menjawab pertanyaan Skor 2 : Jika mampu menjawab pertanyaan


(50)

35

Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1

Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif 0 – 57

60 – 62 74 - 75

Rendah Sedang Tinggi

1 2 2

20 20 40

5 100

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram di bawah ini :

1

2 2

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 – 57 60 – 62 74 - 75

Interval

F

re

kue

ns

i

0 – 57 60 – 62 74 - 75

Grafik 3. Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa

3. Hasil Pengamatan

Deskripsi hasil pengamatan siswa sebagai berikut :

Ada 2 siswa yang aktif mengikuti pembelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, ada 1 siswa yang mengantuk dan 2 siswa yang pasif hanya diam saja, kreativitas dalam pembelajaran nampak masih pasif.


(51)

4. Refleksi

Untuk mencapai nilai yang tertinggi 80 (delapan puluh), maka peneliti mengadakan penelitian tahap berikutnya pada tahap III.

D. Deskripsi Siklus III 1. Perencanaan Tindakan

Pada siklus ini peneliti menggunakan Rencana Pembelajaran tentang komunikasi lisan dalam percakapan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.

Pada kegiatan awal peneliti mengadakan tanya jawab tentang percakapan sekitar lingkungan sekolah.

Pelaksanaan penelitian bersama-sama dengan siswa dilaksanakan di luar kelas.

2. Pelaksanaan Tindakan

Peneliti menunjukkan macam-macam pohon yang ada di lingkungan sekolah. Contoh :

- Pohon pisang - Pohon melinjo - Pohon jambu - Pohon pepaya - Tanaman bumbu

Dan tempat-tempat seperti ; - Tempat parkir kendaraan - Gedung pertemuan - Dapur untuk tata boga


(52)

37

Gambar 4. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus III di Luar Kelas

Tabel 10. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

Apersepsi - Memberikan

penjelasan tentang komunikasi lisan dan percakapan

- Siswa aktif mengikuti

pembelajaran di luar kelas

- Siswa aktif lagi kembali mengikuti pembelajaran di

- Guru memberikan apersepsi yang menaruh tentang macam : benda-benda dan tanaman di lingkungan sekolah dengan alat benda nyata dan tulisan.

- Guru memberi motivasi belajar di luar kelas dengan cara berdialog.

- Guru membagikan

teks bacaan

sederhana tentang

- Siswa mampu

mengucapkan nama-nama benda di lingkungan sekolah

dan mampu

menunjukkan nama-nama benda di lingkungan sekola.

- Siswa mampu

menyebutkan macam-macam tanaman di kebun sekolah

- Siswa lebih senang dan aktif mengikuti pelajaran itu siswa


(53)

dalam kelas sampai pelajaran selesai.

kebunku. dan guru

bersama-sama membaca teks bacaan itu berulang-ulang.

Tabel 11. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi dalam Percakapan untuk Meningkatkan kemampuan Membaca

No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. IS DR F J JS 80 75 75 80 60 Baik Baik Baik Baik Cukup

Tabel 12. Indikator Penilaian

No. Indikator

Kemampuan Mampu Mampu dg

Bantuan Tidak Mampu 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kemampuan membaca teks pendek tentang lingkungan sekolah dengan judul “Kebunku”.

Kemampuan memahami isi bacaan

Adakah kebun di sekolahan ? Ditanami apa kebun itu ?

Sebutkan 4 macam tanaman supaya subur diberi apa ?

Kemampuan bermain pekan untuk komunikasi lisan


(54)

39

7. 8.

9.

10.

Is : Bu tanaman itu layu Guru : Siapa yang piket hari ini, tolong disirami tanamannya. Guru : Bu, saya juga ingin membantu

Guru : Baiklah supaya tanaman bunga itu tumbuh subur

Keterangan kriteria penilaian Skor 1 : Jika tidak mampu

Skor 2 : Jika mampu dengan bantuan Skor 3 : Jika mampu sendiri

Tabel 13. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1

Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif 0

0 – 60 75 – 80

Rendah Sedang Tinggi 0 1 4 0 20 80

5 100

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram di bawah ini :

0 1 4 0 1 2 3 4 5

0 0 – 60 75 – 80

Interval F re kue ns i 0

0 – 60 75 – 80


(55)

3. Hasil Pengamatan

Pada saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa dalam kegiatan tanya jawab dan menunjukkan macam-macam tanaman, juga tempat-tempat yang ada di sekelilingnya. Siswa satu per satu melaksanakan tugas itu.

4. Refleksi

Berdasarkan pengamatan penulis mengemukakan pendapat bahwa siapa semua aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di luar kelas, lebih menyenangkan.

E. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus Tabel 14. Proses Pembelajaran

No. Kondisi Awal Siklus I Siklus II Siklus III Siswa masih

ada yang tidak aktif dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas

Siswa masih ada

yang belum

mengikuti pembelajaran masih semuanya sendiri

2 siswa

dengan

bantuan siswa yang

mengantuk dan 2 siswa yang aktif mengikuti

Dari kondisi siklus I, II, III. Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat

peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti di dalma kelas maupun di luar kelas.


(56)

41

F. Hasil Penelitian Tabel 15. Hasil Penelitian

No. Kondisi

Awal Siklus I Siklus II Siklus III

Refleksi kondiis awal ke kondisi

akhir Nilai pada

kondisi awal nilai terendah 50 Nilai

tertinggi 70

Nilai terendah 5

Nilai 72 tertinggi 72 Nilai rendah 57 Nilai tertinggi 75 Nilai terendah 60 Nilai tertinggi 80

Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikaji pembahasan sebagai berikut : Anak tunagrahita dalam perkembangannya mengalami hambatan dari berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita mampu latih tersebut, salah satu diantaranya hambatan dalam kemampuan membaca suku kata menjadi kalimat yang sederhana.

Dengan kondisi demikian, maka anak perlu diberikan latihan-latihan yang teratur dan terarah dalam komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa salah satu usaha untuk mengatasi hambatan kemampuan membaca adalah dengan memberikan suatu metode pembelajaran yang digunakan untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar mengajar.

Di sini digunakan pembelajaran orientasi mobilitas sebagai alat bantu karena anak tunagrahita akan lebih cepat dapat menerima suatu informasi dalam bentuk yang konkret, akan mempengaruhi kemampuan anak dalam membaca.


(57)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan melalui penilaian dapat disimpulkan melalui penilaian proses dan penilaian hasil/evaluasi mengalami peningkatan pada kondisi awal. Siklus I, Siklus ke II dan Siklus III dan mencapai standar ketuntasan yang ditetapkan nilai tertinggi 80 ini dapat dilihat bahwa pada kondisi awal penelitian terendah 50 dan tertinggi 70. kemudian pada siklus I nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 72. Kemudian siklus II penilaian proses terendah 57 dan nilai tertinggi 75. Siklus ke III penilaian proses terendah 60 dan tertinggi 80.

Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan. Jadi komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak tunagrahita kelas VIII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut : Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan kemampuannya.

1. Bagi Sekolah Luar Biasa SLB-CI Yayasan Sosial Setya Darma

- Menambah sarana dan prasarana membaca sehingga siswa akan lebih semangat dalam membaca.

- Dalam komunikasi lisan sehari-hari membiasakan penggunaan bahasa yang baik dan benda sehingga dapat membantu para siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca.

- Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.


(58)

43

2. Bagi guru dan orang tua :

- Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.

- Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.

- Orangtua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di sekolah dalam mencukupi kebutuhan anak dalam belajar salah satunya dengan melatih anak berkomunikasi lisan walaupun dengan kata/kalimat yang sederhana untuk dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Abjad M.G, 1991, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, Jakarta, Erlangga.

Boimin P, 1986, Pendidikan Anak Terbelakang Mental. Jakarta, Depdikbud Depdikbud, 1998, Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia, Jakarta

________, 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMPLB Tunagrahita Sedang (SMPLB-C1), Jakarta, Depdiknas

J.S. Badudu, 2003, Pintar Berbahasa Indonesia SLTP Kelas I, Jakarta, Balai Pustaka

Mulyono Abdurrahman. 1994, Pendidikan Luara Bisa Umum, Jakarta, Depdikbud

Pasaribu dan Simanjuntak, 1980, Program Belajar Mengajar, Bandung, Balai Pustaka.

Suharsimi Arikunto, 1990, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan praktis, Jakarta, Bhineka Cipta

________, 2007, Penelitian Tindakan kelas, Jakarta, Bumi Aksara

Sumardi Suryabrata, 1984, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi, Jogyakarta, Andi Offset

Sutjihati Somantri, 1996, Psikologi Anak Luar Biasa, Depdikbud, Jakarta, W.J.S. Purwodarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai


(1)

7. 8.

9.

10.

Is : Bu tanaman itu layu Guru : Siapa yang piket hari ini, tolong disirami tanamannya. Guru : Bu, saya juga ingin membantu

Guru : Baiklah supaya tanaman bunga itu tumbuh subur

Keterangan kriteria penilaian Skor 1 : Jika tidak mampu

Skor 2 : Jika mampu dengan bantuan Skor 3 : Jika mampu sendiri

Tabel 13. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1

Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif 0

0 – 60 75 – 80

Rendah Sedang Tinggi 0 1 4 0 20 80

5 100

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram di bawah ini :

0 1 4 0 1 2 3 4 5

0 0 – 60 75 – 80

Interval F re kue ns i 0 0 – 60 75 – 80


(2)

3. Hasil Pengamatan

Pada saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan siswa dalam kegiatan tanya jawab dan menunjukkan macam-macam tanaman, juga tempat-tempat yang ada di sekelilingnya. Siswa satu per satu melaksanakan tugas itu.

4. Refleksi

Berdasarkan pengamatan penulis mengemukakan pendapat bahwa siapa semua aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di luar kelas, lebih menyenangkan.

E. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus

Tabel 14. Proses Pembelajaran

No. Kondisi Awal Siklus I Siklus II Siklus III Siswa masih

ada yang tidak aktif dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas

Siswa masih ada yang belum mengikuti

pembelajaran masih semuanya sendiri

2 siswa dengan

bantuan siswa yang

mengantuk dan 2 siswa yang aktif mengikuti

Dari kondisi siklus I, II, III. Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat

peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti di dalma kelas maupun di luar kelas.


(3)

F. Hasil Penelitian Tabel 15. Hasil Penelitian

No. Kondisi

Awal Siklus I Siklus II Siklus III

Refleksi kondiis awal ke kondisi

akhir Nilai pada

kondisi awal nilai terendah 50 Nilai

tertinggi 70

Nilai terendah 5

Nilai 72 tertinggi 72

Nilai rendah 57

Nilai tertinggi 75

Nilai terendah 60

Nilai

tertinggi 80

Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikaji pembahasan sebagai berikut : Anak tunagrahita dalam perkembangannya mengalami hambatan dari berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita mampu latih tersebut, salah satu diantaranya hambatan dalam kemampuan membaca suku kata menjadi kalimat yang sederhana.

Dengan kondisi demikian, maka anak perlu diberikan latihan-latihan yang teratur dan terarah dalam komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa salah satu usaha untuk mengatasi hambatan kemampuan membaca adalah dengan memberikan suatu metode pembelajaran yang digunakan untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar mengajar.

Di sini digunakan pembelajaran orientasi mobilitas sebagai alat bantu karena anak tunagrahita akan lebih cepat dapat menerima suatu informasi dalam bentuk yang konkret, akan mempengaruhi kemampuan anak dalam membaca.


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan melalui penilaian dapat disimpulkan melalui penilaian proses dan penilaian hasil/evaluasi mengalami peningkatan pada kondisi awal. Siklus I, Siklus ke II dan Siklus III dan mencapai standar ketuntasan yang ditetapkan nilai tertinggi 80 ini dapat dilihat bahwa pada kondisi awal penelitian terendah 50 dan tertinggi 70. kemudian pada siklus I nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 72. Kemudian siklus II penilaian proses terendah 57 dan nilai tertinggi 75. Siklus ke III penilaian proses terendah 60 dan tertinggi 80.

Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan. Jadi komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak tunagrahita kelas VIII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut : Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan kemampuannya.

1. Bagi Sekolah Luar Biasa SLB-CI Yayasan Sosial Setya Darma

- Menambah sarana dan prasarana membaca sehingga siswa akan lebih semangat dalam membaca.

- Dalam komunikasi lisan sehari-hari membiasakan penggunaan bahasa yang baik dan benda sehingga dapat membantu para siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca.

- Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.


(5)

2. Bagi guru dan orang tua :

- Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.

- Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.

- Orangtua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program di sekolah dalam mencukupi kebutuhan anak dalam belajar salah satunya dengan melatih anak berkomunikasi lisan walaupun dengan kata/kalimat yang sederhana untuk dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abjad M.G, 1991, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, Jakarta, Erlangga.

Boimin P, 1986, Pendidikan Anak Terbelakang Mental. Jakarta, Depdikbud Depdikbud, 1998, Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia, Jakarta

________, 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMPLB Tunagrahita Sedang (SMPLB-C1), Jakarta, Depdiknas

J.S. Badudu, 2003, Pintar Berbahasa Indonesia SLTP Kelas I, Jakarta, Balai Pustaka

Mulyono Abdurrahman. 1994, Pendidikan Luara Bisa Umum, Jakarta, Depdikbud

Pasaribu dan Simanjuntak, 1980, Program Belajar Mengajar, Bandung, Balai Pustaka.

Suharsimi Arikunto, 1990, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan praktis, Jakarta, Bhineka Cipta

________, 2007, Penelitian Tindakan kelas, Jakarta, Bumi Aksara

Sumardi Suryabrata, 1984, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi, Jogyakarta, Andi Offset

Sutjihati Somantri, 1996, Psikologi Anak Luar Biasa, Depdikbud, Jakarta, W.J.S. Purwodarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai


Dokumen yang terkait

MEDIA KARTU BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ANAK TUNAGRAHITA SEDANG PADA KELAS C1 SDLB NEGERI PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2008 2009

1 14 68

PENGGUNAAN METODE READING ALOUD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA ANAK TUNA GRAHITA KELAS X SMALB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 7 96

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PENDEKATAN PENGALAMAN BAHASA(LANGUAGE EXPERIENCE APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII C SMPLB NEGERI SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 0 17

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA WAYANG GAMBAR TERHADAP PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII DI SLB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN 2015/2016.

0 0 16

Upaya Meningkatkan Pola Gerak Dasar Lokomotor Menggunakan Model Pembelajaran Aktivitas Fisik Adaptif Pada Anak Tunagrahita Kelas IV SDLB-C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

1 1 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII DI SLB C SETYA DARMA SURAKARTA.

0 0 18

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI CERITA PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII DI SLB-C SETYA DARMA TAHUN AJARAN 2012/ 2013.

0 0 18

PENGARUH METODE BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSENTRASI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI KELAS VIII SLB-C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/ 2014.

0 0 19

JURNAL NITA INDRIASARI K3211044

0 3 10

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI CERITA PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VI DI SLB-C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN 20172018

0 0 17